Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN KODIFIKASI

 Secara bahasa , Kodifikasi dalam bahasa arab adalah al-tadwin yaitu mengumpulkan.
 Secara Istilah, Kodifikasi adalah pengumpulan lembaran-lembaran menjadi sebuah buku
 Kodifikasi hadis berarti pengumpulan lembaran-lembaran hadis dan pembukuannya.
Dengan kata lain, tadwin al-hadis adalah penghimpunan, penulisan dan pembukuan
hadis Rasulullah atas perintah resmi dari penguasa negara bukan dilakukan atas inisiatif
perorangan atau untuk kepentingan pribadi

HADITS PADA MASA RASULULLAH

• Hadits pada masa Nabi Saw proses kodifikasi belum dilakukan secara resmi dan pada saat itu
masih terfokus pada penghafalan dan penulisan Al-Qur’an.

• Meskipun demikian, hadist bukan tidak ditulis sama sekali. Ada beberapa sahabat yang
mempunyai lembaran-lembaran( shahifah) catatan hadits. Misalnya Abdullah ibn Amr ibn Ash
yang dikenal dengan al - Shahifah al Shadiqah

• Untuk penulisan hadits pada masa ini belum terlalu menjadi fokus, karena adanya larangan
untuk menulis selain menulis Al Qur’an. Karena Nabi Muhammad Saw merasa khawatir jika
hadits diperbolehkan ditulis maka perhatian sahabat akan berpaling dari fokus utama yaitu Al
Qur’an dan catatan-catatan hadits ditakutkan akan bercampur dengan catatan-catatan Al
Qur’an.

• Ada yang berpendapat bahwa beliau memperbolehkan menulis hadis kepada Abdullah ibn „Amr
ibn al-„Ash karena Rasulullah percaya padanya akan kemampuannya dalam menulis sehingga
tulisan Al-Quran tidak bercampur dengan hadis.

• Dari pernyataan ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa ketika masa Rasulullah masih hidup
sudah ada penulisan hadis yang hal itu diizinkan pada sahabat tertentu.

• Perkembangan hadits pada masa ini lebih mengandalkan hafalan dan praktek secara langsung

HADITS PADA MASA KHULAFA’-AL RASYIDUN

• para khalifah lebih berhati-hati dan membatasi periwayatan hadits disebabkan mereka khawatir
keliru dalam mengambil keputusan hukum agama karena menyadari bahwa hadits adalah
sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an.

• Khalifah Abu Bakar merupakan sahabat Nabi Saw yang pertama menunjukan kehati-hatian
dalam meriwayatkan hadits, beliau tidak menerima hadits yang disampaikan perawi sebelum
perawi tersebut menghadirkan saksi. Demikian pula Umar, Utsman, dan Ali. Hal tersebut
dilakukan agar hadits tidak disalahgunakan oleh kaum munafik dan terjaga keasliannya.

• Pada masa ini, banyak sekali sahabat yang mengingkari penulisan hadis, karena dikhawatirkan
mereka sibuk menuliskannya dan melupakan Al-Quran. Namun setelah dirasa aman dari
kemungkinan bercampurnya Al-Quran dan Hadis, akhirnya para sahabat membolehkan untuk
menuliskannya.

MASA TABI’IN
• Kehati-hatian dan ketatnya periwayatan hadis pada masa ini juga berlaku. Pada masa ini
kekuasaan Islam semakin luas. Banyak sahabat dan tabi‟in yang pindah dari Madinah ke daerah-
daerah yang baru dikuasai dengan membawa hadis-hadis yang dihafalnya, sehingga hadis-hadis
Rasulullah menyebar ke berbagai daerah. Kemudian muncullah sentra-sentra hadis, diantaranya
di Madinah, Mekkah, Kufah, Mesir, Syam, dan Basrah.

• Para Tabi’in yang nota benenya para murid sahabat juga banyak mengkoleksi hadis-hadis Nabi
bahkan pengkoleksian ini mulai disusun menjadi suatu kitab yang beraturan. Metode yang
dilakukan para Tabi’in dalam mengkoleksi dan mencacat hadis adalah melalui pertemuan-
pertemuan (al-talaqqi) dengan para sahabat selanjutnya mereka mencatat apa yang didapat dari
pertemuan tersebut. Seperti yang dilakukan Hammam bin al-Munabbih hasil talaqqi dengan Abu
Hurairah. Dari masa ini, ada beberapa karya yang terbit, diantaranya;

• 1) Shahifah Abi al-Zubayr al-Asadi (wafat 126 H)

• 2) Shahifah Abi „Ady al-Zubayr al-Kufi (wafat 131 H)

• 3) Shahifah Hisyam bin Urwah bin al-Zubayr (wafat 146 H)

• 4) Shahifah Abi Utsman Ubaidillah bin Umar bin Hafs bin Ashim bin Umar bin Khottob (wafat
147 H) dan lainnya

SEJARAH KODIFIKASI HADITS

• Menurut sejarah, kodifikasi hadits secara resmi diprakarsai oleh Khalifah Umar ibn Abdul Aziz
(99-101 H). Pada masa kekhalifahannya, Dia didampingi Ibn Syihab alZuhri dalam melakukan
proses kodifikasi ini. Dia pun menuliskan perintah yang dikirim pada gubernur Madinah, Abu
Bakar ibn Hazm yang berbunyi:

“Perhatikanlah atau periksalah hadis-hadis Rasulullah atau sunnah-sunnah beliau terdahulu atau
hadis yang ada pada Amrah, kemudian tulislah. Saya khawatir lenyapnya ilmu dan meninggalnya
para ulama”

Umar bin Abdul Aziz memerintahkan Abu Bakar Ibn Hazm untuk memeriksa hadis pada Amrah
binti Abdurrahman. karena ia murid kepercayaan Aisyah dan Qasim bin Muhammad bin Abu
Bakar. Ide Umar ibn Abdul Aziz untuk membukukan hadits dilatarbelakangi karena
kekhawatirannya yang berdasar pada 3 factor

1. Hilangnya hadits dan meninggalnya para Ulama

2. Bercampurya hadits shahih dan tidak

3. Meluasnya wilayah islam, sedangkan kemampuan para tabi’in tidak sama sati dengan yang lain.

Penulisan hadis secara besar-besaran bermula pada kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Dalam
artian bahwa sebelum masa ini hadis lebih banyak dihafal daripada ditulis dalam catatan-catatan
sederhana. Mulai pada masa Umar bin Abdul Aziz inilah seorang ulama’ bernama az-Zuhri
diperintah untuk menulis hadis secara lengkap dan dibukukan secara metodologis. Sedangkan
upaya para pendahulunya dengan ditulisnya hadis dalam sahifah hanya merupakan usaha
individual sederhana yang mencakup hadis-hadis yang didapat dari rasul atau sahabat an sich
yang belum terkodifikasi secara beraturan.

 Periode Kodifikasi Hadis Model “Al-Musannafat”

Pada periode sebelumnya para sahabat dan tabi’in hanya mengumpulkan hadis tanpa di
tertibkan sesuai dengan tematema yang sama. Maka para periode ini para pengumpul hadis
cenderung menertibkan hasil kumpulannya sesuai dengan bab-bab yang sama. Maka
kecenderungan penulisan ini identik dengan layaknya penulisan kitab fiqih. Tujuan dari
pengumpulan ini adalah membantu para ulama yang berkecimpung dalam urusan fiqih. Periode
ini dimulai pada akhir masa kehidupan Imam Az-Zuhri ra (w. 124 ). Model perangkuman hadis
pada periode ini disebut musannafat, majami’ dan muwattaat. Perangkum pertama pada
periode ini adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij, dalam kitabnya yang bernama “Kutub al-
Sunan”. Sedangkan ulama lain yang merangkum model diatas adalah al-Imam Zaid bin Ali Zainul
Abidin ( w. 122 H) dengan judul kitabnya “Kitab al-Majmu’, “al-Muwatta’” karangan Imam malik
bin Anas (w. 179 H), “al-Musannaf” karangan al-Imam Abdurrazzaq Al-Sun’ani (w. 211 H).
Banyak lagi karangan-karang tipe perangkuman hadis dalam periode ini yang lain yang tidak
mungkin disebut satu persatu.

 Periode Perangkuman Model b. “Al-Masanid”

Pada akhir abad kedua hijriah dan awal abad ketiga hijriyyah muncul sekelompok ulama’
yang ingin merubah penulisan dari model lama “al-Musannafat” ke model baru dengan
metode perangkuman hadis yang hanya memuat hadis hadis saja. Mereka mengumpulkan
hadis dan menertibkan sesuai dengan urutan sahabat. Perangkum mengumpulkan hadis-
hadis dari riwayat tertentu dalam bab tertentu. Misalkan hadis-hadisnya Abu Bakar dengan
nama “Musnadu Abi Bakr”, hadis-hadis Umar dengan nama “Musnadu ‘Umar” dan lainnya.
Dalam menertibkan hadis-hadisnya, para perangkum meletakkan metode-metode
bermacam-macam bentuknya;.

Pertama, ada yang mulai dari para sahabat yang lebih pertama masuk Islam (sepuluh orang
yang dijanjikan masuk surga), masuk Islam dan ikut hijrah, sampai pada para sahabat yang
umurnya masih kecil dan para wanita. Metodi inilah yang digunakan oleh Imam Ahmad bin
Hambal pemilik maz hab Hambali (164-241 H), Imam Abu Dawud At-Tayalisi (130-204 H),
Imam Abu Bakar Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi dan lainnya. Kedua, ada yang
menertibkan urutan para sahabat sesuai dengan urutan huruf hijaiyyah. Tapi, model seperti
hanya sedikit para perangkum yang melakukannya. Diantaranya Imam Baqi bin Mukhallad
AlQurtubi. Ketiga, sebagian menggunakan model perangkuman hadis berdasarkan asal
daerahnya, kesukuaannya Seperti musnadnya orang-orang madinah dan orang-orang
Basroh

 Periode Perangkuman Model “Al-Sahhah”


Para empu model periode ini adalah para ulama yang mengumpulkan hadis-hadis Sohih
pilihan. Model seperti ini dilakukan setelah periode perangkuman model “al-masanid”.
Metode yang digunakan dalam model perangkuman ini adalah dengan cara
menertibkannya seperti layaknya kitab-kibab fiqih serta memilah dan memilih hadis
didalamnya. Sebagian ulama ada yang hanya terbatas pada hadis yang sahih saja seperti
yang dilakukan Imam Al-Bukhari dan Imam Al-Muslim. Ada juga selain hadis Sahih juga
diambil hadis-hadis yang zaif seperti yang dilakukan oleh Imam Abu Dawud, Imam
AtTurmuzi, Imam An-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah. Orang pertama yang memulai
merangkum dengan model ini adalah Imam al-Bukhari (194-256 H). Beliau merangkum
kitab-kitab al-Masanid dan al-musannafat dan yang lainnya, tapi diambil yang sohih saja.
Kitab rangkumannya ini dinamakan dengan “al-jami’ al-Sahih al-musnad al-mukhtasar
min hadisi Rasulillahi saw. wa Sunanihi wa Ayyamihi”. Selanjutnya model ini dianut oleh
muridnya yaitu Imam muslim (204-261 H) yang menamai kitabnya dengan nama “al-
Jami’u al-Sahih } al-Musnad min hadisi Rasulillahi saw. Karena kesahihannya kedua kitab
ini menduduki urutan kedua dan ketiga setelah Al-Qur’an dalam posisinya sebagai
rujukan hukum-hukum Islam. Sedangkan empat kitab yang lain selain keduanya adalah
kitab-kitab yang dirangkum oleh Imam Abu Dawud (202275 H.), Abu Isa At-Tirmizi (209-
279 H), Imam An-Nasa’i (215-303 H), Imam Ibnu Majah (209-273 H). Keenam kitab
tersebut dalam dunia Islam disebut dengan “al-kutub al-Sittah” karena menduduki
tingkat kesohihan yang paling tinggi diantara kitab-kitab hadis lainnya. Sedang urutan al-
Kutub alSittah tersebut adalah; kitab sahih Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, At-
Tirmizi dan Ibn Majah.

KITAB-KITAB HASIL KODIFIKASI

• Setelah proses pengumpulan oleh para ulama, maka menghasilkan beberapa kitab yang
dianggap termasyhur. Adapun beberapa kitab adalah sebagai berikut :
1. Kitab Al - Muwaththa, oleh Imam Malik (93-179 H)
2. al - Sirah al - Nabawiyah, oleh Muhammad ibn Ishaq(w.151 H).
3. Al - Jami’ , oleh Abdur Razzaq al-Shan’any(w.211 H).
4. Al – Mushannaf , oleh Syu’bah ibn Hajjaj(w.160 H).
5. Al – Mushannaf , oleh Sufyan ibn ‘Uyainah (w.198 H).
6. Al – Mushannaf , oleh al-Laits ibn Sa’ad(w.175 H).
7. Al – Mushannaf , oleh al-Auza’iy(88-157 H).
8. Al – Mushannaf , oleh al-Hamidy(w.219 H).
9. Al - Maghazi al - Nabawiyah, oleh Muhammad ibn Waqid al-Aslamy (130-207 H).
10. Musnad oleh Abu Hanifah (w.150 H)
11. Musnad oleh Zaid ibn Ali .
12. Musnad oleh Ahmad Imam Ahmad (164 – 241 H)
13. Mukhtalif al - Hadits, oleh Imam al-Syafi’i(w.204 H).
Diantara beberapa kitab diatas, yang paling termasyhur dan mendapatkan perhatian
paling bersar dari para ulama, adalah : al Muwaththa’, al - Musnad karya Imam al-Syafi’i,
Mukhtalif al - Hadits, dan al Sirah al - Nabawiyah.

• Adapun beberapa kitab Hadits tercipta setelah proses kodifikasi hadits yang berkualitas dan
dianggap standar , karena memuat hampir seluruh hadits Nabi Saw yang shahih, dan dipandang
sebagai kitab yang lengkap dan paling baik dari segi susunan, isi, dan kualitasnya diantara kitab
lain. Kitab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kitab Al – Jamius Shahih oleh Bukhari (194 – 256 H)
2. Kitab Al – Jamius Shahih oleh Muslim (204 – 261 H)
3. Kitab Sunan oleh Nasai (215 – 303 H)
4. Kitab Sunan oleh Abu Dawud ( 202 – 276 H)
5. Kitab Sunan oleh Tirmidzi (209 – 269 H)
6. Kitab Sunan oleh Ibnu Majah (209 – 276 H)

INTISARI

• Para ulama hadis hampir sepakat mengatakan bahwa kodifikasi secara resmi mulai dilakukan
oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memerintah pada tahun 99-101 H. Kodifikasi secara
resmi belum pernah dilakukan sebelumnya.

• Meskipun ada shahifah-shahifah yang membuat hadis di zaman Nabi dan sahabat, namun
pencatatan itu dilakukan oleh para sahabat dan tabi‟in atas inisiatif mereka sendiri dan untuk
kepentingan pribadi masing-masing.

• Pembukuan hadis pada mulanya belum disusun secara sistematis dan tidak berdasarkan pada
urutan bab-bab pembahasan ilmu. Upaya pembukuan ini kemudian banyak dilakukan oleh
setelah Az-Zuhri dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian besar di antaranya mengumpulkan
hadis Nabi yang bercampur dengan perkataan sahabat dan fatwa tabi‟in. Kemudian para ulama
hadis menyusunnya secara sistematis dengan menggunakan metode berdasarkan sanad dan
berdasarkan bab.

Anda mungkin juga menyukai