Anda di halaman 1dari 10

1.

Jelaskan Sejarah Azas azas umum pemerintahan yang baik / layak

Jawab:

Sejak dianutnya konsepsi Negara Kesejahteraan atau welfare state, yang


menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan umum warga negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini pemerintah
diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat,
yang campur tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan,
tetapi dalam keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan perundang-
undangan dan berdasarkan pada inisiatif sendiri melalui Freies Ermessen, ternyata
menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara karena dengan Freies Ermessen
muncul peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat,
baik dalam bentuk onrechtmatig overheidsdaad (perbuatan melawan hukum oleh
penguasa), detournement de pouvoir (Penyalahgunaan wewenang atau melampaui
batas kekuasaan), maupun dalam bentuk willekeur (kesewenang wenangan), yang
merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintahan yang
mengakibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara.

Guna menghindari atau meminimalisasi terjadinya benturan tersebut, pada tahun 1946
Pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy yang bertugas
memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentang Verhoogde
Rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan
administrasi negara yang menyimpang.

Pada tahun 1950 komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang
verhoogde rechtbescherming dalam bentuk “algemene beginselen vanbehoorlijk
bestuur“ atau asas-asas umum pemerintahan yang baik. Hasil penelitiankomisi ini tidak
seluruhnya disetujui pemerintah atau ada beberapa hal yangmenyebabkan perbedaan
pendapat antara komisi de Monchy dengan pemerintah, yangmenyebabkan komisi ini
dibubarkan pemerintah. Kemudian, muncul komisi van de greenten, yang juga bentukan
pemerintah dengan tugas yang sama dengan de Monchy. Namun, komisi kedua ini juga
mengalami nasib yang sama, yaitu karena ada beberapa pendapat yang diperoleh dari
hasil penelitiannya tidak disetujui oleh pemerintah, dan komisi ini pun dibubarkan tanpa
menmbuahkan hasil.

Agaknya pemerintah Belanda pada waktu itu tidak sepenuh hati dalam upaya
mewujudkan peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi
Negara. Terbukti dengan dibubarkannya dua panitia tersebut, ditambah pula dengan
munculnya keberatan dan kekhawatiran di kalangan pejabat dan para pegawai
pemerintahan di Nederland terhadap AAUPB karena dikhawatirkan asas-asas ini akan
digunakan sebagai ukuran atau dasar pengujian dalam menilai kebijakan-
kebijakan pemerintah. Seiring dengan perjalanan waktu, keberatan dan kekhawatiran para
pejabat dan pegawai pemerintahan tersebut akhirnya hilang, bahkan sekarang telah
diterima dan dimuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Belanda.

2. Fungsi dan arti pentingnya Azas azas umum pemerintahan yang baik
(AAUPB)

Jawab :

Fungsi dan Arti Penting AAUPB

Pada awal kemunculannya, AAUPB hanya dimaksudkan sebagai sarana perlindungan hukum
(rechtsbescherming) warga negara dari tindakan pemerintah yaitu sebagai dasar penilaian
dalam peradilan dan upaya administrasi, di samping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi
tindakan pemerintahan. J.B.J.M. ten Berge menyebutkan bahwa, “kita menemukan abbb
dalam dua varian, yaitu sebagai dasar penilaian bagi hakim dan sebagai norma pengarah bagi
organ pemerintahan”. Dalam perkembangannya, AAUPB memiliki arti penting dan fungsi
sebagai berikut:

a. Bagi Administrasi Negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran


dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat
sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu sekaligus membatasi dan menghindari
kemungkinan administrasi negara mempergunakan freies Ermessen/melakukan
kebijaksanaan yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan
demikian administrasi negara diharapkan terhindar dari
perbuatan onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), detournement de
pouvoir (penyalahgunaan kekuasaan), abus de droit (tindakan sewenang wenang),
dan ultravires (bertindak diluar kekusaan).
b. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan
sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 UU No. 5/1986
tentang PTUN.
c. Bagi Hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan
keputusan yang dikeluarkan Badan atau Pejabat TUN.
d. Kecuali itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang
suatu undang-undang.

3. Sebutkan macam macam dan berikan pengertian nya tentang azas


azas umum pemerintahan yang baik tersebut.
Jawab :

Asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia secara yuridis formal terdapat
dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yaitu sebagai berikut:

1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara;
2. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara;
3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
4. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara;
5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara;
6. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN,
asas-asas tersebut telah dicantumkan secara tegas dan dijadikan alasan mengajukan
gugatan, sebagaimana terdapat pada Pasal 53 ayat (2) yaitu sebagai berikut: “Alasan-
alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas
umum pemerintahan yang baik.

Dalam penjelasan huruf b disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Asas-asas umum
pemerintahan yang baik” adalah meliputi atas: kepastian hukum; tertib penyelenggaraan
negara; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas,
sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Macam-macam AAUPB tersebut menurut para ahli, seperti pendapat Kuntjoro
Purbopranoto yang menampilkan AAUPB sebagai berikut :
1. Asas kepastian hukum (princple of legal security);
2. Asas keseimbangan (princple of proportionality);
3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (princple of equality);
4. Asas bertindak cermat (princple of carefulness);
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan (princple of motivation);
6. Asas tidak mencampuradukkan kewenangan (princple of non misuse of comperence);
7. Asas permainan yang layak (princple of fair play);
8. Asas keadilan dan kewajaran (princple of reasonable or prohibition of arbitrariness);
9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (princple of meeting
raised expectation);
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (princple of undoing the
concequences of an annuled decision);
11. Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi (princple of protecting the
personal may of life);
12. Asas kebijaksanaan (sapientia);
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (princple of public service).

Berikut ini akan saya tampilkan juga rincian dari masing-masing asas-asas umum
pemerintahan yang baik tersebut.
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum materil, yang
lain bersifat formal. Aspek hukum materil terkait erat dengan asas kepercayaan. Demi
kepastian hukum, setiap keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk
dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya dalam proses peradilan. Adapun aspek
yang bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa keputusan yang
memberatkan dan ketentuan yang terkait pada keputusan-keputusan yang
menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas.
Asas ini berkaitan dengan prinsip dalam Hukum Administrasi Negara, yaitu asas het
vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yang berarti setiap keputusan
badan atau pejabat tata usaha negara yang dikeluarkan dianggap benar menurut hukum,
selama belum dibuktikan sebaliknya atau dinyatakan sebagai keputusan yang
bertentangan dengan hukum oleh hakim administrasi.

2. Asas keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau
kealpaan seorang pegawai. Di Indonesia asas keseimbangan ini terdapat contoh dalam
hukum positif yang berisi kriteria pelanggaran dan penerapan sanksinya, yaitu
sebagaimana terdapat dalam pasal 6 PP No.30 tahun 1980.

3. Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan


Asas ini menghendaki agar badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam
arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Menurut Philipus M.
Hadjon, asas ini memaksa pemerintah untuk melaksanakan kebijakan. Bila pemerintah
dihadapkan pada tugas baru yang dalam rangka itu harus mengambil banyak sekali
keputusan tata usaha negara, maka pemerintah memerlukan aturan-aturan atau pedoman-
pedoman.
Karena tidak ada kasus yang mutlak sama dengan kasus lain kendatipun tampak serupa,
maka ketika pemerintah menghadapi berbagai kasus yang tampaknya sama itu, ia harus
bertindak cermat untuk mempertimbangkan titik-titik persamaan. Asas ini terkesan kabur
bila dikaitkan dengan pendapat Van Vollenhoven, yang menyatakan bahwa sifat tindakan
pemerintah itu kasuistis, artinya suatu peristiwa tertentu tidak berlaku tindakan yang
sama terhadap peristiwa lainnya.

4. Asas Bertindak Cermat atau Asas Kecermatan


Asas ini menghendaki agar pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam
melakukan berbagai aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi warga negara. Asas kecermatan mensyaratkan agar badan
pemerintahan sebelum mengambil keputusan, meniliti semua fakta yang relevan dan
memasukkan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya. Ada
beberapa putusan PTUN yang berkaitan dengan asas kecermatan.
1) Putusan PTUN Medan No.70/G/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan para penggugat
terhadap surat pembebasan tugas oleh Kepala Kantor Urusan Agama. Dalam
fundamentum petendinya disebutkan: “bahwa tergugat tidak meneliti dengan seksama
tentang rekayasa pengaduan jemaah Masjid B dan tidak meniliti tentang hasil pengaduan
tersebut.
2) Putusan PTUN Medan No.65/G/1992/PTUN-Medan mengenai gugatan seorang
purnawirawan ABRI berhadapan dengan Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten.
Penggugat mendalilkan bahwa tanpa sepengetahuan penggugat, tergugat telah
mengeluarkan sertifikat atas nama AWN, padahal tanah itu milik penggugat.
3) Putusan PTUN Palembang No.16/PTUN/G/PLG/1991 mengenai gugatan seorang
pegawai Universitas Bengkulu terhadap Rektor yang telah memutasikan dirinya dari
jabatan tanpa dibuktikan kesalahannya dulu. Tindakan Rektor dipersalahkan karena
dalam keputusannnya melanggar asas kecermatan formal.

5. Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan


Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintahan harus
mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan
dan sedapat mungkin alasan atau motivasi itu tercantum dalam keputusan. Menurut
SF.Marbun, setiap keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang dikeluarkan
harus didasari alasan dan alasannya harus jelas,terang, benar, objektif, dan adil.
Motivasi perlu dimasukkan agar setiap orang dapat dengan mudah mengetahui alasan
atau pertimbangan dikeluarkannya keputusan tersebut, sehingga mereka yang tidak puas
dapat mengajukan keberatan atau banding. Asas pemberian alasan dapat dibedakan dalam
tiga sub varian berikut ini.

a. Syarat bahwa suatu keputusan harus diberi alasan


Pemerintah harus dapat memberikan alasan mengapa ia mengambil keputusan tertentu.
Yang berkepentingan berhak mengetahui alasan-alasannya. Agar perlindungan Hukum
Administrasi dapat berfungsi dengan baik, hak memperoleh alasan-alasan dari suatu
keputusan sangatlah penting. Sebab yang berkepentingan tidak dapat menyusun
argumentasi yang baik dalam permohonan banding atau surat keberatan, bila ia tidak
mengetahui dasar-dasar apa yang dipakai untuk keputusan yang merugikannya.
b. Keputusan harus memiliki dasar fakta yang teguh
Fakta yang menjadi titik tolak dari keputusan harus benar. Bila ternyata bahwa fakta-
fakta pokok berbeda dari apa yang dikemukan atau diterima oleh badan pemerintah,
maka dasar fakta yang teguh dari alasan-alasan tidak ada.
c. Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung
Pemberian alasan harus masuk akal juga secara keseluruhan harus sesuai dan memiliki
kekuatan yang meyakinkan. Karena pada umumnya hampir semua cacat dalam
pemberian alasan.

6. Asas Tidak Mencampuradukkan Kewenangan


Kewenangan pemerintah secara umum mencakup tiga hal; kewenangan dari segi material
(bevoegheid ratione materiale), kewenangan dari segi waktu (bevoegheid ratione loci),
dan kewenangan dari segi waktu (bevoegheid ratione temporis). Seorang pejabat
pemerintah memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan baik dari segi materil, wilayah, maupun waktu.
Badan/pejabat TUN pembuatnya tidak memiliki wetgevende bevoegdheid, tetapi secara
tidak langsung mengikat warga masyarakat. Empat elemen utama dari beleidsregel (van
Kreveld)
1) Memuat aturan umum
2) Berisi penggunaan kewenangan bebas pemerintahan mengenai rakyat.
3) Tidak didasarkan secara tegas dari perundang-undangan,tetapi secara implisit
mengandung kewenangan pemerintahan.
4) Terikat pada AAUPB
Di dalam UU No.5 Tahun 1986 terdapat dua jenis penyimpangan pengguna wewenang,
yaitu penyalahgunaan wewenang (detournament de pouvoir) ddan sewenang-wenang
(willekeur), yang disebutkan dalam pasal 53 ayat (2) huruf b dan c yang berbunyi :

B. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan


keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang
tersebut;
C. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau
tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut
dengan keputusan itu seharus- nya tidak sampai pada pengambilan
atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

7. Asas Permainan yang Layak (fair play)


Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan
memberikan argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini penting
dalam peradilan administrasi negara karena terdapat perbedaan kedudukan antara pihak
penggugat dan tergugat.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan negara hukum demokratis, keberadaan asas
keterbukaan tidak dapat diabaikan. Asas keterbukaan ini mempunyai fungsi-fungsi
penting, yaitu : pertama, fungsi partisipasi; keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk
ikut serta dalam proses pemerintah secara mandiri; kedua, fungsi pertanggung jawaban
umum dan pengawasan terbuka; ketiga, fungsi kepastian hukum; keempat, fungsi hak
dasar. Meskipun asas ini demikian penting, namun belum mendapat kajian serius dalam
berbagai literatur Hukum Administrasi Negara, yang banyak tercantum adalah asas
permainan yang layak.

8. Asas Keadilan dan Kewajaran


Asas ini menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi negara selalu
memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran. Asas keadilan menuntut tindakan secara
proposional, sesuai, seimbang, dan selaras dengan hak setiap orang. Karena itu setiap
pejabat pemerintah dalam melakukan tindakannya harus selalu memperhatikan aspek
keadilan ini.

9. Asas Kepercayaan dan Menanggapi Pengharapan yang Wajar


Asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus
menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Oleh karena itu, aparat pemerintah
harus memperhatikan asas ini sehingga jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan
kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi
pemerintah.
Seorang pegawai negeri yang memakai mobil pribadinya untuk keperluan dinas,
misalnya, dapat (wajar) untuk berharap mendapatkan kompensasi biaya pembelian bensin
dan lain-lain. Pada tanggal 13 januari 1959 Central Raad van Beroep di Nederland
memutuskan perkara yang posisi kasusnya sebagi berikut: seorang pegawai negeri yang
memakai mobil pribadinya untuk keperluan dinas meminta uang pengganti untuk
pemakaian mobilnya itu, ia memperoleh uang pengganti yang dimintanya, akan tetapi
kemudian aturan-aturan kepegawaiannya tidak memuat ketentuan yang memperbolehkan
pemberian uang pengganti kepada pegawai negeri atas biaya yang dikeluarkannya
sehingga keputusan pemberian uang pengganti tersebut ditarik kembali. Centrale Raad
van Beroep menyatakan keputusan (penarikan kembali) dari instansi itu batal sebab
penarikan kembali keputusan itu bertentangan dengan harapan yang ditimbulkan
secara wajar.

10. Asas Meniadakan Akibat suatu Keputusan yang Batal


Asas ini menghendaki agar jika terjadi pembatalan atas satu keputusan maka akibat dari
keputusan yang dibatalkan itu harus dihilangkan sehigga yang bersangkutan (terkena)
harus diberikan ganti rugi atau rehabilitasi. Misalnya satu instansi membuat keputusan
memberhentikan seorang pegawainya. Ternyata keputusan memberhentikan pegawai itu
kemudaian dibatalkan oleh lembaga peradilan administrasi (bidang kepegawaian). Maka
semua akibat dari keputusan yang kemudian dibatalkan itu harus dihilangkan sehingga
instansi yang membuat keputusan pemberhentian itu bukan saja harus menerima pegawai
tersebut untuk bekerja lagi, tetapi juga harus mengganti kerugian akibat keputusan yang
pernah dibuatnya.

11. Asas Perlindungan Atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi


Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap
pegawai negeri dan juga tentunya hak kehidupan pribadi setiap warga negara, sebagai
konsekuensi negara hukum demokratis yang menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi
setiap warga negara. Contoh mengenai penerapan asas ini terjadi di Belanda. Seorang
pegawai yang telah berkeluarga mengadakan hubungan kelamin dengan seorang
sekretaris wanita. Atas kejadian ini badan pemerintah mengambil tindakan disiplin, tetapi
kemudian dibatalkan oleh Central for Appel dengan alasan bahwa seorang pegawai
mempunyai hak untuk hidup sesuai dengan pandangan hidupnya.
Bagi bangsa Indonesia tentunya penerpan asas ini harus pula dikaitkan dengan sistem
keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, atau
sebagaimana disebutkan Kuntjoro Purbopranoto, asas tersebut harus disesuaikan dengan
pokok-pokok Pancasila dan UUD1945.

12. Asas Kebijaksanaan


Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya
diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku
pada peraturan perundang-undangan formal. Karena peraturan perundang-undangan
formal atau hukum tertulis itu selalu membawa cacat bawaan yang berupa tidak fleksibel
dan tidak dapat menampung semua persoalan serta cepat ketinggalan zaman, sementara
perkembangan masyarakat itu bergerak dengan cepat dan dinamis.
Di Indonesia asas kebijaksanaan ini sejalan dengan hikmah kebijaksanaan, yang menurut
Notohamidjojo seperti dikutip Kuntjoro Purbopranoto, berimplikasikan tiga unsur,
yaitu pertama, pengetahuan yang tandas dan analisis situasi yang dihadapi; kedua,
rancangan penyelesaian atas dasar “staatsidee” ataupun “rechtsidee” yang disetujui
bersama, yaitu Pancasila; ketiga, mewujudkan rancangan penyelesaian untuk mengatasi
situasi dengan tindakan perbuatan dan penjelasan yang tepat, yang dituntut oleh situasi
yang dihadapi.

13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum


Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu
mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek
kehidupan orang banyak. Asas ini merupakan konsekuensi dianutnya konsepsi negara
hukum modern (welfare state), yang menempatkan pemerintah selaku pihak yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan bestuurszorg (kesejahteraan umum) warga
negaranya.Penyelenggaraan kepentingan umum dapat berwujud hal-hal sebagai berikut :
a. Memelihara kepentingan umum yang khususnya mengenai kepentingan negara.
Contohnya tugas pertanahan dan keamanan.
b. Memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama dari warga negara
yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri. Contohnya persedian sandang
pangan, perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain.
c. Memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh para
warga negara sendiri. Contohnya pendidikan dan pengajaran, kesehatan, dan lain-lain.
d. Memelihara kepentingan dari warga negara perseorangan yang tidak seluruhnya dapat
diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara.
Adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan perseorangan tersebut.
Contohnya pemeliharaan fakit miskin, anak yatim, anak cacat, dan lain-lain.
e. Memelihara ketertiban, keamanan, dan kemakmuran setempat. Contohnya peraturan
lalu lintas, pembangunan, perumahan, dan lain-lain.

Penutup
Diatas telah disebutkan bahwa AAUPB merupakan konsep terbuka dan lahir dari proses
sejarah, karena itu dalam perkembangannya akan muncul perbedaan-perbedaan, termasuk
perbedaan dengan asas yang lahir dan ada di negara asalnya, Belanda. AAUPB merupakan
konsep terbuka (open begrip). Sebagai konsep terbuka, ia akan berkembang dan disesuaikan
dengan ruang dan waktu di mana konsep ini berada.
Menurut Philipus M.Handjon, AAUPB harus dipandang sebagai norma-norma hukum
tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, sebenarnya menyamakan AAUPB
dengan norma hukum tidak tertulis dapat menimbulkan salah paham, sebab dalam konteks ilmu
hukum telah dikenal bahwa antara “asas” dengan “norma” itu terdapat perbedaan. Asas atau
prinsip merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, ide atau konsep, dan tidak
mempunyai sanksi, sedangkan norma adalah aturan yang konkrit, pejabaran dari ide, dan
mempunyai sanksi.
Dalam AAUPB teradapat 13 asas, seperti yang dijelaskan diatas. Bahwa dalam
pembuatan dan penerbitan keputusan harus memperhatikan syarat materil dan formil agar
keputusan tersebut memiliki validitas yuridis. Keberadaan dan fungsi AAPB dalam kaitannya
dengan dimensi normatif Hukum Administrasi itu tidak hanya berkaitan dengan pembuatan dan
penerbitan keputusan, tetapi berkenaan dengan semua tindakan pemerintahan.
Dalam suatu negara hukum, sungguh tidak memadai jika tindakan pemerintahan itu
semata-mata mendasarkan pada peraturan perundang-undangan atau hukum tertulis
(ongeschreven recht) yang ada dalam format wetmatigheid van bestuur. Penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, transparan, dan berwibawa menjadi sangat mungkin dengan ditaati
dan dipatuhinya asas-asas umum pemerintahan yang baik.

TERIMA KASIH
Sumber Jawaban :
 DR. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, 2018

Anda mungkin juga menyukai