Anda di halaman 1dari 12

PENEGAKAN HUKUM

Oleh :

1. Eka Fitri W.1


2. Edy Dermawan2
3. Suci Sri Lestari3
4. Linda Ayu H.4

Pendahuluan

Hukum merupakan sarana yang didalamnya terkandung nilai-nilai tentang keadilan,


kemanfaatan sosial, dan sebagainnya. Yang memiliki kandungan yang bersifat abstrak. Menurut
Satjipto Rahardjo pada hakikatnya penegakan hukum merupakan penegakan ide-ide yang abstrak
dan penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut. Soerjono Soekamto
mengatakan bahwa penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
dijabarkan dalam kaidah-kaidah nilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir dalam menciptakan (social engineering), memelihara dan mempertahankan (social
control)kedamaian pergaulan hidup. Secara konkret penegakan hukum adalah berlakunya hukum
positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati.

Penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal
secara konvensional tetapi menjadi tugas dari setiap orang “De rechtshandhavingstaak kan nietss op
de schouders van de politie worden gelegd. Handhaving is een taak van vele rechtssubjecten in
samenleving”,(tugas penegakan hukum tidak hanya diletakan pada pundak polisi. Penegakan
hukum adalah tugas dari semua subyek hukum dalam masyarakat).

Secara umum menurut Soerjono Soekanto ada lima faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukum, pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;
3. Faktor sarana yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, lingkungan dimana hukum itu diberlakukan;
5. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya cipta pada manusia didalam pergaulan hidup.

Dalam kaitan ini Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa hukum dapat berperan baik pada
masyarakat maka harus diperhatikan:
1. Mengenal problem yang dihadapi secara baik-baik, termasuk dalam mengenali secara mendalam
dalam hal kemasyarkatannya yang menjadi sasaran bagi problem tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada pada masyarkat, hal ini penting dalam hal social engineering yang
hendak diterapkan pada masyarakat yang tradisional dan modern.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.
4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.

Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarana penegakan HAN berisi :


1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada undang-undang yang
ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis.

1
17071010040
2
17071010044
3
17071010087
4
17071010179
1
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintahan

Apa yang ditetpaka oleh Nicolai ini hampir sama dengan ten Berge yang dikutip oleh
philipus M.Hadjon yang menyebutkan bahwa instrument pengakan HAN meliputi Pengawasan dan
Penegakan sanksi. Pengawsan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan,
sedangkan peneran sanksi merupakan langkan represif untuk memkasakan kepatuhan. Paulus E.
Lotulung menyatakan ada beberapa macam pengawasan HAN yaitu ditinjau dari segi kedudukan
badan yang melaksankan control terhadap badan yang dikontrol.

Pada umunya macam dan jenis sanksi dicantumkan secara tegas dalam peraturan perundang-
undangan bidang administrasi dan secara umum sanksi dikenal beberapa macam dalam HAN yaitu:
1. Paksaan pemerintahan (bestuursdwang),
2. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran, dan sebagainya),
3. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom),
4. Pengenaan denda administratif (administratieve boete).

Macam-macam sanksi tersebut tidak selalu dapat diterapkan secara keseluruhan pada suatu
bidang administrasi Negara tertentu.

A. PAKSAAN PEMERINTAHAN (Bestuursdwang/politiedwang)

Berdasarkan UU Hukum administrasi Belanda ”paksaan pemerintahan adalah tindakan


nyata yang dilakukan oleh organ pemerintahan atau atas nama pemerintahan untuk memindahkan,
mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki keadaan semula apa yang telah dilakukan atau
sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undang”. Dalam keputusan HAN ada 2 paksaan pemerintahan yaitu:
a. Bestuursdwang.
b. Politiedwang.

Menurut Philipus M.Hadjon menyatakan istilah ini digunakan untuk mengakhiri


kesalapahaman yang dapat ditimbulkan “politie” dalam sebutan politiedwang (paksaan polisi).
Meskipun demikian dalam politiedwang. A.M.Donner menggunakan istilah politiedwang begitu
juga dengan C.J.N. Versteden hanya saja penggunaan istilah bestuursdwang itu lebih baik.
F.A.M.Stoink dan J.G. Steenbeek menggunakan kedua istilah ini sekaligus.

B. PENARIKAN KEMBALI KTUN YANG MENGUNTUNGKAN

Keputusan yang menguntungkan (begunstigende beschikking) merupakan keputusan yang


memeberikan hak-hak untuk memperoleh sesuatu melalui keputusan bilamana keputusan itu
memberikan keringanan beban yang sudah ada, sedangkan lawan dari keputusan yang
menguntungkan adalah keputusan yang memberi beban (belastende beschikking) merupakan
keputusan yang meletakan kewajiban yang sebelumnya tidak ada penolakan terhadap permohonan
untuk memperoleh keputusan.

Penarikan kembali keputusan akan menimbulkan persolan yuridis, hal ini dikarenakan
didalan HAN terdapat asas Van rechtmatigheid yaitu keputusan yang sudah dikeluarkan oleh
pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum oleh karena itu KTUN yang sudah
dikeluarkan pada dasarnyatidak untuk dicabut kembali. Kaidah HAN memberikan keuntungan
untuk dapat mencabut KTUN yang menguntungkan bagi akibat dari kesalahan si penerima KTUN.

Menurut Ateng Syafrudin ada 4 kemungkinan KTUN dicabut:


1. Asas kepastian hukum tidak menghalangi penarikan kembali.
2
2. Penarikan kembali mungkin bila keputusan yang menguntungkan didasarkan pada kekeliruan,
3. Penarikan kembali dimungkinkan bila yang berkepentingan dengan memberikan keterangan yang
tidak benar dan lengkap,
4. Dimungkinkan apabila syarat-syarat yang menguntugkan tidak ditepati.

C. PENGENAAN UANG PAKSA (DWANGSOM)

Menurut N.E.Algra “uang paksaan sebagai hukuman, jumlahnya berdasarkan syarat dalam
perjanjian yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna dalam pelaksanaan atau
tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan hal ini berbeda dengan pembayara ganti rugi yang
memiliki bunga. Dan juga merupakan alternative untuk tindakan nyata yang berarti sebagai
subsidiaire dan dianggap sebagai sanksi reparatoir.

D. PENGENAAN DENDA ADMINISTRATIF

Denda ini dapat dilihat pada denda fisikal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara
meninggikan pembayaran dari ketentuan-ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahannya.
Menurut P.de Haan dan kawan-kawan “berbeda dengan pengenaan uang paksaan yang ditunjukan
untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari
sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti,
terutama denda administrasi yang terdapat dalam pajak. Bagaimanapun juga badan administrasi
dapat memberikan hukuman tanpa melalui seorang hakim dan pemerintah juga harus selalu
memperhatiakn asa-asas HAN baik secara tertulis dan tidak tertulis. Dapat disimpulkan Algemene
Bepalingen van Administratief Recht menyimpulkan bahwa “denda administrasi hanya dapat
diterapkan atas dasar kekuatan yang diatur dalam undang-undang.”5

Rumusan Masalah (5W+1H)

1. Apa yang dimaksud penegakan hukum dan penegakan HAN?


2. Siapa saja yang ikut serta dalam penegakan HAN di Indonesia?
3. Mengapa perlu adanya sanksi administrasi dalam penegakan HAN di Indonesia?
4. Kapan berlakunya penegakan HAN di Indonesia?
5. Dimana tempat penyelesaian bila terjadi sengketa/permasalahan dalam penegakan HAN?
6. Bagaimana upaya menghadapi problematika dalam penegakan HAN?

Pembahasan

A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan HAN

Hukum merupakan suatu kumpulan aturan atau ide-ide yang bertujuan untuk mentertibkan,
melindungi, mensejahterahkan masyarakat yang bersifat abstrak. Hukum sendiri tumbuh ditengah-
tengah masyarakat yang ada sehingga bukan hukum yang menciptakan masyarakat tetapi hukum
ada karena masyarakat.

5
Ridwan HR. 2014. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm 291-303
3
Penegakan Hukum adalah aparat yang melaksanakan proses upaya untuk tegaknya dan
fungsinya norma-norma yang ada dalam masyarakat. Yang dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang yang berbeda yaitu Subyek, dimana dalam arti luas semua terlibatkan dalam hubungan
hukum dan dalam arti sempit sebagai upaya aparatur Penegak hukum tertentu untuk menjamin
bahwa peraturan sudah berjalan semestinya. Dari sudut pandang Obyek dalam arti luas dalam
mencakup nilai-nilai keadilan yang terkandung didalam bunyi aturan yang ada dalam masyarakat
dan dalam arti sempit penegakan hukum hanya pada peraturan yang formal dan tertulis saja.
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan
nilai-nilai yang terjabarkan dalam pandangan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir untuk menciptakan tujuan hukum.6

Sedangkan penegakan HAN, Setiap Negara pastinya memiliki tujuan tentang bagaimana
mensejahterahkan masyarakatnya agar kesejahteraan itu dapat dicapai maka, Dalam menggerakan
roda pemerintahan diperlukan organ yang memiliki fungsi atau kewenangan masing-masing dalam
pelaksanakannya. Yang memberikan fungsi atau kewenangan dari masing-masing organ merupakan
ruang lingkup HTN namun pembatasan fungsi atau kewenangan itu merupakan tugas HAN.

Jadi pada intinya penegakan hukum dan penegakan HAN hampir sama dimana dijelaskan
bahwa hukum merupakan kaidah yang mengatur masyarakat agar terciptanya ketertiban dalam
kondisi sosial dan HAN merupakan kaidah yang mengatur jalannya sistem Negara mulai dari badan
Keuangan sampai pembuatan aturan yang mengatur segala seuatu yang ada di negara dan HAN
bertugas menjadi pengawas dalam fungsi aturan yang sudah ada dan disahkan oleh badan hukum
yang memiliki fungsi dalam pembuatan aturan tersebut.

B. Subyek Hukum yang ikut serta dalam Penegakan HAN

Dalam penegakan HAN secara umum memang semua masyarakat atau warga Negara
Indonesia memang patut ikut serta dalam penegakan HAN yang mana dalam pengartian HAN
sendiri merupakan pengawas dari sistem pemerintahan yang sudah memiliki fungsi sendiri-sendiri
dalam pelaksanakan sistem pemerintahan yang ada dan diaturkan dalam UUD 1945.

Lembaga/badan pemerintahan terbagi 3,yaitu:


1. Eksekutif.
2. Legislative.
3. Yudikatif.

Dan aparat atau badan penegak hukum diantarannya adalah pemerintah yang memiliki
fungsi tersebut secara konvensial tetapi sebenarnya penegakan hukum merupakan tugas dari semua
individu, diantaranya aparat penegak hukum yaitu:
a. MK,
b. Polisi,
c. Hakim,
d. Jaksa,
e. Dan sebagainya.

Dan didalam badan-badan tersebut dijabarkan lagi menurut fungsi kelembagaan yang sudah
diatur dalam peraturan-peraturan yang ada dalam Indonesia.

6
Ridwan H.R., op.cit., hlm 292
4
C. Perlunya sanksi administrasi dalam penegakan HAN di Indonesia

Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari
penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi”
. Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan
kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis
dan tidak tertulis” . JJ. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasiinistratif adalah sanksi yang
muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara
pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi
sendiri”. 7

Jenis Sanksi Administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu:


a). sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang
ditujukan untuk memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya
bestuursdwang, dwangsom),
b). sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang,
misalnya adalah berupa denda administratif,
c). sanksi regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap
ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan, Perbedaan Sanksi Administrasi dan
sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-
condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa
melalui peradilan. Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus
melalui proses peradilan.8

Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan


pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda
administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

1. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)

Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau
atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki
pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan
kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-
Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak
atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi
kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan
bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.

Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum
tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas
keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat
substansial seorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB.

Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan


membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan
kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka
pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran. 9

7
Ridwan HR. 2014. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm 299
8
Ridwan H.R., op.cit., hlm. 300 dan 301
9
Ridwan HR., op.cit., hlm 304-307
5
Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun
industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan
RT/RW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan bestuursdwang
di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan
Tata Usaha Negara.

Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus
definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat,
Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas, Memuat
penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat,
Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.10

D. Waktu berlakunya penegakan han di Indonesia

Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharusnya patut ditaati. Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum adalah usaha
untuk mewujudkan ide-ide atau konsep-konsep (keadilan, kebenaran dan kemanfaatan) yang
abstrak menjadi kenyataan. Oleh karena hakikat penegakan hukum itu adalah mewujudkan nilai-
nilai atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran, maka penegakan hukum bukan
hanya menjadi tugas dari pada penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional. Akan
tetapi menjadi tugas setiap orang. Dalam kaitannya dengan hukum publik, J.B. ten Merge
mengatakan bahwa pihak pemerintahlah yang paling bertanggung jawab melakukan penegakan
hukum.11

Proses penegakan hukum tentu melibatkan banyak hal dan keberhasilannya ditentukan oleh hal-
hal tersebut. Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yang dikemukan oleh Soerjono
Sukanto, adalah:
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasiltas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau ditetapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di
dalam pergaulan hidup.

Dalam rangka penegakan hukum, J.B. ten Merge menyebutkan beberapa aspek yang harus
diperhatikan atau dipertimbangkan, yaitu:
a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi
b. Ketentuan pengencualian harus dibatasi secara maksimal
c. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara objektif dapat ditentukan
d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh mereka yang terkena aturan itu dan mereka yang dibebani
dengan tugas penegakan hukum.12

E. Tempat Penyelesaian Sengketa/Permasalahan Dalam Penegakan Hukum Administrasi


Negara

10
Ridwan HR. 2014. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm 308-310
11
Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosioogis, (Bandung: Sinar Baru) hlm. 15
12
Satjipto Raharjo, op.cit., hlm. 15
6
Sengketa/Permasalahan muncul karena adanya suatu pelanggaran yang dilakukan oleh
seseorang. Jikalau terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seorang warga negara maka orang yang
melakukan itu dapat dikenakan saknsi.

Dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan


kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan Hukum Administrasi
Negara tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya, memberikan kewenangan kepada pemerintah
untuk menetapkan norma-norma Hukum Administrasi Negara tertentu, diiringi pula dengan
memberikan kewenangan untuk menegakkan norma-norma itu melalui penerapan sanksi bagi
mereka yang melanggar norma-norma Hukum Administrasi Negara tersebut. J.J. Oosternbrink
mengatakan bahwa, sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara
pemerintah-warga negara dan yang di laksanakan tanpa perantara pihak ketiga, yaitu tanpa
perantara kekuasaan peradilan, tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri
(pejabat TUN). ketika warga negara melalaikan kewajiban yang timbul dalam hubungan hukum
administrasi, maka pihak lawan (yaitu pemerintah) dapat mengenakan sanksi tanpa perantaraan
hakim.13

Perkataan 'tanpa perantaraan hakim' tersebut perlu digarisbawahi, dalam arti bahwa
penerapan sanksi administrasi itu pada dasarnya tanpa perantaraan hakim, namun dalam beberapa
hal ada pula sanksi administrasi yang harus melalui proses peradilan. Misalnya masalah :
(1) bidang HAM, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan pencabutan hak milik
seseorang, penangkapan, dan penahanan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum (sebagaimana
diatur dalam KUHAP) mengenai praperadilan;
(2) bidang function publique, yaitu gugatan atau permohonan yang berhubungan dengan status atau
kedudukan seseorang, misalnya, bidang kepegawaian, pemecatan, dan pemberhentian hubungan
kerja;
(3) bidang sosial, yaitu gugatan/permohonan terhadap keputusan administrasi tentang penolakan
permohonan atau permohonan suatu izin;
(4) bidang ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan perpajakan, merek,
agraria, dan sebagainya.

Yang mana sanksi terhadap permasalahan diatas dapat di adili melalui pengadilan tata usaha
negara berdasarkan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutkan bahwa pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa tata usaha negara . Oleh karena itu, pada kenyataannya yang termasuk sanksi administrasi
itu tidak hanya sanksi yang diterapkan oleh pemerintah sendiri, tetapi juga sanksi yang dibebankan
oleh hakim administrasi atau instansi banding administrasi. 14

Menurut Philipus M. Hadjon, penerapan sanksi secara bersama-sama antara Hukum


Administrasi dengan hukum lainnya dapat terjadi, yakni kumulasi internal dan kumulasi eksternal.
Kumulasi eksternal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi
lain, seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Khusus untuk sanksi perdata, pemerintah dapat
menggunakannya dalam kapasitasnya sebagai badan hukum untuk mempertahankan hak-hak
keperdataannya. Sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administrasi, artinya
tidak diterapkan prinsip “ne bis in idem" dalam Hukum Administrasi Negara karena antara sanksi
administrasi dengan sanksi pidana ada perbedaan sifat dan tujuan. 15

13
Ridwan HR. 2014. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm 298-299.
14
Undang – Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
15
Ridwan H.R., op.cit., hlm. 301-302.
7
Ada tiga perbedaan antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana. Dalam sanksi
administrasi, sasaran penerapannya ditujukan pada perbuatan, sedangkan dalam pidana ditujukan
pada pelaku. Sifat sanksi administrasi adalah reparatoir-condemnatoir yaitu pemulihan kembali
pada keadaan semula dan memberikan hukuman, sanksi pidana bersifat condemnatoir. Prosedur
sanksi administrasi dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah, tanpa melalui peradilan.
Prosedur penerapan sanksi pidana harus melalui proses peradilan. Adapun kumulasi internal
merupakan penerapan dua atau lebih sanksi administrasi secara bersama-sama, misalnya
penghentian pelayanan administrasi dan/atau pencabutan izin dan/atau pengenaan denda. Seiring
dengan dinamika perkembangan masyarakat, keberadaan sanksi administratif ini semakin penting
artinya, apalagi di tengah masyarakat perdagangan dan perindustrian. Sanksi administratif yang
dapat berbentuk penolakan pemberian perizinan setelah dikeluarkan izin sementara (preventip) atau
mencabut izin yang telah diberikan (represip), jauh lebih efektif untuk memaksa orang mentaati
ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur usaha dan industri dan perlindungan lingkungan
dibandingkan dengan sanksi-sanksi pidana. Itulah sebabnya mengapa di bidang pengaturan
perusahaan industri dan juga di bidang perlindungan dan pelestarian lingkungan, sanksi-sanksi
administratif lebih diutamakan dibandingkan dengan sanksi pidana.16

F. Upaya menghadapi problematika dalam penegakan hukum administrasi negara

Hukum selama ini dibuat untuk mengatur masyarakat, masyarakat diharuskan mentaati
hukum dan sebagai konsekuensi dari pelanggaran hukum yang dilakukan adalah hukuman. Ini
sangat tidak efektif, dan cenderung pelanggaran semakin menjadi. Paradigma hukum yang
demikian harus diubah, yakni dari hukum yang mengatur menuju hukum yang melayani, dari
manusia untuk hukum menuju hukum untuk manusia, dan dari hukum yang mengatur menuju
hukum yang memotivasi. Negara adalah wadah bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan
bangsa.17

Tidak ada suatu negara yang tidak mempunyai tujuan. Tujuan negara Indonesia adalah yang
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
Pragraf Empat, “Untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
prdamaian abadi, dan keadilan sosial”.18

Selain itu, dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditetapkan, “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtsstaat)”. Jelaslah bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila (negara hukum dan negara kesejahteraan)”.19

Indonesia adalah negara hukum yang menganut konsep welfare state (negara kesejahteraan).
Sebagai negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum, setiap kegiatan harus

16
Ridwan HR. 2014. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm 302-303.
17
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm. 147.
18
Sekertariat Jendral MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Jakarta, 2002, hlm. 3.
19
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm.
147.
8
diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai berdasarkan hukum yang berlaku sebagai aturan
kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. Negara dituntut untuk berperan lebih jauh
dan melakukan campur tangan terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan. Untuk mencapai tujuan di atas, maka peranan administrasi negara
dalam mewujudkan pelayanan kepada masyarakat memiliki peranan yang strategis. Untuk
mencapai tujuan negara, pemerintah dan aparatnya harus menggunakan aturan main (rule of the
game) yang berlandaskan kepada kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Di sinilah letak pentingnya
hukum bagi suatu masyarakat atau negara.

Hukum sebagai alat merupakan suatu peraturan yang bisa menghalangi penguasa dalam
bertindak sewenang-wenang. Hukum adalah batas-batas kebebasan antara individu dan penguasa
dalam setiap interaksi hingga hukum menjadi perlindungan dan jaminan terhadap terciptanya
ketentraman umum. Tanpa berlakunya hukum maka akan timbul kekacauan dan kesewenang-
wenangan. Dalam ungkapan Vivian Bose bahwa hukum adalah harta dari seluruh kemanusiaan (the
rule of law is the heritage of all mankind).

Ada 2 (dua) hal yang menjadi problematika dalam pengaturan dan penegakan hukum sistem
hukum administrasi negara. Problematika pertama terkait masalah sistem hukumnya
dan kedua faktor-faktor di luar sistem hukum. Problematika yang terkait dengan susunan sistem
hukum tersebut antara lain mengenai:
a) Menyangkut masalah elemen substansi hukum, dimana di dalam praktek antara das Sollen dan das
Sein seringkali tidak sejalan.
b) Elemen kedua berupa struktur hukum menyangkut kelembagaan.
c) Elemen ketiga yaitu budaya hukum yang terkait dengan perilaku hukum masyarakat.

Problematika kedua terkait masalah di luar sistem hukum/peraturan perundang-undangan.


Pertama modus pelanggarannya semakin berkembang dan canggih, Kedua, subyek hukumnya
”profesional”, Ketiga obyeknya rumit.

Suatu kenyataan bahwa tidak semua kebijakan yang telah diambil oleh aparat pemerintah
untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu seringkali dalam pelaksanaannya mengalami
hambatan sehingga tujuan dikeluarkannya kebijakan tersebut tidak membuahkan hasil sesuai yang
diharapkan. Bahkan tidak sedikit kebijakan yang diambil oleh aparat pemerintah sama sekali tidak
berfungsi/gagal fungsi. Dalam hal yang demikian itu kebijakan yang telah diambil dapat dikatakan
malfungsi administrasi/gagal fungsi secara administrasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang baik (good governance) menghendaki adanya akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, dan
rule of law. Pada penyelenggaraan pemerintahan yang bersih menuntut terbebasnya praktek yang
menyimpang (mal administration) dari etika administrasi negara.

Asas-asas good governance ini tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.20

Upaya dalam menghadapi problematika pengaturan dan penegakan hukum sistem


administrasi negara adalah dengan cara pembenahan sistem hukum/peraturan perundang-undangan
yang diarahkan sekaligus dalam rangka meminimalisir problematika di luar sistem hukum/peraturan
perundang-undangan itu sendiri, melalui beberapa upaya seperti :
1. Menata kembali substansi hukum/peraturan perundang-undangan melalui peninjauan dan penataan
kembali peraturan perundang-undangan.
2. Melakukan pembenahan struktur hukum/perundang-undangan melalui penguatan kelembagaan dan
peningkatan profesionalisme aparatur penegak hukum.

20
Ridwan H.R., op.cit., hlm. 189 dan 190.
9
3. Meningkatkan budaya hukum melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-
undangan serta perilaku keteladanan dari aparatur pemerintah dan penegak hukum dalam mematuhi
serta menaati hukum/perundang-undangan.

Sehubungan dengan rekomendasi tersebut, maka seluruh instansi dan lembaga pemerintah,
perlu untuk selalu berusaha meminimalisir munculnya problematika pengaturan dan penegakan
hukum sistem administrasi negara, dengan cara melakukan pembenahan, baik secara struktural
maupun fungsional yang diarahkan sejalan dengan perkembangan kebijakan hukum/peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, serta perkembangan dinamika tuntutan
masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan negara.21

Pada hakikatnya, hukum administrasi negara adalah untuk memungkinkan administrasi


negara untuk menjalankan fungsinya, dan melindungi administrasi negara dari melakukan
perbuatan yang salah menurut hukum. Namun, tugas pemerintah dalam menyelenggarakan
kepentingan umum sangatlah luas, untuk itu perlu keleluasaan untuk bergerak dalam administrasi
negara sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Kenyataannya, administrasi negara dalam
melaksanakan tugasnya, terkadang melampaui batas wewenang yang ditetapkan dalam hukum
administrasi negara, sehingga terjadi malfungsi hukum administrasi negara. Pelaksanaan pelayanan
publik terganjal oleh kepentingan-kepentingan administrasi negara, sehingga cenderung lebih
memprioritaskan kepentingan administrasi negara daripada masyarakat.22

Kesimpulan

Penegakan Hukum Administrasi Negara Adalah suatu aturan atau kaedah dalam
pemerintahan yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan Negara dan kemakruran yang adil bagi
masyarakatnya. Untuk mencapai yang dicita-citakan itu, maka pemerintah harus menjalankan
administrasi yang baik dengan melakukan berbagai macam cara baik itu melakukan pengawasan,
pengusutan dan sanksi administratif. Penegakan hukum sangat diperlukan agar semua aktifitas
administrasi pemerintah dapat dijalankan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar hukum administrasi dapat dijalankan
dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau
bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan
yang meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.

Adapun penegakan Hukum Administrasi Negara menurut P.Nicolai dan kawan-kawan


berisi:
1. Pengawasasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau
berdasarkan undang-undang yang bditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan
yang meletakkan kewajiban kepada individu
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintahan.

Dan dalam menjalankan tugas, seorang pejabat Administrasi Negara dibatasi oleh Asas-asas
sebagai berikut:
1. Asas Yuridiksitas (Rechtmatingheid),
2. Asas Legalitas (Wetmatingheid),

21
Jurnal Hukum, Vol XXVIII, No. 2, Desember 2012
22
Jurnal Hukum, Vol XXVIII, No. 2, Desember 2012
10
3. Asas Diskresi dari Freis Ermessen, Asas Diskresi dibagi dalam dua bagian yaitu: Diskresi
Terikat dan Diskresi Bebas.
4. Asas-asas umum dalam rangaka menciptakan pemerintahan yang baik / AUPB, yang
terdiri dari:
a. Asas Kepastian Hukum
b. Asas Keseimbangan
c. Asas Kesamaan
d. Asas Bertindak Cepat
e. Asas Permainan yang layak
f. Asas Keadilan dan Kewajaran
g. Asas Perlindungan atas pandangan hidup
h. Asas Kebijaksanaan
i. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum.

Disamping itu diperlukan juga :


Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak melakukan
diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya.
Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada penduduk apa yang
menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan
korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang disegani
oleh penduduk, bukan ditakuti.

11
Daftar Pustaka

Ridwan HR. 2014. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosioogis, (Bandung: Sinar Baru).

Undang – Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000.

Sekertariat Jendral MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Jakarta, 2002.

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), Pradnya Paramita,
Jakarta, 2001.

Jurnal Hukum, Vol XXVIII, No. 2, Desember 2012

12

Anda mungkin juga menyukai