Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ROZZA KUMALA SARI

NIM : 12020724471

ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN


PERLINDUNGAN HUKUM, PENEGAKAN HUKUM DAN
PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM DALAM HUKUM
AADMINISTRASI NEGRA
A. Sejarah Kelahiran AAUPB
Untuk menghindari/meminimalisir terjadinya benturan, pada tahun
1946 Pemerintahan Belanda membentuk komisi yang di pimpin oleh De
Monchy yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif
tentang peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan
administrasi negara yang menyimpang (Verhoogde Rechtsbescherming).
Pada tahun 1950 komisi De Moncy kemudian melaporkan hasil
penelitianya tentang Verhoogde Rechtsbescherming dalam bentuk
“Alegmen beginselen van behoorlijk bestuur”. Asas-asas hukum yang tidak
tertulis yang harus di perhatikan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara
dalam melakukan tindakan huum yang akan di nilai kemudian oleh Hakin
Tata Usaha Negara. (Van Der Burg dan GJM Cartigny).
Hasil penelitian De Monchy ini di gunakan dalam pertimbangan
putusan-putusan Raad Van State (Dewan Negara) dalam perkara
administrasi. Seiring dengan perjalanan waktu, keberatan dan
kekhawatiran para pejabat dan pegawai pemerintahan tersebut akhirnya
hilang, bahkan sekarang hasil penelitian tersebut di terima dan di muat
dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Nederland.1

1) Pengertian AAUPB
AAUPB di pahami sebagai asas-asas umum yang di jadikan
sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang baik, sehingga penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi
baik, sopan, adil dan terhormat, bebas dari kezhaliman, pelanggaran
aturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan
sewenang-wenang. Berdasarkan penelitiannya Jazim Hamidi
menemukan pengertian AAUPB sebagai berikut:
a. AAUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan
berkembang dalam lingkungan Hukum Administrasi
Negara.
b. AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat
Administrasi Negara dalam menjalankan fungsinya,
merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam
menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud
penetapan/beschikking), dan sebagian dasar
pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.

1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Rajawali Pers), hlm 230-232.
c. Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-
asas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat
digali dalam praktik kehidupan di masyarakat.
d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah
hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai
peraturan hukum positif. Meskipun sebagian dari
asas itu berubah menjadi kaidah hukum tertulis,
namun sifatnya tetap sebagai asas hukum. (Hamidi,
1999)2.

2) Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia.


Dalam pasal 10 ayat (1) UU No.48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman di tegaskan; Pengadilan dilarang
menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang di ajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada
atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya. Dengan ketentuan pasal ini maka asas-asas ini
memiliki peluang untuk di gunakan dalam proses peradilan
Administrasi di indonesia, asas- asas ini kemudian muncul dan
di muat dalam suatu undang-undang, yaitu UU No.28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

3) Pembagian AAUPB
Berkenaan dengan keputusan (beschikking), AAUPB terbagi
dalam dua bagian, yaitu asas yang bersifat formal atau
prosedural dan asas yang bersifat material atau substansial.
(P.Nicolai, 1985). “ Perbedaan antara asas-asas yang bersifat
prosedural dan material, AAUPB ini penting untuk perlindungan
hukum”. Menurut Indoharto, asas-asas yang bersifat formal,
yaitu asas-asas yang penting artinya dalam rangka
mempersiapkan susunan dan motivasi dari suatu beschikking.
Jadi menyangkut segi lahirlah beschikking itu, yang meliputi
asas-asas yang berkaitan dengan proses persiapan dan proses
pembentukan keputusan, dan asas-asas yang berkaitan dengan
pertimbangan (motivering) serta susunan keputusan. Asas-asas
yang bersifat material tampak dari isi keputusan pemerintah,
termasuk kelompok asas yang bersifat material atau substansial
ini adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas larangan
sewenang-wenang (willekeur), larangan prnyalahgunaan
kewenangan (detournement de pouvoir).3

2
Ibid, hlm.234-235
3
Ibid, hlm. 240-244
4) Macam- macam AAUPB
Crince Le Roy mengetengahkan 11 butir asas-asas umum
pemerintahan yang baik yang merupakan terjemahan dari
algemen beginselen van behorlijk bestuuryang sudah di terima
di lingkungan Hukum Administrasi Negara Belanda. Sebelas
asas umum pemerintahan yang baik tersebut adalah:
a. Asas kepastian hukum ( principle of legal security)
b. Asas keseimbangan (principle of proportionality)
c. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
(principle of equality)
d. Asas bertindak cermat (principle of carefulnes)
e. Asas motivasi untuk setiap keputusan (princple of
motivation)
f. Asas jangan mencampuradukan kewenangan
(principle of non misure of competence)
g. Asas permainan yang layak (principle of fair play)
h. Asas keadilan dan kewajaran (principle of
rasonablenss or prohibition of arbritariness)
i. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle
of meeting raised expection)
j. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal
(principle of undoing the consequences of annulled
decicion); dan
k. Asas perlindungan atas pandangan hidup (principle
of protecting the personal way of life)
Kesebelasan asas yang di kemukakan oleh Crince Le
Roy tersebut di indonesia di kembangkan oleh Kuntojoro
purbopranoto menjadi 13 asas-asas umumpemerintahan
yang baik yaitu:
a. Asas kebijaksanaan (principle of sapientia); dan
b. Asas penyelenggaran kepentingan umum
(principle of public service)4
B. Perlindungan hukum
Perlindungan hukum bagi rakyat merpakan konsep universal, dalam
arti dianut dan di terapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri
sebagai negara hukum.

1) Perlindungan hukum dalam bidang perdata


Perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan hukum
pemerintah, dalam kepastianya sebagai wakil dari badan hukum
publik, di lakukan melalui peradilan umum. Kedudukan
pemerintah atau administrasi negara dalam hal ini tidak berbeda

4
Eny Kusdarini, “ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK dalam hukum administrasi
negara”, (UNY PRESS), hlm. 5
dengan seseorang atau badan hukum perdata, yaitu sejajar,
sehingga pemerintah dapat menjadi penggugat dan tergugat.
Dalam konteks inilah prinsip kedudukan yang sama di hadapan
hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu unsur
negara hukum terimplementasi. Dengan kata lain, hukum
perdata memberikan perlindungan yang sama baik kepada
pemerintah maupun seseorang atau badan hukum perdata.

2) Perlindungan hukum dalam bidang publik


Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu
perlindungan hukum preventif dan prlindungan hukum represif.
Pada perlindungan hukum preventif, kepada rakyat di berikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Artinya perlindungan hukum preventif
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan
sebaliknya perlindungan hukum represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat
besar artinya bagi tindakan pemerintah yang di dasarkan kepada
kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum
yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati
dalam mengambil keputusan yang di dasarkan pada diskresi.
(M.Hadjon).

3) Penegakan Hukum
Menurut satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada
hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep
yang abstrak itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk
mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Penegakan
hukum secara konikret adalah berlakunya hukum positif dalam
peraktik sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh karena itu
memberikan suatu keadilan dalam suatu perkara berarti
memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan
menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan
menjamin di taatinya hukum materil dengan menerapkan cara
prosdural yang di tetapkan oleh hukum formal.

4) Penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara


Sarana penegakan Hukum Administrasi Negara berisi:
a. Pengawasaan bahwa organ pemerintahan dapat
melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan
undang-undang yang di tetapkan secara tertulis dan
pengawasan terhadap keputusan yang meletakan
kewajiban kepada individu.
b. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.
(P.Nicolai, 1985)5.
Dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan
sanksi administrasi merupakan kewenangan pemerintahan,
di mana kewenangan ini berasal dari Hukum Administrasi
Negara tertulis dan tidak tertulis. Dalam Hukum
Administrasi Negara di kenal dua jenis sanksi, yaitu sanksi
reparatoir (reparatoire sancties) dan sanksi punitif
(punitieve sancties). Sanksi reparatoir diartikan {sanksi yang
di terapkan sebagai} reaksi atas pelanggaran norma, yang di
tujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau
menempatkan pada kondisi semula atau menempatkan pada
situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie), dengan
kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum
terjadinya pelanggaran. Sedangkan sanksi punitif adalah
sanksi yang semata-mata ditunjukan untuk memberikan
hukuman (straffen) pada seseorang.
5) Pertanggung jawaban Pemerintah dalam HAN
Setiap tindakan hukum mengandung makna penggunaan
kewenangan, maka di dalamnya tersirat adanya kewajiban
pertanggung jawaban. Pertanggung jawaban menurut Undang-
undang merupakan kewajiban mengganti kerugian yang timbul
karena perbuatan melanggar hukum.
Yang di maksud dengan pejabat adalah seorang yang
bertindak sebagai wakil dari jabatan, yang melakukan perbuatan
untuk dan atas nama jabatan. Tindakan hukum yang di jalankan
oleh pejabat dalam rangka menjalankan kewenangan jabatan
atau melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama jabatan,
maka tindakannya itu di kategorikan sebagai tindakan hukum
jabatan. Mengenai pertanggung jawaban jabatan ada dua teori
yang di kemukakan oleh Kranenburg dan Vegting, yaitu;6
a. Fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan
bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu di
bebankan kepada pejabat yang karena tindakanya itu
telah menimbulkan kerugian.
b. Fautes de services, yaitu teori yang menyatakan
bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu di
bebankan pada instansi dari pejabat yang
bersangkutan.

5
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Rajawali Pers),hlm.275-296s
6
Ibid, hlm.339-359

Anda mungkin juga menyukai