Anda di halaman 1dari 63

SELAYANG PANDANG

ASAS HUKUM,
NORMA/KAIDAH HUKUM,
ILMU HUKUM
DAN HUKUM PIDANA
I. PENGERTIAN ASAS
Menurut AHLI :
 P. Scholten
kecenderungan-kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan
kita pada hukum merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya,
sebagai pembawaan yang umum akan tetapi yang tidak boleh tidah harus ada

Menurut KBBI
pengertian “asas” adalah sebagai berikut:
1. Dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat) sebagai contoh:
pada dasar nya, saya setuju dengam pendapat Saudara
2. Dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi)
sebagai contoh: sebelum memasuki suatu organisasi, kita harus tahu dasar cita-
cita dan tujuannya
3. Hukum dasar
sebagai contoh : tindakannya itu melanggar hukum dasar Kemanusiaan
II. ASAS HUKUM UMUM

Sifat asas hukum itu dikembangkan oleh akal pikiran manusia


yang memenuhi syarat untuk itu.

Diantaranya yaitu:

Asas Keadilan adalah asas yang penting dan


mencakup semua asas.

Asas ini menghendaki setiap tindakan badan/pejabat selalu


memperhatikan aspek keadilan.

Asas keadilan menuntut tindakan secara propesional, sesuai


dan seimbang dan selaras dengan setiap hak asasi individu.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
pengertian asas hukum adalah bukan merupakan
peraturan hukum yang konkrit, akan tetapi
merupakan pikiran dasar yang bersifat umum
atau merupakan latar belakang dari peraturan
yang konkrit

Asas Hukum adalah pikiran dasar yang


terdapat dalam hukum konkret atau
diluar peraturan hukum konkret.
CONTOH ASAS HUKUM UMUM

EQUALITY BEFORE THE LAW


“kesederajatan di mata hukum”

Bahwa semua orang dipandang


sama hak, harkat dan martabatnya
di mata hukum.
LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI
“ketentuan peraturan (UU) yang bersifat khusus mengenyampingkan
ketentuan yang bersifat umum”
Jika terjadi pertentangan antara ketentuan yang sifatnya khusus dan yang
sifatnya umum, maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang sifatnya
khusus.

Contoh: KUHP M(khusus) — KUHP (umum)


UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011
Tentang Mahkamah Konstitusi dapat mengesampingkan UU No. 40 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman.
LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI
“ketentuan peraturan (UU) yang mempunyai derajat lebih tinggi didahulukan
pemanfaatannya/penyebutannya daripada ketentuan yang mempunyai
derajat lebih rendah”

Jika terjadi pertentangan antara UU yang lebih tinggi dengan yang lebih
rendah, maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang lebih tinggi.

Lihat Ketentuan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan:
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
LEX POST TERIORI DEROGAT LEGI PRIORI
“ketentuan peraturan (UU) yang baru mengenyampingkan / menghapus
berlakunya ketentuan UU yang lama yang mengatur materi hukum yang
sama”
Jika terjadi pertentangan antara UU yang lama dengan yang baru, maka
yang diberlakukan adalah UU yang baru.
Contoh: berlakunya UU no 32 tahun 2004, menghapus berlakunya UU no 22
tahun 1999 tentang peraturan daerah.

Contoh: Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Pokok-


Pokok Kehakiman dapat dikesampingkan oleh Undang-Undang No. 40
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Asas hukum seringkali berfungsi sebagai
penyelesai konflik di antara norma-norma
hukum positif.
Misalnya, di dalam contoh di atas terdapat
sejumlah undang-undang yang menjadi
hukum positif (sama-sama tengah berlaku
pada suatu tempat).

Apabila terjadi konflik di antara mereka, maka


asas-asas itu akan tampil sesuai dengan
peruntukannya untuk memastikan mana di
antara undang-undang itu harus dipakai
sebagai acuan.

Itulah sebabnya, asas hukum sering disebut


sebagai pengobat hukum (legal remedies).
Asas hukum melahirkan
Norma Hukum,
dan NORMA HUKUM
melahirkan aturan hukum
III. NORMA/KAIDAH
PENGERTIAN NORMA
Norma/Kaidah yang menjadi sebuah petunjuk, pedoman untuk seseorang
dalam bertindak atau tidak, serta bertingkah laku dalam kehidupan di
lingkungan masyarakat, seperti norma/kaidah kesopanan, norma/kaidah
hukum, serta norma/kaidah agama.

PENGERTIAN NORMA MENURUT PARA AHLI :


 Hans Kelsen
Norma merupakan perintah yang secara tidak personal serta anonim.

 Soerjono Soekano
Norma merupakan perangkat agar hubungan yang terjadi antar
sesama dalam kehidupan bermasyarakat dapat terjalin dengan baik.
MACAM-MACAM NORMA
A. NORMA BERDASARKAN SIFAT :
 Norma Formal
yaitu ketentuan dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat serta dibuat
oleh lembaga atau institusi yang sifatnya resmi atau formal
 Norma Non-Formal
yaitu ketentuan dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak
diketahui tentang siapa dan bagaimana yang menerangkan mengenai
norma tersebut
B. NORMA BERDASARKAN DAYA PENGIKAT :
 Cara (Usage)
mengacu pada bentuk perbuatan-perbuatan yang lebih menonjolkan pada
hubungan yang terjadi antar-individu
 Kebiasaan (Folkways)
memiliki kekuatan yang sifatnya mengikat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan cara atau usage
 Tata Kelakuan (Mores)
Apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai suatu cara dalam
berperilaku, namun dapat diterima sebagai norma pengatur, kebiasaan tersebut
dapat menjadi tata kelakuan (mores)
 Adat Istiadat (Custom)
Tata kelakuan yang terintegrasi kemudian menjadi kuat dengan adanya pola
perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi sebuah adat istiadat (custom)
 Hukum (Laws)
Pengertian norma hukum merupakan sebuah ketentuan hukum dalam
mengatur individu di lingkungan masyarakat baik itu tertulis atau tidak
tertulis yang dicirikan oleh terdapat penegak hukum serta sanksi yang
bersifat untuk menyadarkan dan menertibkan pelaku si pelanggar norma
hokum

 Norma Mode (Norma Fashion)


Suatu norma yang ada karena hadirnya gaya dan cara anggota
masyarakat yang cenderung untuk berubah, bersifat baru, serta diikuti
masyarakat. Norma fashion ini ada hubungannya dengan sandang
pangan yang berlaku saat itu yang menghias anggota masyarakat
C. NORMA YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN MASYARAKAT :
 Norma Agama
kaidah-kaidah atau peraturan hidup yang dasar sumbernya dari wahyu ilahi
 Norma Kesusilaan
Setiap manusia mempunyai hati nurani yang merupakan perbedaan antara
manusia dengan makhluk lainnya
 Norma Kesopanan/Adat
dapat disebut dengan norma adat dalam suatu masyarakat tertentu. Landasan
kaidah ini ialah kepantasan, kebiasaan, serta kepatuhan yang berlaku pada
masyarakat tersebut
 Norma Hukum
Aturan yang sumbernya dari negara/pemerintah. Norma hukum dibuat oleh
pejabat pemerintah yang memiliki wewenang dengan tertulis serta sistematika
tertentu.
UNSUR-UNSUR NORMA HUKUM
1) Adanya aturan mengenai tingkah laku
dalam pergaulan hidup manusia.
2) Aturan tersebut dibuat oleh badan-
badan resmi negara.
3) Aturan itu bersifat memaksa.
4) Adanya sanksi yang tegas dan
memaksa.
PERBEDAAN MENDASAR ANTARA ASAS
HUKUM DAN NORMA HUKUM :

1)Asas merupakan dasar pemikiran yang umum


dan abstrak, sedangkan norma merupakan
peraturan yang riil.
2)Asas adalah suatu ide atau konsep,
sedangkan norma adalah penjabaran dari
ide tersebut.
3)Asas hukum tidak mempunyai sanksi
sedangkan norma mempunyai sanksi.
Asas hukum adalah merupakan latar
belakang dari adanya suatu hukum
konkrit, sedangkan norma adalah
hukum konkrit itu sendiri.

ATAU BISA JUGA DIKATAKAN BAHWA


ASAS ADALAH ASAL MULA DARI
ADANYA SUATU NORMA.
V. PENGANTAR ILMU HUKUM

PENGERTIAN HUKUM MENURUT KBBI :


 Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan
dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
 Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan
masyarakat.
 Patokan (kaidah, ketentuan).
 Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam
pengadilan, vonis.
PENGERTIAN HUKUM MENURUT PENDAPAT AHLI:

 Prof. Mr. L.J. Van Apeldoorn


dalam bukunya “Inleiding tot de studie het Nederland Recht” menyatakan : Adalah tidak
mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut HUKUM itu.

 Prof. Soedikno Mertokusumo


Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan
bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.

 Mochtar Kusumaatmadja
Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam
masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah
tersebut dalam masyarakat.
KESIMPULAN HUKUM ITU ADALAH
Hukum adalah peraturan yang berupa norma/kaidah dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.

Hukum ini merupakan aspek yang terpenting dalam pelaksanaan atas


rangkaian kekuasaan kelembagaan yang mempunyai tugas untuk menjamin
adanya kepastian hukum untuk masyarakat.
VI. CIRI-CIRI HUKUM
1. Adanya perintah dan/atau larangan
2. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap orang.

SETIAP ORANG WAJIB BERTINDAK SEDEMIKIAN RUPA DALAM MASYARAKAT,


SEHINGGA TATA TERTIB DALAM MASYARAKAT ITU TETAP TERPELIHARA DENGAN
SEBAIK-BAIKNYA.

UNSUR-UNSUR HUKUM :
Peraturan mengenai tingkah laku manusia dengan pergaulan masyarakat;
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
Peraturan itu bersifat memaksa;
Sanksi terh adap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas;
Adanya proses untuk mewujudkan kaidah dan asas yang tertulis/tidak tertulis.
Dilihat dari unsur-unsurnya, maka sifat dari hukum
adalah mengatur dan memaksa.

Ia merupakan peraturan-peraturan hidup


kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya
mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta
memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman)
terhadap siapa saja yang tidak mau patuh
mentaatinya.

Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu


dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh
anggota masyarakat, maka peraturan hukum yang
ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan
dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.
MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
MENURUT MENURUT
MENURUT SUMBER MENURUT BENTUK
TEMPAT BERLAKU WAKTU BERLAKU
• Hk.Undang2 • Hk. Tertulis • Hk. Nasional • Ius Constitutum
• Hk. Adat • Hk. Tdk Tertulis • Hk. Internasional • Ius Constituendum
• Hk. Traktat (Kebiasaan) • Hk. Asing • Hukum Asasi (Hukum
• Hk. Jurisprudensi • Hk. Gereja Alam)

MENURUT CARA MENURUT MENURUT


MENURUT SIFAT
MEMPERTAHANKAN WUJUD BENTUK HUKUM
• Hk. Material • Hk. yg Memaksa • Hk. Objektif • Hk. Publik
• Hk. Formal • Hk. yg Mengatur • Hk. Subjektif • Hk. Provat
VIII. JENIS-JENIS HUKUM DI INDONESIA

Hk. Hk.
Pidana Perdata

Hk. Inter Hukum Hk. Adm Hukum


nasional Publik Negara Privat

Hk.
Hk.
Tata
Dagang
Negara
PENGANTAR HUKUM PIDANA
PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Menurut Moeljatno, Hukum Pidana adalah bagian dari


keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang dilakukan, dengan disertai
ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi (orang) yang melanggar
larangan tersebut:
 Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada meraka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang
telah diancamkan; dan
 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana
adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran
terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam
dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah
mengadakan norma hukum sendiri,
melainkan sudah terletak pada norma lain
dan sanksi pidana.

Diadakan untuk menguatkan ditaatinya


norma-norma lain tersebut, misalnya norma
agama dan kesusilaan.
Kapan dan dalam hal apakah
mereka yang telah melanggar
larangan itu dapat dikenai sanksi
pidana?

Dengan cara bagaimana


pengenaan pidana itu
dilaksanakan?
TUJUAN UTAMA SEMUA BAGIAN HUKUM ADALAH MENJAGA KETERTIBAN,
KETENANGAN, KESEJAHTERAAN DAN KEDAMAIAN DALAM MASYARAKAT, TANPA
DENGAN SENGAJA MENIMBULKAN PENDERITAAN

FUNGSI HUKUM PIDANA


1. Terciptanya ketertiban umum
2. Memberi keabsahan negara dalam melindungi
kepentingan hukum

Adapun fungsi hukum pidana berguna melindungi kepentingan


hukum. Dalam hal ini, yang dilindungi tidak hanya kepentingan
individu, tetapi juga kepentingan masyarakat dan kepentingan
negara.
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Selanjutnya, perlu memetakan hukum pidana, sebab
Ketentuan hukum pidana di Indonesia yang berlaku adalah
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
KUHP merupakan produk hukum yang dibuat oleh pemerintah
Belanda ketika menduduki wilayah Indonesia
KUHP masih berlaku sampai dengan saat ini berdasarkan
ketentuan UU No. 1 Tahun 1946.

Apakah Undang-undang ini masih sesuai dengan politik


hukum yang digariskan pemerintah Republik untuk Rakyat
Indonesia. Faktanya sampai saat ini Pemerintah (Legislatif dan
Eksekutif) belum dapat melakukan pembentukan undang-
undang hukum pidana baru.
Hal ini perlu menyesuaikan dengan peraturan-peraturan hukum pidana dengan
keadaan yang timbul sesudah proklamasi kemerdekaan.

Sebagai bangsa merdeka, sudah semestinya kita juga ingin berbuat dan berpikir
merdeka, termasuk dalam membuat regulasi dan mempraktikkan insitusi negara yang
telah direncanakan sebagai suatu negara yang berdasarkan hukum.

Suatu kenyataan bahwa kondisi kekinian dalam aktivitas kehidupan di dalam masyarakat
telah berubah. Perubahan-perubahan ini terkadang telah begitu jauh melampaui nilai-
nilai yang berbeda dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sebelumnya.

Pada kenyataannya, perkembangan masyarakat ini menimbulkan dampak positif


maupun negatif jika tidak mengantisipasinya dan menyesuaikan dengan zamannya.

Masalahnya, jika terlalu lama tidak adanya penyesuaian, timbullah kelalaian dalam
merombak dan memperbarui regulasi.

Inilah yang pada akhirnya menimbulkan suara-suara yang meragukan dasar-dasar yang
telah digariskan dalam hukum pidana positif maupun meragukan pengaruh keilmuan
hukum pidana baik dalam penerapan hukum pidana itu sendiri yang hidup di atas dasar-
dasar tersebut.
“ Bahkan, dalam perkembangannya,
ternyata arus dari persoalan-persoalan
itu menggema dan menghantam teori-
teori yang telah diajarkan kepada
pembelajar hukum sebelumnya.

Dengan kondisi seperti sekarang ini,
tampaknya perlu memmahami tentang
definisi operasional hukum pidana
HUBUNGAN KUHP DENGAN KETENTUAN
HUKUM PIDANA DI LUAR KUHP
 KUHP terdiri dari 569 Pasal dibagi dalam tiga buku:
 Buku I: Ketentuan Umum (Pasal 1 s/d Pasal 103) Dalam Buku I dimasukkan
asas-asas hukum pidana yang pada umumnya berlaku bagi seluruh
lapangan hukum pidana positif (KUHP maupun dalam peraturan lain)
walaupun kemudian banyak disimpangi oleh hukum pidana khusus.
 Buku II : Kejahatan (Pasal 104 s/d Pasal 448)
 Buku III : Pelanggaran (Pasal 449 s/d Pasal 569) • Hukum pidana Khusus
(bizondere strafrecht) dibuat untuk beberapa subyek hukum khusus atau
untuk beberapa peristiwa pidana tertentu.
 Oleh sebab itu hukum pidana khusus ini memuat ketentuan-ketentuan dan
asas-asas yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan dan asas-asas
yang tercantum dalam peraturan-peraturan hukum pidana umum
(Pompe).
Misalnya. UU Tipikor & UU TPPU.
TINDAK PIDANA
PENGERTIAN TINDAK PIDANA

Hingga saat ini belum ada kesepakatan para sarjana


tentang pengertian Tindak pidana (strafbaar feit).

Bahkan KUHP-pun tidak memberikan penjelasan


mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud
dengan perkataan “strafbaar feit”.
STRAFBAAR FEIT DAN DELICT
Menurut pendapat Sudarto lebih tepat apabila mempergunakan
istilah “tindak pidana” karena pembentuk UU sekarang sudah
banyak mempergunakan istilah tersebut dalam peraturan
perundang-undangan.

Di negara Belanda, digunakan dua istilah secara pararel, strafbaar


feit dan delict untuk menyebut perbuatan-perbuatan yang
dilarang undang-undang dan mengandung sanksi pidana.

Namun demikian pemakaian istilah yang berlainan tidaklah


menjadikan soal, sepanjang mengetahui maknanya.
Moelyatno menyebutkan bahwa tindak pidana terdiri dari lima
elemen. Yaitu kelakuan dan akibat (perbuatan), Hal ikhwal atau
keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang
memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang subjektif, dan
unsur melawan hukum yang objektif.

bahwa unsur-unsur tindak pidana


menjadi dua macam unsur, yaitu unsur
objektif dan unsur subjektif.
UNSUR DELIK
Unsur Delik

1. Unsur perbuatan (unsur obyektif)


•  Memenuhi Unsur (rumusan) delik; Perbuatan
Melawan Hukum (tidak ada alasan pembenar)
2. Unsur pembuat (unsur subyektif)
•  Adanya kesalahan (terdiri dari dolus atau culpa);
Dapat dipertanggungjawabkan (tidak ada alasan
pemaaf)
MACAM/JENIS DELIK
1. Delik Kejahatan (Misdrijiven) dan Delik Pelanggaran (Overtredingen)
2. Delik Formil (formeel Delict) dan Delik Materil (Materiil Delict)
a. Delik Formal: Menitik-beratkan pada perbuatan.
b. Delik Materiil: Menitik-beratkan pada hasil/akibat.
3. Delik Kesengajaan (dolus) dan Delik Kealpaan (culpa)
a. Delik Kesengajaan (dolus)
b. Delik Kealpaan (culpa)
4. Delik umum, delik khusus dan delik politik;
a. Delik Umum: Delik yang dapat dilakukan oleh siapapun.
b. Delik Khusus: Delik yang hanya dilakukan oleh orang-orang dalam kualifikasi
tertentu.
c. Delik Politik: Menurut Konfrensi hukum pidana di Kopenhagen 1939 yang
dimaksud dengan delik politik adalah suatu kejahatan yang menyerang baik
organisasi, maupun fungsi-fungsi Negara dan juga hak-hak warga Negara yang
bersumber dari situ.
5. Delik Aduan (Klacht Delicten) dan Delik Biasa (Gewone Delicten)
a. Delik Aduan (Klacht Delicten) : Perbuatan yang dapat diproses secara hukum hanya
dengan adanya aduan.
b. Delik Biasa (Gewone Delicten) : Perbuatannya bisa langsung diproses hukum tanpa
memerlukan aduan.
6. Delik Tunggal/ Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) dan Delik Gabungan
a. Delik tunggal/ Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) adalah terjadinya delik hanya satu
perbuatan saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain
lagi.
b. Delik Gabungan disebut juga sebagai delik berlanjut (Voortgezettelijke Handeling)
adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berlanjut, sehingga harus dipandang
sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan;
7. Delik Biasa dan Delik Berkualifikasi
a. Delik biasa (eenvoudige delicten) adalah semua delik yang berbentuk pokok atau
sederhana tanpa dengan pemberatan ancaman pidana.
b. Delik Berkualifikasi: yang berbentuk khusus karena adanya keadaan-keadaan tertentu
yang dapat memperberat atau mengurangi ancaman pidanya. Bisa juga dikategorikan
sebagai delik dengan pemberatan karena keadaan tertentu.
8. Delik Commisions, Ommisionis dan Commisionis per Ommisionem
Commissa
 Delik commisionis adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang. Apabila perbuatan yang dilarang itu dilanggar dengan
perbuatan secara aktif berarti melakukan delik commisionis.
 Suatu perbuatan yang diharuskan oleh undang-undang disebut
delik ommisionis apabila perbuatan yang diharuskan atau
diperintahkan itu dilanggar dengan tidak berbuat berarti melakukan
delik ommisionis.
 Sementara delik commisionis per ommisionem commissa adalah delik
yang dapat diwujudkan baik berbuat sesuatu ataupun tidak berbuat
sesuatu.
PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA
A. TUJUAN PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA
 Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang
bertujuan untuk untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;
menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana; memulihkan
keseimbangan; mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
 Pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan bahwa hukum pidana
harus digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur merata
materiil dan spirituil.
B. DEFINISI PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA
 Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility adalah suatu mekanisme
untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka
dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau
tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak
pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah
ditentukan dalam Undang-undang.
 Pengertian Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang
tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si
pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan.
C. UNSUR-UNSUR PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
 Untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, maka suatu
perbuatan harus mengandung kesalahan.
 Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis/bentuk yaitu kesengajaan (opzet)
dan kelalaian (culpa).

Kesalahan

Kesengajaan Kelalaian
(Dolus) (Culpa)

Culpa Lata Culpa Levis


Sadar Sadar
Sebagai niat (kelalaian (kelalaian
kepastian kemungkinan
berat) ringan)
D. SYARAT PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
Seseorang dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, akan
dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan
tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat
melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya.
Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan
menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat, yaitu:
1. Kemampuan bertanggungjawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si
pembuat;
2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang
berhubungan dengan kelakuannya yaitu disengaja dan sikap kurang hati-hati
atau lalai;
3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat
PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PENGERTIAN MELAWAN HUKUM


Pompe : “Wederrrechtelijk betekent: in strijd met het recht, hetgeen ruimer is
dan; in strij met de wet. Behalve wettelijke voorschriften komen hier
ongeschreven regelen in aanmerking” (melawan hukum berarti:
bertentangan dengan hukum, tidak hanya sebatas: bertentangan dengan
Undang-Undang. Selain dari peraturan perundang-undangan tertulis, harus
diperhatikan aturan-aturan yang tidak tertulis).
SIFAT MELAWAN HUKUM
Melawan
hk.
umum

Melawan Sifat Melawan


hk. Melawan hk.
materiil khusus
Hukum

Melawan
hk. formiil
ALASAN PEMBENARAN, ALASAN PEMAAF,
DAN ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN
 Dalam hukum pidana perlu dikemukakan materi tentang alasan-alasan yang
mengecualikan dijatuhkannya hukuman
 Berdasarkan sifatnya ini maka UU pidana mengandung kemungkinan akan dijatuhkannya
hukuman yang adil bagi orang-orang tertentu yang mungkin saja tidak bersalah, meskipun
orang tersebut melakukan suatu tindakan sesuai dengan lukisan perbuatan yang dilarang
oleh UU pidana.
 Alasan atau Dasar Penghapusan Pidana merupakan hal-hal atau keadaan yang dapat
mengakibatkan seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang
dan diancam dengan hukuman oleh UU Pidana (KUHP), tidak dihukum, karena :
1. Orangnya tidak dapat dipersalahkan;
2. Perbuatannya tidak lagi merupakan perbuatan yang melawan hukum.

Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu
(inwendig), yakni:
1. Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit (pasal 44 KUHP)
2. Umur yang masih muda (mengenai umur yang masih muda ini di Indonesia dan juga di
negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak lagi merupakan alasan penghapus pidana
melainkan menjadi dasar untuk memperingan hukuman).
A). DAYA PAKSA – OVERMACHT
(PASAL 48 KUHP)
Pasal 48 KUHP menentukan : “ tidak dipidana seseorang yang melakukan
perbuatan yang didorong oleh daya paksa”. Apa yang diartikan dengan
daya paksa ini dapat dijumpai dalam KUHP. Penafsiran bisa dilakukan dengan
melihat penjelasan yang diberikan oleh pemerintah ketika undang-undang
(Belanda) itu dibuat.
Contoh

A mengancam B, kasir bank, dengan meletakkan pistol di dada B, untuk menyerahkan uang
yang disimpan oleh B, B dapat menolak, B dapat berpikir dan menentukan kehendaknya,
jadi tak ada paksaan absolut. Memang ada paksaan tetapi masih ada kesempatan bagi B
untuk mempertimbangkan apakah ia melanggar kewajibannya untuk menyimpan surat-
surat berharga itu dan menyerahkannya kepada A atau sebaliknya, ia tidak menyerahkan
dan ditembak mati. Perlawanan terhadap paksaan itu tak boleh disertai syarat-syarat yang
tinggi sehingga harus menyerahkan nyawa misalnya, melainkan apa yang dapat
diharapkan dari seseorang secara wajar, masuk akal dan sesuai dengan keadaan. Antara
sifat dari paksaan di satu pihak dan kepentingan hukum yang dilanggar oleh si pembuat di
lain pihak harus ada keseimbangan.

Pada overmacht (daya paksa) orang ada dalam keadaan dwangpositie (posisi terjepit). Ia
ada ditengah-tengah dua hal yang sulit yang sama-sama buruknya. Keadaan ini harus
ditinjau secara obyektif. Sifat dari daya paksa ialah bahwa ia datang dari luar diri si
pembuat dan lebih kuat dari padanya. Jadi harus ada kekuatan (daya) yang mendesak dia
kepada suatu perbuatan yang dalam kata lain tak akan ia lakukan, dan jalan lain juga tidak
ada.
B.) Keadaan Darurat-NOODTOESTAND
(Pasal 48 KUHP)
Dibedakan daya paksa dalam arti sempit (atau paksaan psikis) dan keadaan
darurat. Daya paksa dalam arti sempit ditimbulkan oleh orang sedang pada
keadaan darurat, paksaan itu datang dari hal di luar perbuatan orang KUHP
kita tidak mengadakan pembedaan tersebut.

C.) Pembelaan darurat-NOODWEER


(pasal 49 Ayat (1)KUHP)
Berbunyi :”tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang
terpaksa dialkukan untuk membela dirinya sendiri atau orng lain, membela
peri kesopanan sendiri atau orang lain terhadap serangan yang melwan
hukum yang mengancam langsung atau seketika itu juga”.
Apakah perbedaan
keadaan darurat dan
pembelaan darurat?
D.) Bela Paksa Lampau-NOODWEER EXCES
(PASAL 49 AYAT 2 KUHP)
 (pelampauan batas pembelaan darurat atau bela paksa lampau batas)
Istilah exces dalam pembelaan darurat tidak dapat kita jumpai dalam
pasal 49 ayat (2).
 Pasal tersebut bunyinya : “tidak dipidana seseorang yang melampaui
batas pembelaan yang diperlukan, jika perbuatan itu merupakan akibat
langsung dari suatu kegoncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh
serangan itu”.
E.) MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG
(PASAL 50 KUHP)
 MENJALANKAN PERINTAH UNDANG-UNDANG (PASAL 50 KUHP).
Pasal 50 KUHP menentukan bahwa “tidak dipidana seseorang yang melakukan
perbuatan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan”.
 Misalnya : Pejabat polisi, yang menembak mati seorang pengendara sepeda
yang melanggar peraturan lalu lintas karena tidak mau berhenti tanda peluitnya,
tidak dapat berlindung dibawah pasal 50 KUHP ini. Kejengkelan pejabat tersebut
tidak dapat membenarkan tindakannya. Perbuatan orang yang menjalankan
peraturan undang-undang tidak bersifat melawan hukum, sehingga pasal 50
tersebut merupakan alasan pembenar. Kadang-kadang dalam melaksanakan
peraturan undang-undang dapat bertentangan dengan peraturan lain. Dalam
hal ini dipakai pedoman : “lex specialis derogate legi generaki” atau “lex
posterior derogate legi priori”. Yang diperbolehkan adalah tindakan eksekutor
yang melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati.
F.) MELAKSANAKAN PERINTAH JABATAN
(PASAL 51 KUHP)
 MELAKSANKAN PERINTAH JABATAN (PASAL 51 AYAT (1) DAN (2)).
Sesuai pasal 51 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “tidak dipidana seseorang
yang melakukan perbuatan untuk melaksankan perintah jabatan yang sah”,
maka orang dapat melaksanakan undang-undang sendiri, akan tetapi juga
dapat menyuruh orang lain untuk melaksankannya.

 Maka jika seorang melakukan perintah yangsah ini maka ia tidak melakukan
perbuatan yang melawan hukum.

 Contoh kasus : seorang Letnan Polisi diperintah oleh Kolonel Polisi untuk
menangkap pelaku tindak pidana. Colonel polisi tersebut berwenang untuk
memerintahkannya. Jadi dalam hal ini letnan polisi tersebut melaksanakan
perintah jabatan yang sah. Bilamanakah perintah itu dikatakan sah ? apabila
perintah itu berdasarkan tugas, wewenang atau kewajiban yang didasarkan
kepada suatu peraturan.
ALASAN PENGHAPUS PIDANA DI LUAR UU
Dimuka telah dibicarakan tentang alasan penghapus pidana yang berupa alasan
pembenar dan pemaaf (atau alasan penghapus kesalahan) yang terdapat dalam
KUHP, diluar undang-undang pun ada alasan penghapus pidana, misalnya :
1. hak dari orang tua, gurur untuk menertibkan anak-anak atau anak didiknya
(tuchtrecht);
2. hak yang timbul dari pekerjaan (beroepsrecht) seorang dokter, apoteker, bidan
dan penyelidik ilmiah (misalnya untuk vivisectie);
3. ijin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepada orang lain mengnai suatu
perbuatan yang dapat dipidana, apabila dilakukan tanpa ijin atau persetujuan
(consent of the victim);
4. mewakili urusan orang lain (zaakwaarneming);
5. tidak adanya unsur sifat melawan hukum yang materiil (arrest dikter hewan);
6. tidak adanya kesalahan sama sekali (avas, pada arrest susu dan air).
DALUWARSA PENUNTUTAN
Terkait dengan daluwarsa pengajuan penuntutan, jika kita melihat
pada ketentuan Pasal 78 ayat (1) butir 3 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”), atas tindakan tersebut tidak dapat dilakukan upaya
penuntutan pidana.

Pasal tersebut berbunyi:


Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
1) mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan
sesudah satu tahun;
2) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau
pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun,
sesudah dua belas tahun;
4) mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
5) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas
tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.

Anda mungkin juga menyukai