Anda di halaman 1dari 18

Draft Buku Hukum Administrasi negara1

BAB VI2
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Asas merupakan pijakan atau tumpuan yang membuat perilaku manusia mendapatkan
tempat atau mengarahkan tindakan menjadi baik sesuai asas tersebut, selain itu, dapat juga
dikatakan sebagai hal penilaian terhadap berbagai perilaku yang relevan dengan nilai-nilai
yang terkandung di dalam asas tersebut. Norma pada dasarnya merupakan konkretisasi atau
perwujudan dari asas sebagai peraturan, memberikan pedoman bagaimana seharusnya
seseorang bertingkah laku dalam masyarakat. Pendapat Hoogewerf dalam hal ini, memandang
asas merupakan aturan tingkah laku secara umum, sedangkan norma adalah aturan tingkah
laku secara khas. Ateng Syarifudin sebagaimana dikutip oleh Paulus effendi Lotulung
menguraikan asas sebagai pemikiran umum yang abstrak atau sebagai ide, atau juga konsep
yang tidak mempunyai sanksi. Norma merupakan aturan konkret, sebagai penjabaran ide yang
memiliki sanksi. Pemahaman pokok asas dapat disebut dari norma hukum konkret yang
mengatur perilaku konkret tertentu, dapat diabstraksi sebagai norma umum yang lingkup
berlakunya lebih umum dari norma konkret. Norma umum dapat diabstraksikan menjadi
norma yang lebih umum dan berlaku lebih luas. Norma dasar yang paling umum yang tidak
dapat lagi diabstraksikan, itulah asas. Asas hukum materinya adalah nilai etis tertentu, dan
suatu norma hukum merupakan konkretisasi asas hukum, suatu asas dapat dijabarkan menjadi
norma konkret.3
Asas seperti yang definisikan oleh Moh. Koesnoe sebagai bentuk awal pancaran
normatif filsafat hidup, suatu instruksi memandang yang seharusnya menangani persoalan
kehidupan, dan apabila soal itu adalah hukum, asas itu disebut asas hukum. Definisi yang
dikemukakan Moh. Koesnoe mirip dengan yang dikemukakan oleh Bachsan Mustafa, asas
(beginsel) berarti permulaan sesuatu, sesuatu yang dimaksudkan adalah kaidah. Kaidah atau
norma itu sendiri adalah ketentuan seharusnya manusia bertingkah laku dalam pergaulannya,
dengan demikian, asas merupakan dasar kaidah. Jasim Hamidi sesuai dengan berbagai
pendapat ahli ini, memaknai asas hukum sebagai bentuk awal pancaran normatif filsafat
hidup, sekaligus nilai etik yang hidup dalam pergaulan masyarakat (asas sebagai abstraksi
norma hukum), sedangkan norma hukum merupakan konkretisasi asas hukum dalam wujud

1
Dipergunakan sementara untuk pembelajaran Dalam jaringan (Daring) pada Aplikasi syam-ok.unm.ac.id
Universitas Negeri Makassar untuk Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara, Semester Genap Tahun
Akademik 2020-2021, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makasar.
2
Herman, Dosen Hukum Administrasi Negara Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Makassar.
3
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 53.

1
peraturan hukum konkret. Perbedaan antara asas hukum dan norma hukum selanjutnya oleh
Jasim Hamidi dikualifikasi, yaitu:4
1. Asas hukum mengandung makna, pertama, bentuk awal pancaran normatif filsafat
hidup, ke dua, titik pangkal memandang persoalan (jika soal hukum disebut asas
hukum), ke tiga, pedoman seharusnya berperilaku (nilai etik), ke empat, pikiran
dasar di belakang norma hukum konkret (walaupun asas ini tidak nampak), ke lima,
persangkaan (presumption, misalnya semua orang dianggap tahu akan hukumnya),
ke enam, sifat asas mengikuti perkembangan norma hukum (historisch bestimurt),
ke tujuh, cirinya berlaku umum, abstrak, tidak mempunyai sanksi, dan mengenal
penyimpangan sehingga sistem hukum menjadi supel (pameonya adalah de
uitzondoingen bevertegen de regel, pengecualian itu justeru memperkuat peraturan
yang berlaku umum).
2. Pemahaman yang membedakan, antara yang menyamakan norma hukum dan
kaidah hukum, dan yang membedakan kaidah hukum sebagai lebih luas dari norma
hukum (peraturan hukum konkret), yaitu:
a. Kaidah hukum atau norma hukum merupakan pola, aturan hukum konkret yang
mempunyai fungsi memerintah-melarang-membolehkan, dan terdapat sanksi.
b. Kaidah hukum sebagai nilai atau pedoman yang dapat digali atau ditemukan dari
norma (peraturan hukum konkret).
Asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai asas hukum berasal dari susila
berdasarkan moral. Moral berkaitan dengan etika, kesopanan, sebagai kepatutan sesuai
dengan norma yang terdapat di dalam masyarakat yang baik, dipengaruhi oleh manusia, alam,
dan tradisi yang berubah-ubah sesuai dengan waktu, tempat, dan keadaan. Asas-asas umum
pemerintahan yang baik dengan demikian memiliki daya ikat dan harus dipatuhi pejabat
administrasi negara, sebagaimana dengan norma hukum (rechtsregel), dan kaidah hukum
(rechtsnorm). Asas hukum dapat dimasukkan dalam tipe kaidah yang berkaitan dengan kaidah
perilaku, dan berfungsi seperti kaidah perilaku. Asas hukum merupakan kaidah yang
mempunyai pengaruh atas kaidah perilaku oleh karena memainkan peran interpretasi terhadap
aturan hukum, sehingga menentukan wilyah penerapan kaidah hukum. Kaidah hukum dengan
demikian dapat dinyatakan termasuk dalam tipe meta-kaidah. Asas hukum berdasarkan
pandangan Paul Scholten merupakan sebagian dari hidup kejiwaan manusia yang menjadi
cita-cita yang akan diraihnya.

4
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 42-45.

2
Asas hukum sebagaimana dikatakan Paul Scholten ini merupakan jembatan antara
peraturan hukum, cita-cita sosial, dan pandangan etis masyarakat, sehingga melalui asas
hukum, peraturan hukum menjadi bagian dari tatanan etis. Satjipto Rahardjo menyebut asas
hukum sebagai jantung dari peraturan hukum, oleh karena merupakan landasan yang luas
lahirnya peraturan hukum. Asas hukum juga merupakan ratio legis lahirnya peraturan hukum,
dan tidak akan pernah habis kekuatannya melahirkan peraturan hukum. Asas hukum sebagai
sarana yang membuat hukum menjadi hidup, tumbuh dan berkembang, dan dengan asas
hukum, hukum bukan hanya sekumpulan peraturan, oleh karena asas mengandung nilai dari
tuntutan etis.5 Asas-asas umum pemerintahan yang baik pada dasarnya merupakan salah satu
instrumen pengujian dalam hukum administrasi negara yang digunakan untuk menilai
tindakan pemerintah atas kewenangan bebas yang dimilikinya.
Kata lain dari instrumen ini adalah sarana yang dipergunakan dalam rangka
meningkatkan perlindungan hukum (verhoogde rechtsbescherming) bagi warga negara atas
digunakannya kewenangan bebas pemerintah, dan di lain pihak, sebagai sarana perlindungan
hukum bagi pejabat administrasi negara yang bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Asas dalam pengertian ini berguna sebagai sarana perlindungan hukum, baik bagi
pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugas dan fungsi publiknya, maupun bagi
warga negara yang menjadi subyek hukum dari tindakan administrasi negara tersebut.
Adakalanya pejabat administrasi negara dalam bertindak dapat dianggap sebagai suatu
penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang ada padanya, dan untuk mencegah hal itu terjadi
menurut Prajudi Atmosudirjo, asas pemerintahan atau administrasi yang baik, yang bersih
(behoorlijk bestuur), penting menjadi landasan tindakan pemerintah atau administrasi.
Asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana pendapat Prajudi Atmosudirdjo ini
mengarahkan tindakan pejabat administrasi negara sesuai dengan kewenangan yang ada
padanya. Asas pemerintahan yang baik dapat dibagi ke dalam dua kategori besar, yaitu asas
perihal prosedur dan atau proses pengambilan keputusan, dan asas kebenaran dari fakta yang
dipergunakan sebagai dasar keputusan. Asas prosedur dan atau proses pengambilan keputusan
terdiri atas asas yang menyatakan bahwa orang yang ikut menentukan atau mempengaruhi
lahirnya keputusan tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi (vested interest) baik secara
langsung maupun tidak, keputusan yang merugikan atau mengurangi hak seseorang warga
negara tidak dapat diambil sebelum memberi kesempatan membela kepentingannya, dan asas
yang menyebutkan konsideran (pertimbangan, motivering) keputusan wajib sesuai dengan
atau dapat membenarkan diktum (penetapan) di mana pertimbangan itu menggunakan fakta

5
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 58-59.

3
yang benar. Asas kebenaran dari fakta yang dipergunakan sebagai dasar keputusan terdiri
atas asas larangan kesewenang-wenangan, detournement de pouvoir, kepastian hukum,
larangan diskriminasi hukum, dan asas batal karena kecerobohan pejabat yang bersangkutan.6
Tindakan sewenang-wenang (willekeur, arbitrary act), merupakan tindakan yang tidak
mempertimbangkan segala hal yang relevan dengan keadaan yang bersangkutan secara
lengkap dan wajar, larangan ultra vires sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang
(detournement de pouvoir) atau jabatan dalam segala bentuk, asas kepastian hukum
merupakan sikap pejabat administrasi negara tidak boleh menimbulkan kegoncangan hukum
atau status hukum, diskrimimasi hukum berkenaan dengan tindak pejabat administrasi negara
yang mampu berpikir, mempertimbangkan, dan melakukan evaluasi memperlakukan hal-hal
yang sama dengan cara dan kesudahan yang sama, tidak pandnag bulu, tidak pilih kasih, dan
tetap pendiriannya, serta asas batal oleh karena kecerobohan pejabat administrasi negara
apabila telah mengambil tindakan secara ceroboh, dan kurang teliti.7
Asas-asas umum pemerintahan yang baik memiliki peran yang penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Asas ini memiliki fungsi sebagai pedoman pelaksanaan
kewenangan pejabat administrasi negara, memberikan dan menentukan batasan yang
semestinya bagi jabatan secara secara yuridis. Orientasi berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan dan tatanan hukum, oleh karena ke dua hal ini, kepatuhan dari batasan
jabatan umum dapat dipaksakan, tidak terletak pada kesadaran atau itikad baik pejabat. Asas-
asas umum pemerintahan yang baik sebagai norma hukum memiliki pengaruh terhadap tiga
bidang, yaitu penafsiran dan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan,
pembentukan beleid pemerintah yang dalam hal ini organ pemerintah diberikan kebebasan
kebijaksanaan melalui peraturan perundang-undangan atau tidak terdapatnya ketentuan yang
membatasi kebebasan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan, dan pelaksanaan kebijaksanaan.
Indroharto menyebut ke tiga bidang ini sebagai aspek penemuan hukum.8
Munculnya asas-asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van
behoorlijk bestuur di Belanda, les principles generaux du doit public di Perancis,
vervassungsprinzipien di Jerman, atau the general principles of good administration) dapat
ditelusuri jejak historisnya melalui panitia de Monchy di Nederland sebagai upaya
perlindungan hukum bagi warga negara tehadap pemerintah, dan kemudian digunakan oleh
van Der Grinten melalui laporan tentang peradilan administrasi negara ddan peradilan

6
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi; Seri Pustaka Ilmu Administrasi Negara VII,
Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994, Hlm. 90-91.
7
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara; Seri Pustaka Ilmu Administrasi VII, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1988, Hlm. 88-91.
8
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 71-72.

4
pelanggaran aturan disiplin organisasi perusahaan9. Asas ini terdiri atas asas kepastian hukum
(rechtszekerheid beginsel, principle of legal security), asas keseimbangan (even redigheid
beginsel, principle of proportionality), dan asas kesamaan dalam mengambil keputusan
(gelijkheid beginsel, princile of equality).10
Aspek teoritis asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat juga ditelusuri di
Belanda dalam pendapat yang dikemukakan oleh Struycken dan Krabbe. Pendapat Struycken
melihat asas ini penting artinya dalam kehidupan dan perkembangan negara hukum modern,
sedangkan Krabbe lebih menitik beratkan kepada sifatnya, sebagai hukum tidak tertulis.11
Lahirnya penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik dapat juga ditelusuri kelahirannya berdasarkan kepentingan lembaga-lembaga
donor seperti perserikatan bangsa-bangsa (PBB), bank dunia, dan lembaga-lembaga
internasional lainnya dalam hal pemberian bantuan pinjaman modal kepada negara-negara
berkembang. Pendapat yang dikemukakan oleh Halifah Sj. Sumarto mengatakan, konsep
pemerintahan yang layak (good governance) berawal dari kepentingan lembaga donor
tersebut. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik menjadi syarat bagi negara
berkembang yang menginginkan pinjaman dana, dan digunakan sebagai standar peraturan
mencapai pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan, yang orientasinya adalah pengentasan
kemiskinan.
Paradigma yang tidak dapat dilepaskan dari penyelenggaraan pemerintahan yang baik
selanjutnya oleh Halifah Sj. Sumarto diadaptasi oleh praktisi lembaga pembangunan
internasional dalam rangka kinerja yang efektif dalam managemen publik dan soal korupsi.
Anggito Abimanyu yang dikutip oleh Mahfud mengatakan, good governance is participatory,
transparant and accountable, effective and equitable. And it promotes the rule of law, and
will never credible as long as governance conditionalaty is imposed on a country without
consulting civil society. Pandangan Miftah Thoha dalam hal ini sebagai, tata pemerintahan
yang terbuka, bersih, berwibawa, transparan dan bertanggungjawab. Bank Dunia sebagaimana
laporannya tentang Good Governance and Development tahun 1992 dalam kutipan Bintan R.
Saragih mengartikannya sebagai, pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang dapat
diandalkan, dan pemerintaan yang bertanggungjawab. Good governance dalam pengertian
UNDP merupakan hubungan sinergis antara negara, swasta (pasar), dan masyarakat uang
sesuai dengan sembilan karakteristiknya, yaitu partisipasi, rule of law, transparansi, responsif,

9
Amran Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi,
Bandung, Alumni, 1985, Hlm. 145.
10
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 75-76.
11
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 60.

5
orientasi konsensus, kesejahteraan/kebersamaan, efektif dan efisien, akuntabilitas, dan visi
strategis.12
Ketentuan hukum positif di Indonesia menyebut sebagai asas-asas umum
pemerintahan yang baik ini sebagai asas penyelenggaraan negara yang menjunjung tinggi
norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelengaraan negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, meliputi asas kepastian hukum,
tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, proporsionalitas,
profesional, dan akuntabilitas.13 Penjelasan atas asas-asas di atas, pertama, asas kepastian
hukum dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Ke dua, asas tertib
penyelenggara negara yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyelegara negara. Ke tiga, asas keterbukaan yang membuka diri bagi
hak masyarakat memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan, serta rahasia negara. Ke empat, asas proporsionalitas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak, dan kewajiban penyelenggara negara. Ke lima, asas profesionalitas
yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ke enam, asas akuntabilitas yang mengutamakan bahwa
setiap kegiatan, dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.14
Asas umum pemerintahan yang baik berdasarkan pendapat Wiarda adalah tendensi
etik yang merupakan dasar hukum administrasi negara, baik tertulis maupun tidak tertulis,
praktik pemerintahan, sedangkan untuk sebagian secara eviden langsung mendesak kita.
Istilah etika dalam bukunya E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi
Penegak Hukum, dan Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, berasal dari kata
ethos (Yunani) yang berarti adat kebiasaan yang sama dengan moral (dari bahasa Laton mos,
mores), yang artinya cara hidup atau adat istiadat (kebiasaan baik). Makna dan pengertian etik
dan moral secara epistemologi menunjuk pada hal yang sama, walaupun berasal dari istilah
yang berbeda. Perbedaan antara etika dan moral dapat juga dipandang dari segi hubungan

12
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Jala Permata Aksara, 2015, Hlm. 164-166.
13
Lihat Pasal 3 Undang-Undang 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dan lihat juga penjelasan Pasal 53 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
14
Lihat Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

6
antara etika, moral, dan moralitas. Etika sebagai bagian dari filsafat juga menjadi bagian dari
ilmu tersendiri yang dikaitkan dengan nilai-nilai yang hidup dan hukum yang mengatur
perilaku manusia. Etika yang fokusnya pada hukum dan prinsip-prinsip yang abstrak
mengatur perilaku manusia disebut moralitas.15 Wiarda lebih lanjut merinci unsur-unsur asas
ini sebagaimana dalam jurisprudensi hakim administrasi negara dan hakim-hakim peradilan
umum, yaitu asas kejujuran (fair play), kecermatan (zorgvuldigheid), kemurnian dalam tujuan
(zuiverheid van oogmerk), keseimbangan (evenwichtigheid), dan kepastian hukum (rechts
zekerheid).16
Pembagian yang dilakukan oleh Bachsan Mustafa atas asas-asas umum pemerintahan
yang baik adalah:17
1. Asas legalitas, bahwa setiap tindakan administrasi negara berdasarkan hukum.
2. Tidak menyalahgunakan kekuasaan (detournement de pouvoir), merupakan asas
preventif mencegah timbulnya ekses sebagai akibat dari freies ermessen.
3. Tidak menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu oleh yang lainnya
(exes de pouvoir), merupakan asas preventif mencegah timbulnya ekses oleh karena
pembagian wewenang dalam suatu unit organiusasi pemerintah.
4. Kesamaan hak bagi setiap penduduk negara (nondiskriminatif), merupakan asas
mencegah munculnya perbuatan administrasi negara yang diskriminatif.
5. Upaya memaksa, atau bersanksi sebagai jaminan pentaatan kepada hukum
administrasi negara.
6. Kepastian hukum dimaksudkan, bahwa hukum administrasi negara positif harus dapat
memberikan jaminan kepastian hukum, baik pasti mengenai peraturan hukum yang
mengatur masalah pemerintah, pasti mengenai kedudukan hukum dari subyek, dan
obyek hukum dalam pelaksanaan peraturan hukum administrasi negara, serta untuk
mencegah kemungkinan timbulnya tindakan sewenang-wenang (eigenrichting) dari
pihak manapun.
7. Keadilan sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
8. Orang yang tepat di tempat yang tepat (the right man in the right place).
9. Kesatuan, dan persatuan.

15
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 54.
16
Amran Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi,
Bandung, Alumni, 1985, Hlm. 145-146.
17
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Op. Cit., Hlm. 51-55.

7
10. Batal karena kecerobohan merupakan asas, bahwa suatu tindakan pemerintah yang
dibuat secara ceroboh (sengaja, atau tidak disengaja), dan isi keputusan ini tidak sesuai
dengan isi dari peraturan yang menjadi dasar tindakan itu.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat dibedakan atas sifatnya yang bersifat
materil dan formal dengan berbagai variable. Penelitian yang dilakukan tahun 1917 oleh
Leydesdorff menemukan norma hukum administrasi negara tidak tertulis, berupa:18
1. Wewenang yang sah tidak dapat dipergunakan menarik wewenang yang sah dari
penguasa lainnya.
2. Pemerintah tidak dapat menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain tujuan
wewenang tersebut diperuntukkan
3. Wewenang hukum harus dipergunakan untuk tujuan mana diperuntukkan untuk itu.
4. Keputusan kekuasaan tidak dapat bertujuan untuk membatalkan berlakunya keputusan
dari kekuasaan yang lebih tinggi.
5. Jika terjadi benturan kepentingan, maka kepentingan yang satu tidak dapat lebih
diutamakan dari kepentingan lainnya, daripada yang diperlukan untuk tujuan itu.
6. Hak-hak yang telah didapatkan tidak dapat dilanggar.
Pembagian atas asas-asas umum pemerintahan yang baik yang sifatnya materil dan
formal oleh Samkalden dan Wiarda di tahun 1952 lebih dipertajam, yaitu yang sifatnya
material merupakan asas yang berhubungan dengan isi dari keputusan tersebut, sedangkan
yang sifatnya formal sebagai asas berkaitan dengan persiapan, pembentukan, dan motivasi
terbitnya suatu keputusan. Pembagian yang dilakukan oleh Wiarda adalah: 19
1. Perlakuan yang adil (fair play), maksudnya adalah pemerintah diharapkan terbuka
dan jujur, selain itu pemerintah harus memberikan kesempatan kepada warga
negara mengemukakan pandangan dan pembelaannya.
2. Ketelitian yang menuntut ketelitian dan perhatian atas pertimbangan yang layak
dari berbagai kepentingan yang ada.
3. Kemurnian tujuan yang berarti tindakan pemerintah harus diarahkan kepada tujuan
yang diberikan pembentuk undang-undang.
4. Keseimbangan yang berarti semua kepentingan yang terlibat dalam keputusan harus
dipertimbangkan secara seimbang. Keseimbangan juga dimaksudkan adalah
kesewenang-wenangan, sebagai tidak dipertimbangkannya berbagai kepentingan,

18
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 63
19
R.M. van Male menyatakan, bahwa asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam tatanan hukum ini telah
menjadi bagian dari asas hukum umum, Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for
Law and Good Governance Studies Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 63-64.

8
kurang teliti atas perkara yang sama. Penyelesaian yang berbeda terhadap suatu
perkara berarti terjadinya ketidakseimbangan dalam mengambil keputusan.
5. Kepastian hukum yang mengharapkan administrasi negara berpedoman kepada
peraturan yang dibuatnya, dan apabila terdapat penyimpangan maka dilakukan
sesuai dengan keadilan khusus.
Pembagian asas-asas umum pemerintahan yang baik atas sifatnya yang formal dan
material atau substansial oleh De Haan, Drupsteen, Fernhout, dan van Buuren di tahun 1986,
yaitu yang sifat formal berkaitan dengan cara pengambilan keputusan, mencakup asas
kecermatan, fair play, pemberian motivasi. Sifat asas yang material dibagi atas asas kepastian
hukum, persamaan, larangan kesewenang-wenangan, penyalahgunaan wewenang, dan asas
kecermatan (berkenaan dengan isi keputusan). Pembagian atas asas-asas umum pemerintahan
yang baik oleh H.D. van Wijk dikelompokkan atas asas yang berhubungan dengan proses
persiapan dan pembentukan, asas yang berhubungan dengan motivasi dan pembentukan, dan
asas yang terkait dengan isi keputusan. Perincian atas ke tiga asas ini selanjutnya adalah: 20
1. Asas persiapan yang teliti
2. Asas fair play
3. Asas larangan penyalahgunaan prosedur (de tournement de procedure)
4. Asas motivasi
5. Asas kepastian hukum material
6. Asas kepercayaan
7. Asas persamaan
8. Asas larangan penyalahgunaan wewenang (de tournement de pouvoir)
9. Asas keseimbangan
10. Asas ketelitian materi
11. Asas larangan bertindak sewenang-wenang (willekeur, abuse de droit).
Asas-asas umum pemerintahan yang baik mulai dikenal di Indonesia melalui buku
G.A. van Poelje, Pengantar Umum Ilmu Pemerintahan tahun 1953. Crince de Roy
sebagaimana dalam penataran lanjutan hukum tata usaha negara/hukum tata pemerintahan
tahun 1978 merangkum dalam sebelas butir asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Pembagian asas yang dilakukan oleh Crince de Roy ini kemudian oleh Kuntjoro Purbopranoto
ditambahkan dengan dua asas lagi, yaitu asas kebijaksanaan (sapienta), dan asas

20
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 65.

9
penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service), sehingga ke tiga belas asas
itu terdiri atas:21
1. Asas Kepastian Hukum
Kepastian hukum pada dasarnya merupakan bentuk dari hukum menurut Bachsan
Mustafa. Bentuk tertulis dikenal dengan hukum undang-undang, sedangkan yang tidak
tertulis adalah hukum adat atau kebiasaan. Kepastian hukum menurut van Apeldoorn
yang dikutip oleh Bachsan Mustafa berarti hal dapat ditentukannya (bepaaldbaarheid),
hukum dalam hal konkret. Kepastian hukum juga berarti keamanan hukum yang
merupakan perlindungan bagi pihak-pihak terhadap kesewenang-wenangan hakim.22
Asas kepastian hukum yang diuraikan oleh Bachsan Mustafa adalah jaminan kepastian
hukum dalam hukum administrasi negara kepada penduduk, mempunyai tiga arti,
pertama, pasti mengenaiperaturan hukumnya yang mengatur soal pemerintah tertentu
yang bastrak. Ke dua, pasti mengenai kedudukan hukum subyek dan obyek hukumnya
dalam pelaksanaan peraturan hukum administrasi negara. ke tiga, mencegah munculnya
perbuatan sewenang-wenang (eigenrichting) dari pihak manapun.23
Pemenuhan terhadap asas kepastian hukum atas tindakan penetapan oleh pejabat
administrasi negara oleh van Der Pot, tindakan tersebut harus sah, dengan memenuhi
syarat yang bersifat materiil dan formil. Syarat materil dikualifikasi atas alat negara
yang membuat ketetapan memiliki kewenangan, dalam kehendak pejabat administrasi
negara tidak boleh terdapat kekurangan yuridis, berdasarkan pada situasi tertentu, dan
harus dapat dilaksanakan serta tidak bertentangan dengan peraturan lain termasuk isi
dan tujuannya sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya. Syarat formil yang ada
kaitannya dengan bentuk ketetapan tersebut, terdiri atas persiapan dan cara dibuatnya
harus dipenuhi, diberi bentuk yang ditentukan, syarat yang ditentukan terkait dengan
dilaksanakannya harus terpenuhi, dan jangka waktu timbulnya hal yang menyebabkan
dibuatnya dan diumumkannya tidak boleh dilewati.24
Asas kapastian hukum oleh Amran Muslimin ini dalam tindakan tanpa alasan yang
betul sedemikian rupa dapat dibenarkan, misalnya oleh karena perubahan seiring
berjalannya waktu, pejabat administrasi negara tidak boleh sekehendaknya sendiri
mencabut dan mengubah suatu penetapan. Hal ini berkaitan dengan faktor itikad baik
dalam pergaulan hukum (de eisen van verkeerstrouw), yang menginginkan stabilitas di

21
Safri Nugraha, et. al., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Center for Law and Good Governance Studies
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, Hlm. 66-67.
22
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 34.
23
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 53.
24
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 77.

10
dalam hukum, sehingga yang melakukan pekerjaannya mendapat ketentraman, dan
tidak kuatir akan terhambat di tengah jalan, pekerjaannya sia-sia, dan bahkan telah
mengeluarkan biaya-biaya untuk itu.25
Asas kepastian hukum formil yang dikemukakan oleh Jasim Hamidi berarti keputusan
harus cukup jelas bagi yang bersangkutan, dalam pengertian rumusan maupun
pengertiannya, termasuk tidak bersandar pada penafsiran seseorang. Asas kepastian
hukum material berkenaan ciri utama dari negara hukum dengan asas legalitasnya,
sehingga baik undang-undang yang mengikat penguasa termasuk warga negara harus
jelas, dan peraturannya memungkinkan untuk diterapkan. Prinsipnya selain itu, bahwa
keputusan yang bersifat membebani tidak dapat diberlakukan secara surut.26
2. Asas keseimbangan
Asas keseimbangan ini dapat ditemukan dalam Surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI
Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 224/Td. TUN/X/1993 Perihal
Juklak Yang Dirumuskan Dalam Pelatihan Peningkatan Keterampilan Hakim Peradilan
TUN Tahap III Tahun 1993. Hakim yang memeriksa surat pemecatan pegawai negeri
sipil dikarenakan bercerai dengan isterinya atas permohonan pihak isteri, maka harus
memperhatikan ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 61). Hukuman pemecatannya apabila tidak sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, pegawai negeri yang bersangkutan dapat
mengajukan gugatan dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau melanggar asas keseimbangan.
Asas keseimbangan bertujuan agar kepentingan yang dipertimbangkan di dalam
penetapan atau keadaan tidak sempurna yang akan diperbaiki, sedemikian rupa,
sehingga tindakan pemerintah yang dilakukan menunjukkan atau terdapat
keseimbangan, misalnya hukuman jabatan dan kesalahan seorang pegawai terdapat
keseimbangan. Asas ini juga dikaitkan dengan keadaan atau hal-hal yang sama
diberikan perlakuan yang sama oleh administrasi negara, selain juga hal beban yang
seharusnya dipikul seseorang dalam suatu penetapan untuk kepentingan umum, tidak

25
Amran Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi,
Bandung, Alumni, 1985, Hlm.148-149.
26
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 36.

11
hanya dibebankan kepada seseorang saja, namun juga dibebankan kepada umum.27 Asas
keseimbangan bekerja terbatas pada bidang penerapan sanksi, yang berarti penerapan
sanksi harus menjaga keseimbangan antara sanksi yang diterapkan dengan bobot
pelanggaran yang telah dilakukan.28
3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
Asas kesamaan dalam mengambil keputusan adalah asas perlakuan atau tindakan yang
sama terhadap dua kasus yang faktanya sama. 29 Asas kesamaan ini oleh Bachsan
Mustafa diberikan kepada semua penduduk untuk mencegah munculnya perbuatan
administrasi negara yang diskriminatif sebagaimana dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerntahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.30 Asas persamaan atau kesamaan menghendaki keadaan yang
sama harus diperlakukan sama, dan bagi keadaan yang tidak sama diperlakukan tidak
sama sesuai dengan tingkatan ketidaksamaannya. Hal atau keadaan harus sama
relevansinya, yang berarti relevan dari segi kepentingan yang akan diperhatikan.
Persamaan ini diterapkan terhadap keadaan yang semata-mata masuk yuridiksi instansi
yang keputusannya disengketakan, dan sebaliknya, menjadi tidak relevan, jika
persamaan ini diberlakukan bagi kebijaksanaan yang diberlakukan oleh instansi
lainnya.31
Asas hal yang sama harus diperlakukan sama merupakan asas hukum yang paling
mendasar dan berakar dalam kesadaran hukum. Asas persamaan ini memaksa
pemerintah menjalankan kebijaksanaan. Pemerintah yang dihadapkan pada tugas baru
sehingga mengambil banyak keputusan tata usaha negara, pemerintah dalam hal ini
memerlukan aturan atau pedoman-pedoman. Pemerintah yang menyusun sendiri
pedoman tersebut dalam rangka memberi arah pada pelaksanaannya, pada dasarnya
merupakan wewenang bebas (peraturan kebijakan). Tujuan peraturan kebijakan dengan
demikian menunjukkan perwujudan asas perlakuan yang sama atau persamaan. Asas

27
Amran Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi,
Bandung, Alumni, 1985, Hlm. 147-148.
28
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 38
29
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 79.
30
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 52.
31
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 38.

12
persamaan walaupun demikian, dalam keadaannya tidak akan pernah terdapat dua
keadaan konkret sepenuhnya sama satu sama lainnya.32
4. Asas kecermatan
Asas bertindak cermat dimaksudkan agar pemerintah dalam bertindak memiliki kehati-
hatian, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat,33 menginginkan setiap
penetapan telah dipertimbangkan sebaik-baiknya dan secara seksama kepentingan-
kepentingan yang tersangkut, agar tidak terjadi kekeliruan pemahaman yang menjadi
dasar dan landasan penetapan sehingga dapat menggoyahkan kekuatan hukum
penetapan tersebut.34 Asas kecermatan (formal) berkenaan dengan persiapannya dengan
memperhatikan semua faktor dan keadaan yang relevan, diteliti dan dipertimbangkan
secermat mungkin.35
Asas kecermatan (material) menginginkan agar kerugian yang ditimbulkan jangan
sampai melampaui yang diperlukan, dengan dalih melindungi suatu kepentingan yang
harus dilakukan dengan cara mengeluarkan keputusan yang bersangkutan. Kaitannya
dalam hal-hal tertentu, membawa akibat keharusan memberikan ganti rugi atas
dicabutnya keputusan. 36 Syarat asas kecermatan mengharuskan badan pemerintah
sebelum mengambil ketetapan meneliti semua fakta, dan kepentingan yang relevan.
Fakta yang tidak diteliti dengan baik berarti kurang cermat dalam hal ini, termasuk bagi
kepentingan yang relevan, misalnya pihak ke tiga, hal ini juga dapat dianggap tidak
cermat. Asas kecermatan dapat mensyaratkan kewajiban untuk mendengar semua yang
berkepentingan sebelum diperhadapkan pada keputusan yang merugikan.37
5. Asas motivasi atas setiap keputusan
Asas motivasi dimaksudkan agar setiap tindakan pejabat administrasi negara didasari
atas suatu motivasi (alasan yang cukup sebagai dasar tindakan), serta benar dan jelas,
sehingga pihak administrabele mendapat pengertian yang cukup jelas atas keputusan
yang ditujukan kepadanya. Hal ini juga sebagai alasan atau dasar bagi seseorang

32
Philipus M. Hadjon, et. al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduvtion to the Indonesian
Administrative Law), Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2020, Hlm. 271.
33
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 80.
34
Amran Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi,
Bandung, Alumni, 1985, Hlm. 146-148.
35
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 34.
36
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 38.
37
Philipus M. Hadjon, et. al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduvtion to the Indonesian
Administrative Law), Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2020, Hlm. 274.

13
tersebut naik banding untuk mencari dan mendapatkan keadilan.38 Asas ini mengandung
dua prinsip, yaitu keharusan keputusan itu pada umumnya disertai pertimbangan, dan
pertimbangan tersebut memadai atau didukung oleh fakta yang benar dan relevan
dengan keputusan tersebut.39
Pemberian alasan oleh Philipus M. Hadjon diartikan, bahwa suatu keputusan didukung
alasan yang dijadikan dasar, dapat dibedakan atas syarat suatu ketetapan harus diberi
alasan, memiliki dasar fakta yang teguh, dan alasan harus cukup mendukung.
Pemberian alasan disusun secara rasional, sehingga pemerintah dalam membuat
ketetapan harus dapat memberi alasan mengapa mengambil ketetapan tersebut, oleh
karena yang berkepentingan mempunyai hak mengetahui alasan itu. Pemberian alasan
bermakna, bahwa kelompok fakta yang merupakan titik tolak ketetapan harus benar.
Kelompok fakta ini oleh Philipus M. Hadjon terkait juga dengan cacat dalam
kecermatan. Pemberian alasan yang dapat mendukung berarti alasan tersebut cukup
meyakinkan. Pada umumnya, semua cacata dalam ketetapan selalu dapat dikembalikan
pada cacat dalam pemberian alasan, yang dalam peradilan AROB disebut sebagai dasar
pembatalan.40
6. Asas tidak mencampur aduk kewenangan
Wewenang tidak dapat digunakan untuk tujuan lain selain bagi tujuan diberikannya
wewenanga tersebut, yang pada umumnya penyalahgunaan wewenang ini akan
41
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Asas tidak mencampur
kewenangan adalah asas yang tidak memperbolehkan kewenangan pejabat administrasi
negara digunakan untuk maksud-maksud yang lain, kecuali hanya terhadap maksud atau
tujuan diberikannya kewenangan tersebut. Asas ini di Perancis disebut dengan
penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir). 42 Asas Penyalahgunaan
kewenangan oleh Bachsan Mustafa merupakan asas preventif mencegah munculnya
ekses sebagai akibat kebebasan dari pejabat administrasi negara.43
Asas larangan detournement de pouvoir berkenaan dengan keputusan yang dikeluarkan
telah menurut prosedur yang sesuai, namun bukan diperuntukkan untuk keputusan itu,
38
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 81.
39
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 36.
40
Philipus M. Hadjon, et. al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduvtion to the Indonesian
Administrative Law), Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2020, Hlm. 275-277.
41
Philipus M. Hadjon, et. al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduvtion to the Indonesian
Administrative Law), Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2020, Hlm. 277.
42
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 82.
43
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 52.

14
atau suatu tujuan diperoleh melalui prosedur yang salah. 44 Asas larangan ini
dimaksudkan atas suatu wewenang yang diberikan oleh undang-undang hanya semata
dipergunakan untuk mencapai tujuan dengan maksud mana wewenang diberikan.
Makna yang terkandung terkait dengan wewenang penguasa hanya boleh dipergunakan
untuk kepentingan umum, dan dalam kerangka kepentingan umum, wewenang hanya
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh pembuat undang-undang.45
7. Asas permainan yang layak
Asas permainan yag layak merupakan asas yang memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada warga negara mencari kebenaran dan keadilan. Kesempatan kepada
warga negara ini berkaitan dengan penghargaan kepada instansi banding untuk
memberikan kesempatan kepada warga negara mendapat kebenaran dan keadilan.46
Asas permainan yang layak menghendaki semua kemungkinan yang terbuka bagi
masyarakat dalam membela kepentingannya untuk tidak dihalangi melalui tindakan
formal menurut undang-undang dari penguasa, selain menghindari sikap pemihakan.47
8. Asas keadilan atau kewajaran
Keadilan hukum oleh Bachsan Mustafa merupakan keadilan yang sebelumnya telah
ditentukan oleh undang-undang dan peraturan tertulis. 48 Asas keadilan (sosial)
merupakan keadilan yang berlaku dalam masyarakat (keadilan obyektif), sebagai
keadilan yang sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat, tidak subyektif atau
keadilan yang hanya berdasarkan perasaan orang perorang. 49 Asas keadilan atau
kewajaran mengandung nilai bagi pejabat administrasi negara untuk bertindak tidak
sewenang-wenang atau tidak layak. Tindakan pejabat administrasi negara yang
bertentangan dengan larangan bertindak sewenang-wenang dapat dibatalkan.50
Rumusan asas larangan sewenang-wenang adalah tidak dilakukannya perbuatan
menimbang-nimbang terhadap semua kepentingan yang terkait ata keputusan yang akan
dikeluarkan, dan telah dilakukannya tindakan menimbang-nimbang sedemikian rupa

44
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 35.
45
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 38-39.
46
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 83-84.
47
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 35.
48
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 34.
49
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 53.
50
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 85.

15
tetapi tidak masuk akal, sehingga keputusan yang dikeluarkan tidak dapat diterima atau
dibenarkan. Asas ini merupakan norma untuk menguji secara marginal kebijaksanaan
yang telah dilakukan, berbeda dengan asas yang lainnya ditujukan kepada organ
pemerintah.51
9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar
Prinsip yang mendasar dalam HAN di Nederland adalah tindakan pemerintahan harus
menimbulkan harapan-harapan kepada warga negara.52 Pendapat Amran Muslimin atas
asas menanggapai pengharapan yang wajar ini di masukkan dalam pengertian asas
kepastian hukum, misalnya seorang pegawai negeri menerima kelebihan gaji oleh
karena kesalahan perhitungan pembuat keputusan dan telah berjalan sekian bulan, maka
dengan asas mempertimbangkan harapan yang wajar (principle of raised expectation),
tidak membenarkan pembayaran kembali kelebihan pembayaran gaji yang telah
diterima.53 Asas harapan berkenaan dengan, apabila pejabat administrasi negara telah
menimbulkan harapan dengan janji-janji, maka tidak boleh diingkari. Asas kepercayaan
dapat pula diterapkan dalam hal harapan yang ditimbulkan oleh peraturan
kebijaksanaan, namun demikian, peraturan kebijakan bukan peraturan perundang-
undangan, maka pejabat administrasi negara tidak sepenuhnya terikat akan hal
tersebut.54
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yaitu yang bersifat hukum materil, dan
formil. Aspek materil terkait erat dengan asas kepercayaan, yang dalam banyak
keadaan, asas kepastian hukum menghalangi badan pemerintah menarik atau mengubah
kembali ketetapannya bagi kerugian yang berkepentingan. Pada prakteknya,
pengecualiannya dapat dilakukan penarikan atau perubahan ketetapan jika setelah
sekian waktu dipaksa oleh perubahan keadaan atau pendapat, ketetapan yang
menguntungkan didasarkan pada kekeliruan (asal diketahui oleh yang berkepentingan,
yang berkepentingan memberikan keterangan yang tidak benar atau lengkap yang
menyebabkan ketetapan yang keliru, dan syarat-syarat atau ketentuan yang

51
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 39.
52
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 86
53
Amran Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi,
Bandung, Alumni, 1985, Hlm. 149.
54
Jasim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di
Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung, Citra
Aditya Bakti, Hlm. 37.

16
dihubungkan pada suatu ketetapan yang menguntungkan tidak ditaati (penarikan
kembali sebagai sanksi.55
10. Asas meniadakan akibat keputusan yang batal
Asas meniadakan akibat keputusan yang batal merupakan bentuk pemulihan dalam
hak-hak dan kedudukan semula. 56 Asas batal oleh karena kecerobohan yang
dikemukakan oleh Bachsan Mustafa terkait dengan keputusan pejabat administrasi
negara oleh karena kecerobohannya, terlepas dari sengaja atau tidak, isi keputusan
tersebut tidak sesuai dengan isi dari peraturan yang menjadi dasar keputusan itu.
Kecerobohan pejabat administrasi negara yang bersangkutan menjadi sebab
keputusannya menjadi batal, oleh karena mengandung kekurangan yuridis (ceroboh).57
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi
Pandangan hidup pribadi merupakan hak yang secara subyektif dimiliki oleh setiap
orang, berada dalam pikirannya dan membentuk tingkah lakunya serta cara
berpikirnya memandang dunia yang ada disekelilingnya. Asas perlindungan atas
pandangan hidup individu dalam lingkup pemerintahan dimaksudkan agar pemerintah
menghormati hak pegawai negeri dalam hal mempunyai kehidupan pribadinya.58
12. Asas kebijaksanaan
Asas kebijaksanaan adalah asas yang mengharuskan pemerintah dalam bertindak
memiliki pandangan yang luas, menghubungkannya dengan gejala kemasyarakatan,
dan memperhitungkan lingkungan akibat tindakan pemerintah dengan pandangan jauh
ke depan. Hubungannya dengan hal ini terkait dengan tugas pemerintah pada
umumnya yang merupakan tindakan pelaksanaan, yaitu menjalankan peraturan
perundang-undangan, dan sebaliknya sebagai tindakan positif dalam hal
menyelenggarakan kepentingan umum.59
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum
Asas penyelenggaraan kepentingan umum berhubungan dengan tindakan aktif dan
positif pemerintah yang merupakan tugas semua aparat pemerintah. 60 Pemerintah
sebagai institusi kekuasaan diberikan kewenangan hukum untuk menyelenggarakan

55
Philipus M. Hadjon, et. al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduvtion to the Indonesian
Administrative Law), Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2020, Hlm. 273.
56
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 87.
57
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm. 55.
58
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 87.
59
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 88.
60
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia; Seri Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta,
Liberty, 1982, Hlm. 89.

17
dan melaksanakan dalam rangka melayani kepentingan warga negaranya dalam segala
aspek kehidupan sosial, dan ekonomi. Pemerintah selain itu juga di lain sisi dalam
menggunakan kewenangan hukumnya harus memiliki kemampuan dan upaya menjaga
ketertiban dan keamanan (rush en order) di dalam masyarakat. Keamanan dan
ketertiban yang tercipta di dalam masyarakat merupakan faktor yang mendukung
hubungan sosial kemasyarakatan dapat berjalan dengan baik.

18

Anda mungkin juga menyukai