Anda di halaman 1dari 7

RESUME

HUKUM ADMINSTRASI NEGARA

Nama : Febri Enis Wicaksonno


NIM : 2103403031086
Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara

PERLINDUNGAN HUKUM, PENEGAKAN HUKUM, DAN


PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Perlindungan Hukum

Subjek hukum selaku pemikul hak-hak dan kewajiban-kewajiban (de drager van de
rechten en plichten), baik itu manusia (naturlijke persoon), badan hukum (rechtspersoon),
maupun jabatan (ambt), dapat melakukan tindakan-tindakan hukum berdasarkan kemampuan
(bekwaam) atau kewenangan (bevoegdheid) yang dimilikinya. Agar hubungan antarsubjek
hukum itu berjalan secara harmonis, seimbang, dan adil, dalam arti setiap subjek hukum
mendapatkan apa yang menjadi haknya dan menjalankan kewajiban yang dibebankan
kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum
tersebut. Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban subjek hukum, agar masing-masing subjek hukum dapat menjalankan
kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Menurut Sudikno
Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar
kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat
berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga terjadi pelanggaran hukum. Subjek
hukum yang dilanggar hak-haknya harus mendapatkan perlindungan hukum.

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara
adalah Hukum Administrasi Negara atau hukum perdata, tergantung sifat dan kedudukan
pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut. Ketika pemerintah melakukan
tindakan hukum dalam kapasitasnya sebagai wakil badan hukum, maka tindakan tersebut
diatur dan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan, sedangkan ketika pemerintah bertindak
dalam kapasitasnya sebagai pejabat, maka tindakan itu diatur dan tunduk pada Hukum
Administrasi Negara.

1. Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata

Kedudukan pemerintah yang serba khusus terutama karena sifat-sifat istimewa yang
melekat padanya, yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, telah menyebabkan perbedaan
pendapat yang berkepanjangan dalam sejarah pemikiran hukum, yaitu berkenaan dengan
apakah negara dapat digugat atau tidak di depan hakim. Oleh karena itu, persoalan menggugat
pemerintah di muka hakim tidaklah dapat dipersamakan dengan menggugat rakyat biasa. Para
pencari keadilan dapat menuntut negara dan alatnya agar mereka berkelakuan normal. Setiap
kelakuan yang mengubah kelakuan yang normal dan melahirkan kerugian-kerugian, dapat
digugat.

Kedudukan pemerintah atau administrasi negara dalam hal ini tidak berbeda dengan
seseorang atau badan hukum perdata, yaitu sejajar sehingga pemerintah dapat menjadi
tergugat maupun penggugat. Dalam konteks inilah prinsip kedudukan yang sama di depan
hukum yang menjadi salah satu unsur negara hukum terimplementasi. Dengan kata lain,
hukum perdata memberikan perlindungan yang sama baik bagi pemerintah maupun seseorang
atau badan hukum perdata.

2. Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik

Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya


menimbulkan akibat hukum. Karakteristik paling penting dari tindakan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah adalah keputusan-keputusan pemerintah yang bersifat sepihak.

Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum preventif
dan represif. Pada perlindungan hukum preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Artinya perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa.

Upaya adminstratif ada dua macam, yaitu banding administratif dan prosedur
keberatan. Banding administratif, yaitu penyelesaian sengketa tata usaha negara dilakukan
oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang disengketakan.
Sedangkan prosedur keberatan adalah penyelesaian sengketa tata usaha negara dilakukan oleh
instansi yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.

3. Contoh Perlindungan Hukum

-Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen-

Perlindungan Konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda
harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. UU Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak
konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya; dan sebagainya.

B. Penegakan Hukum

Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep


tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Penegakan hukum adalah
usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.

Jika hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang
memuat keadilan dan kebenaran, maka penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas para
penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional. Akan tetapi, menjadi tugas dari
setiap orang. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh
karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.

1. Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara

Paulus E. Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam Hukum


Administrasi Negara, yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang
melaksanakan kontrol itu terhadap badan/organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara
jenis kontrol intern dan kontrol ekstern. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya,
pengawasan atau kontrol dibedakan menjadi dalam dua jenis yaitu kontrol a-priori dan kontrol
a-posteriori. Selain itu, kontrol dapat pula ditinjau dari segi objek yang diawasi yang terdiri
dari kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) dan kontrol dari segi kemanfaatan
(doelmatigheid). Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah
dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma
hukum sebagai suatu upaya preventif dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada
situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai upaya represif. Yang
terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan
hukum bagi rakyat.

Penegakan hukum itu disamping pengawasan adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian
penting dalam setiap peraturan perundang-undangan. Sanksi biasanya diletakkan pada bagian
akhir setiap peraturan, artinya diujung kaidah hukum terdapat sanksi. Sanksi dalam Hukum
Administrasi Negara yaitu alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan
oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam
norma Hukum Administrasi Negara.

2. Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara

Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu:

a. Paksaan Pemerintah (Bestuursdwang/Politiedwang)

Dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara, ada dua istilah mengenai paksaan
pemerintahan ini, yaitu bestuurdwang dan politiedwang. Menurut Philipus M. Hadjon,
digunakannya istilah bestuurdwang adalah untuk mengakhiri kesalahpahaman yang dapat
ditimbulkan oleh kata “politie” dalam penyebutan politiedwang (paksaan polisi). Polisi sama
sekali tidak terlibat dalam pelaksanaan politiedwang (bestuurdwang).

Kewenangan pakasaan pemerintah (bestuurdwangbevoegheid) dapat diuraikan sebagai


kewenangan organ pemerintahan untuk melakukan tindakan nyata mengakhiri situasi yang
bertentangan dengan norma Hukum Administrasi Negara, karena kewajiban yang muncul dari
norma itu tidak dijalankan atau sebagai reaksi dari pemerintah atas pelanggaran norma hukum
yang dilakukan warga negara. Paksaan pemerintahan dilihat sebagai suatu bentuk eksekusi
nyata, dalam arti langsung dilaksanakan tanpa perantara hakim (parate executive), dan biaya
yang berkenaan dengan pelaksanaan paksaan pemerintahan ini secara langsung dapat
dibebankan kepada pihak pelanggar.

Kewenangan pemerintah untuk menggunakan bestuurdwang merupakan kewenangan


yang bersifat bebas, dalam arti pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan
menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuurdwang atau tidak atau bahkan
menerapkan sanksi lainnya.

b. Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan

Keputusan yang menguntungkan (begunstigende beschikking) artinya keputusan itu


memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui
keputusan atau bilamana keputusan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin
ada.

Salah satu sanksi dalam HAN adalah pencabutan atau penarikan KTUN yang
menguntungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu keputusan baru yang
isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi keputusan yang terdahulu.
Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat
dalam keputusan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi penarikan kembali KTUN yang
menguntungkan diterapkan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-
syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran
undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh sipelanggar. Disamping itu,
dapat pula pencabutan keputusan itu dilakukan karena kesalahan dari pihak pembuat
keputusan atau pemerintah, artinya keputusan yang dikeluarkan ternyata keliru atau cacat
lainnya dan diketahui oleh pihak dengan jelas.

c. Pengenaan Uang Paksa (dwangsom)

Dalam Hukum Administrasi Negara pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan
kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan. Pengenaan
uang paksa merupakan alternatif untuk tindakan nyata yang berati sebagai sanksi ‘subsidiaire’
dan dianggap sebagai sanksi repatoir. Persoalan hukum yang dihadapi dalam pengenaan
dwangsom sama dengan pelaksanaan paksaan nyata.

d. Pengenaan Denda Administratif


Denda administratif (bestuurslijke boetes) dapat dilihat contohnya pada denda fiskal
yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari ketentuan
semula sebagai akibat dari kesalahannya. Sanksi ini biasanya terdapat dalam hukum pajak,
jaminan sosial, dan hukum kepegawaian.

3. Contoh Penegakan Hukum

Hukum di Indonesia hingga saat ini masih menjadi persoalan yang cukup pelik. Setiap hari
dapat kita saksikan sejumlah kasus hukum yang diberitakan melalui media massa. Sepertinya
persoalan hukum di Indonesia telah menjadi kebiasaan yang dianggap wajar. Penegak hukum
di Indonesia yang masih terbilang lemah dan tidak tegas itu dapat kita lihat dari kasus-kasus
seperti kasus lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas yang sering kita lihat di jalan raya, para
penegak hukum memberi sanksi kepada para pelanggar pengguna jalan yang melanggar
peraturan perlalulintasan. Seharusnya pengguna jalan tersebut dihukum oleh pihak yang
berwenang sehingga menimbulkan efek jera terhadap pelanggar tetapi mereka bernegosiasi
diantara pelanggar dan penegak hukum. Mereka yang melanggar dengan mudah
mengeluarkan sejumlah uang yang telah disepakati saat negosiasi itu berlangsung. Sehingga
mereka dapat melanjutkan perjalanan mereka tanpa harus mendapatkan perlakuan hukum.
Kejadian ini membuat peraturan yang sudah dibuat untuk menertibkan dan membuat nyaman
para pengguna jalan menjadi percuma.

C. Pertanggungjawaban Pemerintah

1. Pengertian Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib
menanggung segala sesuatu (kalau ada suatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan,
dan sebagainya). Dalam kasus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada
pertanggungjawaban yakni liability dan responsibility. Liability menunjuk pada makna yang
paling komprehensif, meliput hampir setiap karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti,
yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menujuk: semua karakter
hak dan kewajiban. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu
kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan.

Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada


pertanggungjawaban hukum, yaitu, tanggung jawab akibat kesalahan yang dilakukan oleh
subjek hukum, sedangkan istilah responsibilty menunjuk pada pertanggungjawaban politik.

Berdasarkan perspektif hukum, dalam kehidupan sehari-hari dikenal istilah pergaulan


hukum (rechtsverkeer), yang di dalamnya mengisyaratkan adanya tindakan hukum
(rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtbetrekking) antar subjek hukum. Hukum
diciptakan untuk mengatur pergaulan hukum agar masing-masing subjek hukum menjalankan
kewajibannya secara benar dan memperoleh haknya secara wajar. Ketika ada subjek hukum
yang melalaikan kewajiban hukum yang seharusnya dijalankan atau melanggar hak subjek
hukum lain, kepada yang melalaikan kewajiban dan melanggar hak itu dibebani tanggung
jawab dan dituntut memulihkan atau mengembalikan hak yang sudah dilanggar tersebut.
2. Aspek Teoritik Pertanggungjawaban Hukum Pemerintah

Ketika membahas perlindungan hukum dalam bidang perdata, disinggung tentang


konsep “onrechtmatige daad”. Dalam perspektif ilmu hukum, prinsip bahwa setiap tindakan
onrechmatig subjek hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, mengharuskan
adanya pertanggungjawaban bagi subjek hukum yang berangkutan merupakan prinsip yang
telah diakui dan diterima secara umum dalam pergaulan hukum.

Di Indonesia persoalan tentang onrechtmatige overheidsdaad ini mengalami


perkembangan dalam yurisprudensi, dan juga berlaku terhadap seseorang, badan hukum,
maupun pemerintah, dibidang publik maupun privat, serta berdasarkan hukum tertulis ataupun
hukum tidak tertulis.

3. Pertanggungjawaban Pemerintah dalam HAN

Salah satu prinsip negara hukum adalah asas legalitas, yang mengandung makna
bahwa setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada
kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Karena pada setiap tindakan
hukum itu mengandung makna penggunaan kewenangan , maka di dalamnya tersirat adanya
kewajiban pertanggungjawaban. Namun demikian harus pula dikemukakan tentang cara-cara
memperoleh dan menjalankan kewenangan. Sebab tidak semua pejabat tata usaha negara yang
menjalankan kewenangan pemerintahan itu secara otomatis memikul tanggung jawab hukum.
Badan atau pejabat tata usaha negara yang melakukan tindakan hukum atas dasar kewenangan
yang diperoleh secara atribusi dan delegasi adalah sebagai pihak yang memikul
pertanggungjawaban hukum, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara yang
melaksanakan tugas dan pekerjaan atas dasar mandat bukanlah pihak yang memikul tanggung
jawab hukum, yang memikul tanggung jawab hukum adalah pemberi mandat.

Dalam perspektif hukum publik, yang melakukan tindakan hukum adalah jabatan
(ambt) yakni suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu
lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang.

Berdasarkan teori perwakilan dan tindakan hukum dalam bidang publik, dapatlah
disebutkan bahwa pada hakikatnya yang terlibat dalam pergaulan hukum adalah yang diwakili
atau jabatan, sedangkan pejabat atau wakil hanyalah bertindak atas nama yang diwakili atau
jabatan. Atas dasar itulah gugatan seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
dirugikan akibat tindakan hukum pemerintahan khususnya keputusan (beschikking) diajukan
terhadap Badan Tata Usaha Negara, bukan terhadap pejabat sebagai pribadi (privepersoon),
dan alamat tergugat –sebagai salah satu syarat formal gugatan- adalah alamat instansi bukan
alamat rumah pejabat. Kesalahan dan kekeliruan dalam pembuatan dan penerbitan KTUN itu
berasal dari pribadi pejabat, bukan dari jabatan. Pada prinsipnya kewenangan, tugas, dan
fungsi yang melekat pada jabatan itu tidak pernah dimaksudkan untuk diimplementasikan
secara salah dan keliru. Pejabat yang telah membuat dan menerbitkan KTUN secara keliru
dan salah itu sudah sewajarnya dibebani tanggung jawab dan dituntut ganti rugi sebagai
konsekuensi dari perbuatannya.
4. Contoh Pertanggungjawaban Pemerintah

-Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah-

Pada hakikatnya otonomi daerah adalah wewenang Pemerintah Daerah untuk mengatur dan
mengurus urusan rumah tangga sendirinya. Wewenang tersebut bersumber dari undang-
undang (otonomi) dan urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan kepada daerah (tugas
pembantuan). Sebagai konsekuensi dari negara hukum dan negara demokrasi, maka
Pemerintah Daerah di Indonesia harus memberikan pertanggungjawaban terhadap
pelaksanaan urusan atau fungsi pemerintah baik kepada pemerintah maupun kepada DPRD
dan rakyat secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai