Anda di halaman 1dari 3

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

1. Negara yang menganut sistem civil law menempatkan peraturan perundang-undangan


sebagai sendi utama sistem hukumnya. Sebagai konsekuensinya, setiap perbuatan yang
dilakukan baik oleh warga negara, badan atau pejabat negara harus didasarkan pada
perundang-undangan yang berlaku. Asas legalitas dalam lapangan HAN mengandung arti
bahwa setiap tindakan atau keputusan pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, asas legalitas menjadi prinsip utama
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara civil law sebab setiap tindakan pejabat
administrasi negara harus dilandasi wewenang yang sah yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
Dengan demikian, tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka organ pemerintah tidak akan memiliki wewenang
yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga
masyarakat. Konsekuensinya, badan atau pejabat pemerintahan tidak dapat bertindak
sewenang-wenang. Kalaupun tindakan atau keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat
pemerintah dirasa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka tindakan atau
keputusan tersebut dapat digugat dan diuji ke Pengadilan TUN untuk dicabut atau dibatalkan
sebagaimana dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
2. Contoh Atribusi: Presiden berwenang membentuk Undang-Undang berdasarkan Pasal 5
ayat (1) UUD 1954: “Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat”, dan Pasal 20 ayat (2): “Setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”.
Presiden juga berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) berdasarkan Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945, serta berwenang membentuk Peraturan
Pemerintah (PP) untuk menjalankan Undang-Undang berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UUD
1945.
Contoh Delegasi: Dalam penyelenggaraan PTSP oleh Provinsi, Gubernur memberikan
pendelegasian wewenang perizinan dan non-perizinan yang menjadi urusan pemerintah
Provinsi kepada Kepala BPMPTSP Provinsi (Pasal 10 ayat (4) Perpres No. 97 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan PTSP).
Contoh Mandat: Antara Jaksa Agung dengan para Jaksa Agung Muda, dimana Jaksa Agung
(mandans) menugaskan Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Jaksa Agung Pidana Khusus, dan
Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan atas nama Jaksa Agung melakukan suatu tindakan
hukum tertentu serta mengeluarkan keputusan-keputusan Tata Usaha Negara tertentu.
3. Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui
Delegasi dapat mensubdelegasikan tindakan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
lain dengan ketentuan:
a. Dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum wewenang dilaksanakan;
b. Dilakukan sendiri dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri;
c. Paling banyak diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan 1 (satu) tingkat
di bawahnya.
4. Tindakan pemerintah dalam ranah hukum publik (publiekrechttelijke handeling):
yaitu tindakan pemerintah dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang
didasarkan pada ketentuan hukum publik. Pada prinsipnya, semua tindakan pemerintah
dalam ranah hukum publik lebih merupakan tindakan sepihak atau bersegi satu. Dikatakan
sepihak karena dilakukan atau tidaknya suatu tindakan yang memiliki kekuatan hukum
tersebut, pada akhirnya tergantung kepada kehendak sepihak dari Badan atau Jabatan TUN
yang memiliki Wewenang pemerintahan untuk berbuat demikian. Tindakan hukum publik
yang bersifat sepihak (bersegi satu) ini disebut “beschiking” (ketetapan atau keputusan) yang
bersifat konkrit, individual, dan final serta “regelling” (peraturan) yang bersifat mengatur
secara umum, juga tindakan-tindakan hukum publik lainnya untuk mempertahankan ha-hak
keperdataan. Contohnya adalah pemberian izin bangunan dari Walikota, pemberian bantuan
(subsidi), dan sebagainya.
Tindakan pemerintah dalam ranah hukum privat (privaatrechtshandeling): yaitu
tindakan pemerintah dalam pergaulan keperdataan dan bukan dalam kedudukannya sebagai
pihak yang memelihara kepentingan umum sehingga tindakannya didasarkan pada
ketentuan hukum privat (keperdataan). Contohnya adalah ketika Kabupaten membeli
beberapa mobil bus baru untuk kepentingan perusahaannya, Kabupaten melaksanakan
perjanjian jual-beli yang didasarkan pada hukum perdata.
5. Instrumen yuridis tindakan hukum pemerintah dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu
keputusan (beschikking), peraturan (regelling), peraturan kebijakan (beleid regels), dan
keputusan kebijakan (freies ermessen/beleid beschikking) yang penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1) Keputusan (beschikking)
Menurut Jimly Ashiddiqie dalam buku “Perihal Undang-Undang” hal. 10, istilah
“keputusan” atau “ketetapan” digunakan untuk menyebut hasil kegiatan penetapan atau
pengumpulan keputusan administratif. Sementara itu. menurut Muchsan, keputusan tata
usaha negara atau beschikking adalah penetapan tertulis yang diproduksi oleh Pejabat Tata
Usaha Negara, mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat
konkrit, individual dan final. Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1
angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum
Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata. Keputusan atau ketetapan yang dihasilkan itu dapat digugat melalui
peradilan tata usaha negara.
2) Peraturan (regelling)
Menurut Jimly, istilah “peraturan” digunakan untuk menyebut hasil kegiatan
pengaturan yang menghasilkan peraturan (regels). Regeling merupakan perbuatan
pemerintah dalam hukum publik berupa suatu pengaturan yang bersifat umum dan abstrak.
Yang dimaksud dengan umum dan abstrak yaitu keberlakuannya ditujukan kepada siapa saja
yang dikenai perumusan kaedah umum. Menurut Maria Farida Indrati dalam buku “Ilmu
Perundang-Undangan (1) (Jenis,Fungsi, Materi, Muatan)” hal. 78, peraturan (regelling) selalu
berlaku terus menerus (dauerhaftig). Pengaturan yang dimaksud dapat berbentuk Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, dsb. Menurut Jimly Asshiddiqie dalam buku “Hukum Acara
Pengujian Undang-Undang” hal. 2, Produk peraturan di bawah Undang-Undang dapat diuji
(judicial review) ke Mahkamah Agung sedangkan untuk Undang-Undang diuji ke Mahkamah
Konstitusi.
3) Peraturan kebijakan (beleid regels)
Peraturan kebijakan merupakan produk kebijakan yang bersifat bebas yang
ditetapkan oleh pejabat-pejabat administrasi negara dalam rangka menyelenggarakan tugas
pemerintahan. Kebijakan pejabat administrasi negara tersebut kemudian dituangkan dalam
suatu format tertentu (formatnya dapat sama dengan format Undang-Undang dan dapat juga
berbeda atau lebih sederhana dari format Undang-Undang) supaya dapat diberlakukan
secara umum (berlaku sama bagi setiap warga negara). Meski begitu, Peraturan Kebijakan
tidaklah sama dengan Undang-Undang. Menurut Bagir Manan, dengan adanya peraturan
kebijakan tersebut akan terjamin kekonsistenan tindakan administrasi negara dan untuk
setiap peristiwa yang mengandung persamaan, kepastian hukum dan tindakan-tindakan
dapat dipercaya karena didasarkan pada peraturan yang sudah tertentu. Peraturan
Kebijakan tersebut dibuat dalam rangka menyelesaikan suatu keadaan (masalah konkret)
yang pada dasarnya belum ada aturannya atau belum diatur dalam undang-undang
(peraturan perundang-undangan). Contohnya seperti instruksi, edaran, pengumuman.
4) Keputusan kebijakan (freies ermessen/beleid beschikking)
Menurut Marcus Lukman (Ridwan HR, 2015:169), freies ermessen diartikan sebagai
salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan
administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada
Undang-Undang. Meskipun kepada pemerintah diberikan kewenangan bebas tanpa harus
terikat pada Undang-Undang, namun dalam suatu negara hukum
penggunaan freis ermessen ini harus dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh hukum
yang berlaku. Menurut Muchsan (1981: 27) pembatasan penggunaan freies ermessen adalah:
1) Penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku
(kaidah hukum positif); 2) Penggunaan freies ernessen hanya ditujukan demi kepentingan
umum. Freies ermessen dilakukan administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut.
1. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in
konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut
penyelesaian yang segera.
2. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah
memberikan kebebasan sepenuhnya.
3. Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan
untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat
yang lebih tinggi tingkatannya.

Freies ermessen ini bertolak dari kewajiban pemerintah dalam welfare state, di mana tugas
pemerintah yang utama adalah memberikan pelayanan umum atau mengusahakan
kesejahteraan warga negara, di samping memberikan perlindungan bagi warga negara.

Anda mungkin juga menyukai