Oleh :
1
METODE PENEMUAN HUKUM
I. PENDAHULUAN
3
4. Utrecht memandang hukum tidak sekedar sebagai kaedah,
melainkan juga sebagai gejala sosial dan sebagai segi
kebudayaan. Dan jika hukum dilihat sebagai kaedah ia
memberikan definisi hukum sebagai berikut “hukum adalah
himpunan petunjuk hidup, perintah-perintah dan larangan-
larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan
4
5. Dari sudut pandang yang berbeda ini, maka sangat mustahil
untuk membuat satu definisi hukum yang dapat diterima oleh
semua pihak. Dalam kaitan ini Emmanual Kant sebagaimana
yang
dikutip oleh Achmad Ali beberapa abad yang silam pernah
mengatakan bahwa ”noch suchen die juristen eine definition zu
ihrem begriffe von rech” (tidak ada seorang yurispun yang mampu
law” (......... meskipun telah banyak tinta para yuris yang habis
dipergunakan di dalam usaha untuk membuat suatu definisi
hukum yang dapat diterima di seluruh dunia, namun hingga kini,
hanya jejak kecil dari niat itu dapat dicapai). Penyebab lain
sulitnya memberi definisi hukum yang tepat adalah selain karena
sifatnya yang abstrak, juga karena yang diatur oleh hukum itu
sangat luas, yakni hampir seluruh segi kehidupan manusia.
5
6. Walaupun diantara para ahli hukum belum mendapat suatu
kesatuan mengenai pengertian hukum, tetapi dapat ditarik
kesimpulan bahwa hukum meliputi beberapa unsur sebagai
berikut, pertama : hukum merupakan peraturan mengenai
tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat, kedua :
peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa, ketiga : peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi dan keempat :
pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang
6
7. Unsur-unsur Hukum:
a. Hukum merupakan peraturan mengenai tingkah
laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa
c. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi
d. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut
dikenakan sanksi yang tegas.
e. Hukum bisa juga berbentuk tidak tertulis berupa
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
f. Tujuan hukum adalah untuk mengadakan
keselamatan, kebahagian dan ketertiban dalam
kehidupan masyarakat.
7
8. Dari berbagai definisi Hukum sebagaimana tersebut di atas,
maka secara sederhana dapat di kemukakan bahwa Hukum
adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia
yang di akui sekolompok masyarakat, disusun oleh orang-orang
yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan
mengikat untuk seluruh anggota masyarakat dalam suatu
negara.
8
9. FUNGSI-FUNGSI HUKUM :
a. STANDARD OF CONDUCT.
(SANDARAN ATAU UKURAN TINGKAH LAKU ATAU KESAMAAN SIKAP)
YANG HARUS DITAATI OLEH SETIAP MASYARAKAT.
c. AS A TOOL OF JUSTIFICATION.
HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MENYATAKAN BENAR TIDAKNYA
SESUATU TINGKAH LAKU.
10
11. INDIKATOR KESADARAN HUKUM MASYARAKAT
a. ADANYA PENGETAHUAN HUKUM.
11
12. Kondisi Hukum saat ini
1. CRISES (SAAT PENUH BAHAYA)
2. RESCUE (PENYELAMATAN)
3. RECOVERY (PENYEMBUHAN)
4. STABILITY (KESTABILAN)
5. GROWTH (PERTUMBUHAN)
12
II. TENTANG PENEMUAN HUKUM
13
c. Penemuan Hukum
Penemuan Hukum yakni untuk mengisi kekosongan Hukum.
Sebab peraturan perundang-undangan tidak lengkap dan tidak
jelas, oleh karena itu hukumnya di cari, diketemukan, dilengkapi
dan dijelaskan dengan jalan penemuan hukum.
14
2. Sasaran studi ilmu hukum
Asas-asas Hukum
Mencegah konflik
Sasaran Konsisten
Studi Ilmu
Hukum Sistem
Hukum Kontinyu
Lengkap
Konsep fundamental
Ada klassifikasi
Definisi
Penemuan Sistem
Hukum
Metode
Aliran-aliran
Prosedur
15
III. TENTANG PENGERTIAN DAN ISTILAH PENEMUAN HUKUM
1. Pengertian
16
c. N.E. Algra dan Van Duyvendjk, mengartikan penemuan hukum
sebagai menemukan hukum untuk suatu kejadian kongkrit, dalam
konteks ini hakim atau seorang pemutus yuridis lainnya harus dapat
memberi penyelesaian yuridis. Selanjutnya dikemukakan bahwa
penemuan hukum sebagai kegiatan hakim untuk mempergunakan
berbagai macam teknik penafsiran, dan cara menguraikan dengan
mempergunakan berbagai macam alasan yang disampaikan
kepadanya. Ia juga tidak hanya membuat hukum untuk persoalan
yang ada didepannya, tetapi juga untuk kejadian yang sama, yang
akan datang.
17
2. Peristilahan dalam penemuan hukum
18
c. Rechtshandhaving (pelaksanaan hukum), dapat berarti menjalankan
hukum baik ada sengketa/pelanggaran maupun tanpa sengketa.
19
3. Dasar Hukum
20
d. Pasal 28 UU No. Tahun 2004
Pentingnya Hakim memperhatikan hukum tidak tertulis ini
dipertegas lagi dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) yang
menegaskan “ Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat”.
21
IV. SISTEM PENEMUAN HUKUM
22
e. Skema subyek penemuan hukum
Sifat
Konfliktif
Hakim Hukum
Hasil
Sumber
Hukum
Sita
Preskriptif
Subyek
Penemuan Pembuat UU Hukum
Hukum
Hasil
Sumber
Hukum
Sifat
teoritis
Peneliti
Hukum
Hasil Sumber
Hukum
23
4. Sumber-sumber Utama dalam Penemuan Hukum
a. Peraturan-perundang-undangan
b. Hukum tidak tertulis
c. Yurisprudensi
d. Perjanjian Internasional
e. Putusan Desa
f. Doctrine (Pendapat ahli hukum)
g. Perilaku manusia
24
V. ALIRAN-ALIRAN PENEMUAN HUKUM
Sebelum tahun 1800 SM
La Baoche de La Loi
Tokoh-tokohnya:
1.Monrtesqueu
2.Robbespierre
3.Fennet
4.J. Rousseau Madzhab Historis (Von Savigny)
27
05 Historis (Subyektif) Penafsiran dengan menyimak latar belakang sejarah hukum
atau sejarah perumusan suatu ketentuan tertentu (sejarah
undang-undang). Contoh: kata "Indonesia asli" dalam Pasa! 6
UUD 1945 (sebelum Perubahan Ill) ditafsirkan menurut
pemikiran yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI
tahun 1965
06 Komparatif Penafsiran dengan cara memperbandingkan peraturan pada
suatu sistem hukum dengan peraturan yang ada pada sistem
hukum lainnya. Contoh: syarat-syarat "gugatan kelompok"
dalam Pasal 46 UU Perlindungan Konsumen ditafsirkan dengan
memperbandingkannya dengan syarat-syarat class action
menurut Pasal 23 US Federal Rule of Civil Procedure.
28
No. Nama Interpretasi Keterangan
10 Interdisipliner Interpretasi jenis ini biasa dilakukan dalam suatu analisis masalah yang
menyangkut berbagai disiplin ilmu hukum. Sebagai contoh, interpretasi atas pasal
yang menyangkut kejahatan "korupsi", hakim dapat menafsirkan ketentuan
pasal ini dalam berbagai sudut pandang yaitu hukum pidana, administrasi negara
dan perdata.
11 Multidisipliner Dalam interpretasi multidisipliner, seorang hakim harus juga mempelajari suatu
atau beberapa disiplin ilmu lain di luar ilmu hukum. Kemungkinan ke depan,
interpretasi multidisipliner ini akan sering terjadi, mengingat kasus-kasus
kejahatan di era global sekarang ini rnula: beragam dan bermunculan. Seperti
kejahatan cyber crime, wait cotor crime, terorism, dan lain sebagainya
12 Kontrak Penentuan makna yang harus ditetapkan dari pernyataan-pernyataan yang dibuat
oleh para pihak dalam kontrak dan akibat-akibat hukum yang timbul karenanya.
Jika kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, maka setiap isi kontrak
harus ditafsirkan secara fair atau patut. Sekarang ini dianut paham bahwa dalam
penafsiran kontrak tidak lagi dibedakan antara isi kontrak yang jelas, dan yang
tidak jelas, bahkan terhadap kata-kata yang tampak jelas, dapat dilakukan
penafsiran dengan mengarahkannya kepada kehendak para pihak atau keadaan
khusus yang relevan untuk menentukan makna yang mereka maksud.
29
VIII. METODE ARGUMENTASI
30
Sedangkan Shidarta menyimpulkan ada (6) enam langkah utama penalaran
hukum, yaitu:
a. Mengindentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu stuktur (pata) kasus
yang sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil terjadi.
b. Menghubungkan (mensubsumsi) struktur kasus tersebut dengan sumber-
sumber hukum yang relevan, sehingga ia dapat menetapkan perbuatan hukum
dalam peristilahan yuridis (legal term).
c. Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian
mencari tahu kebijakan yang terkandung di dalam aturan hukurn itu (the policies
underlying those rules), sehingga dihasilkan suatu struktur (peta) aturan yang
koheren.
d. Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus
e. Mencari alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin.
g. Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk kemudian diformulasikan
sebagai putusan akhir.
Proses penemuan hukum dengan menggunakan metode argumentasi atau
penalaran hukum dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Argumentum per analogiam (Analogi)
b. Argumentum a contrario (A Contrario)
c. Rechtvervijning (Penyempitan atau pengkonkretan hukum)
d. Fiksi hukum 31
b. TABEL METODE ARGUMENTASI
No. Nama Argumentasi Keterangan
01 Analogi Mengabstraksikan prinsip suatu ketentuan untuk kemudian prinsip itu diterapkan
dengan "seolah-olah" memperluas keberlakuannya pada suatu peristiwa konkret
yang belum ada pengaturannya. Contoh: Pasal 1576 KUH Perdata menyatakan
jual beli tidak memutuskan hubungan sewa menyewa. Bagaimana dengan hibah ?
Apakah hibah juga memutuskan hubungan sewa menyewa. Mengingat tidak ada
aturan tentang hibah ini, maka Pasal 1576 KUH Perdata ini dikonstruksikan secara
analogi, sehingga berlaku ketentuan penghibahan pun tidak memutuskan
hubungan sewa menyewa.
02 A Contrario Mengabstraksi prinsip suatu ketentuan untuk kemudian prinsip itu diterapkan
secara berlawanan arti atau tujuannya pada suatu peristiwa konkret yang belum
ada pengaturannya. Contoh: menurut PP No.9 Tahun 1975 seorang janda harus
melewati masa iddah minimal 130 hari sebelum dapat menikah kembali.
Bagaimana dengan duda? Mengingat hal ini tidak diatur, maka dikonstruksikan
secara a contrario bahwa untuk duda tidak ada masa iddah.
03 Rechtvervijning Mengabstraksi prinsip suatu ketentuan untuk kemudian prinsip itu diterapkan
dengan "seolah-olah" mempersempit keberlakuannya pada suatu peristiwa
konkret yang belum ada pengaturannya. Biasanya, jika diterapkan sepenuhnya
akan memunculkan ketidakadilan. Contoh: Pasal 1365 mengatur tentang
kewajiban
memberi ganti rugi kepada korban atas kesalahan yang diperbuat dalam hal
terjadi onrechtmatigedaad. Bagaimana jika si korban juga mempunyai andil atas
kesalahan sehingga menimbulkan kerugian itu? Mengingat hal ini tidak diatur,
maka prinsip Pasal 1365 dapat dikonstruksikan menjadi ketentuan baru bahwa si
korban juga berhak mendapat ganti rugi, tetapi tidak penuh.
32
04 Fiksi Hukum Sesuatu yang khayal yang digunakan di dalam ilmu hukum dalam bentuk kata-
kata, istilah-istilah yang berdiri sendiri atau dalam bentuk kalimat yang
bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum. Metode penemuan
hukum melalui fiksi hukum ini bersumber pada fase perkembangan hukum dalam
periode menengah, yaitu setelah berakhimya periode hukum primitif. Esensi dari
fiksi hukum merupakan metode penemuan hukum yang mengemukakan fakta-
fakta baru, sehingga tampil suatu personifikasi baru di hadapan kita. Sebagai
contoh menu1rut ajaran legisme, satu-satunya sumber hukum adalah undang-
undang. Tetapi bagaimana agar hukum kebiasaan dapat dipergunakan, maka
kemudian difiksikan bahwa berlakunya hukum kebiasaan itu atas dasar perintah
dari undang-undang.
33
IX. METODE KONSTRUKSI HUKUM
No. MACAM NAMANYA KETERANGAN
Suatu kata dijelaskan dengan metode parafrase kalau digunakan dalam satu
Parafrase kalimat itu diganti dengan kalaimat lain. Sebagai contoh, untuk menjelaskan
kata "kepentingan", maka dibentuklah kalimat yang mengandung kata
"kepentingan“ sebagai berikut : Orang mempunyai kepentingan dalam
perbuatan atau kejadian. Selanjutnya dibentuk kalimat lain yang tidak
mengandung kata "kepentingan" yang maknanya sama, seperti : Perbuatan
atau kejadian itu menimbulkan untung rugi. Kemudian kalimat tersebut
diganti dengan kalimat berikut : Orang mempunyai kepentingan dalam suatu
perbuatan atau kejadian, kalau perbuatan atau kejadian itu mengakibatkan
untung atau rugi.
Definisi Sebuah nama klas dijelaskan dengan definitie per genus et defferentium
apabila nama klas yang lebih tinggi dan terdekat disebutkan dan kemudian
disebutkan sifat yang membedakun klas yang bersangkutan dengan klas-
klas terdekat Iainnya. Dengan definitie per genus et defferentium, luas
pengertian sebuah kata ditetapkan, yaitu dibatasi oleh pengertian-pengeriian
lain yang mungkin mengacaukan.
VERBAL Sinonimasi Dengan sinonimasi, sebuah kata "X" dijelaskan apabila sebuah kata "Y"
2
MELENGKAPI disebut yang mempunyai arti sama. Metode parafrase menuju kepada
sinonimasi kalimat-kalimat penuh.
Dengan antitese, kata "X" dijelaskan apabila disebut kata "Y“ yang artinya
Antitese contradictoir dengan "X". Metode parafrase menuju kepada sinonimasi
kalimat-kalimat penuh.
34
Terjemahan Terjemaahan merupakan bentuk khusus sinonimasi kata “X” dan “Y”
yang berasal dari dua bahasa.
Restriksi Dengan restriksi, kata "X" dijelaskan apabila kepada "A' diberi arti yang
lebih sempit daripada kepada "Y". Terjadi restriksi apabila sebuah
"barang" itu disebut "benda" apabila mernpunyai nilai bagi manusia dan
oleh hukum dianggap sebagai satu kesatuan
Enumerasi
Dengan enumerasi sebuah kata dijelaskan apabila klas atau individu
disebutkan semuanya yang termasuk di dalamnya.
35
Archetipasi Dengan archetipasi sebuah kata dengan arti immateriil dijelaskan
apabila ditambahkan gambaran tertentu tentang dunia benda.
Ilustrasi Ilustrasi adalah setiap metode verbal untuk menjelaskan arti kata
3 Non Verbal
Representasi Dengan metode representasi ini, seseorang menjelaskan suatu
kata kepada orang lain, apabila ia menyebutkan kata sedang
yang lain memperoleh suatu gambaran melalui pancainderanya.
Nama suatu barang dijelaskan dengan representasi apabila
namanya disebutkan dan barangnya diperlihatkan. Metode
representasi hanya dapat diterapkan pada kata-kata yang indikatif
untuk sesuatu yang dapat diamati dengan pancaindra. Yang
dapat dilakukan dengan metode representasi antara ialah:
a.Nama-nama barang misalnya almari, kursi, payung, kuda dan
lain-lain.
b.Nama-nama sifat yang yang empiris, misalnya hijau, lembut,
kasar, dingin dan sebagainya.
c.Penyebutan yang egosentris, misalnya aku, kamu, ini sekarang
dan lain-lain.
d.Nama kejadian, misalnya gempa bumi, tsunami, tanah longsor,
gunung meletus dan sebagainya.
36
X. METODE PENEMUAN HUKUM ISLAM
Cara-cara menetapkan (mengeluarkan) hukum Islam dari dalil nash, baik dari
ayat-ayat Al Qur'an maupun dari as-Sunnah, yang lafadz (perkataannya) sudah
jeIas/pasti (qoth'i). Jalan istimbath ini memberikan kaidah-kaidah yang bertalian
1. ISTIMBATH dengan pengeluaran hukum dari dalil. Sebagai contoh ketentuan Al Qur'an
mengenai Iarangan kawin antara : wanita muslimah dengan pria non muslim, para
ulama tidak berbeda pendapat dengan masaIah ini. Karena isinya sudah jelas dan
tidak dapat ditafsirkan lain. QS. Al Baqarah ayat 221 menyebutkan sebagai
berikut : "Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-
wanita yang mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
beriman lebih baik dari pada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu”
Cara menggali hukum Islam dari nash (teks), baik dari ayat-ayat Al Qur' an
maupun dari as-Sunnah yang memerlukan perenungan yang mendalam,
mengingat lafadh (perkataannya) bersifat dzonni (belum pasti). Karena sifatnya
2. IJTIHAD belum pasti, sangat mungkin terjadi pemahaman yang berbeda di antara para
ulama. Sebagai contoh, mengenai ketentuan seorang pria muslirn boleh kawin
dengan wanita ahluI kitab. Dalam QS. Al Maidah ayat 5 menyatakan sebagai
berikut : "Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi kitab suci scbelum kamu", Yang menjadi
pertanyaan adalah siapakah yang dimaksud ahlul Kitab?
Kesepakatan para Mujtahid dari ummat Muhammad sesudah wafat Beliau tentang
2.1. Ijma hukum syara'. Jadi ijma merupakan kesepakatan bulat pendapat dalam ijtihad
yang dilakukan secara kolektif oleh para ulama Mujtahid.
37
Memperbandingkan hal yang tidak ada nashnya dengan hal yang yang sudah :
ada nashnya dalam hukum syara' yang bersifat pasti, untuk mencari
Persamaan alasan hukum. Apabila ada sesuatu kejadian yang belum ada
ketentuan hukumnya secara khusus. kernudian dibandingkan dengan kejadian
lain yang serupa akan tetapi ketentuan hukumnya telah ada. Akhirnya
ditetapkanlah suatu hukum yang telah dinashkan terhadap kejadian lain yang di
dalamnya terdapat alasan hukum yang serupa. Dengan kata lain Qiyas adalah
menyamakan ha! yang hukumnya tidak terdapat ketentuannya dalam Al Qur'an
dan Sunnah Rasul dengan hal yang hukumnya terdapat ketentuannya dalam Al
2.2. Qiyas Qur'an dan Sunnah Rasul karena adanya persarnaan "illat hukum atau ha! yang
melatarbelakangi adanya ketentuan hukum. Misalnya Q.s. Al Maidah : 90
melarang minum khamar, minuman keras yang dibuat dari buah anggur. Ha!
yang melatarbe!akangi larangan tersebut atau 'illat hukumnya adalah karena
minuman itu. memabukkan. Maka segala minuman yang memabukkan yang
dibuat bukan dari buah anggur dapat diqiyaskan hukumnya dengan khamar,
seperti tuak yang dibuat dari air bungan enau dan sebagainya, jika berjual beli
khamar hukumnya hararn, hukum beriual beli tuak hukumnya juga haram atas
dasar qiyas
38
Mengambil ketetapan yang dipandang Iebih baik sesuai tujuan hukum Islam, dengan
jalan meninggalkan dalil khusus untuk mengamalkan daIil umum. Misalnya Islam
mengajarkan agar hak milik perorangan dijamin dan hanya dibenarkan untuk
dilepaskan dengan jalan sukarela pemiliknya. Akan tetapi jika kepentingan umum
mendesak,dimungkinkan penguasa mencabut hak milik perorangan dengan paksa,
2.4. Ihtishan
meskipun seharusnya dengan memberikan ganti rugi kecuali jika untuk itu memang
tidak dimungkinkan. Misalnya mencabut hak milik tanah perorangan untuk pelebaran
jalan dan pembuatan waduk air guna mengairi tanah-tanah tandus dalam rangka
penyuburan dan peningkatan produksi pangan.
Melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum adanya ketentuan
lain yang mebatalkannya. Misalnya dalam perjanjian utang piutang yang telah
terjadi, tiba-tiba pihak berutang mengatakan telah membayar kembali hutangnya,
2.5. Ihtishab padahal tanpa saksi atau alat bukti lainnya. Dalam hal seperti ini, atas dasar istishab,
ditetapkan bahwa pihak berutang masih belum membayar kembali utangnya jika
pihak berpiutang rnenvangkal pernvataan pihak berutang tersebut
Sesuatu yang dikenal oleh orang banyak dan dikerjakan, baik berupa perkataan,
perbuatan maupun keengganan. Sementara ulama ada yang menyamakan dengan
adat kebiasaan, karena ia merupakan sesuatu hal yang biasa dikerjakan atau
diucapkan oleh mereka. Dengan demikian hal-hal yang tidak bertentangan dengan
ketentuan syara' dapat dikokohkan tetap berlaku bagi masyarakat yang mempunyai
2.6. Al Urfu
adat istiadat tersebut. Maka bagi ummat Islam, hukum adat setempat masih dapat
dipandang berlaku, selagi tidak bertentangan dengan ketentuan nash Al Qur'an dan
Sunah Rasul. Misalnya berjualbeli buah-buahan dengan cara tebasan dengan
ketentuan pernbeli memetik sendiri yang merupakan adat kebiasaan dalam
muamalat. Hal seperti ini dapat dibenarkan karena memang teIah menjadi adat
kebiasaan yang diterima masyarakat, dan pihak-pihak bersangkutan tidak ada yang
merasa dirugikan serta tidak bertentangan dengan ketentuan nash Al Qur'an dan
Sunah Rasul,
39
XI. PENEMUAN HUKUM MODERN
40
5. Tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia, maka
dalam menemukan hukum harus diperhatikan pula perkembangan
masyarakat dan perkembangan tekhnolgi.
6. Metode penafsiran yang digunakan terutama teologis, yang lebih
memperhatikan tujuan dari undang-undang, daripada bunyi kata-
katanya saja. Sebagai contoh penetapan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan tanggal 20 April 1990, bahwa pernikahan melalui
telepon antara suami dan calon isteri yang berjauhan tempat
tinggalnya dinyatakan tetap sah.
41
XII. TUGAS DAN PERANAN HAKIM
42
2. Hakim sebagai Penegak Hukum
- Azas legalitas sebagai pegangan utama
- Hakim tidak boleh terikat pada bunyi UU semata, tapi harus mempu
44
Interpretasi
- Gramatikal, Historis, Teologis/sosiologis, Futuristik
Ekstentif, Authentik, Indisipliner, Multi indisipliner, dll
Metode Kontruksi
- Argumentasi peranalogian (analogi) (Psl 1576
KUHPerdata) jual beli tidak untuk sewa menyewa
- Argumentum a contrario
- Penyempitan Hukum (Rechtverfijning)
3. METODE - Fiksi Hukum
PENEMUAN
HUKUM oleh HAKIM
Metode Hermanitik
- Ilmu atau seni menginterpretasikan teks atau sesuatu.
- Kata teks atau sesuatu ini, mengarah kepada tek hukum,
fakta hukum, dokumen resmi negara, naskah-naskah
kuno atau ayat-ayat dalam kitab suci, hasil ijtihad
para ahli hukum Islam yang menjadi obyek yang
ditafsirkan
45
4. Syarat utama melakukan Kontruksi
Menurut Rudolph Von Jhering syarat untuk melakukan konstruksi
hukum:
- Meliputi materi hukum positif
Kontruksi Hukum disini harus mampu meliput semua bidang
hukum positif yang bersangkutan
- Tidak boleh membantah dirinya sendiri didalam pembuatan
kontruksi, tidak boleh ada pertentangan logis didalamnya
- Faktor Estetika
Kontruksi kiranya mengandung faktor keindahan yaitu kontruksi
tidak merupakan sesuatu yang dibuat-buat. Dengan kontruksi
diharapkan dalam belantara perundang-undangan itu muncul
kejelasan-kejelasan
46
Tidak semata-mata bersifat legalistik
(La Bouche De La Loi)
1. Norma Kemanusiaan
Norma ini menuntut supaya dalam penegakan hukum, manusia
senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia mewakili
keluhuran pribadi.
2. Norma Keadilan
Adalah kehendak yang ajeg dan kekal untuk memberikan kepada
orang lain apa saja yang menjadi haknya.
3. Norma Kepatutan
Equity adalah hal yang wajib dipelihara dalam memberlakukan UU
dengan maksud untuk menghilangkan ketajamannya, kepatutan ini
perlu diperhatikan terutama dalam pergaulan hidup manusia
4. Norma kejujuran
Setiap penegak hukum harus bersikap jujur dalam
mengurus/menangani hukum serta melayani justitiable yang
berupaya untuk mencari hukum dan keadilan 48
7. TANGGUNG JAWAB HAKIM
1. Hakim dipanggil untuk melakukan justisialisasi dari pada
hukum, dalam arti putusannya harus mencerminkan keadilan.
2. Penjiwaan hukum, dalam arti hakim melalui putusannya tidak
boleh lalai sedikitpun dalam menjaga ketertiban (membela)
hukum.
3. Pengintegrasian hukum, seorang hakim harus mampu
menegakkan keputusannya dalam keseluruhan sistem hukum.
4. Totalisasi hukum, hakim harus mampu menempatkan
keputusannya dalam keseluruhan kenyataan sosial ekonomis
serta nilai moral dan relegius yang hidup ditengah masyarakat.
5. Personalisasi hukum, putusan hakim harus memberikan
pengayom kepada pencari keadilan, bukan sebaliknya justru
merugikan atau menyengsarakan mereka.
6. Memberi Edukasi, setiap putusan yang dijatuhkan harus dapat
memberi nilai-nilai pendidikan kepada hakim yang lain
49
8. KENDALA EKSTERNAL DAN INTERNAL DALAM
MEMUTUS PERKARA
Eksternal:
1. Tekanan dari pihak eksekutif dan legislatif
2. Peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan
3. Masih banyak masyarakat yang buta hukum (Budaya Hukum)
4. Tekanan dari salah satu pihak yang berperkara (suap)
Internal:
1. Masih banyak Hakim kurang menguasai hukum acara dan materil
2. Tekanan dari kalangan Hakim sendiri, terutama Hakim yang lebih
tinggi kepada Hakim yang lebih rendah.
3. Sarana dan prasarana yang belum memadai.
4. Sistem dan prosedur yang belum jelas
5. Buku-buku perpustakaan yang kurang mendukung
6. Pola Bindalmin tidak jalan
50
9. PROSEDUR PENERAPAN HUKUM
PUTUSAN
51
Pendaftaran Perkarta
XIV. TAHAPAN HUKUM ACARA
Penetapan Majelis Hakim
Pendahuluan Penetapan hari sidang
Mengkonstatasi Peristiwa
Tahapan Penentuan
Hukum Acara
Mengkualifikasi peristiwa konkrit
Mengkonstitusi hukumnya
Sukarela
Putusan berkekuatan
hukum tetap
53
2. Tehnik Equatable (Komistis-keadilan deduktif)
- Tentukan isi pokok terlebih dahulu.
- Susun pernyataan yang sifatnya umum.
- Apakah benar sifolan pewaris yang wafat tanggal .......?
- Apakah benar para penggugat ahli warisnya ?
- Apakah benar objek sengketa merupakan barang waris?
- Apakah benar barang waris sudah dialihkan kepada
pihak ketiga dengan cara hibah atau jual beli ?
- Berapakah bagian masing-masing yang diperoleh ahli
waris?
- Tentukan alat-alat bukti penggugat dan apa saja alat-alat
bukti Penggugat
- Saring alat-alat bukti itu apakah memenuhi syarat formil dan
materil ?
54
- Analisis pertanyaan tersebut di atas satu persatu dan
kaitkan dengan alat bukti (uji alat bukti masing-masing
siapa yang benar).
- Jika alat-alat bukti sudah ditentukan mana yang lebih
kuat dan benar, maka gabungkan dengan petitum
gugatan dan sekaligus menjawab petitum tersebut,
diterima atau ditolak.
- Output dari pemeriksaan model ini adalah keadilan,
kebenaran dan kepastian hukum.
- Banyak di praktekkan dalam hukum benda
55
3. Tehnik silogisme, metode penerapan induktif.
- Cari fakta-fakta sebanyaknya dalam surat gugat, jawab
menjawab & Replik duplik dan fakta-fakta yang di dapat dalam
persidangan.
- Kwalifikasikan fakta-fakta itu, mana yang sudah diakui dan
mana yang belum diakui.
- Fakta-fakta yang belum diakui secara bulat harus dibuktikan.
- Apabila fakta-fakta itu sudah diakui maka langsung menjadi
fakta yuridis.
- Setelah di konstatir, ternyata ada yang terbutki maka disebut
fakta konkrit yang telah dibuktikan.
- Cari rolenya pada peristiwa konkrit itu.
- Kalau sudah ketemu rolenya, disebut fakta yuridis.
- Berdasarkan fakta-fakta yang telah diuji kebenarannya, maka
dapat disimpulkan bahwa dalil-dalil gugatan adalah benar.
- Banyak dipakai dalam hukum orang (personal rech).
56
XVI. KONSTRUKSI PUTUSAN
1. Kepala putusan
a. Putusan
b. Nomor putusan
c. Bismillah
d. Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Duduknya perkara
a. Surat gugat (hal-hal yang menyangkut pokok saja).
b. Tanggapan dan jawaban para pihak, Replik dan Duplik
cukup disingkat saja.
c. Fakta-fakta kejadian atau hal-hal yang terjadi dalam
persidangan (cukup ditulis segala sesuatu terurai dalam
BAS di anggap termuat dalam putusan ini)
57
3. Tentang Hukumnya
a. Di sini argumentasi hakim dipertaruhkan dalam
mengkonstatir, mengkwalifisir dan mengkonstituir segala
peristiwa.
b. Putusan harus mengandung racio desisendi dan abiter
dectum.
c. Semua alat-alat bukti penggugat dan tergugat harus
dipertimbangkan secara terperinci satu persatu.
d. Kalau pakai pendapat para pakar harus dipakai kata-kata
“yang diambil alih sebagai pendapat majelis”.
e. Boleh pakai dalil-dalil hukum syara’ (Qur’an, Hadits dan
Qoul Ulama) dan harus singkron dengan dalil gugat, satu
sama lain harus tersusun secara kronologis.
58
4. Tentang Amar Putusan
59
5. Bahagian Penutup
6. Sistem Pembuatannya :
a. Kertas A4 70 gr
b. 1,5 Spasi
c. Margin 4,3,3,2
d. Jenis Huruf Arial 12 pt
e. Identitas Melawan bukan lawan
d. Tidak boleh pakai Tip Ex tapi renvoy apabila ada
kesalahan
60
XVII. TEORI PENJATUHAN PUTUSAN
Menurut MACKENZIE ada beberapa teori atau pendekatan
yang dapat dipergunakan oleh Hakim dalam mempertimbangkan
penjatuhan putusan dalam suatu perkara:
1. Teori Keseimbangan
Keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan UU dan
kepentingan pihak-pihak yang berperkara, seimbang dalam
Pembuktian dan seimbang dalam mengadakan perdamaian
61
3. Teori pendekatan Keilmuan
Teori ini menghendaki agar Hakim dalam putusan yang diambil
harus di laksanakan secara sistemik dan penuh kehatian-hatian
tidak boleh didasarkan pada intuisi dan instink belaka tapi harus
dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum.
4. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim akan dapat membantunya
dalam memutus suatu perkara. Harus dipikir dampak dari
putusan yang dijatuhkan itu.
5. Teori Ratio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat terhadap semua
pertimbangan yang berkaitan dengan pokok perkara yang
relevan disengketakan, yang kemudian mencari peraturan yang
relevan dengan fakta yuridis yan ditemukan.
62
XVIII. HAKIM PENGADILAN AGAMA YANG DIHARAPKAN
1. Intelektual
2. Profesional
3. Integritas moral yang solid
4. Berkemampuan
5. Demokratis dan persuasif
63
XX. PENUTUP
64