Anda di halaman 1dari 9

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Nama : AFRIANI SIHOMBING


NIM : 1940050165
Kelas : K (eksekutif)
Dosen : I Dewa Ayu Widyani, SH. MH.

1. Jelaskan Sejarah Azas azas umum pemerintahan yang baik /


layak
Sejak dianutnya konsepsi Negara Kesejahteraan atau welfare state, yang
menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan umum warga negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini
pemerintah diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan
kehidupan masyarakat, yang campur tangan ini tidak saja berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan, tetapi dalam keadaan tertentu dapat bertindak
tanpa bersandar pada peraturan perundang-undangan dan berdasarkan pada
inisiatif sendiri melalui Freies Ermessen, ternyata menimbulkan kekhawatiran di
kalangan warga negara karena dengan Freies Ermessen muncul peluang
terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat, baik
dalam bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detournement de pouvoir,
maupun dalam bentuk willekeur, yang merupakan bentuk-bentuk
penyimpangan tindakan pemerintahan yang mengakibatkan terampasnya hak-
hak asasi warga negara.

Guna menghindari atau meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada


tahun 1946 Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de
Monchy yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif
tentang Verhoogde Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum
bagi rakyat dari tindakan administrasi negara yang menyimpang.

Pada tahun 1950 komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya


tentang verhoogde rechtbescherming dalam bentuk “algemene beginselen
vanbehoorlijk bestuur“ atau asas-asas umum pemerintahan yang baik. Hasil
penelitiankomisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah atau ada beberapa hal
yangmenyebabkan perbedaan pendapat antara komisi de Monchy dengan
pemerintah, yangmenyebabkan komisi ini dibubarkan pemerintah. Kemudian,
muncul komisi van de greenten, yang juga bentukan pemerintah dengan
tugas yang sama dengan de Monchy. Namun, komisi kedua ini juga mengalami
nasib yang sama, yaitu karena ada beberapa pendapat yang diperoleh dari hasil
penelitiannya tidak disetujui oleh pemerintah, dan komisi ini pun dibubarkan
tanpa menmbuahkan hasil.

Agaknya pemerintah Belanda pada waktu itu tidak sepenuh hati dalam upaya
mewujudkan peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan
administrasi Negara. Terbukti dengan dibubarkannya dua panitia tersebut,
ditambah pula dengan munculnya keberatan dan kekhawatiran di
kalangan pejabat dan para pegawai pemerintahan di Nederland terhadap
AAUPB karena dikhawatirkan asas-asas ini akan digunakan sebagai ukuran
atau dasar pengujian dalam menilai kebijakan- kebijakan pemerintah.
Seiring dengan perjalanan waktu, keberatan dan kekhawatiran para pejabat dan
pegawai pemerintahan tersebut akhirnya hilang, bahkan sekarang telah diterima
dan dimuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Belanda.

2. Fungsi dan arti pentingnya Azas azas umum pemerintahan


yang baik (AAUPB)
Pada awal kemunculannya, AAUPB hanya dimaksudkan sebagai sarana
perlindungan hukum (rechtsbescherming) warga negara dari tindakan pemerintah
yaitu sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi, di samping
sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintahan. J.B.J.M. ten
Berge menyebutkan bahwa, “kita menemukan abbb dalam dua varian, yaitu sebagai
dasar penilaian bagi hakim dan sebagai norma pengarah bagi organ
pemerintahan”. Dalam perkembangannya, AAUPB memiliki arti penting dan fungsi
sebagai berikut:

a. Bagi Administrasi Negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan


penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-
undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu sekaligus
membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara
mempergunakan freies Ermessen/melakukan kebijaksanaan yang jauh
menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian
administrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan onrechtmatigedaad
(perbuatan melawan hukum), detournement de pouvoir (penyalahgunaan
kekuasaan), abus de droit (tindakan sewenang wenang), dan ultravires
(bertindak diluar kekusaan).
b. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat
dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal
53 UU No. 5/1986 tentang PTUN.
c. Bagi Hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan
membatalkan keputusan yang dikeluarkan Badan atau Pejabat TUN.
d. Kecuali itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam
merancang suatu undang-undang.

3. Sebutkan macam macam dan berikan pengertian nya tentang


azas azas umum pemerintahan yang baik tersebut.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia secara yuridis formal


terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yaitu sebagai
berikut:

1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara;
2. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara
negara;
3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
4. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;
5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban penyelenggara negara;
6. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 tentang
PTUN, asas-asas tersebut telah dicantumkan secara tegas dan dijadikan alasan
mengajukan gugatan, sebagaimana terdapat pada Pasal 53 ayat (2) yaitu sebagai
berikut: “Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Dalam penjelasan huruf b disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Asas-asas


umum pemerintahan yang baik” adalah meliputi atas: kepastian hukum; tertib
penyelenggaraan negara; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas;
profesionalitas; akuntabilitas, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Macam-macam AAUPB tersebut menurut para ahli, sebagai berikut :

1) Asas Kepastian Hukum


Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum materil, yang
lain bersifat formal. Aspek hukum materil terkait erat dengan asas kepercayaan. Demi
kepastian hukum, setiap keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk
dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya dalam proses peradilan. Adapun aspek
yang bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa keputusan yang
memberatkan dan ketentuan yang terkait pada keputusan-keputusan yang
menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas.
Asas ini berkaitan dengan prinsip dalam Hukum Administrasi Negara, yaitu asas het
vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yang berarti setiap
keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang dikeluarkan dianggap benar
menurut hukum, selama belum dibuktikan sebaliknya atau dinyatakan sebagai
keputusan yang bertentangan dengan hukum oleh hakim administrasi.

2) Asas keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian
atau kealpaan seorang pegawai. Di Indonesia asas keseimbangan ini terdapat contoh
dalam hukum positif yang berisi kriteria pelanggaran dan penerapan sanksinya, yaitu
sebagaimana terdapat dalam pasal 6 PP No.30 tahun 1980.

3) Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan


Asas ini menghendaki agar badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama
(dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Menurut Philipus
M. Hadjon, asas ini memaksa pemerintah untuk melaksanakan kebijakan. Bila
pemerintah dihadapkan pada tugas baru yang dalam rangka itu harus mengambil
banyak sekali keputusan tata usaha negara, maka pemerintah memerlukan aturan-
aturan atau pedoman-pedoman.
Karena tidak ada kasus yang mutlak sama dengan kasus lain kendatipun tampak
serupa, maka ketika pemerintah menghadapi berbagai kasus yang tampaknya sama
itu, ia harus bertindak cermat untuk mempertimbangkan titik-titik persamaan. Asas ini
terkesan kabur bila dikaitkan dengan pendapat Van Vollenhoven, yang menyatakan
bahwa sifat tindakan pemerintah itu kasuistis, artinya suatu peristiwa tertentu tidak
berlaku tindakan yang sama terhadap peristiwa lainnya.

4) Asas Bertindak Cermat atau Asas Kecermatan


Asas ini menghendaki agar pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam
melakukan berbagai aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, sehingga
tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Asas kecermatan mensyaratkan agar
badan pemerintahan sebelum mengambil keputusan, meniliti semua fakta yang relevan
dan memasukkan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Ada
beberapa putusan PTUN yang berkaitan dengan asas kecermatan.
 Putusan PTUN Medan No.70/G/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan para
penggugat terhadap surat pembebasan tugas oleh Kepala Kantor Urusan
Agama. Dalam fundamentum petendinya disebutkan: “bahwa tergugat tidak
meneliti dengan seksama tentang rekayasa pengaduan jemaah Masjid B dan
tidak meniliti tentang hasil pengaduan tersebut.
 Putusan PTUN Medan No.65/G/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan seorang
purnawirawan ABRI berhadapan dengan Kepala Kantor Badan Pertanahan
Kabupaten. Penggugat mendalilkan bahwa tanpa sepengetahuan penggugat,
tergugat telah mengeluarkan sertifikat atas nama AWN, padahal tanah itu milik
penggugat.
 Putusan PTUN Palembang No.16/PTUN/G/PLG/1991 mengenai gugatan
seorang pegawai Universitas Bengkulu terhadap Rektor yang telah memutasikan
dirinya dari jabatan tanpa dibuktikan kesalahannya dulu. Tindakan Rektor
dipersalahkan karena dalam keputusannnya melanggar asas kecermatan formal.

5) Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan


Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintahan harus
mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan
keputusan dan sedapat mungkin alasan atau motivasi itu tercantum dalam keputusan.
Menurut SF.Marbun, setiap keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang
dikeluarkan harus didasari alasan dan alasannya harus jelas,terang, benar, objektif, dan
adil.
Motivasi perlu dimasukkan agar setiap orang dapat dengan mudah mengetahui alasan
atau pertimbangan dikeluarkannya keputusan tersebut, sehingga mereka yang tidak
puas dapat mengajukan keberatan atau banding. Asas pemberian alasan dapat
dibedakan dalam tiga sub varian berikut ini.

a. Syarat bahwa suatu keputusan harus diberi alasan


Pemerintah harus dapat memberikan alasan mengapa ia mengambil keputusan
tertentu. Yang berkepentingan berhak mengetahui alasan-alasannya. Agar
perlindungan Hukum Administrasi dapat berfungsi dengan baik, hak memperoleh
alasan-alasan dari suatu keputusan sangatlah penting. Sebab yang
berkepentingan tidak dapat menyusun argumentasi yang baik dalam
permohonan banding atau surat keberatan, bila ia tidak mengetahui dasar-dasar
apa yang dipakai untuk keputusan yang merugikannya.

b. Keputusan harus memiliki dasar fakta yang teguh


Fakta yang menjadi titik tolak dari keputusan harus benar. Bila ternyata bahwa
fakta-fakta pokok berbeda dari apa yang dikemukan atau diterima oleh badan
pemerintah, maka dasar fakta yang teguh dari alasan-alasan tidak ada.
c. Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung
Pemberian alasan harus masuk akal juga secara keseluruhan harus sesuai dan
memiliki kekuatan yang meyakinkan. Karena pada umumnya hampir semua
cacat dalam pemberian alasan.

6) Asas Tidak Mencampuradukkan Kewenangan


Kewenangan pemerintah secara umum mencakup tiga hal; kewenangan dari segi
material (bevoegheid ratione materiale), kewenangan dari segi waktu (bevoegheid
ratione loci), dan kewenangan dari segi waktu (bevoegheid ratione temporis). Seorang
pejabat pemerintah memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan baik dari segi materil, wilayah, maupun waktu.
Badan/pejabat TUN pembuatnya tidak memiliki wetgevende bevoegdheid, tetapi secara
tidak langsung mengikat warga masyarakat. Empat elemen utama
dari beleidsregel (van Kreveld)
1) Memuat aturan umum
2) Berisi penggunaan kewenangan bebas pemerintahan mengenai rakyat.
3) Tidak didasarkan secara tegas dari perundang-undangan,tetapi secara implisit
mengandung kewenangan pemerintahan.
4) Terikat pada AAUPB
Di dalam UU No.5 Tahun 1986 terdapat dua jenis penyimpangan pengguna
wewenang, yaitu penyalahgunaan wewenang (detournament de pouvoir) ddan
sewenang-wenang (willekeur), yang disebutkan dalam pasal 53 ayat (2) huruf b
dan c yang berbunyi :

B. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu


mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) telah
menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya wewenang tersebut;
C. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu
mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah
mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut
dengan keputusan itu seharus- nya tidak sampai pada
pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

7) Asas Permainan yang Layak (fair play)


Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri
dengan memberikan argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini
penting dalam peradilan administrasi negara karena terdapat perbedaan kedudukan
antara pihak penggugat dan tergugat.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan negara hukum demokratis, keberadaan
asas keterbukaan tidak dapat diabaikan. Asas keterbukaan ini mempunyai fungsi-fungsi
penting, yaitu : pertama, fungsi partisipasi; keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk
ikut serta dalam proses pemerintah secara mandiri; kedua, fungsi pertanggung jawaban
umum dan pengawasan terbuka; ketiga, fungsi kepastian hukum; keempat, fungsi hak
dasar. Meskipun asas ini demikian penting, namun belum mendapat kajian serius
dalam berbagai literatur Hukum Administrasi Negara, yang banyak tercantum adalah
asas permainan yang layak.

8) Asas Keadilan dan Kewajaran


Asas ini menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi negara
selalu memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran. Asas keadilan menuntut tindakan
secara proposional, sesuai, seimbang, dan selaras dengan hak setiap orang. Karena itu
setiap pejabat pemerintah dalam melakukan tindakannya harus selalu memperhatikan
aspek keadilan ini.

9) Asas Kepercayaan dan Menanggapi Pengharapan yang Wajar


Asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus
menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Oleh karena itu, aparat pemerintah
harus memperhatikan asas ini sehingga jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan
kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi
pemerintah.
Seorang pegawai negeri yang memakai mobil pribadinya untuk keperluan dinas,
misalnya, dapat (wajar) untuk berharap mendapatkan kompensasi biaya pembelian
bensin dan lain-lain. Pada tanggal 13 januari 1959 Central Raad van Beroep di
Nederland memutuskan perkara yang posisi kasusnya sebagi berikut: seorang pegawai
negeri yang memakai mobil pribadinya untuk keperluan dinas meminta uang pengganti
untuk pemakaian mobilnya itu, ia memperoleh uang pengganti yang dimintanya, akan
tetapi kemudian aturan-aturan kepegawaiannya tidak memuat ketentuan yang
memperbolehkan pemberian uang pengganti kepada pegawai negeri atas biaya yang
dikeluarkannya sehingga keputusan pemberian uang pengganti tersebut ditarik kembali.
Centrale Raad van Beroep menyatakan keputusan (penarikan kembali) dari instansi itu
batal sebab penarikan kembali keputusan itu bertentangan dengan harapan yang
ditimbulkan secara wajar.

10)Asas Meniadakan Akibat suatu Keputusan yang Batal


Asas ini menghendaki agar jika terjadi pembatalan atas satu keputusan maka akibat
dari keputusan yang dibatalkan itu harus dihilangkan sehigga yang bersangkutan
(terkena) harus diberikan ganti rugi atau rehabilitasi. Misalnya satu instansi membuat
keputusan memberhentikan seorang pegawainya. Ternyata keputusan memberhentikan
pegawai itu kemudaian dibatalkan oleh lembaga peradilan administrasi (bidang
kepegawaian). Maka semua akibat dari keputusan yang kemudian dibatalkan itu harus
dihilangkan sehingga instansi yang membuat keputusan pemberhentian itu bukan saja
harus menerima pegawai tersebut untuk bekerja lagi, tetapi juga harus mengganti
kerugian akibat keputusan yang pernah dibuatnya.

11)Asas Perlindungan Atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi


Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap
pegawai negeri dan juga tentunya hak kehidupan pribadi setiap warga negara, sebagai
konsekuensi negara hukum demokratis yang menjunjung tinggi dan melindungi hak
asasi setiap warga negara. Contoh mengenai penerapan asas ini terjadi di Belanda.
Seorang pegawai yang telah berkeluarga mengadakan hubungan kelamin dengan
seorang sekretaris wanita. Atas kejadian ini badan pemerintah mengambil tindakan
disiplin, tetapi kemudian dibatalkan oleh Central for Appel dengan alasan bahwa
seorang pegawai mempunyai hak untuk hidup sesuai dengan pandangan hidupnya.
Bagi bangsa Indonesia tentunya penerpan asas ini harus pula dikaitkan dengan sistem
keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, atau
sebagaimana disebutkan Kuntjoro Purbopranoto, asas tersebut harus disesuaikan
dengan pokok-pokok Pancasila dan UUD1945.

12)Asas Kebijaksanaan
Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya
diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus
terpaku pada peraturan perundang-undangan formal. Karena peraturan perundang-
undangan formal atau hukum tertulis itu selalu membawa cacat bawaan yang berupa
tidak fleksibel dan tidak dapat menampung semua persoalan serta cepat ketinggalan
zaman, sementara perkembangan masyarakat itu bergerak dengan cepat dan dinamis.
Di Indonesia asas kebijaksanaan ini sejalan dengan hikmah kebijaksanaan, yang
menurut Notohamidjojo seperti dikutip Kuntjoro Purbopranoto, berimplikasikan tiga
unsur, yaitu pertama, pengetahuan yang tandas dan analisis situasi yang
dihadapi; kedua, rancangan penyelesaian atas dasar “staatsidee” ataupun “rechtsidee”
yang disetujui bersama, yaitu Pancasila; ketiga, mewujudkan rancangan penyelesaian
untuk mengatasi situasi dengan tindakan perbuatan dan penjelasan yang tepat, yang
dituntut oleh situasi yang dihadapi.

13)Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum


Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu
mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek
kehidupan orang banyak. Asas ini merupakan konsekuensi dianutnya konsepsi negara
hukum modern (welfare state), yang menempatkan pemerintah selaku pihak yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan bestuurszorg (kesejahteraan umum) warga
negaranya.Penyelenggaraan kepentingan umum dapat berwujud hal-hal sebagai
berikut :
a. Memelihara kepentingan umum yang khususnya mengenai kepentingan
negara. Contohnya tugas pertanahan dan keamanan.
b. Memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama dari warga
negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri. Contohnya
persedian sandang pangan, perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain.
c. Memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan
oleh para warga negara sendiri. Contohnya pendidikan dan pengajaran,
kesehatan, dan lain-lain.
d. Memelihara kepentingan dari warga negara perseorangan yang tidak
seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk
bantuan negara. Adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan
perseorangan tersebut. Contohnya pemeliharaan fakit miskin, anak yatim,
anak cacat, dan lain-lain.
e. Memelihara ketertiban, keamanan, dan kemakmuran setempat. Contohnya
peraturan lalu lintas, pembangunan, perumahan, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai