Anda di halaman 1dari 16

ALIRAN WAHABI

Dosen Pengampu : Mujiburrohman, M. Hum.

Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Disusun oleh :

1. Melianna Sari (21.01.01.0089)


2. Silpia Nasah (21.01.01.0094)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI NIDA EL-ADABI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji bagi Allah, atas Rahmat dan Karunia-Nya


kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Aliran Wahabi tepat waktu. Shalawat serta
salam tercurah kepada Rasulullah SAW, yang syafaatnya kita natikan kelak.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu
Kalam.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih
kepada.

1. Bapak Mujiburrohman, M Hum. selaku dosen mata kuliah Ilmu Kalam.


2. Dan dalam penyusunan makalah ini kami juga memperoleh bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman – teman
yang sudah memberikan konstribusinya dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan
terselesaikannya makalah Aliran Wahabi ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Tangerang, Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2
2.1. Biografi Muhammad bin Abdul Wahab ..................................................................... 2
2.2. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab .................................................................. 3
2.3. Gerakan Wahabi di Mekkah ....................................................................................... 5
2.4. Gerakan Wahabi di Indonesia ..................................................................................... 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 11
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 11
3.2. Saran ......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di dunia Islam pada abad pertengahan (1250-1800 M) telah timbul ide-ide pembaruan
dan upaya pemurnian akidah yang merupakan reaksi terhadap kondisi politik dan paham tauhid di
kalangan umat Islam. Di semenanjung Arabia, tampil ke atas pentas sejarah seorang tokoh
terkemuka, Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb, yang memiliki perhatian yang amat besar terhadap
masalah pemurnian akidah dan pembaruan dalam Islam.
Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab nama lengkapnya ialah Abu ‘Abd Allâh Muhammad
ibn ‘Abd al-Wahhâb ibn Sulaymân Abu ‘Ali b. Muhammad ibn Ahmad ibn Rasyîd al-Tamîmî Ia
dilahirkan di Nejd, suatu negeri yang terletak di jantung padang pasir yang masih murni
keislamannya. Buku-buku sejarah pada umumnya mengungkapkan bahwa ia hidup antara tahun
1703 sampai tahun 1787 M.
Dalam watak, pengetahuan, dan pengalaman hidup Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb
terhimpun potensi untuk mencetuskan ide- idenya. Pemikiran yang dicetuskannya dalam
memperbaiki kedudukan umat Islam timbul bukan reaksi terhadap suasana politik seperti yang
terjadi di kerajaan Usmani dan kerajaan Mughal, tetapi sebagai reaksi terhadap paham tauhid di
kalangan umat Islam pada waktu itu.
Kemurnian paham tauhid mereka telah dirusak oleh ajaran-ajaran tarekat yang semenjak
abad ke-13 tersebar luas di dunia Islam. Gagasan-gagasan Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb untuk
memberantas bid’ah yang masuk ke dalam ajaran Islam akhirnya berkembang menjadi suatu
gerakan yang disebut “Gerakan Wahabi”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat di
rumuskan :

1. Bagaimana pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab?


2. Bagaimana gerakan Wahabi di Mekkah?
3. Bagaimana gerakan Wahabi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan


Sebagaimana persoalan yang telah disebutkan atau dibahas di rumusan masalah maka
tujuan diadakannya penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab.
2. Untuk mengetahui gerakan Wahabi di Mekkah.
3. Untuk mengetahui gerakan Wahabi di Indonesia.

1
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Biografi Muhammad bin Abdul Wahab


Muhammad bin Abdul Wahab lahir pada Tahun 1703 M. Atau 1115 H. Di Uyainah. 1
Ayahnya bernama Abdul Wahab dia adalah seorang kadi di kota itu. Semasa kecilnya Muhammad
bin Abdul Wahab memiliki daya minat yang cukup tinggi terhadap buku buku tafsir, hadist dan
akidah serta mempelajari fiqih mazhab Hanbali dari Ayahnya yang merupakan seorang ulama
bermazhab Hanbali.2
Merasa tidak cukup belajar di Ayahnya, Muhammad bin Abdul Wahab melanjutkan
pembelajaranya ke Madinah dengan mendalami ilmu-ilmu agama pada Syekh al-Qurdi dan
Muhammad al-Hayat al-Sindi, setelah menyelesaikan pendidikannya di Madinah Muhammad bin
Abdul Wahab melanjutkan studinya ke Bashrah dan menetap selama empat tahun, setelah itu beliau
melanjutkan ke Persi lalu ke Bagdad di kota Bagdad inilah ia menikah, namun hal itu tidak
berselang lama karna setelah lima tahun menikah istrinya meninggal dunia oleh karena itu ia pindah
ke Kurdistan dan menetap selama satu tahun dan mengembara keberbagai negara Islam selama dua
tahun, lalu ke Isfaham dan di kota inilah mempelajari dan mendalami ilmu tasawuf dan filsafat,
kemudian pergi ke Qumm dan akhirnya kembali ke negeri asalnya.3
Kondisi umat negeri asalnya ini, dijumpainya berbagai macam praktek kebiasaan
masyarakat seperti terlalu mengangung-agungkan yang dianggap dekat dengan Tuhan dan ketika
meminta pertolongan dan doa tidak lagi ditujukan langsung kepada Allah, tetapi melalui syafaat
para syekh atau para wali tarekat yang dianggap dekat dengan Tuhan untuk memperoleh
rahmatnya, menurut keyakinan masyarakat setempat orang yang berziarah ke kuburan para syekh
dan wali tarekat, Allah tidak dapat didekati secara langsung oleh karena itu harus melalui perantara
atau tawassul.4
Tawassul inilah yang ditekuni oleh masyarakat sehingga Muhammad bin Abdul Wahab
menganggap bahwa praktek semacam itu merupakan penyebab utama kekafiran karena tidak sesuai
dengan tuntunan al-Qur’an dan Hadist. 5 Oleh karena itu yang nampaknya mendorong Muhammad
bin Abdul Wahab terkerahkan hatinya untuk memurnikan kembali ajaran Islam lewat pemikiran
dan gerakannya khususnya di bidang tauhid, yang di maksud dengan memurnikan ajaran Islam
ialah sebagaimana yang dpraktekkan Nabi Muhammad saw.
Maka Muhammad bin Abdul Wahab yang sangat berantusias untuk mewujudkan gagasan-
gagasannya yang ingin menghilangkan praktek yang dianggap bid’ah, namun gagasannya ini
ditolak oleh Ayahnya sehingga muncul perdebatan dan argumentasi yang panas dan ini pula terjadi

1
Muhammd bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, terj. M. Yusuf Harun, Kitab Tauhid (t.t. Rabwah, t.th.) h. 5
2 Ja’far Subhani, Wahabism, terj. Arif M dan Nainul Aksa, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ajarannya (Cet. I;
Citra, 2007), h. 11
3
Kawasina. “Muhammad bin Abdul Wahab Sebagai Tokoh Pembaharuan di Mekah”. Skripsi (Ujung Pandang : Fak.
Adab dan Humaniora UIN Alauddin, 1990), h.14-15
4
Mansur Mangasing, “Muhammad ibn Abd al-Wahab Dan Gerakan Wahabi” Hunafa 8, no. 3 (Desember 2018), h. 322
5
Muhammd bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, terj. M. Yusuf Harun, Kitab Tauhid (t.t.Rabwah, t.th.) h.112

2
3

di kalangan para ulama dan masyarakat. Tetapi Muhammad bin Abdul Wahab tetap pada pendirian
melanjutkan dakwahnya dan sekelompok dari masyarakat sepakat dan mengikuti beliau,
dakwahnya ini mendapatkan popularitas dan terkenal sehingga banyak yang bergabung dalam
dakwah Muhammad bin Abdul Wahab dan mendapatkan sokongan dari penguasa setempat.6
Maka untuk mengabadikan pemikirannya beliau menuliskan sejumlah kitab (karya beliau)
yakni:
1. Kasyf Asy Syubuhat
2. Tafsir al-Fatihah
3. Tafsir Syahadah “La Ilaha Illah”
4. Kitab al-Kabair
5. Ushul al-Iman
6. Ushul al-Islam
7. Al-Lati Kholafa Fiha Rasulullah saw. Ahlal Jahiliyah
8. Aadab al-Masy-yi Ilash Sholah (Ala Madzhabil Iman Ahmad bin Hambal)
9. Al-Amru Bil Ma’ruf Wan Nahyu Anil Munkar
10. Mukhtashar Siraturrasul saw.
11. Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullah Alal Ibad. 7
Kitab yang menolak atau membantah adanya praktek tawassul ialah kitab Tauhid Alladzi
Huwa Haqqullah Alal Ibad, ini berarti Muhammad bin Abdul Wahab tidak sekedar melakukan
penolakan melalui lisannya tetapi juga melalui tulisan.
Muhammad bin Abdul Wahab wafat pada tahun 1792 M. atau 1206 H. Di Dir’iyyah (Saudi
Arabia) 8 Pada usia 89 tahun.
Dakwah beliau dilanjutkan para pengikutnya. Inilah dikenal dengan Wahabi.

2.2. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab


Faktor penyebab sehingga tercipta pemikiran ialah segala sesuatu yang diresap dari ilmu
pengetahuan maka itu pula hasil dari buah pikir manusia, oleh karena itu pemikiran Muhamamad
bin Abdul Wahab hadir dikarenakan hasil dari resapan ilmu pengetahuan yang diperolehnya,
darimana perolehan itu dimulai sejak masa kecilnya disaat dia dididik oleh Ayahnya yang
bermazhab Hanbali diajarkan ilmu fikih, tafsir al-Qu’an, dan Hadits Nabi. Setelah itu Muhammad
binAbdul Wahab melanjutkan pembelajaranya ke Madinah dengan mendalami ilmu-ilmu agama
pada Syekh al-Qurdi dan Muhammad al-Hayat al-Sindi seorang ulama tarekat Naqsyabandiyah
yang sangat menentang bid’ah.
Selain belajar dari Muhammad al-Hayat al-Sindi beliau juga menghabiskan waktunya di
Madinah mempelajari karya-karya ibn Taimiyyah yang bermazhab hanbali dia seorang tokoh yang
terkemuka dalam sejarah intelektual Islam yang lahir pada hari senin 10 Rabiul Awal 661 H. Di

6
Ja’far Subhani, Wahabism, terj. Arif M dan Nainul Aksa, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ajarannya (Cet. I;
Citra, 2007), h. 12-13
7
Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, terj. M. Yusuf Harun, Kitab Tauhid (t.t. Rabwah, t.th.) h. 6
8
Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, terj. M. Yusuf Harun, Kitab Tauhid (t.t. Rabwah, t.th.) h. 5

3
4

Harran dan nama lengkapnya Ahmad bin Abdul Hakim bin Abdussalam bin Abdullah bin Khidir
serta nama gelarannya Taqiyuddin Abu Abbas, wafat pada tahun 728 H. Di Damaskus.9
Mari kita lacak apa betul pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dipengaruhi oleh
pemikiran Ibn Taimiyah atau tidak karena marak ini terjadi polemik ada yang beranggapan bahwa
ia tidak dipengaruhi, seperti kutipan Hamid Algar mengatakan bahwa:

“Dia tidak dipengaruhi karena Ibn Taimiyah tidak menolak sufisme dan tawassul secara
keseluruhan sedangkan Muhammad bin Abdul Wahab menolak secara keseluruhan.”10

Tarekat-tarekat sufi yang mempunyai pengaruh negatif terhadap umat Islam ditentangnya
karena tarekat adalah bid’ah (sesuatu yang berasal bukan dari agama Islam, tetapi datang dari luar).
Tantangan terhadap tarekat dimulai oleh Muhammad ibn ‘Abd alWahhâb (1703-1787) di Arabia,
dan kemudian diteruskan oleh tokoh-tokoh pembaruan periode baru sehingga ide perubahan mulai
masuk ke dalam masyarakat Islam.11
Masalah-masalah yang terjadi fokus dakwah kaum wahabi :
1. Mensifati Allah dengan tempat
2. Menghina pengikut mazhab Asy'ariyah
3. Mengingkari taklid kepada mazhab fikih yang 4
4. Berani berfatwa tanpa keahlian aturan
5. Memperluas pemahaman bid'ah dan mengklaim mayoritas kaum muslimin sebagai ahlul
bid'ah
6. Mengharamkan tawasul kepada nabi dan menganggapnya syirik kepada Allah
7. Mengharamkan sholat di masjid yg terdapat makam dan menyatakan wajib membongkarnya
8. Menganggap tabaruk dengab Atsar Rasullullah dan orang sholeh sebagai perbuatan syirik
9. Mengharamkan peringatan maulid nabi dengan anggapan sesat dan bid'ah
10. Menuduh orang yg bertarojji dengan berkata demi Nabi termasuk syirik kecil
11. Mengharamkan safar ziarah ke makam rasullulah , para nabi dan org sholeh
12. Mengklaim ke-2 orang tua Rosullullah sebagai ahli neraka dihari kiamat
13. Menganggap orang yang sudah meninggal tidak lagi memiliki perasaan terhadap orang
menziarahi makamnya
14. Mengingkari banyak bacaan zikir wirid dan hizib
15. Menganggap tasbih itu bid'ah
16. Menjadikan penampilan lahir ( pakaian dan cadar ) sebagai bagian dari ibadah

9
Sha’ib Abdul Hamid, Ibn Taimiyah, terj. Irwan Kurniawan, Ibnu Taimiyah; Rekam Jejak Sang Pembaharu (Cet. I; Jakarta:
Penerbit Citra, 2009), h. 17
10 Hamid Algar, Wahhabisme: Suatu Tinjauan Kritis (Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad Demokrasi, 2011), h. 26-

27
11
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bulan Bintang

4
5

17. Berdakwah tanpa persiapan dan mencampur adukan antara nasihat agama dan ilmu

2.3. Gerakan Wahabi di Mekkah


Politik muslim melibatkan perlombaan dan persaingan penafsiran simbol dan kontrol atas
lembaga, baik formal maupun informal, yang membuat dan mempertahankan simbol-simbol
lembaga tersebut. Penafsiran simbol-simbol dilakukan selaludihadapkan dengan konteksnya.12
Oleh karena itu, sistem politik, baik di dunia muslim atau dimanapun, tidak bisa
menghindari manajemen persaingan bahkan selalu identik dengan kepentingan karena ketidak
jelasan sejarah kepemimpinan dalam memimpin suatu negara yang ditinggalkan oleh para
pemimpin Islam terdahulu menjerumuskepada berbagai penafsiran tentangkepemimpinan, ada
yang ingin mempertahankan sistem khilafah atau nation-state. Hal tersebut dipengaruhi oleh
landasan pemikiran yang berbeda-beda pula, sehingga melahirkan perbagai macam aliran dan
perpecahan dalam kubu Islam seperti: Ikhwanul Muslimin, JamaahMuslimin (at-Takfir Wa al-
Hijrah), Jamaah Syabab Muhammad,Wahabi, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri kemunculan
fundamentalisme mulai terlihat pasca orde baru seperti cendawan di musim hujan yang tumbuh
dengan subur berkembang dan menjamur dalam kehidupan masyarakat, seperti FPI (Front Pembela
Islam), Majlis Mujahidin Idonesia), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), dan para kembarannya, yang
diantaranya ingin mendirkan negara kehalifahandan memurnikan ajaran agama Islam sebagaiman
yang ada pada zaman Nabi, dan para sahabat.
Ideologi kelompok garis keras selalu mengusung totalitarian-sentralistik dan menjadikan
agama sebagai refrensi teologis. Pandangan ideologis yang bersifat totalitarian-sentralistik
terhadapsyari’ah tersebut berdampak padahukum yang totaliter dan sentralistik. Artinya, hukum
harus mengatursemua aspek kehidupan umat tanpaterkecuali dan negara mengontrolpemahaman
secara menyeluruh. Oleh sebab itu, klaim teologis yang mereka sampaikan sebenarnya menjadi
manuver politik untuk berlindung dari serangan siapa pun dan sekaligus untuk menyerang siapapun
yang tidak mendukung mereka, sehingga agama dijadikan alat untuk meraih kekuasaan. Mereka
paragaris keras “tidak sesuai menaruh dan memanfaatkan keyakinan umatmanusia bahwa Allah
swt, mengatur semua aspek kehidupan manusia, menjadikannya sebagai entry-point bagi para
pengikut garis kerasuntuk mengatur dan menguasairakyat”. Sedangkan agenda garis keras adalah
menjadi wakil tuhandi bumi (khalifah allah fil-ardl). Padahal mereka yang bisa menjadi khalifah
adalah meraka yang dalam beragama telah mencapai kualitasmuhsinin dan mukhlisin, yakni para
wali allah.
Tahun 1924 M, adalah tahun terputusnya atau terhapusnya institusiKhalifah Islamiyah yang
berdampak pada umat muslim sedunia kehilangan identitas religio-politik dan geo- politiknya.
Kemudian negara-negara muslim berganti dengan model nation-state dalam berbangsa dan
bernegara. Model ini adalah a-histori dalam pengalaman sejarah muslim. Kemudian dilema ini

12
Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Politik Muslim; Wacana Kekuasaan dan Hegemoni Dalam
Masyarakat Muslim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), hlm. 6.

5
6

diterima secaralangsung tanpa mempertimbangkanhal berikut; Pertama, teori politik Islam klasik
dan abad pertengahan tidak memberikan konsep yang jelas dan detail tentang penyelenggaraan
negara secara modern yang lebih mengedepankan pluralisme politik sehingga memberikan
reinterpretasiyang varian yang bagi para pihak baik yang menerima maupun yang menolak konsep
nation-state. Konsep nation-state merupakan sebuah pilihan yang tidak terhindarkan dan sebagai
kenyataan yang harus dihadapi dalam politik modern. Kedua, peraktek dunia Islam pasca
kolonialisme yang kemudian memperoklamirkan diri sebagai negara yang berdaulat dengan
mengakui pluralisme politik dalam wilayah teritorial tertentu, menjadi sebuah konsensus dan
kesadaranbersama dalam penerimaannya terhadap konsep nation-state. Ketiga, banyaknya para
ulama dan pemimpin-pemimpin Islam yang mendukung penerapan nation-statesecara menyeluruh
atau sebagiansebagai sesuatu yang alamidalam institusi politik yang bersifat keduniawian.13
Di Indonesia, umat Islam telah bekerja untuk membangun negara yang dapat menegakkan
keadilandan menjamin hak-hak setiapindividu dalam kehidupan sosial, poltik, dan negara. Ajaran
agamaterutama Islam, menentang keraspraktik bernegara yang sewenang- wenang, peraktik yang
menyimpang dan prilaku aktor negara yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan budaya
bangsa, karena Indonesia adalah masyarakat yang sifatnya plural societies (masyarakat majemuk)
sebagai ideal type masyarakat Indonesia yang berbeda dengan negara Islam yang adaberada
dibelahan bumi yang lain.

2.4. Gerakan Wahabi di Indonesia


A. Awal Gerakan Wahabi di Indonesia

Berawal dari abad 18 di Arab Saudidi bawah penguasa lokal Dir’iyah, Muhammad As-Saud
(1745-1965) dan Muhammad Ibn Abdul Wahab (1703-87), seorang pembaharu puritan yang
bersemangat mendirikan negara Islam, tetapi tidak bershasil sehingga kedua tokoh tersebut
membentuk aliansi yang menguntungkan kedua belah pihak,aliansi ini mendorong Ibn Saud untuk
menguasai semenanjung Arab dan menggalang “wahabisme” sebagai gerakan reformasi besar
dalam sejarah muslim modern. Kedua tokohini berhasil merebut kota Makkah dan Madinah pada
tahun 1925 tidak lepas dari dukungan Inggris dengan perjanjian pertemanan dan kerjasama.14
Gerakan ini menyapu bersih Arabia tengah merebut mekkah dan madinah serta
mempersatukan kabilah-kabilah kedalam apa yang diyakini oleh para pengikutnya sebagai
pembentukan kembali masa-masa Islam padaabad ke-7 dibawah pimpinan Nabi Muhammad saw.
Ibn Sa’ud memandang gerakan wahabi adalah senjata politik potensial yang ampuh dan
strategis.Karena bagi siapapun yang tidak terbiasa memperlakukan teks-teksajaran agama secara
rasional, dewasa dan penuh perasaan,klaim dan tuduhan teologis akan sulit ditolak. Ketidak
berdayaan dihadapan klaim dan tuduhanteologis inilah yang menjajikan kekuasaan politik. Hal ini

13 Ahmad Yani Asrori, Menuju Khilafah Islamiyyah; Perjuangan Ikhwanul Muslimin, Yogyakarta: Syasat Press, 2008, hlm.
2.
14 Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Op, Cit, hlm. 73.: John L. Esposito, Unholy War; Teror Atas Nama Islam,

(Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003), hlm. 5.

6
7

terlihat dari perjanjian kedua tokoh tersebut. Bahwa Abdul Wahab dan keturunanlaki-lakinya akan
mengendalikan otoritas keagamaan, sedangkan Ibn Sa’ud dan keturunan laki-lakinya akan
memegang kekuasaan politik, dan masing-masing akan menikahi keturunan wanita yang lain agar
aliansi ini bisa terus dilestarikan.
Dalam perkembangannya, Abdul Wahab mengatakan “untuk membuat suatu perubahan
tidak hanya dengan perkataan saja, akan tetapi harus dibarengi dengan perbuatan”. Maka
dilakukanlah jihad dengan perbuatan bertujuan untuk merealisasikan ajarannya. Aksi kekerasan
pertama wahabiketika itu menghancurkan makamZaid Ibn al-Khaththab, sahabat Nabidan saudara
umar Ibn Khaththab. Didukung oleh Utsman Ibn Mu’ammardan menyiapkan 600 orang pasukan
serta pengikut wahabi pada waktu itu demi melancarkan rencana tersebut. Aksi kekerasan wahabi
ini tidak lepas dari ideologi yang ingin menciptakan negara Islam yangbebas dari TBC. Dalam
penaklukan Jazirah Arab 1920 lebih dari 400 ribuumat Islam dibunuh diekskusi secarapublik atau
di amputasi, perlakuan ini tidak lepas dari tindak kekerasanbaik dari doktrinal, kultural, maupun
sosial. Dengan tindakan kekerasan tersebut sultan Utsmani merasa wajib menghentikan gerakan
wahabi dan berusaha menguburnya walapun didasari dengan kepentingan politik, juga
pertimbangan agama. KetikaMuhammad Ali Pasya berhasilmenangkap para tokoh wahabi mereka
diajak berdialog untuk mencari kebenaran tetapi ajakan iniditolak dan menganggap pahamnyayang
paling benar.
Kemudian pada tahun 1979 Ayatullah Khomeini melakukan kritikdan penolakan terhadap
kerajaan Saudi karena kebiasaan buruk keluarga istana Sa’ud yang tidak sesuai dengan norma
ajaran Islam. Ketika itu Ayatullah melontarkan gagasan penting yakni pembebasan
MekahdanMadinahdaricengkraman wahabi dan menetapkannya dibawah pengelolaan dan
pengawasan internasional. Sebagai pemimpin Iran, Khomeini mungkin punya agenda politik
tersendiri, tetapi gagasannya sangat penting danberharga. Pendudukan bersenjata atas masjid al-
Haram oleh Juhaymanal-Utaybi dan para pengikutnya pada
1 Muharram 1400/20 november1979 serta kritik keras dan gagasanAyatullah Khomeini
telah membuat penguasa wahabi-saudi sadar bahwaborok-borok mereka terugkap secratelanjang ke
dunia internasionalmengakibatkan menurunkan citra mereka sebagai Khadim al- Haramain.
Maka sejak 30 tahun yanglalu penguasa wahabi-Saudi telahmembelanjakan uang yang mungkin
lebih dari USD 90 milyar yang disalurkan melalui Rabithat al-Alamal-Islami, International Islamic
ReliefOrganization (IIRO) dan yayasan lain keseluruh dunia untuk membeladiri dan memperbaiki
citra melaluai wahabisasi global. Di Indonesia IIRO menyalurkan dananya diantaranya melalui
DDII, LIPIA, MMI, Kompak, dan lain-lain.15
Sebelum serangan ke WorldTrade Center (WTC) pemerintah Saudi memang membiayai
al- Qaeda. Namun setelah serangan 11 september 2001, terutama setelah al-Qaeda menyerang
kerajaan Saudi, pemerintah Saudi berhenti mebiayai gerakan teror tersebut tetapi menggantinya
dengan pembiayaan penyebaran ideologi keseluruh dunia(wahabisasi global).16 Pergerakankaum

15 KH. Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan
Bhineka Tunggal Ika, The Wahid Institute, Maarif Institute, 2009, hlm. 69.
16 Baca, John L. Esposito, Unholy War; Teror Atas Nama Islam, (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003).

7
8

wahabi yang dimulai oleh Ibn Taimiyah dan di sokong olehIbn Qayyim al-Djauziah (1292-
1350), kemudian disebarluaskan oleh Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-1787) di intensipkan
olehDjamaludin al Afgani (1838-1897)dan muridnya Rasyid Ridha (1856- 1935), yang menitik
beratkan pada reform ajaran agama murni serta mengharmoniskan dalam kehidupan
kemasyarakatan dan politik. Di Indian dipopulerkan oleh Sayyid Ahmad Khan, sedangkan di
Indonesia dikenal dengan KaumPadri walaupun akhirnya gerakan ini kandas dan ditumpaskan
oleh penjajah meski sudah di hanguskan oleh penjajah namun ide besarnya terus berkembang,
mendaging, menjalar ke darah rakyat, menjelmadalam kancah pendidikan dandakwah Thawalib di
Sumatra Barat, al-Irsyad di Suamatra dan Jawa.
Gerakan ini masuk di Indonesia sekitar tahun 1802 bersamaan dengan pulangnya Haji
Miskin dan para koleganya dari menunaikan ibadah haji dan sementara bermukim, pulang ke
Minagkabau orang-orang inilah yang dikenal dengan julukan “harimau nan salapan”. Haji Miskin
dengan mazhab wahabinya telah memberikan tekanan dan gerakanreform umat Islam di Indonesia
danpada akhirnya mendirikan perguruandi Bonjol dan yang ditunjuk sebagaiketuanya Malim Basa
dan kemudiandikenal dengan julukan Tuanku Imam Bonjol.17
Disamping itu pemerintah kolonial Belanda membantu pergerakan kaum adat untuk
melawan gerakan Paderi yang di pimpin oleh Gubernur Jendral Indenburg dengan tujuan
mengkristenkan terhadap seluruh penduduk nusantara. Tetapi masyarakat pada waktu itu sudah
tidak mau diperalat lagi karena politik pengkristenan itu yang dianggap paling busuk karena
memperalat agama untuk kepentingan politiknyadengan harapan bumi nusantara menjadi milik
Nederland. Dan pada tahun 1905 terbentuklah perkumpulan Jami’at Kahair di Jawa, dari
perkumpulan inilah
K.H.A. Dahlan (Muhammad Darwis) pemimpin pertama Muhammadiyah dan orang-orang
terpelajar lainya mengenal bacaan-bacaan kaum reformis yang didatangkan dari luar. Dan pada
tahun 1912 K.H.A. Dahlan mendirikan Muhammadiyah,kemudian diusul pergerakan al Islam Wal
Irsyad di Jakarta 1914, tahun 1923 berdiri prsatuan Islam PERSIS di Bandung dan tidak lama
berdirilah Persatuan Umat Islam di Madjalengka yang semua perkumpulan itu berideologikan
ajaran-ajaran Wahabi atau gerakan reform.
Seorang penulis dari Belanda, C.A.O. Van Nieuwenhuize dalam bukunya yang berjudul
‘Aspects of Islam In Post Colonial Indonesia”mengatakan: sesuai dengan teladan yang telah
dilakukan oleh Muhammad ‘Abduh Mesir, maka di Jogjakarta, Jawa, K.H. Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, menyalurkan penapsiran yang sesuai dengan akal
atas ajaran Islam yang murni; makagerakan ini mulai melaksanakan ajaran-ajaran Islam secara
modern dengan mendirikan lembaga- lembaga perguruan yang sesuaidengan pelajaran sekolah-
sekolah pemerintah dan pada pokoknyaditunjukan kepada pngajaranyang langsung mengenai soal-
soal keislaman, serta mendirikan rumah sakit, arganisasi kepanduan dan wanita. Dalam berbuat
demikian itu Muhammadiyah mendapat sambutan luas menurut kadarnyadari masyarakat Islam”.18

17 L. Stoddard. Arah Baru Islam di Indonesia, Djakarta, 1966, hlm. 306.


18
L. Stoddard. Op, Cit,. 309.

8
9

Pendirian Muhammadiah yang berideologikan pemurnian ajarantauhid sudah jelas, seperti


apayang diajarkan salaf dengan jalurkeemasannya, seperti halnya kaum wahabi dan hambali pada
umumnya,maka ditolaknya pengantara dalam do’a yang lazim dikerjakanmasyarakat Islam pada
waktuitu, sebagai salah satu intervensi kebudayaan asing kedalam Islam,segala bentuk “tawassul“
ditolak sekalipun dengan para Nabi atauwali-wali besar dan sahabat, sebab yang demikian itu
dianggapnya syirik, dan manjatuhkan Tuhan karena yang berhak memiliki danmeberikan syafaat
adalah Allah sendiri, sedangkan manusia yang sempurnasepertuNabidanparaWali- wali besarpun
tidak akan memberi syafaat. Perbuatan-perbuatan yang di buat-buat oleh umat Islam yang
menyimpang dari garis agama yangbenar ditolak mentah-mentah oleh Muhammadiyah.
Muhammadiyah berdiri, tidak hanya didorong oleh sangat reaksionernya pemerinntahan
kolonial Belanda terhadap agama Islam dan perkembangannya, akan tetapi karena tuntutan sejarah
umat Islam yang memerlukan sinar baru dalam menghadapi dunia modern. Kemajuan zaman yang
sangat pesat dan hebat tidak bisa dihadapi oleh khurafat dan bid’ah, tetapi juga harus kembali
kepada ajaran-ajaran Rasulullah sendiri, yang telah teruji kebenarannya sepanjang masa;
kemunduran dan pendesakan dunia barat terhadap Islam tidak lain hanyalah disebabkan oleh
kesalahan umat Islam itu sendiri,yang menyelewengkan ajaran agamanya sendiri karena sebab
itulah Muhammadiyah suatu gerakan Islam yang bukan sekedar organisasi sosial, amal dan bukan
juga partai politik yang hanya berkecimpung dalam kancah perjuangan politik, ia juga sebagai
gerakan Islamyang menjiwai segala gerak- gerik dan tingkah laku seseorang, yang kemudian
menjelma dalam perbuatan konkrit, baik dalam sosial, ekonomi, kultural maupun dalam bidang
politik sekalipun.
Ajaran Muhammadiyah tidak mencampuri urusan Islam dengan politik. Namun sebagai
pribadi, banyak anggota Muhammadiyah yang tidak ketinggalan ikut serta duduk dalam badan-
badan perwakilan baik yang bersifat daerah maupun pusat, anggota-anggota itu aktif pula dalam
gerakan nasional yang berikecimpung dalam bidang politik negara seperti PSII19 yang dipimpin
oleh H.O.S Tjokroaminoto, PNI pimpinan Ir. Soekarno dan pada tahun 1926 tokoh
Muahammadiyah K.M. Mas Mansur bersama tjokroaminoto memimpin perutusan untuk
menghadiri kongres Islam sedunia di Makkah yang kemudian melahirkan cabangnya di Indonesia
‘MAIHIS’ (Mukhtamar Alam Islami Hindi As Syarqiyah di Indonesia).

19
Nama sebelumnya adalah SDI (Seriakat Dagang Islam) yang di dirikan oleh H. Samanhudi pada 11 november
1911 di Surakarta. Kemudian pada 10 september 1912 SDI diubah menjadi SI (Serikat Islam) di bawah pimpinan
Tjokroaminoto dengan tujuan untuk menentang dominasi Cina dan menentang segala bentuk penghinaan yang dialami
oleh penduduk peribumi, untuk merespons kristenisasi oleh para missionaris, dan berdiri melawan eksploitasi yang
dilakukan oleh kolonial Belanda. baca, Demokrasi di Persimpangan Makna Respon Intelektual Muslim Indonesia
Terhadap Konsep Demokrasi 1966-1993, Masyikuri Abdullah, Yogyakarta: Tiara Wacana,1999.

9
10

B. Gerakan Sosio-Politik di Indonesia

Sejak dekade tahun 1960an perkawinan antara Ikhwanul Muslimin dan Wahabi ini me-
lahirkan sebuah gerakan yang radikal dewasa ini, keduanya berbagi fanatisme ideologi, ambisi
kekuasaan sentralistik, orientasi inter-nasional dan formalisasi agama.20

Wahabi mulai mecuat dan menjadi per-hatian kalangan akademisi setelah terjadi se-rangan
terhadap Gedung WTC pada 11 September 2011, Al Qaeda mengklaim se-rangan ini sebagai
bentuk terror terhadap pemerintahan Amerika Serikat, Al Qaeda sendiri merupakan organisasi
teroris yang di-pimpin oleh Osama Bin Laden dan dibiayai oleh Arab Saudi, peristiwa ini
menimbulkan stigma negative terhadap citra Islam sebagai sebuah agama Rahmatan Lil Alamin.

Tuduhan teroris seringkali ditunjukan ke-pada masyarakat muslim diseluruh dunia, ang-
gapan Islam sebagai agama kekerasanpun melekat sampai sekarang, di Indonesia sendiri keran
perkembangan pesat Wahabi mulai dengan tumbangnya Orde Baru, di Era awal masa
kemerdekaan, Masyumi muncul menjadi salah satu Partai yang mengakomodir ke-kuatan politik
kaum muslimin, Masyumi me-rupakan refresentasi dari ajaran Ikhwanul Muslimin yang dibawa
oleh Muhammad Nasir, pada masa itu Masyumi menjadi ken-daraan politik yang digunakan oleh
Wahabi untuk menuju kekuasaan, hal ini terlihat ketika kelompok Nahdiyin keluar dari Partai dan
mendirikan Partai Nahdatlul Ulama, partai berlambang bulan bintang ini tidak bertahan lama pada
tahun 1960, Masyumi yang diketuai oleh Prawoto Mangkusasmito menyatakan mebubarkan diri.

Kelompok Wahabi ini dikenal sangat massif melalui gerakan Lembaga Dakwah Kampus
yang mereka bentuk sejak lama sebagai wadah kaderisasi, dari LDK ini benih-benih tokoh dan
kelompok Wahabi muncul, pada tahun 1998.21
Relasi antara wahabi dan kelompok-kelompok garis keras lokal memang tidak bisa
sepenuhnyaditunjukkan secara organisatoris struktural, karena lazimnya mereka malu disebut kaki
tangan wahabi. Disamping ada kontak-kontak dengan tokoh-tokoh garis keras transnasional,relasi
mereka juga berdasarkankesamaan orientasi, ideologi dan tujuan gerakan. Kelompok-kelompok
ini memiliki relasi dengan organisasi transnasional yang diyakini berbahaya dan mengancam
pancasila, nkri, dan UUD 1945, disamping ancaman bagi islam indonesia yang santun dan toleran.
Di Indonesia para penganut Wahabi lebih senang menyebut diri mereka sebagai orang
salaf, atau orang yang memurnikan ajaran Islam sesuai tuntunan Nabi Muhammad, pena-maan
salaf ini tidak terlepas dari masyarakat pada umumnya yang menuduh Wahabi se-bagai
pemahaman yang selalu menuduh pema-haman yang berbeda dengan mereka adalah orang yang
tersesat.
Dalam perkembangnya Wahabi mulai me-lakukan gerakan pembersihan terhadap pema-
haman yang dianggap mereka Tahuyul, Bid’ah dan Khurafat.

20
Zaenal Abidin, “Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-gerakan Radikal Islam di Indonesia”, 143
21
Zaenal Abidin, “Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-gerakan Radikal Islam di Indonesia”, 142

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dewasa ini gerakan Wahabi-Salafi menjadi gerakan yang cukup popular
diberbagai negara dan khususnya dikalangan ma-syarakat Indonesia dengan gerakan
dakwah hijrah, gerakan ini popular dikalangan pengguna media sosial, gerakan dakwah
Wahabi-Salafi pun banyak menimbulkan radikalisme dikalangan umat Islam.
Dampak dari teologi Muhammad bin Abdul Wahab di Indonesia memiliki dua
dampak yakni dampak positif dan negatif. Dampak positif : Umat muslim yang tadinya
cara mengamalkan tauhid belum sempurna dikarenakan tercampur baurnya syariat
Islam dengan Adat, gemar melakukan perbuatan tahayyul, bid’ah dan kurafat (TBC),
minum minuman keras, sabung ayam serta mengkultuskan para wali tarekat berubah
menjadi meninggalkan perbuatan dosa itu. Dampak negative : Dengan hadirnya teologi
ini di Indonesia terjadi perang saudara, dan polemik yang berkepanjangan dikarenakan
kurang saling memahami perbedaan yang ada.

3.2. Saran
Penulis berharap agar makalah ini bermamfaat guna menunjang pemahaman
terhadap mata kuliah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca serta penulis
sendiri. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna perkembangan kedepan
dalam menyusun makalah kembali.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal, Wahabisme, “Transnasionalisme dan Gerakan-gerakan Radikal Islam di Indonesia”,


Tasamuh Vol 12, No. 2, 130-148.John L. Esposito, Unholy War; Teror Atas Nama Islam,
(Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003).

Asrori, Yani, Ahmad, Menuju Khilafah Islamiyyah; Perjuangan Ikhwanul Muslimin. (Yogyakarta:
Syasat Press, 2008)

Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Politik Muslim; Wacana Kekuasaan dan Hegemoni Dalam
Masyarakat Muslim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998).
Esposito, L., John, Unholy War; TerorAtas Nama Islam. (Yogyakarta:Ikon Teralitera, 2003)

Hamid Algar, Wahhabisme: Suatu Tinjauan Kritis. (Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad
Demokrasi, 2011).
Ja’far Subhani, Wahabism, terj. Arif M dan Nainul Aksa, Muhammad bin Abdul Wahab dan
Ajarannya (Cet. I; Citra, 2007)
John L. Esposito, Unholy War; Teror Atas Nama Islam. (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003).

Kawasina. “Muhammad bin Abdul Wahab Sebagai Tokoh Pembaharuan di Mekah”. Skripsi
(Ujung Pandang : Fak. Adab dan Humaniora UIN Alauddin, 1990).
KH. Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di
Indonesia. Jakarta: Gerakan Bhineka Tunggal Ika, The Wahid Institute, Maarif Institute,
2009.
Mansur, Mangasing. “Muhammad ibn Abd al-Wahab Dan Gerakan Wahabi” Hunafa 8, no. 3
(Desember 2018).
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bulan Bintang.
Piscatori, James, dan Dale F. Eickelman, Politik Muslim;Wacana Kekuasaan dan Hegemoni
Dalam MasyarakatMuslim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998)

Sha’ib Abdul Hamid, Ibn Taimiyah, terj. Irwan Kurniawan, Ibnu Taimiyah; Rekam Jejak Sang
Pembaharu (Cet. I; Jakarta: Penerbit Citra, 2009).
Stoddard, L., Arah Baru Islam diIndonesia, (Djakarta, 1966)

Riswandi, R. (2020). Muhammad bin Abdul Wahab Telaah atas Pemikiran Gerakan serta
Dampaknya di Indonesia. Uin Alauddin Makasar, 1–58. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/1178/1/rezki.pdf?cv=1

12
Wahid, Abdurrahman, (ed), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di
Indonesia, (Jakarta: Gerakan Bhineka Tunggal Ika, The WahidInstitute, Maarif Institute,
2009)

13

Anda mungkin juga menyukai