Anda di halaman 1dari 10

Perlindungan, Penegakan dan Pertanggung jawaban Hukum

Administrasi Negara
A. Perlindungan Hukum Administrasi Negara
Dalam menyelenggarakan sebagian tugasnya, administrasi negara dapat menggunakan hubungan-hukum
(recht-betrekking), yaitu interaksi antarsubjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai
akibat hukum. Misalnya, Administrasi negara dapat memilih antara peraturan-peraturan istimewa dan
peraturan-peraturan biasa.

Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia agar
kepentingan manusia terlindungi. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi
dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum terjadi ketika subjek hukum tertentu
tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-hak subjek hukum
lain.

Fungsi hukum sebagai instrumen pengatur dan instrumen perlindungan ini diarahkan pada suatu tujuan,
yaitu menciptakan suasana hubungan hukum antarsubjek hukum secara harmonis, seimbang, damai dan
adil. Ada pula yang mengatakana bahwa tujuan hukum adalam mengatur masyarakat secara damai.

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara adalah hukum
administrasi negara atau hukum perdata, bergantung pada sifat dan kedudukan pemerintah dalam
melakukan tindakan hukum tersebut. Pemerintah memiliki dua kedudukan hukum, yaitu sebagai wakil
dari badan hukum publik (publick rechtspersoon, public legal entity) dan sebagai pejabat dari jabatan
pemerintahan. Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum dalam kapasitasnya sebagai wakil dari
badan hukum, tindakan tersebut diatur dan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan, sedangkan
ketika pemerintah bertindak dalam kapastitasnya sebagai pejabat, tindakan itu diatur dan tunduk pada
hukum administrasi negara, baik tindakan hukum keperdataan maupun publik dari pemerintah dapat
menjadi peluang munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum, yang melanggar hak-hak
warga negara.

F.H. Van Der Burg mengatakan bahwa kemungkinan untuk memberikan perlindungan hukum merupakan
hal penting ketika pemerintah bermaksud untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu
terhadap sesuatu yang karena tindakan atau kelalaiannya itu melanggar (hak) orang-orang atau
kelompok tertentu.

Secara umum, ada tiga macam perbuatan pemerintah, yaitu pertama adalah perbuatan pemerintah
dalam bidang pembuatan peraturan perundang-undangan (regeling), kedua adalah perbuatan
pemerintah dalam penerbitan ketetapan (beschikking), dan ketiga adalah perbuatan pemerintah dalam
bidang keperdataan (materiele daad). Bidang pertama dan kedua terjadi dalam bidang publik sehingga
tunduk dan diatur berdasarkan hukum publik, sedangkan ketiga khusus dalam bidang perdata sehingga
tunduk dan diatur berdasarkan hukum perdata. Pemerintah dapat melakukan perbuatan melawan
hukum karena melanggar hak subjektif orang lain apabila :

1. Melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan hukum perdata serta melanggar
ketentuan dalam hukum tersebut.
2. Melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik serta melanggar ketentuan kaidah
hukum tersebut.

1. Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata


Secara teoritis, Kranenburg memaparkan secara kronologis adanya tujuh konsep mengenai
permasalahan negara dapat digugat di muka hakim perdata sebagai berikut

a. Konsep negara sebagai lembaga kekuasaan dikaitkan dengan konsep hukum sebagai keputusan
kehendak yang diwujudkan oleh kekuasaan menyatakan bahwa tidak ada tanggung gugat
negara.
b. Konsep yang membedakan negara sebagai penguasa dan negara sebagai fiskus. Sebagai
penguasa, negara tidak dapat digugat. Sebaliknya, sebagai fiskus, negara dapat digugat.
c. Konsep yang menetengahkan kriteria sifat hak, yaitu suatu hak dilindungi oleh hukum publik
atau hukum perdata.
d. Konsep yang mngetengahkan kriteria kepentingan hukum yang dilanggar.
e. Konsep yang mendasarkan pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sebagai dasar
untuk menggugat negara.
f. Konsep yang memisahkan antara fungsi dan pelaksanaan fungsi. Fungsi tidak dapat digugat,
tetapi pelaksanaannya yang melahirkan kerugian yang digugat.
g. Konsep yang mngetengahkan suatu asumsi dasar bahwa negara dan alat-alatnya berkewajiban
dalam tindak-tanduknya, apapun aspeknya (publik atau perdata) memerhatikan tingkah laku
manusiawi yang normal. Para pencari keadilan dapat menuntut negara dan alatnya agar mereka
berkelakuan normal.

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah secara khusus diatur dalam Pasal 1365 KUH
Perdata, yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Ketentuan Pasal 1365 ini telah mengalami pergeseran penafsiran. Pada periode sebelum tahun 1919,
ketentuan Pasal 1365 ditafsirkan secara sempit dengan unsur-unsur :

a. Perbuatan melawan hukum


b. Timbulnya kerugian
c. Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian
d. Kesalahan pada pelaku.

Setelah tahun 1919, kriteria perbuatan melawan hukum, di antaranya :

a. Mengganggu hak orang lain


b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku
c. Bertentangan dengan kesusilaan
d. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki oleh
seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap benda orang lain.

2. Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik


Keputusan dan ketetapan sebagai instrumen hukum pemerintah dalam melakukan tindakan hukum
sepihak dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum terhadap warga negara, apalagi dalam
negara hukum modern yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah untuk mencampuri
kehidupan warga negara. Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga negara diberikan
apabila sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya, sedangkan
perlindungan terhadap administrasi negara dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar
menurut hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. Pada
perlindungan hukum preventif, rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang pefinitif. Artinya,
perlindungan hukum yang preventif bertujuan mencegah terjadinya sengketa, sedangkan perlindungan
represif bertujuan menyelesaikan sengketa.

Dalam rangka perlindungan hukum, terdapat tolak ukur untuk menguji secara materiel suatu peraturan
perundang-undangan, yaitu bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi dan
bertentangan atau tidak dengan kepentingan umum. Dalam Pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah terdapat ketentuan sebagai berikut

1. Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
2. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.
3. Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud ayat
(1).
4. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala
daerah mencabut Perda dimaksud.
5. Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.
6. Apabila kebertan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak
mempunyai kekuatan hukum.
7. Apabila Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, perlindungan hukum akibat
dikeluarkannya ketetapan dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu melalui banding administrasi dan
upaya melalui peradilan. Dalam Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986 menyebutkan

1. Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha
negara tertentu, sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administrasi yang tersedia
2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha
negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya adminisitrasi yang
bersangkutan telah digunakan.
Upaya administratif ada dua macam, yaitu banding administratif dan prosedur keberatan.
Banding administratif adalah penyelesaian sengketa tata usaha negara yang dilakukan oleh
instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan ketetapan yang disengketakan,
sedangkan prosedur keberatan adalah penyelesaian sengketa tata usaha negara dilakukan oleh
instansi yang mengeluarkan ketetapan yang bersangkutan.

Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa tata usaha negara melalui peradilan tata usaha negara
dalam Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986. Dalam Pasal 53 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan mengenai tolak ukur untuk menilai keputusan tata usaha egara
yang digugat di PTUN, yaitu :

1. Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya wewenang tersebut
3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan
atau tidak mengambil keputusan tersebut.

Tampak bahwa yang menjadi tolak ukur yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau hukum tertulis dan dengan asas-asas umum pemerintahan yang layak atau hukum tidak
tertulis.

Menurut Sjachran Basah, perlindungan hukum yang diberikan merupakan qonditio sine qua non dalam
menegakkan hukum dan merealisasikan fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum yang dimaksud adalah

a. Direktif, pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai
dengan tujuan kehidupan bernegara
b. Integratif, pembina kesatuan bangsa
c. Stabilitatif, pemelihara dan menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat
d. Perfektif, penyempurna, baik terhadap sikap tindak administrasi negara maupun sikap tindak
warga apabilaterjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat
e. Korektif, pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi negara maupun warga apabila terjadi
pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan

B. Penegakan Hukum Administrasi Negara


1. Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara
Ten Berge seperti dikutip Philipus M. Hadjon yang menyebutkan bahwa instrumen
penegakan hukum administrasi meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan
merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi
merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. Setelah pengawasan, sarana
penegakan hukum selanjutnya adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam
setiap peraturan perundang-undangan. Ten Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan
inti dari penegakan hukum administrasi.

Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan


kewenangan pemerintahan, dan kewenangan ini berasal dari aturan hukum adminisitrasi
tertulis dan tidak tertulis. Oosternbrink mengatakan sanksi dalam hukum administrasi
yaitu alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah
sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma
hukum administrasi negara. Dari definisi ini, unsur sanksi ada 4 (empat) yaitu alat
kekuasaan (machtmiddelen), bersifat hukum publik (publiekrechtelijke), digunakan oleh
pemerintah (overheid), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan(reactie op niet-naleving).

2. Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara


Secara umum, dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu :
a. Paksaan pemerintahan
b. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran, dan
sebagainya)
c. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah
d. Pengenaan denda administratif
Keseluruhan sanksi tidak selalu diterapkan pada suatu bidang administrasi negara
tertentu. Misalnya sanksi paksaan pemerintahan, tidak dapat diterapkan dalam bidang
kepegawaian dan ketenagakerjaan. Namun dalam hal bidang lingkungan, bidang
administrasi yang diterapkan dapat terjadi lebih dari keempat macam sanksi tersebut.

C. Pertanggungjawaban Pemerintah dalam Hukum Administrasi Negara


Pertanggungjawaban pemerintah hukum administrasi negara yang dilakukan pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintah adalah melakukan berbagai tindakan hukum dengan fungsi dan
tugas pokok yang diembannya.

Menurut Donner, Administrasi negara juga diberikan tugas untuk membentuk undang-undang
dan peraturan-peraturan yang sebenarnya menjadi tugas legislatif. Pemberian tugas pembuatan
peraturan-peraturan itu diberikan berdasarkan pelimpahan tugas pada administrasi negara yang
disebut dengan delegasi perundang-undangan. Kewenangan inisiatif ini dapat melahirkan
peraturan yang setingkat dengan UU yang merupaka produk hukum dari legislasi, yaitu Perpu.
Sedangkan kewenangan atas delegasi dapat melahirkan peraturan yang derajatnya di bawah UU
yaitu peraturan pemerintah.

Pemerintah adalah subjek hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban hukum, dengan dua
kedudukan hukum, yaitu wakil dari badan hukum dan wakil dari jabatan pemerintahan.
Penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan, pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan,
yang secara yuridis dilekatkan dengan kewenangan. Kewenangan inilah yang memunculkan
adanya pertanggungjawaban, tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban.
Merujuk pada asas legalitas, yang menentukan bahwa setiap tindakan hukum pemerintah atau
administrasi negara harus berdasarkan undang-undang atau berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan, terhadap timbulnya kerugian akibat tindakan
pemerintah dalam kemungkinan yang bukan pelaksanaannya yang salah melainkan secara
materiil tidak benar dan tidak berharga. Dalam hal ini pemerintah tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban dan dituntut ganti kerugian. Dengan kata lain, tidak setiap kerugian yang
muncul akibat perbuatan pemerintah di bidang publik melahirkan atau memungkinkan tuntutan
ganti kerugian bagi pihak tertentu yang mengalami kerugian. Bahkan apabila ada kerugian yang
dialami seseorang atau warga negara akibat dari perbuatan pemerintah dalam membawa misi
kepentingan umum, pemerintah tidak dapat dituntut ganti rugi, kecuali jika ada peraturan
perundang-undangan yang secara khusus memberikan kemungkinan adanya ganti kerugian,
contohnya seperti peraturan perundang-undangan mengenai pencabutan atau pembebasan
tanah dan undang-undang rencana tata ruang. Sebaliknya, jika tidak ada peraturan perundang-
undangan yang secara khusus memberi kemungkinan ganti kerugian, kewajiban untuk
memberikan ganti kerugian pun juga tidak ada.

1. Aspek Teoritis Pertanggung jawaban Hukum Pemerintah


Dalam perspektif ilmu hukum, prinsip bahwa setiap tindakan subjek hukum yang
menimbulkan kerugian bagi pihak lain mengharuskan adanya pertanggungjawaban bagi
subjek hukum yang bersangkutan merupakan prinsip yang telah diakui dan diterima secara
umum dalam pergaulan hukum. Ini dalam membahas perlindungan hukum dalam bidang
perdata. Namun akan menjadi sulit ketika diterapkan terhadap pemerintah, apalagi ketika
hukum yang tidak tertulis menjadi salah satu kriteria perbuatan melanggar hukum.
2. Perluasan Makna Hukum dari Sekedar Hukum Tertulis (UU) Kemudian Menjadi Hukum Tidak
Tertulis
Berdasarkan yurisprudensi Stroopot arrest 1928, sebagaimana telah terekam, tampak bahwa
“Norma-norma hukum tidak tertulis itu tidak dapat diperlakukan terhadap perbuatan
penguasa karena larangan untuk melanggar norma-norma kepatutan dalam masyarakat itu
hanya berlaku dalam pergaulan antara sesama warga masyarakat”
3. Pertanggung jawaban Pemerintah Hukum Administrasi
Prinsip negara hukum salah satunya adalah asas legalitas, yang mengandung makna bahwa
tindakan hukum pemerintahan apapun harus berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku. Badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan ketetapan atas dasar
kewenangan yang diperoleh secara atribusi dan delegasi adalah pihak yang memikul
pertanggungjawaban hukum, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara yang
melaksanakan tugas dan pekerjaan atas dasar mandat bukanlah pihak yang memikul
tanggung jawab hukum, melainkan pemberi mandat lah yang memikul tanggung jawab
tersebut.

Pejabat adalah manusia dengan segala kelemahan dan kekurangannya. Kesalahn dan
kekeliruan dalam pembuatan dan penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara berasal dari
manusia yang menjabat tersebut, bukan dari jabatannya. Pada prinsipnya kewenangan,
tugas, dan fungsi yang melekat pada jabatan tidak pernah mengimplementasikan
bahwayang salah dan keliru itu adalah jabatannya, melainkan manusia pemangku jabatan
tersebut. Manusia-pejabat yang telah membuat dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha
Negara secara salah dan keliru sudah sewajarnya dibebani tanggung jawab dan dituntut
ganti rugi sebagai konsekuensi dari perbuatannya. Dalam praktiknya, khusus yang berkaitan
dengan Keputusan Tata Usaha Negara, dinyatakan tidak sah atau batal oleh hakim. Teori
Fautes Personalles adalah teori yang menunjukkan bahwa pertanggungjawaban keuangan
pegawai negeri dilakukan oleh pegawai secara pribadi terhadap pihak yang dirugikan.
Adapun teori Fautes de Services Publiques menyatakan bahwa kesalahan pegawai negeri
terhadap pihak ketiga dipertanggungjawabkan dalam dinas atau instansi pegawai negeri
yang bersangkutan sehingga jika ada kerugian yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga,
yang membayar adalah dinasnya, yang kemudian dinas atau instansi tersebut menuntut
pertanggungjawaban kepada pegawai yang bersangkutan.
Perlindungan, Penegakan dan Pertanggung jawaban Hukum Administrasi Negara
Perlindungan Hukum Administrasi Negara Dalam menyelenggarakan sebagian tugasnya,
administrasi negara dapat menggunakan hubungan-hukum (recht-betrekking), yaitu interaksi
antarsubjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat hukum.
Fungsi hukum sebagai instrumen pengatur dan instrumen perlindungan ini diarahkan pada
suatu tujuan, yaitu menciptakan suasana hubungan hukum antarsubjek hukum secara
harmonis, seimbang, damai dan adil.
Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara adalah
hukum administrasi negara atau hukum perdata, bergantung pada sifat dan kedudukan
pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut.
Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan
hukum, tindakan tersebut diatur dan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan,
sedangkan ketika pemerintah bertindak dalam kapastitasnya sebagai pejabat, tindakan itu
diatur dan tunduk pada hukum administrasi negara, baik tindakan hukum keperdataan
maupun publik dari pemerintah dapat menjadi peluang munculnya perbuatan yang
bertentangan dengan hukum, yang melanggar hak-hak warga negara.
Van Der Burg mengatakan bahwa kemungkinan untuk memberikan perlindungan hukum
merupakan hal penting ketika pemerintah bermaksud untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap sesuatu yang karena tindakan atau kelalaiannya itu
melanggar (hak) orang-orang atau kelompok tertentu.
Pemerintah dapat melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar hak subjektif
orang lain apabila : Melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan hukum perdata
serta melanggar ketentuan dalam hukum tersebut.
Melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik serta melanggar ketentuan
kaidah hukum tersebut.
1. Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata Secara teoritis, Kranenburg memaparkan
secara kronologis adanya tujuh konsep mengenai permasalahan negara dapat digugat di
muka hakim perdata sebagai berikut Konsep negara sebagai lembaga kekuasaan dikaitkan
dengan konsep hukum sebagai keputusan kehendak yang diwujudkan oleh kekuasaan
menyatakan bahwa tidak ada tanggung gugat negara.
Konsep yang menetengahkan kriteria sifat hak, yaitu suatu hak dilindungi oleh hukum publik
atau hukum perdata.
Konsep yang mendasarkan pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sebagai
dasar untuk menggugat negara.
Konsep yang mngetengahkan suatu asumsi dasar bahwa negara dan alat-alatnya
berkewajiban dalam tindak-tanduknya, apapun aspeknya (publik atau perdata)
memerhatikan tingkah laku manusiawi yang normal.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah secara khusus diatur dalam
Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Setelah tahun 1919, kriteria perbuatan melawan hukum, di antaranya : Mengganggu hak
orang lain Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku Bertentangan dengan kesusilaan
Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki oleh
seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap benda orang
lain.
2. Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik Keputusan dan ketetapan sebagai instrumen
hukum pemerintah dalam melakukan tindakan hukum sepihak dapat menjadi penyebab
terjadinya pelanggaran hukum terhadap warga negara, apalagi dalam negara hukum modern
yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah untuk mencampuri kehidupan
warga negara.
Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga negara diberikan apabila sikap
tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya, sedangkan perlindungan
terhadap administrasi negara dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar
menurut hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Pada perlindungan hukum preventif, rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan kebertaan
(inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
pefinitif.
Dalam rangka perlindungan hukum, terdapat tolak ukur untuk menguji secara materiel suatu
peraturan perundang-undangan, yaitu bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih
tinggi dan bertentangan atau tidak dengan kepentingan umum.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat ketentuan sebagai berikut Perda
disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh
Pemerintah.
Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah
Agung.
Apabila kebertan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Apabila Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.

Anda mungkin juga menyukai