Anda di halaman 1dari 14

Hadis tentang fitrah (sanad dan matan

hadis, kritik sanad dan matan,pemahaman hadis)

Latar Belakang

Hadits Nabi SAW merupakan interpretasi praktis dari al Qur’an dan


penerapan Islam yang ideal dan realistis. Nabi SAW adalah penafsir al Qur’an dan
Islam adalah perwujudannya berdasarkan penjelasan ‘Aisyah RA ketika ditanya
tentang akhlak Rasulullah SAW dan beliau menjawab : akhlak beliau adalah al
Qur’an. Ini adalah isyarat bahwa orang yang ingin mengetahui pendekatan praktis
tentang Islam dengan karakteristik dan unsur-nya hendaknya mengenal lebih
dekat hadits-hadits Nabi baik yang berbentuk ucapan, perbuatan dan penetapan.1

Mengenal lebih dekat berarti memahami secara mendalam hadits-hadits


Nabi SAW. Paling tidak ada tiga prinsip yang harus dipedomani dalam
memahami hadits. 1) otentikasi bukti dan validitas hadits : bukti dan validitas
hadits benar-benar otentik sesuai dengan standar ilmiyah yang telah disusun para
ulama hadits yang mencakup sanad dan matan secara utuh baik hadits qauli, fi’li
maupun taqriri. Oleh karena itu, seorang peneliti hadits perlu merujuk kepada
orang-orang yang memiliki otoritas dalam bidang hadits yang telah menghabiskan
usianya melakukan studi dan penelitian serta penilaian kevalidan hadits dan
tidaknya, diterima dan tidaknya. 2) Pemahaman yang baik terhadap sunnah seperti
pemahaman tentang teks hadits sesuai petunjuk bahasa dan susunannya, asbabul
wurud, nuansa teks-teks al Qur’an dan Sunnah yang lain, kerangka prinsip umum,
tujuan-tujuan umum syariat Islam, pembagian kepada tasyri’ dan ghairu tasyri’,
khas dan muaqqat dan sebagainya. 3) Integritas teks hadits dengan al Qur’an dan
hadits-hadits lain yang lebih banyak jumlahnya, lebih valid, lebih sesuai dengan
ajaran pokok dan lebih layak dijadikan sebagai tujuan umum syariat.2

Merujuk kepada dasar-dasar pemahaman sunnah di atas, maka


menjadikan kitab-kitab hadits yang disusun para ulama yang memiliki otoritas
1
Al Qardhawi, Yusuf, Kaifa Nata’amal Ma’assunnah Nabawiyah ( Darul al Syuruq, th. 1968)
hal. 25
2
Loc Cit, Hal : 43-45
dalam bidang hadits sebagai sumber pengkajian dan penelitian menjadi sangat
penting bagi para peneliti hadits. Tidak hanya berpedoman kepada kitab-kitab
hadits, akan tetapi para peneliti hadits dituntut penguasaan bahasa arab dan ilmu
musthalah hadits. Memahami hadits tentang fitrah yang akan dibahas dalam
makalah ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip ini dengan merujuk kepada
penjelasan-penjelasan para ulama hadits yang dituangkan dalam karya-karya
mereka, antara lain yaitu Kitab Shahih Imam Bukhari.

Imam Bukhori dalam kitabnya “Shohih al Bukhori”3 menyebutkan hadits


tentang fitrah secara berulang pada lima tempat, dalam kitab janazah hadits nomor
1270-1271 dan 1296, dalam kitab tafsir al qur’an hadits nomor 4402 dan kitab
qadar hadits nomor 6110.4 Objek pembahasan dalam makalah ini adalah hadits
nomor 1271 dan 1296 yang keduanya terdapat dalam bab janazah dengan alasan
matan hadits tersebut redaksinya sama, akan tetapi memiliki jalur periwayatan
yang berbeda meski keduanya bermuara kepada az Zuhri dari Abu Salamah bin
Abdurrahman dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah SAW.

Masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana
sanad, matan, kritik sanad dan pemahaman hadits tentang fitrah?. Tujuannya
adalah implementasi teori ilmu hadits tentang kritik sanad dan matan yang sudah
dibahas pemakalah sebelumnya.

Teks Hadits dan Terjemahannya

َ َ ْ َ ّ ْ ُّ ْ َ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ َّ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ
‫)ح دثنا عب دان أخبرن ا عب د الل ِه أخبرن ا ي ونس عن الزه ِر ِي أخب ر ِني‬1271(
َ‫ال َق ال‬ َّ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َ َّ َ َ ْ َّ
َ ‫الل ُه َع ْن ُه َق‬ ْ َ ُ ْ َ َ َ َ َُ
‫أب و س لمة بن عب ِد ال رحم ِن أن أب ا هري رة ر ِض ي‬
ْ ْ َ َ ‫َ ُ ُ َّ َ َّ َّ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ ْ ُ اَّل‬
‫ود ِإ ُيول ُد َعلى ال ِفط َر ِة‬ ٍ ‫رس ول الل ِه ص لى الله علي ِه وس لم م ا ِمن مول‬

3
. Nama judul asli kitab shahih al Bukhari adalah “ al Jami’ as Shahih al Musnad Min Hadits
Rasulullah Shalla Allahu ‘Alaihi Wa Sallam Wa Sunanihi Wa Ayyamihi” Lihat Ibnu Hajar, Ahmad bin
Ali, Hadyu As Sari Muqaddimah Fath al Bari’ (Daar el Fikr, Tanpa Tahun), Hal : 8
4
. https://carihadis.com/?teks=‫ الفطرة‬+‫على‬+‫يولد‬
ً ُ ْ ُْ َ َ ّ ‫َف َأ َب َو ُاه ُي َه ّو َدان ه َو ُي َن‬
‫ص َرا ِن ِه أ ْو ُي َم ِ ّج َس ا ِن ِه ك َم ا تن َت ُج ال َب ِه َيم ة َب ِه َيم ة َج ْم َع َاء‬ ِ ِ ِ ِ
َ ْ َّ َ َ ُ
ُ ‫ون ِف َيه ا ِم ْن َج ْد َع َاء ث َّم َي ُق‬ َ ‫َه ْل ُتح ُّس‬
‫ول أ ُب و ُه َر ْي َرة َر ِض َي الل ُه َع ْن ُه ِفط َرة‬ ِ
5 ُ ّ َ
ْ ُ ‫الد‬ َ َّ
ّ ‫يل ل َخلق الله ذل َك‬ ْ َ ْ ‫اَل‬ َ
َ َ ْ َ َ َّ َ َ َ َّ َّ
‫ين الق ِيم‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫ا‬‫ه‬‫ي‬‫ل‬ ‫ع‬ ‫اس‬ ‫الن‬ ‫ر‬ ‫ط‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫ت‬ِ ‫الل ِه‬
‫ال‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami ['Abdan] telah mengabarkan
kepada kami ['Abdullah] telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dari [Az
Zuhriy] telah mengabarkan kepada saya [Abu Salamah bin 'Abdurrahman]
bahwa [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Telah bersabda Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam: "Tidak ada seorang anak pun yang terlahir kecuali
dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah
yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi
sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan
sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya". Kemudian Abu Hurairah
radliallahu 'anhu berkata, (mengutip firman Allah subhanahu wata'ala QS Ar-
Ruum: 30 yang artinya: ('Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus").
َ َ َ ُّ ‫) َح َّد َث َنا َآد ُم َح َّد َث َنا ْاب ُن َأبي ذ ْئب َع ْن‬1296(
‫الز ْه ِر ّ ِي َع ْن أ ِبي َس ل َمة ْب ِن َع ْب ِد‬ ٍ ِ
َْ َ ُ َّ َّ َ ُّ َّ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ َّ َ ِ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ ْ َّ
‫ال رحم ِن عن أ ِبي هري رة ر ِض ي الله عن ه ق ال ق ال الن ِبي ص لى الله علي ِه‬
َ ّ ‫ول ُد َع َلى ْالف ْط َرة َف َأ َب َو ُاه ُي َه ّو َدان ه َأ ْو ُي َن‬
َ ُ ُ ْ َ ُّ ُ َ َّ َ َ
‫ص َرا ِن ِه أ ْو‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ود ي‬ ٍ ‫وس لم ك ل مول‬
6َ َ ْ َ َ َ ْ ُْ ْ َ َ
‫ُي َم ِ ّج َسا ِن ِه ك َمث ِل ال َب ِه َيم ِة تن ِت ُج ال َب ِه َيمة َه ْل ت َرى ِف َيها جدعاء‬

Artinya : telah menceritakan kepada kami [Adam] telah menceritakan


kepada kami [Ibnu Abu Dza'bi] dari [Az Zuhriy] dari [Abu Salamah bin
'Abdurrahman] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu
menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat
padanya?"

Skema Jalur Sanad

Jalur sanad kedua hadits di atas dapat dilihat pada skema di bawah ini :

5
. Imam al Bukhori, Shohih al Bukhori, ( Daar El Fikr, Tanpa Tahun) Jilid I, Juz II, Hal : 97
6
Loc Cit, Hal : 104
Nabi SAW

Abu Hurairoh RA

Abu Salamah

Az Zuhri

Yunus Ibnu Abi Zi’bin

Abdullah Adam

Abdan

Bukhori

Kualitas Hadits

Menilai hadits shahih atau dha’if hanya dapat dilakukan dengan


mengetahui syarat-syarat hadits shahih,7 apabila sebuah hadits memenuhi syarat-
syarat hadits shahih maka hadits tersebut adalah shahih dan apabila syarat-

7
. Syarat-syarat hadits shahih ada lima yaitu : 1) Ittishal as Sanad [ Masing-masing perawi hadits
menerima hadits dari perawi hadits di atasnya secara talaqqi. Dengan demikian, hadits mursal dan munqati
seperti hadits mu’allaq, mu’dhal, mudallas dan mursal khafi tidak termasuk hadits shahih kerena tidak
bersambung sanadnya]. 2) al‘adalah fi al Ruwat [ini adalah salah satu unsur penting diterimanya sebuah
riwayat. Al ‘adalah merupakan kemampuan yang mendorong perawi hadits kepada ketaqwaan, sehingga yang
bersangkutan menghindari kemaksiatan, dusta dan sesuatu yang merusak kewibawaan (al muru’ah). 3) al
Dhabt, [ perawi hadits kuat hafalannya dan sesuai dengan kitab yang ditulisnya. 4) ‘adam asy syudzudz
[Hadits yang disampaikan perawi yang tsiqoh tidak berbeda dengan hadits yang disampaikan perawi yang
lebih tsiqoh. 5) ‘adam al i‘ilal [ hadits yang disampaikan perawi tidak terdapat cacat atau terlepas dari sifat
cacat yang tersembunyi yang dapat merusak ke-shahihan-nya]. Lihat As Syaharzawiri, Abu ‘Amr Utsman bin
Abdurrahman, Ulum al Hadits Li Ibni Shalah, ( Daar El Fikr, Bairut, Libanon, Th. 1986) Tahqiq wa Syarh
Nuruddin ‘Atar Hal : 12-13.
syaratnya tidak terpenuhi maka hadits tersebut adalah hadits dha’if.8 Atau dengan
kata lain, hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih adalah hadits maqbul,
sedangkan yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syaratnya adalah hadits
mardud.9

Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan keduanya adalah


hadits shahih baik dari segi sanad dan matannya berdasarkan konsensus ulama
hadits. Ibnu Shalah mengatakan bahwa orang pertama menyusun kitab hadits
shahih adalah Imam Bukhari, kemudian disusul oleh Imam Muslim,10 dan kitab
shahih Bukhari lebih shahih dari pada kitab shahih muslim, namun demikian
kedua kitab yang disusunnya adalah kitab paling shahih setelah al Qur’an. 11
Alasan kitab shahih Bukhari lebih shahih dibandingkan dengan kitab shahih
muslim karena Imam Bukhari mensyaratkan dalam periwayatan seorang perawi
hadits harus bertemu langsung dengan perawi hadits di atasnya, sedangkan Imam
Muslim mensyaratkan seorang perawi cukup dengan hidup sezaman dengan
perawi hadits di atasnya disertai kemungkinan bertemu meskipun tidak ditetapkan
pertemuannya.12 Ini menjadi alasan bahwa kedua hadits di atas adalah hadits
shahih karena semua isnadnya dalam setiap tingkatannya. Demikian pula dengan
matannya.

Kritik Sanad

Terdapat dua kriteria isnad hadits dikatakan shahih atau maqbul, yaitu
‘adil dan dhabit. Yang dimaksud dengan ‘adil ialah perawi tersebut muslim, balig,
berakal sehat, bersih dari sebab-sebab kefasikan dan sesuatu yang merusak

8
. Abu Bakar,Umar Aiman, at Ta’sis Fi Fanni Dirasat al Asanid (Maktabah Al Ma’arif, Riyadh,
Tanpa Tahun) Hal : 19.
9
. al Idbili, Shalahuddin bin Ahmad, Manhaj Naqd al Matni ‘Inda ‘Ulama al Hadits an Nabawi
(Daar al Afaq al Jadidah, Bairut, Libanon, Tanpa Tahun) hal : 9
10
. As Syaharzawiri, Abu ‘Amr Utsman bin Abdurrahman, Ulum al Hadits Li Ibni Shalah, ( Daar
El Fikr, Bairut, Libanon, Th. 1986) Tahqiq wa Syarh Nuruddin ‘Atar Hal : 17. Nama lengkap Imam Bukhari
adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al Mughiroh bin Bardizbah al Bukhari al Ju’fi.
Sedangkan nama lengkan Imam Muslim adalah Abul Husain Muslim bin al Hajjaj bin Muslim al Qusyairi al
Naisaburi.
11
. Loc Cit, Hal : 18
12
. al ‘Utsaimin, Muhammad bin Sholih, Syarh al Arbain an Nawaiyah (Muassasah al Syaikh
Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, Saudi Arabia, Cet : V, Thn : 1436 H) hal : 26
kewibawaan (muru’ah), sedangkan dhabit yaitu perawi hadits hafalannya kuat,
terhindar dari kesalahan, keraguan dan kelalaian. Perawi hadits dikatakan ‘adil
dengan pernyataan ulama al Jarh wa at Ta’dil yang telah dituangkan dalam kitab-
kitabnya atau karena perawi tersebut sudah dikenal kejujuran dan keadilannya
serta keistiqomahannya, seperti Malik bin Anas, Sufyan al Tsauri, Sufyan bin
‘Uyainah, al Auza’i, al Laits bin Sa’ad dan sebagainya. Keadilan mereka tidak
perlu menanyakan kepada ulama al Jarh wa at Ta’dil. 13

Membuktikan kualitas sanad hadits di atas perlu disajikan biografi para


perawi dan penilaian para kritikus hadits terhadap para perawi tersebut. Para
perawi hadits dimaksud adalah Abu Hurairah, Abu Salamah bin Abdurrahman, Az
Zuhri, Yunus, Ibnu Abi Zi’bin, Abdullah, Adam dan Abdan.

a. Abu Hurairah.

Abu Hurairah adalah sahabat Nabi SAW, nama aslinya Abdurrahman bin
Shakr Ad Dausi. Nama ini paling masyhur untuk menunjukan nama aslinya dan
nama bapaknya. Imam Nawawi mengatakan nama ini adalah yang paling shahih
di antara nama-nama asli lainnya. 14 Ibnu Ishaq mengatakan pada zaman jahiliyah
Abu Hurairah bernama Abdu Syamsi bin Shakhr, lalu setelah masuk Islam diganti
oleh Rasulullah SAW dengan Abdurrahman dan dijuluki Abu Hurairah
(bapak/pemilik kucing) karena kecintaanya pada kucing.15

Abu Hurairah termasuk sahabat Nabi SAW yang paling banyak


meriwayatkan hadits pada masanya,16 yaitu sebanyak 5374 hadits.17 Menurut
Imam Bukhari lebih dari 800 orang sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits

13
. At Tahhan, Mahmud, Ushul at Takhrij wa Dirasat al Asanid (Maktabah al Ma’arif, Riyadh,
Cet. III, Thn. 1996) Hal : 140-141
14
. Al ‘Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar, al Ishabah Fi Tamyiz As Shahabah (Daar El Kutub Al
‘Ilmiyah, Bairut, Libanon, Cet : I, Thn : 1995) Juz : IV, Hal : 267.
15
. Loc. Cit : Juz VII, Hal : 349
16
. Loc. Cit, Hal : 354
17
. al Maliki, ‘Alwi ‘Abbas dan an Nuri, Hasan Sulaiman, Ibanatul Ahkam Syarh Bulug al
Maram (Daar al Tsaqafah al Islamiyah, Tanpa Tahun) Juz I, Hal : 31
darinya, antara lain Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar, Jabir, Anas dan Watsilah bin al
Asqa’. Berdasarkan penuturan al Khalifah, ia wafat pada tahun 57 H, menurut al
haitsam bin Ady pada tahun 58 H, sedangkan menurut al Waqidi pada tahun 59 H
dalam usia 78 tahun dan dimakamkan di Kota Madinah.18

Dalam kaidah umum ilmu hadits bahwa seluruh sahabat adalah adil, 19
maka dari itu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dapat diterima.

b. Abu Salamah

Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Abd al-Rahman bin ‘Auf al-
Zuhri. Ia termasuk salah seorang tabi’in yang menetap dan meninggal di Madinah
pada tahun 94 H. Guru Abu Salamah diantaranya adalah Abu Hurairah, Ibrahim
bin ‘Abdullâh bin Qaridl, Abu al-Radad, Abu Sufyân bin Sa’id bin Mughirah,
Usamah bin Zaid bin Haritsah, Abu Hurairah, dan lain-lain. Sedangkan Murid
Abu Salamah antara lain adalah Ibrahim bin ‘Ablah Syamr bin Yaqdlan, Ibrahim
Sa’ad bin Ibrahim, Ismail bin Umayyah, Muhammad bin Muslim bin Syihab al-
Zuhri, dan lain-lain.

Penilaian kritikus hadis terhadapnya dapat dilihat sebagaimana yang


disampaikan oleh Abû Zar’ah al-Râzi yang mengatakan bahwa ia adalah tsiqah
(orang yang terpercaya),20 imam (panutan). Ibn Sa’ad menilainya tsiqah. Al-
Dzahabi menilainya ahad al-aimmah (salah seorang imam/panutan). Adapun Ibn
Hibban memasukkannya ke dalam kitab Al- Tsiqât-nya.21

. Ibnu Al Atsir, Usdul Ghabah Fi Ma’rifat As Shahabah (Daar Ibnu Hazm, Cet. I, Thn : 2012)
18

Hal : 1412
19
. Semua sahabat Nabi saw yakni orang Islam yang pernah bergaul atau melihat Nabi dan
meninggal dalam keadaan Islam dinilai bersifat adil berdasarkan kesepakatan jumhur ulama dan ahli sunnah
wal jama’ah. Argumen yang mendasari sifat adilnya para sahabat Nabi adalah dalil-dalil al- Qur’an, hadits
Nabi, dan ijma’ ulama. Lihat Nuruddin ‘Atar, Manahij al Muhadditsin al ‘Ammah fi al Riwayah wa al
Tashnif (at Taibah al Dimasyqiyah, Cet. I, Thn. 2008) Hal : 54
20
. Istilah tsiqah digunakan untuk menyatakan gabungan dua kriteria, yaitu kapasitas moral
(‘âdil/keadilan) dan kapasitas intelektual (dhâbith/kuat hafalan) dari periwayat hadits, sehingga memiliki
tingkatan keterpercayaan yang dapat diterima dan dijadikan hujjah oleh ulama.
21
. Al ‘Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar, Tahzib At Tahzib (Mu’assasah Ar Risalah, Mesir, Th.
1995) Juz : IV, Hal : 531-532
c. Az Zuhri

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaid Allâh bin
bin ‘Abd Allâh bin Syihâb bin ‘Abdillâh bin al-Hârith bin Zuhrah bin Kilâb bin
Murrah al-Quraisyi al-Zuhri al-Madani. Ia adalah salah seorang Imam dan ulama
Hijaz dan Syam. Ia meninggal pada tahun 124 H. Gurunya antara lain adalah
‘Abdullâh bin ‘Umar bin al-Khaththâb, ‘Abdullâh bin Ja’far, Rabî’ah bin ‘Abbâd,
al-Mismar bin Makhramah, Anas, Jâbir, ‘Abdullâh bin ‘Âmir bin Rabî’ah, Abû al-
Thufail, dan lain-lain. Muridnya di antaranya adalah ‘Athâ` bin Abi Rabâh, Abu
al-Zubair al- Makki, ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azîz, ‘Amr bin Dînar, al-Auza’i, Shâlih
bin Kaisân, Yunus bin Yazid, Ma’mar, al-Zubaidi, dan lain-lain.

Penilaian kritikus hadits seperti Ibn Sa’ad menyatakan bahwa al-Zuhri


adalah tsiqah, al-Khathîb mengatakan dia adalah mutqin (orang yang teliti), ‘alim
(orang yang ahli), dan hafidz (orang yang hafal). Ibn Hibban memasukkannnya ke
dalam kitab Al-Tsiqât-nya.22

d. Yûnus bin Yazîd (w. 159 H)

Nama lengkapnya adalah Yûnus bin Yazîd bin Abi al-Najjâd. Ia juga
dikenal dengan Ibn Musykân bin Abi al-Najjâd. Gurunya antara lain adalah Abu
‘Ali bin Yazid, al-Zuhri, Nâfi’ (maula Ibn ‘Umar), Hisyâm bin ‘Urwah,
‘Ikrimah, ‘Umârah bin Ghaziyyah, dan lain- lain. Muridnya antara lain Jarîr,
‘Amr bin al-Hârits, ‘Anbasah bin Khâlid bin Yazid, (‘Abdullah) Ibn al-Mubarak,
al-Laits, al-Auza’i, Sulaiman bin Bilâl, dan lain-lain.

Penilaian kritikus hadis terhadapnya antara lain dikatakan oleh ‘Abdullah


bin al-Mubarak yang menilainya kitabuhu shahih (kitabnya baik/valid), Yahya bin
Ma’în mengatakan tsiqah (orang yang terpercaya), al- Nasâ’i menyatakan tsiqah,

. Ibid, Juz III, hal. 696-697


22
al-‘Ijli mengatakan tsiqah, dan Abu Zur’ah menilainya la ba’sa bihi (dia tidak
bermasalah/orang yang tidak cacat).23

e. Ibnu Abi Zi’b ( w. 159 H)

Nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman bin al Mugiroh bin al


Harits bin Abi Zi’b. Nama asli Abu Zi’b adalah Hisyam bin Syu’bah. Guru-guru
Ibnu Abi Zi’b yaitu Ikrimah, Syurahbil bin Sa’ad, Sa’id al Maqburi, Nafi’ al
Umri, Asid bin Asid al Barrad, Shaloh Maula Tauma’ah, Syu’bah Maula Ibnu
‘Abbas, al Harits bin Abdirrahman al Quraisy, Muslim bin Jundab, Ibnu Syihab
Az Zuhri, Qasim bin Abbas, Muhammad bin Qais, Ishaq bin Yazid al Huzalli,
Zabriqan bin Amr bin Umayyah al Dhamiri, Said bin Sam’an, Ustman bin
Abdillah bin Suraqah, Muhammad bin al Munkadir dan lain sebagainya.

Sedangkan murid-muridnya antara lain Ibnul Mubarak, Yahya bin Sa’id


al Qattan, Ibnu Abi Fudaik, Syababah bin Sawwar, Abu ‘Ali al Hanafi, Hajjaj bin
Muhammad, Abu Nu’aim, Waki’, Adam bin Abi Iyas, al Qa’nabi, Asad bin Musa,
‘Ashim bin Ali, Ahmad bin Yunus al Yarbu’i dan lain sebagainya.

Penilaian kritikus hadits terhadapnya dikemukakan oleh Imam Ahmad bin


Hanbal dan Yahya bin Ma’in bahwa ia adalah tsiqah (dapat dipercaya). Al
Waqidi dari saudaranya Ibnu Abi Zi’b menyebutkan bahwa ia penghafal hadits.
Menurut Hammad bin Khalid bahwa ia menyerupai sa’id bin musayyab yang
hanya berkata benar.24

f. Abdullah (w. 181 H)

Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abd al-Rahmân ‘Abd Allâh bin al-
Mubârak bin Wâdhih al-Handlali al-Tamimi al-Marwazi. Gurunya antara lain
Sulaimân al-Taimi, Humaid al-Thawîl, Ismâ’îl bin Abi Khâlid, Yahya bin Sa’îd
al-Anshâri, Sa’ad bin Sa’îd al-Anshâri, Ibrâhim bin Abi ‘Ablah, Khaldah Khâlid

. Ibid., Juz III, hlm. 723-724


23

. Siyar A’lam an Nubala : Juz VI, Hal : 565-567


24
bin Dînâr, ‘Âshim al-Ahwal, Yunus bin Yazîd, dan lain-lain. Muridnya antara lain
al-Tsauri, Ma’mar bin Râsyid, Abu Ishâq al- Fazâri, Ja’far bin Sulaimân al-
Dhab’i, Baqiyyah bin al-Walîd, Ibn ‘Uyainah, dan lain-lain.

Penilaian ulama terhadapnya disampaikan oleh al-‘Ijli yang menilainya


tsiqah (orang yang terpercaya), Yahya bin Ma’in juga menilainya tsiqah, dan Ibn
Hibbân memasukkannya ke dalam kitabnya al-Tsiqât.25

g. Adam bin Abi Iyas (132-220 H)

Nama lengkapnya Abul Hasan al Khurasani al Marruzi al Baghdadi al


‘Asqalani. Ayahnya bernama Nahiyah bin Syu’aib, ada pula yang mengatakan
Abdurrahman. Abul Hasan berguru kepada Ibnu Abi Zi’b, Mubarak bin Fadhalah,
Syu’bah Ibnul Hajjaj, al Mas’udi, al Laits, Warqa, Hammad bin Salamah, Syaiban
an Nahwi, Israil bin Yunus, Hafs bin Maisarah dan lain-lain.

Sedangkan murid-muridnya yaitu Imam Bukhari, Ahmad bin al Azhari,


Ahmad bin Abdullah al ‘Akkawi, Ismail Sammuyah, Hasyim bin Martsad at
Thabarani, Ishaq bin Suwaid al Ramli, Abu Zar’ah ad Dimasyqi, Abu Hatim ar
Razi, Tsabin bin Nu’aim al Huji, Ibrahaim bin Dizil dan lain sebagainya.

Penilaian ulama terhadapnya sebagaimana dikemukanan oleh Abu Hatim


ar Razi ia adalah tsiqah ma’mun (orang terpercaya lagi kredibel). Imam Ahmad
menyebutnya dhabit al hadits (termasuk orang kuat hafalannya dan tulisannya).26

h.Abdan (w. 221 H)

Nama lengkapnya adalah ‘Abd Allâh bin Utsmân bin Jabalah bin Abi
Rawwâd al-Azdi al-‘Ataki, yang kemudian diberi gelar ‘Abdân. Ia meninggal
pada tahun 221 H. Gurunya antara lain ayahnya yang bernama Abu Hamzah al-
Sukari, Yazîd bin Zurai’, Ibn al-Mubârak, Jarîr bin ‘Abd al-Hamîd, Syu’bah,

. Ibid. Juz IV, hlm. 474-475.


25

. Kitab Siyar A’lam an Nubala (al Maktabah As Syamilah) Juz. VIII, hal. 408
26
Hammâd bin Zaid, Isâ bin ‘Ubaid, Muslim bin Khâlid al-Zanji, dan lain- lain
Muridnya antara lain al-Bukhari, Muhammad bin ‘Abd Allâh bin Quhzâdz,
Ahmad bin Muhammad bin Syibawaih, Muhammad bin ‘Ali bin al-Hasan, dan
lain-lain

Penilaian ulama terhadapnya menurut pernyataan Abu Rajâ’


Muhammad, dia adalah tsiqah ma’mun (orang terpercaya lagi kredibel), Imam
al-Hâkim mengatakan dia adalah imam ahl al-hadits bi baladih (imam ahli hadis
di negaranya). Imam al-Bukhari meriwayatkan hadis darinya sebanyak 110
hadis. Ibn Hibban memasukkannya ke dalam kitabnya al- Tsiqât.27

Dapat dipahami bahwa kedua hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari


dikenal dengan hadits shahih. Hadits yang demikian diyakini oleh umat sebagai
hadis yang memiliki tingkat kualitas yang tertinggi. Bahkan seluruh ulama telah
mencapai konsensus bahwa dua kitab hadis sahih (al-shahihan) yakni shahih
Bukhari dan Shahih Muslim adalah ashahh al-kutub ba’da al-Qur’an (kitab
yang paling sahih sesudah al-Qur’an). Oleh karena itu, dari segi kehujjahan
hadis tersebut tidak perlu diragukan.

Kritik Matan

Para ulama hadits menyaratkan validitas matan hadits dengan dua kriteria,
yaitu : Pertama matan hadits tidak janggal (syadz). maksudnya adalah hadits yang
diriwayatkan dengan isnad yang shahih tidak bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan dengan isnad yang lebih shahih dan lebih terpercaya. Apabila hadits
dengan isnad yang shahih bertentangan dengan hadits yang isnadnya lebih shahih
maka hadits tersebut isnadnya shahih dan matannya janggal. Hadits tersebut
masuk dalam kategori hadits dha’if, meskipun sanadnya shahih. Sedangkan hadits
yang isnadnya lebih shahih disebut isnadnya shahih dan matanya mahfuz, maka
hadits tersebut adalah hadits shahih.

. Ibid., Juz II, hlm. 415-416


27
Kedua, matan hadits tidak cacat. Maksudnya adalah pada matan hadits
tidak terdapat kalimat atau kata yang bukan ucapan Nabi SAW di mana kalimat
atau kata tersebut adalah delusi dan perawi hadits sendiri tidak tahu, seperti yang
terjadi pada Tsabit bin Musa al Zahid ketika datang menemui Syarik bin Abdullah
dan al Mustamalli sedang bersamanya. Syarik mengatakan : telah menceritakan
kepada kami al A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda. Syarik belum sempat menyebutkan matan haditsnya dan ketika melihat
Tabit ia berkata : barang siapa yang sering shalat malam maka wajahnya akan
berseri-seri di siang hari. Yang dimaksud dari ucapan Syarik adalah Tsabit karena
kezuhudan dan kewara’annya. Tsabit mengira yang dibacakan oleh Syarik adalah
hadits yang diriwayatkan kepadanya dengan isnad yang marfu’, kemudian setelah
itu Tsabit menceritakan hadits tersebut yang diriwayatkan dari Syarik.28

Memperhatikan kedua matan hadits di atas tidak terdapat kejanggalan dan


tidak cacat, meskipun terjadi perbedaan pada permulaan matannya, yang pertama
di awali dengan kalimat ma min dan yang kedua di awali dengan kalimat kullu,
namun makna kedua kalimat tersebut mempunyai pengertian yang sama. Makna
ma min tidak ada satupun dan kullu berarti semua. Tidak ada satupun berarti
semua. Demikian kedua hadits di atas baik dari segi sanad dan matan adalah
shahih atau maqbul, karena keduanya memenuhi kriteria diterimanya sanad dan
matan.

Pemahaman Makna Hadits

Dalam pengertian yang sederhana kata fithrah dimaknai suci dan potensi.
Secara etimologi, kata fithrah berasal dari bahasa arab, artinya naluri, pembawaan
(khilqah), islam, permulaan (bada’ah), inkar dan menerima atau iman dan kufur,
perjanjian di alam kandungan dan sesuatu yang diputarbalikan oleh Allah SWT di
dalam hati manusia.29 Di antara makna-makna tersebut yang paling masyhur

28
. al Idbili, ibid, Hal. 32-33
29
. Al ‘Aini, Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari (Daar al Kutub al ‘Ilmiyah, Bairut, Libanon,
Cet. I, Th. 2001) Juz. 8, hal : 259
adalah Islam.30 Menurut Imam Bukhari fithrah adalah Islam sebagaimana tersebut
dalam ayat al Qur’an surat arrum ayat 30 yaitu Islam.31 Quraisy Shihab dalam
Wawasan Al Qur’an menjelaskan istilah fitrah diambil dari akar kata al-fithr yang
berarti belahan. Dari makna ini lahir makna-makna lain, antara lain pencipta atau
kejadian.32

Dalam gramatika bahasa Arab, sumber kata fithrah wazannya fi’lah, yang
artinya al-ibtida’, yaitu menciptakan sesuatu tanpa contoh. Fi’lah dan fithrah
adalah bentuk masdar (infinitif) yang menunjukkan arti keadaan. Demikian pula
menurut Ibnu Katsir dan Ibn al-Qayyim karena fithr artinya menciptakan, maka
fitrah berarti keadaan yang dihasilkan dari penciptaan itu. lafadz fithrah tidak
pernah dikemukakan dalam al-Quran dalam konteksnya selain dengan manusia.33

Fithrah manusia berbeda dengan watak (thabi'at). Juga berbeda dengan


naluri (gharizah). Watak atau tabi'at adalah sifat dasar, seperti kalimat watak
oksigen adalah mudah terbakar. Jadi watak adalah karakteristik yang terdiri dari
bentuk, dan materi (maddah). Inilah yang merupakan watak atau thabi'at suatu
benda. Sedangkan naluri atau gharizah adalah sifat dasar. Sifat dasar ini bukan
muktasabah (bukan diperoleh). Misalnya, anak cicak begitu lahir langsung bisa
lari. rayap, meskipun binatang kecil namun mampu membangun rumahnya dari
tanah layaknya rumah tingkat yang indah dan megah. Inilah yang disebut naluri
(gharizah). Dalam naluri tidak terdapat kesadaran yang penuh. Untuk binatang,
fithrah ini disebut naluri. Fithrah sama dengan watak (thabi'at) dan naluri ini juga
bukan diperoleh melalui usaha (muktasabah). Bukan pula karena khuduri
(perolehan). Istilah fithrah lazimnya untuk manusia, naluri lazimnya untuk hewan,
dan watak lazimnya untuk benda.34

30
. Al Asqalani, Ahmad bin Hajar, Fathul Bari Syarh Shahih al Bukhari ( al Maktabah as
Salafiyah, Riyadh, Tanpa Tahun) Kitab al Janaiz, Juz. III, Hal : 248
31
. Ibid, Kitab Tafsir Juz VIII, Hal. 512
32
. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‘an (Bandung: Mizan, 1996), cet. ke-1, hlm. 283
33
. Murtadha Muthahhari, Fitrah (Jakarta: Paramadina, 1989), cet. ke-1, hlm. 6- 17
34
. Ibid. hlm. 17-20
At Thayibi menjelaskan bahwa huruf min yang bermakna istighraqiyah
(penyerapan) apabila berada dalam struktur kalimat negatif bermakna umum,
berarti semua manusia lahir atas perintah dan fithrah menunjukan salah satu dari
kategori perintah tersebut. Maknanya adalah manusia menurut asal penciptaanya
sudah memperoleh petunjuk dan siap menerima agama, orang yang meninggalkan
fithrahnya maka tak terlepas darinya, karena agama akan tetap berada di dalam
jiwanya, kalau pun berubah disebabkan adanya pengaruh manusia dan tradisi. 35
Al Qurtubi dalam al Mufhim menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan hati
manusia disiapkan untuk menerima kebenaran sebagaimana mata dan telinga
tercipta disediakan untuk melihat dan mendengar, selama fithrah masih menerima
kebenaran ia akan menangkap kebenaran, agama Islam adalah agama kebenaran.36

35
. Al ‘Aini, Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari (Daar al Kutub al ‘Ilmiyah, Bairut, Libanon,
Cet. I, Th. 2001) Juz. 8, hal : 256
36
. Al Asqalani, Ahmad bin Hajar, Ibid, Juz. III, Hal : 249

Anda mungkin juga menyukai