Anda di halaman 1dari 40

ASAS HUKUM

Pembahasan
01 Pengertian Asas Hukum

Perbedaan Asas Hukum,


02 Norma/Kaidah Hukum,
Aturan

03 Fungsi Asas Hukum


– Dalam ilmu hukum, pada dasarnya hukum dapat dilihat dalam
beberapa bentuk yang saling mendukung satu sama lain, berupa:
a. Asas atau Prinsip Hukum;
b. Kaidah atau Norma Hukum; dan
Pengantar
c. Aturan Hukum.
– Setiap bentuk memiliki sifatnya masing-masing dan berada pada
lapisan atau tingkatan yang berbeda, akan tetapi pada prinsipnya
lapisan-lapisan tersebut merupakan satu kesatuan sistem.
– Menurut terminologi bahasa, istilah asas ada dua pengertian. Arti
asas yang pertama adalah dasar, alas, fundamen. Sedangkan arti
asas yang kedua adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok
dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat dan sebagainya.
(Poerwadarminta)
Pengertian – KBBI
Asas 1 dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat);
2 dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi):
3 hukum dasar:
– Bruggink: Asas (principle) adalah suatu dalil umum yang
dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara
khusus mengenai pelaksanaannya yang ditetapkan pada
serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi
perbuatan itu.
Atau
– Asas-asas adalah anggapan-anggapan dan pertimbangan-
pertimbangan fundamental yang merupakan dasar diletakkannya
tingkah laku kemasyarakatan.
– Satjipto Rahardjo: Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum,
karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya
suatu peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada
akhirnya dapat dikembalikan kepada asas hukum.
– Sudikno Mertokusumo: Asas hukum itu pada umumnya merupakan
suatu persangkaan (presumptio), yang tidak mengambarkan suatu
kenyataan, tetapi suatu ideal atau harapan.
– R.J. Jue: Asas-asas hukum menjelaskan dan menjustifikasi norma-
norma hukum, di dalamnya terkandung (dan bertumpu) nilai-nilai
ideologis tertib hukum.
– Bernard Arief Sidharta: Asas-asas hukum lahir dari kandungan akal
budi dan nurani manusia yang menyebabkan manusia dapat
membedakan baik-buruk, adil-tidak adil, dan manusiawi-tidak
manusiawi.
– Karl Larenz: asas hukum adalah ukuran-ukuran hukum ethis yang
memberikan arah kepada pembentukan hukum.
– H.J. Homes: asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma-norma
hukum yang konkret, tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar
umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.
– Paul Scholten: asas-asas hukum–rechtsbeginselen–legal principles–
principles of law bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang
dari “hukum positif” yang terdapat dalam dan di belakang setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan.
– Hal ini berarti bahwa asas-asas hukum adalah dasar-dasar atau
petunjuk arah (richtlijn) dalam pembentukan hukum positif, yang
oleh D.H.M. Meuwissen diungkapkan:
“Dari asas itulah hukum positif memperoleh makna ‘hukumnya’.
Didalamnya juga terdapat kriteria yang dengannya kualitas dari
hukum itu dapat dinilai ... hukum itu dapat dipahami dengan
berlatar belakang suatu asas ... suatu asas yang melandasi”
– Asas hukum pada dasarnya dapat dibedakan menjadi asas hukum
umum dan asas hukum khusus.
– Asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan
seluruh bidang hukum, seperti asas restitution in integrum, lex
posterior derogate legi priori, equality before the law, res judicata
proveritate habetur dsb.
Jenis Asas – Asas hukum khusus hanya berfungsi atau berlaku dalam bidang
Hukum hukum yang lebih sempit, seperti bidang hukum perdata, HAN,
pidana dan sebagainya yang sering merupakan penjabaran dari
asas hukum yang umum.
Misalnya asas pacta sun servanda dan asas konsensualisme dalam
hukum perdata, asas presumption of innocence dan asas non
retroaktif dalam hukum acara pidana, asas-asas umum
pemerintahan yang baik Good Governance) dalam HAN.
– O. Notohamidjojo mengetengahkan empat macam fungsi asas-
asas hukum:
a. Pengundang-undangan harus mempergunakan asas-asas
hukum sebagai pedoman (richtlijnen) bagi pembentukan
hukum. Pengundang-undangan perlu meneliti dasar pikiran
dari asas hukum itu, merumuskannya dan mengenakannya
dalam pembentukan undang-undang.
Fungsi Asas b. Membantu Hakim melakukan interpretasi pada penafsiran
pasal-pasal yang kurang jelas. Dengan menggunakan asas
Hukum hukum hakim dapat mengadakan penetapan dari pada
keputusan-keputusannya.
c. Hakim perlu mempergunakan asas-asas hukum
(rechtsbeginselen) apabila ia perlu mengadakan analogi.
d. Hakim dapat melakukan koreksi terhadap peraturan undang-
undang, apabila peraturan undang-undang itu terancam
kehilangan maknanya.
– Keempat macam fungsi asas-asas hukum yang diungkapkan O.
Notoharmidjojo tersebut dengan sederhana dapat disarikan
sebagaimana ditegaskan oleh A. Soeteman bahwa:
a. Bagi pembuat undang-undang (wetgever), asas-asas hukum
merupakan pedoman dalam pembuatan undang-undang
(wetgeving)—peraturan perundang-undangan.
b. Bagi hakim (rechter), asas-asas hukum menolong untuk
mencermatkan interpretasi dan membantu dalam pengenaan
analogi serta mengarahkan dalam memberikan koreksi
terhadap peraturan perundang-undangan.
– Norma merujuk pada ranah keseyogiaan, yakni bagaimana
seyogianya/seharusnya manusia berperilaku.
Norma/Kaidah
– Norma merupakan patokan atau standar yang mempreskripsikan
Hukum dan bagaimana individu berperilaku dalam pergaulannya dengan
masyarakat. Perintah dan larangan yang masih bersifat luas itu
Aturan perlu dituangkan kedalam aturan-aturan hukum yang bersifat
kongkret (J.J.H. Burgink).
– Lahirnya norma atau kaidah adalah dari pengalaman manusia
dalam kehidupan masyarakat yang kemudian oleh rasio atau akal
sehatnya manusia menemukan keharusan berupa kaidah-kaidah
yang harus dilakukan agar pergaulannya dengan masyarakat
dapat berjalan dengan baik dan kepentingannya dapat
terlindungi.
– Norma/kaidah merupakan pandangan objektif mengenai penilaian
atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan,
dilarang, atau dianjurkan untuk dilakukan.
– Norma Hukum/Kaidah-kaidah hukum ditemukan oleh akal budi
manusia sebagai mahluk rasional yang memiliki kemampuan
membedakan benar-salah, baik-buruk, adil-tidak adil, manusiawi-
tidak manusiawi yang menuntut bagaimana seharusnya manusia
bertindak dalam pergaulannya dalam masyarakat.
– Menurut Sudikno Mertokusumo kaidah hukum adalah nilai yang
terdapat dalam peraturan konkrit.
– J.J.H. Bruggink juga mengatakan bahwa kaidah hukum sebagai
arti satuan bahasa yang lebih luas dari aturan hukum.
– Misal: Pasal 362 KUHP (“barang siapa mengambil barang orang
lain dengan jalan melawan hukum, dihukum karena....”).
Kaidah atau nilainya ialah bahwa mencuri itu tidak baik, sehingga
seyogyanya jangan mencuri atau keharusan manusia tidak boleh
mencuri karena mencuri itu tidak baik.
– Oleh karena itu, norma atau kaidah yang berisi perintah dan
larangan namun sifatnya belum operasional atau masih bersifat
umum.
– Perintah dan larangan yang masih bersifat luas itu perlu
dituangkan ke dalam aturan-aturan hukum yang bersifat konkrit.
– Misal: dalam kehidupan masyarakat, dikembangkan norma bahwa
setiap individu tidak boleh merugikan orang lain. Dalam hal ini, hal
merugikan orang lain masih merupakan situasi yang luas dan
mengambang, sehingga norma tersebut perlu dikongkritkan
melalui peraturan.
– Dengan demikian, aturan hukum adalah bentuk yang lebih
konkret dari kaidah hukum dan didesain untuk sebuah situasi yang
spesifik, untuk itu aturan hukum harus memuat isi yang menunjuk
pada sebuah peristiwa yang jelas sehingga dapat diterapkan
secara langsung.
– Misal:
Untuk mempertahankan kehidupan bermasyarakat,
dikembangkan norma bahwa setiap individu tidak boleh
merugikan individu lain atau masyarakat. Jelas bahwa hal
merugikan masyarakat tersebut masih merupakan sebuah situasi
yang sangat luas dan mengambang sehingga norma tersebut
perlu itu dikongkritkan. Untuk menkongkritkan norma tersebut
maka diperlukan aturan yang di dalamnya memuat hal teknis atau
hal-hal konkrit mengenai tindakan apa saja yang merugikan
individu lain atau masyarakat sehingga harus dilarang.
– Aturan-aturan bisa tertulis maupun berupa kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat. Keduanya pada intinya telah
membatasi tindakan individu untuk berbuat sesuatu yang dituang
di dalam aturan tersebut karena merugikan.
– Rumusan asas-asas hukum tampak lebih padat jika dibandingkan
dengan rumusan peraturan hukum yang dilahirkan.
– Asas-asas hukum itu tidak akan habis kekuatannya dengan
melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan tetap saja ada dan
akan melahirkan peraturan-peraturan hukum selanjutnya.
Kesimpulan – Asas-asas hukum merupakan sarana yang membuat hukum itu
hidup, tumbuh dan berkembang serta menunjukkan kalau hukum
itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan belaka, sebab asas-
asas hukum itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.
– Oleh karena itu, aturan hukum harus didasarkan kepada norma
hukum, norma hukum didasarkan kepada asas hukum.
Pembahasan
01 Sejarah

Asas
Wetmatigheid 02 Istilah dan Pengertian
Van Bestuur

03 Pengaturan di Indonesia
– Asas wetmatigheid van bestuur atau asas legalitas
(legaliteitsbeginsel) à Pemerintahan berdasarkan undang-
undang.
– Berasal dari pemikiran hukum abad 19 yang berjalan seiring
keberadaan negara hukum klasik/formil à Bersifat formil dan
sempit, dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis.
– Tugas negara adalah melaksanakan peraturan perundang-
undangan untuk melaksanakan ketertiban à Negara penjaga
Sejarah malam ( nactwackerstaats).
– Berkembangnya pemikiran legalistik-positivistik à Hukum hanya
apa yang tertulis dalam undang-undang, sehingga undang-
undang dijadikan sendi utama penyelenggaraan kenegaraan dan
pemerintahan.
– Dengan demikian, asas legalitas dalam gagasan negara hukum
klasik memiliki kedudukan sentral/fundamen dari negara hukum.
– Pada mulanya asas legalitas dikenal dengan dalam konteks
penarikan pajak oleh negara.
– Inggris: “No taxation without representation” à tidak ada pajak
tanpa persetujuan parlemen
– Amerika: “Taxation without representation is robbery” à pajak
tanpa persetujuan parlemen adalah perampokan.

– Penarikan pajak hanya boleh dilakukan setelah adanya undang-


undang yang mengatur pemungutan dan penentuan pajak.
– Asas ini dinamakan juga dengan kekuasaan undang-undang atau
asas legalitas (legaliteitsbeginsel).
Asas Legalitas:
– Hukum Pidana: nullum delictum sine praevia lege poenali à tidak
ada hukuman tanpa undang-undang
– HAN: Het beginsel van wetmatigheid van bestuur à Asas
keabsahan pemerintahan à Pemerintah tunduk pada undang-
undang.
– Het beginsel van wetmatigheid van bestuur mengandung 3 aspek
(H.D. Stout):
a. Aspek Negatif;
b. Aspek Formal Positif; dan
c. Aspek Materiil Positif.
a. Aspek Negatif: bahwa tindakan pemerintahan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang. Tindakan pemerintahan
adalah tidak sah jika bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Aspek Formal Positif: Pemerintah hanya memiliki kewenangan
tertentu sepanjang diberikan atau berdasarkan undang-
undang.
c. Aspek Materiil Positif: Undang-undang memuat aturan umum
yang mengikat tindakan pemerintahan.

– Hal ini berarti bahwa kewenangan itu harus memiliki dasar


perundang-undangan dan kewenangan itu isinya ditentukan
normanya oleh undang-undang.
– Penerapan asas legalitas akan menunjang berlakunya kepastian
hukum dan kesamaan perlakuan.
– Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang yang berada
dalam situasi seperti yang ditentukan dalam ketentuan undang-
undang itu berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti yang
ditentukan dalam undang-undang.
– Kepastian hukum terjadi karena suatu peraturan dapat membuat
semua tindakan yang akan dilakukan pemerintah itu dapat
diperkirakan lebih dahulu, dengan melihat pada aturan-aturan
yang berlaku.
– Asas legalitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan
kedudukan hukum warga negara terhadap pemerintah, sebab
pemerintah hanya dapat melakukan perbuatan hukum jika
memiliki legalitas atau didasarkan pada undang-undang yang
Tujuan dan Isi merupakan perwujudan aspirasi warga negara.
– Isi dari asas legalitas adalah wewenang, yakni untuk melakukan
tindakan-tindakan hukum tertentu, sehingga dapat diciptakan
hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara.
– Namun, penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada
asas legalitas/berdasarkan undang-undang, dalam praktiknya
tidak memadai apalagi di tengah masyarakat yang memiliki
tingkat dinamika yang tinggi.
– Hal ini karena hukum tertulis sanantiasa mengandung kelemahan
yakni:
a. perubahan masyarakat;
b. Kehidupan masyarakat yang kompleks dan luas, sehingga tidak
mungkin keseluruhan terjelma dalam peraturan perundang-
undangan yang statis.
– Meskipun asas legalitas memiliki kelemahan, namun tetap
menjadi prinsip utama dalam setiap negara hukum.
– Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan.
“Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan:
a. asas legalitas;
b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan
Pemberlakuan c. AUPB. “
di Indonesia
– Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.
“Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau
pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
– Secara bahasa freies ermessen berasal dari kata frei
(bebas, tidak terikat, merdeka, orang bebas).
Sedangkan ermessen berarti menilai, menduga,
Asas Freies penilaian, pertimbangan, keputusan.
Ermessen – Secara bahasa, freies ermessen berarti orang yang
memiliki kebebasan untuk menilai, menduga dan
mempertimbangkan sesuatu dan mengambil
keputusan.
– Dalam bidang pemerintahan, freies ermessen diartikan
sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang
bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi
untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya pada undang-undang.
– Selain itu, istilah freies ermessen sepadan dengan kata
"discretionair", yang artinya menurut kebijaksanaan,
dan sebagai kata sifat, berarti : menurut wewenang
atau kekuasaan yang tidak atau tidak seluruhnya
terikat pada undang- undang".
– Asas diskresi (discretie;freies ermessen), mempunyai
arti bahwa pejabat tidak boleh menolak mengambil
keputusan dengan alasan 'tidak ada peraturannya’.
– Oleh karena itu diberi kebebasan untuk mengambil
keputusan menurut pendapat sendiri asalkan tidak
melanggar asas yuridikitas (rechtmatingheid) dan asas
legalitas.
– Freies ermessen muncul sebagai alternatif untuk mengisi
kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan asas legalitas
(wetmatigheid van bestuur).
– Sebab, bagi negara kesejahteraan (welfare state), asas legalitas
saja tidak cukup untuk dapat berperan secara maksimal dalam
melayani kepentingan masyarakat yang berkembang pesat
sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
– Tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan umum
atau mengusahakan kesejahteraan bagi warga negara, termasuk
memberikan perlindungan bagi warga negara.
– Dalam konsepsi negara hukum modern, diskresi, discretion
(Inggris), discretionair (Perancis), freies ermessen (Jerman) mutlak
dibutuhkan oleh pemerintah dan kepadanya melekat wewenang
itu (inherent aan het bestuur), sejalan dengan meningkatnya
tuntutan pelayanan publik yang harus diberikan pemerintah
terhadap kehidupan sosial ekonomi para warga yang kian
Tujuan kompleks.
– Diskresi sendiri diartikan sebagai salah satu sarana yang
memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan
administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya pada undang-undang, atau tindakan yang dilakukan
dengan mengutamakan pencapaian tujuan (doelmatigheid).
– Freies ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal:
a. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang penyelesaian kongkrit terhadap suatu masalah tertentu,
padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera.
Misal: menghadapi suatu bencana, maka aparat pemerintah harus
segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara
maupun rakyat, yang mana tindakan tersebut semata-mata timbul
atas prakarsa sendiri;
b. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat
aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misal:
tafsir atas ketentuan “menimbulkan keadaan bahaya”, dilakukan
sesuai situasi dan kondisi daerah masing-masing.
c. Adanya delegasi perundang-undangan, sehingga aparat
pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri. Misa:
menggali sumber-sumber keuangan daerah, maka pemerintah
daerah bebas untuk mengelolanya asalkan sumber-sumber itu
merupakan sumber yang sah.
d. Sudah ada peraturannya namun redaksinya samar atau multitafsir.
– Diskresi adalah kebebasan administrasi yang mencakup
kebebasan administrasi (interpretatieverijheid), kebebasan
mempertimbangkan (beoordelingsvrijheid), dan kebebasan
mengambil kebijakan (beleidsvrijheid).
1. Kebebasan interpretasi mengimplikasikan kebebasan yang
dimiliki organ pemerintah untuk menginterpretasikan suatu
undang-undang.
Isi 2. Kebebasan mempertimbangkan muncul ketika undang-undang
menampilkan dua pilihan (alternatif) kewenangan terhadap
persyaratan tertentu yang pelaksanaannya dapat dipilih oleh
organ pemerintahan.
3. Kebebasan mengambil kebijakan lahir ketika pembuat undang-
undang memberikan kewenangan kepada organ pemerintahan
dalam melaksanakan kekuasaannya untuk melakukan
inventarisasi dan mempertimbangkan berbagai kepentingan .
– Kebebasan mempertimbangkan ada yang bersifat subjektif dan
bersifat objektif:
1. Kebebasan mempertimbangkan yang bersifat subjektif yaitu
kebebasan untuk menentukan sendiri dengan cara bagaimana
dan kapan wewenang yang dimiliki itu dilaksanakan.
2. Kebebasan mempertimbangkan yang bersifat objektif yaitu
kebebasan menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang
yang dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya.
– Ketika kebebasan pemerintah atau freies ermessen ini dituangkan
dalam bentuk tertulis, maka akan menjadi peraturan kebijakan.
– Memang konsekuensi logis adanya kewenangan freies ermessen
adalah pemerintah diberi kewenangan droit function, yaitu
kekuasaan untuk menafsirkan terhadap suatu peraturan
perundang-undangan. Namun bukan berarti pemerintah boleh
berbuat sewenang-wenang.
– Pemerintah dilarang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat
detournement de pouvoir (melakukan sesuatu diluar tujuan
kewenangan yang diberikan) atau onrechtmatige overheidsdaad
(perbuatan melawan hukum oleh penguasa).
– Sebab setiap perbuatan pemerintah yang merugikan warganya
karena detournement de pouvoir atau onrechtmatige overheidsdaad
dapat dituntut baik melalui peradilan administrasi negara maupun
melalui peradilan umum.
– Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi dalam
Batas-batas mengambil keputusan wajib mempertimbangkan:

Penggunaan 1. Tujuan diskresi


2. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi;
Diskresi
3. Asas- asas umum pemerintahan yang baik.
– Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan.
“Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan
dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi
persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak
jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. “
Pemberlakuan
di Indonesia – Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, bahwa Pejabat Pemerintahan memiliki
hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil Keputusan
dan/atau Tindakan.
“Ayat (2) huruf e: menggunakan Diskresi sesuai dengan
tujuannya;”
– BAB VI Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Terima Kasih…
– Membuat mind map tentang:
1. Sumber hukum formil HAN; dan
Tugas 2. Sumber hukum materiil HAN.

Anda mungkin juga menyukai