Muchit A. Karim
Problematika
Hukum Kewarisan
Islam Kontemporer
di Indonesia
Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Jakarta 2012
Problem
atika
Hukum
Kewarisan
Islam
Kontempor
er
di
Indonesi
a
Editor :
Muchit A. Karim
Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Jakarta 2012
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 978-602-8739-07-8
....................................................................................................................................................................
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara
apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy,
tanpa seizin sah dari penerbit
....................................................................................................................................................................
Cetakan Pertama, Oktober 2012
....................................................................................................................................................................
Editor :
Muchit A. Karim
Tata Letak :
Sugeng
Design Cover
Firdaus
....................................................................................................................................................................
Penerbit:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta
Telp/Fax. (021) 3920425, 3920421
Email: puslitbang1@kemenag.go.id
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Kata Pengantar
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
iii
Kata Pengantar
iv
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
v
Kata Pengantar
vi
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Sambutan
Kepala Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
vii
Sambutan
viii
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Prolog
x
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
xi
Prolog
xii
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Prakata Editor
xiii
Prakata Editor
xiv
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
xv
Prakata Editor
xvi
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Muchit A. Karim
xvii
Prakata Editor
xviii
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
DAFTAR ISI
xx
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
xxi
Daftar Isi
xxii
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1
Bab
I
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
3
Bab I
5
Bab I
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
BAB II
LEGISLASI SIGNIFIKANSI
DAN PARADIGMA
BARU HUKUM WARIS
DI INDONESIA
7
Bab II
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Latar Belakang
9
Bab II
Problematika Legislasi
7. Gharrawin
Sebagaimana telah dikemukakan dalam makalah Sukris
Sarmadi dan Ratu, bagian Bapak 1/3 dalam kasus Gharrawain
ketika bersama Suami dan Ibu, atau bagian yang lebih besar
ketika bersama Istri dan Ibu, perlu dijelaskan, supaya tidak
mengganggu pemahaman masyarakat. Karena Bapak, selain
sebagai penerima ashabah binafsih, juga sebagai ashhab al-
furudl, yang menerima bagian 1/6 ketika pewaris meninggalkan
anak atau cucu laki-laki garis laki-laki. Bahkan Bapak juga selain
menerima 1/6 juga tambah ashabah, apabila pewaris
mempunyai anak perempuan saja.
8. Harta Bersama
Latar Belakang
0 Kaidah
hukum berlaku secara historis, yaitu sesuai dengan sejarah
hukum kewaarisan Islam dalam konteks keindonesia-an.1
Kalau dikaji secara mendalam agar hukum itu
berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ke
empat unsur kaidah di atas, sebab: (1) apabila hanya berlaku
secara filosofis, maka kemungkinannya kaidah itu hanya
merupakan hukum yang dicitacitakan (ius constituendum); (2)
bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, maka ada
kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati; (3) Kalau
hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan,
maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa; dan (4) apabila
hanya berlaku secara historis, maka kemungkinan kaidah itu
tidak sesuai dengan legal cultuure ke Indonesiaan.
Permasalahan
1
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Cetakan ke-6, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal.
75
2
Hasil Penelitian Penulis berkenaan penyusunan Disertasi yang berjudul
Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Kabupaten Donggala tahun 1995
2
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
3
H. Mohammad Daud Ali, . Asas-Asas Hukum Islam: Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 1991), hal. 8
2
3
Bab II
4
H. Mohammad Daud Ali, Ibid, hal 9.
5
H. Mohammad Daud Ali, Ibid., hal 10.
2
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
6
Zainuddin Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,
Cetakan ke 3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 83
2
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
7
Zainudin Ali, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Kabupaten
Donggala, (Palu: Yayasan Masyaraakat Indonesia Baru, 1998), hal. ii
2
7
Bab II
8
H. Mohammad Daud Ali, Op. Cit., hal 71
2
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
9
Lihat, Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara,
1981), h. 21. Hazairin, op. cit.,h. 7. H.M. Tahir Azhary, Bunga Rampai Hukum Islam. (Jakarta: Ind-
Hild-Co, 1992),h. 7. Abdurrahman I Doi, Shari`ah: The Islamic Law, (London: Delux Press, 1984),
h.275. David Steven Powers, The Formation of The Islamic Law of Inheritance, (America:
International Microfilms University Press, 1986), h. 75-88. Husnain Muhammad Makhluf,
Almawaris fi As-Syari`at al-Islamiyah, (Qahirah: Matabi` al-Ahram at-Tijariyah, 1971), h. 43-45.
Muhammad Mustafa Salabi, Ahkam al-Mawaris Bainal Fiqhi wa al-Qanun, (Beirut: Dar an-Nadafat
at-Tarbiyah, 1978), h. 120-128. Muhammad Kamal Hamidi, Al-Mawaris wa al-Hibah wa al-
Wasiyyat, (Iskandariyah: Dar al-Matbu`ah al-Jami`ah, tanpa tahun), h. 37-41.
3
1
Bab II
10
Lihat, Sajuti Thalib op. cit., h. 24. Hazairin, opcit.,h. 8. H.M. Tahir Azhary Loc. cit.
Husnaian Muhammad Makhluf, op. cit., h.57-58. David Stephen Powers, op. cit., h. 46,47,98, dan
105. Robert Roberts, The Social Lawas of the Qoran, (Delhi: Kalam Mahal Darya Ganj, 1977), 64.
A. Yusuf Ali, The Holy Qur`an: Tex, Translation and Commentary, (Myland: Amana Corp
Brentwood, 1983), h. 182. Abdur-Rahman Doi, op. cit., h. 296-298. Ahmad Kamil KHudary, Al-
Mawaris al Islamiyah, (Qahirah: al-Majlis a`la lissyu`uni Islamiyah, 1966), h.36. Muhammad
Mustafa Salabi, loc. cit Muhammad Kamal Hamidi, op. cit., h. 37-46.
3
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
23 Lihat, Sajuti Thalib, op. cit., h. 29. Hazairin, op. cit., h. 9. H.M.Tahir Azhary,
op. cit., h.8. David Stephen Powers, op. cit., h.98, 104, 106, dan 107. Husnain Muhammad
Makhluf, op. cit., h.79-83. Muhammad Mustafa Salabi, loc. cit. Muhammad Kamal Hamidi, op. cit.,
h. 59
1 60.
5888
Lihat, Sajuti Thalib, op. cit., h. 27. Hazairin, op. cit., h. 8. H.M. Tahir
Azhary, loc. cit. Muhammad Mustafa Salabi, op. cit., h. 142-157. Bandingkan dengan uraian
H.Moh. Djafar, op. cit., h. 144. Menurut H. Moh. Djafar, Kompilasi Hukum Islam mengenai
ahli waris
3
3
Bab II
Lihat Ibn Majah, op. cit., h. 913. At-Tirmizi, op. cit., h.425. Syari-fuddin, Ibid.,
h. 8. Husnain Muhammad Makhluf, op. cit., h. 34. Hazairin, op. cit., h. 9.
Hukum adat di Indonesia mengakui cucu sebagai ahli waris bila ayah atau ibunya
lebih dahulu meninggal dari pewarisnya. Lihat, B.ter Haar Bzn, Asas-asas dan
Susunan Hukum Adat, diterjemahkan oleh Soebakti Poes-ponoto, (Jakarta: Pradnja
Paramita, 1953), h. 210.
Lihat Hazairin, op. cit., h. 28.
3
5
Bab II
17
Lihat, Abu Dawud, op. cit., h. 100. At-Tirmiziy, op. cit., h. 320. Ibn Majah,
op. cit., h.910. Hazairin, Ibid., h. 102.
Teori receptio in complexu dipelopori oleh L.W.C. Van den Berg (1845-1927). Van
den Berg mengemukakan bahwa orang Islam Indonesia telah melakukan resepsi
hukum Islam dalam keseluruhannya sebagai satu kesatuan. Lihat, H. Mohammad
Daud Ali, op. cit., h. 16.
Teori receptie dipelopori oleh Cristian Snouck Hurgronje (1857-1936) dan
dikembangkan secara sistematis dan ilmiah oleh C. van Vollenhoven dan B. ter Haar Bzn
serta dilaksanakan dalam praktek oleh murid-murid dan pengikut-pengikutnya. Menurut
mereka hukum Islam bukanlah hukum, melainkan hukum Islam baru menjadi hukum
kalau telah diterima oleh hukum adat. Lihat, Ibid., h. 17.
20
Teori receptio a contrario dipelopori oleh Hazairin (1905-1975) dan
dikembangkan secara sistematis dan dipraktekkan oleh murid-muridnya. Menurut mereka
hukum adat dapat menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat muslim kalau hukum
3
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
adat itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Lihat, Hazairin, op. cit., h. 4.
Bandingkan dengan uraian Sajuti Thalib, op. cit., h. 1 dan 2.
21
Pasal 29 UUD 1945 menjamin untuk pelaksanaan hukum kewarisan
Islam di Indonesia. Demikian juga Pasal 49 ayat (1) Undang-undang nomor 7 tahun
1989 dan Instruksi Presiden RI tanggal 10 Juni 1991 mengatur pelaksanaan hukum
kewarisan Islam bagi masyarakat muslim di Indonesia.
21a
Hasil Penelitian penulis pada tahun 1995 berkenaan Penyusunan Disertasi
yang berjudul Pelaksanaan Hukum Kewarisan nIslam di Kabupaten Donggala
3
7
Bab II
22
Ahkam adalah nama samaran yang digunakan oleh penulis untuk kepentingan
ilmiah dalam penulisan buku ini. Nama sebenarnya ada dalam buku catatan penulis. Selain
itu, digunakan nama samaran dalam penampilan contoh-contoh penyelesaian kasus
kewarisan di Kabupaten Donggala kecuali penyelesaian kasus melalui Pengadilan Agama
dan Pengadilan Negeri Kabupaten Donggala. Penggunaan nama samaran itu, berpedoman
3
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
pada huruf awal nama seseorang, misalnya seseorang bernama Ahamad diganti dengan
nama Ahkam. Hal itu, dilakukan atas saran-saran dari para ahli waris yang diwawancarai.
23
Abdul Hamid, wawancara, 21 Maret 1994 di Palu.
3
Abdul Hamid, wawancara, 21 Maret 1994 di Palu. Abdul Hamid sebagai salah
seorang ahli waris (Ahkam) mengemukakan bahwa pembagian harta warisan melalui
musyawarah ahli waris mengenai status hak pemilikan individu terhadap harta peninggalan
pewarisnya adalah mencerminkan hukum kewarisan Islam yang menjadi hukum adat
kewarisan di Kabupaten Donggala. Sejalan dengan hal itu, Drs. Amrin Yodo (sekertaris
merangkap anggota Dewan Adat di kelurahan Besusu kecamatan Palu Timur) mengemuka-
kan bahwa "ungkapan istilah langgai molemba mobine manggala dijadikan rech ide atau
cita hukum dalam pembagian harta warisan melalui musyawarah, baik musyawarah ahli
waris maupun musyawarah Dewan Adat, kecuali bila ada kesepakatan lain yang diinginkan
oleh ahli waris. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya, ahli waris perempuan
diberikan lebih banyak atau disamakan dengan bagian anak laki-laki atas persetujuan ahli
waris laki-laki berdasarkan pertimbangan bahwa kehidupannya sudah mapan bila
dibandingkan dengan kehidupan saudara perempuannya. Drs. Amrin Yodo, wawancara, 27
Maret 1994 di Palu.
3
9
Bab II
26
Musyawarah Dewan Adat adalah musyawarah penyelesaian suatu
permasalahan yang dilakukan oleh mereka yang terdiri atas pemuka adat dan
pemuka agama di satu pihak dan di lain pihak ada pemuka agama (baca: Islam) yang
berfungsi ganda, yaitu sebagai pemuka agama dan pemuka adat di suatu Desa,
Khaerul Tahwila, wawancara, tanggal 28 Juli 1994 di desa Baiya kecamatan Tawaeli.
4
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
27
Abd. Hamid mengemukakan bahwa "munculnya masalah kewarisan
adalah adanya ahli waris di satu pihak berpendapat bahwa pemberian orangtua
kepada anaknya selagi orangtua masih hidup termasuk diperhitungkan sebagai
pembagian harta warisan bila terjadi pembagian harta warisan dikemudian hari, di lain
pihak ada ahli waris berpendapat bahwa harta yang diperoleh seorang anak dari
orang-tuanya selagi orang-tua masih hidup hanyalah pemberian bentuk hibah,
sehingga ia menuntut hak yang sama dengan ahli waris lainnya. Anggota Dewan Adat
Kelurahan Balaroa, wawancara, 27 Juli 1994 di Palu.
28
Khaerul Tahwila (Kepala Desa Baiya), wawancara, 26 Juli 1994 di Tawaeli.
4
3
Bab II
29
Khaerul Tahwila (Kepala Desa Baiya), wawancara, 26 Juli 1994 di Tawaeli.
Kepala Desa Baiya mengemukakan bahwa "musyawarah Dewan Adat adalah musyawarah
yang menghasilkan perdamaian di antara mereka yang bersengketa". Hasil musyawarah
Dewan Adat mencerminkan hukum kewarisan adat lama yang hampir tidak membedakan
bagian warisan anak laki-laki dengan anak perempuan. Hal itu dilakukan oleh Dewan Adat
karena pihak perempuan tidak mengetahui pentingnya hukum kewarisan Islam sebagai
bagian dari ajaran agama Islam.
4
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
30
Abd. Hamid (ketua Dewan Adat di kelurahan Balaroa, wawancara, 27 Juli 1994
di Palu.
31
Abd. Hamid (Ketua Dewan Adat Kelurahan Balaroa), wawancara, 27 Juli
1994 di Palu. Ketua adat mengemukakan bahwa ketua dan anggota Dewan Adat
merupakan parner kerja kepala Desa atau kepala kelurahan disetiap tempat
pelaksanaan pemerintahan.
4
5
Bab II
32
Pengadilan Negeri Palu, Putusan Perdata nomor 15/Pdt.G/1990/Pn. Palu, 18
Juni 1990.
4
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
33
Pengadilan Negeri Palu, Putusan Perdata nomor 21 tanggal 6 Juli 1992
mencerminkan hukum kewarisan Islam karena tidak memberikan warisan kepada
saudara pewaris.
4
9
Bab II
34
Pengadilan Agama Palu, Putusan pembagian harta warisan nomor
169/Pdt.G/1990/PA. Palu, 23 September 1990.
5
1
Bab II
35
Pengadilan Agama Palu, Putusan pembagian harta warisan nomor
169/Pdt.G/1990/PA. Palu, 23 September 1990 tampak tidak membedakan bagian
seorang anak laki-laki dengan bagian seorang anak perempuan, dan janda istri
kedua. Selain itu, tidak membedakan harta perkawinan istri pertama dengan istri
kedua. Namun, kedua pihak menerima putusan itu.
5
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
36
Pengadilan Agama Palu, Putusan pembagian harta warisan nomor
122/Pdt.G/1991/PA. Palu, 23 Juli 1991.
37
Pengadilan Agama Palu, Putusan pembagian harta warisan nomor
122/Pdt.G/1991/PA.Palu, 23 Juli 1991 mempunyai pertimbangan hukum bahwa
wasiat kepada ahli waris tertentu yang tidak disetujui oleh ahli waris lainnya adalah
batal demi hukum atau dibatalkan oleh hakim.
5
3
Bab II
38
Pengadilan Agama Palu, Putusan pembagian harta warisan nomor
122/Pdt.G/1991/PA. Palu, 23 Agustus 1991. Pertimbangan hukum putusan itu adalah
Pasal 184, dan 185 Kompilasi hukum Islam, dan Pasal 49 ayat (3) Undang-undang
nomor 7 Tahun 1989.
5
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
5
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Latar Belakang
11
Lawrence M. Friedman, A History of American Law, New York, Simon and
Schuster, 2005, H.29.
5
9
Bab II
12
Muhammad Ahmad Ismail al-Muqarrim, al-Marah Baina Takrim al-Islami
wa Ihanati al-Jahiliyyati, Kairo, Dar Ibnu al-Jauzi, 2005, h.57.
13
Dzawil arham kerabat yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris
akan tetapi tidak termasuk ahli waris seperti cucu dari anak perempuan, perempuan
keturunan dari saudara sekandung dan seayah, keturunan dari saudara seibu, bibi
dar pihak ayah, paman dan bibi dari pihak ibu, perempuan keturunan dari paman
pihak ayah, kakek dari pihak ibu. Lihat A. Hussain, The Islamic Law of Succession,
Riyad, Darussalam, 2005, h. 164,181, 211, 218, 228,285; Lihat pula Syihabuddin
Ahmad bin Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj bi Syarhi al-Muhtaj, Kairo, Dar al-Fikr,
tth. H. 393.
6
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
14
Lihat Robert Spencer, Islam Unveiled, San Francisco, Encounter Books, 2002,
h.73-92.
15
Abdullah Ahmed an-Naim, Toward an Islamic Reformation Civil Liberties,
Human Right and International Law, (Dekontruksi Syariah: Wacana Kebebasaan
Sipil, Hak Asasi Manusia dan Hubungan International, terj. Ahmad Suaedy dan
Amiruddin Arrani, Yogyakarta, LKiS, 1994, h.110.
16
Muhammad Shahrur, Nahwa Ushul Jadidah li al-Fiqhi al-Islami, (terj.
Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin), Yogyakarta, Elsaq press, 2004, h.317-424.
6
1
Bab II
17
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan Hadith,
Jakarta, Tintamas, 1981, h.13.
Ibid, h. 94.
Munawir Sjadzali, Dari Lembah kemiskinan, dalam Muhammad Wahyuni
Navis (ed.), Kontektualisasi Ajaran Islam, Jakarta, Paramadina, 1995, h.87-96.
6
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Norma hukum dipahami dari kondisi umum masyarakat
yang melatar belakangi turunnya nash bukan dipahami dari
sisi teks dan kasus parsial yang melatar belakangi turunnya
nash) disamping kaidah ushul yang baku yakni:
Norma hukum dipahami dari teks nash bukan dari
peristiwa parsial yang melatar belakangi turunnya nash) dan
kaidah:
Norma hukum dipahami dari latar belakang partial yang
mempengaruhi turunnya nash bukan dipahami dari teks nash).
6
7
Bab II
20
Lihat Pasal 854 dan 855 KUHPerdata, Ichtiar Baru, 2006, vol.1, h. 571-570;
Wirjono Prodjodikoro, Usaha Memperbaiki Hukum Warisan di Indonesia, dalam Wirjono
6
9
Bab II
Prodjodikoro, Bunga Rampai Hukum, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1974, h.95;
Lihat pula Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta,
Haji Masagung, 1988, h.186-189; Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta,
Pradnya Paramita, 1989, h.98-100
21
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami al-
Ahkam al-Quran, Kairo, Dar al-Kutub al-Arabiyyah, 1967, Juz 2, h.264; Muhammad
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Beirut, Dar al-Marifah, tth., vol.2, h.137.
7
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Pertama,
Lihat al-Quran surah al-Nisa 4:11 dan 12; Lihat pula Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami al-Ahkam al-Quran, Kairo, Dar
al-Kutub al-Arabiyyah, 1967, Juz 5, h.73-74; Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-
Manar, Beirut, Dar al-Marifah, tth., vol.4, h.421.
Lihat Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 214 K/AG/1997 tanggal 31-8-
1999; Nomor 121 K/AG/2003 tanggal 27-9-2006; Nomor 370 K/AG/2000 tanggal 14-6-
2006; Nomor 368 K/AG/1999 tanggal 17-4-2002.
Contoh, jika Pewaris meninggalkan satu orang anak kandung dan seorang atau dua
orang anak angkat maka anak kandung mendapat 2/3, satu/dua orang anak angkat 1/3. Jika
Pewaris meninggalkan tiga orang anak kandung dan satu/dua orang anak angkat maka tiga orang
anak kandung mendapat satu orang/dua orang anak angkat mendapat .
7
1
Bab II
Lihat Muslim, Shahih Muslim, Beirut, Dar al-Arqam, 1999, h.777; Tirmidzi, Sunan
Tirmidzi, Riyad, Maktabah al-Maarif, 1993, h.475; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Beirut, Dar Ihya
al-Turats al-Arabi, 2000, h.464; Abu daud, Sunan Abu Daud, beirut, Dar al-Arqam, 1999, h.677;
Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Libanon, Bait al-Afkar, 2004, h.1033; Imam Hakim, Al-
Mustadrak Ala Shahihain, Beirut, Dar al-Ihya al-Turats al-Arabi, 2002, h.1523;
Lihat Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut, Dar al-Maarif, 2004, h.1588; Imam
Malik, Muwattha, Beirut, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, h.328.
Lihat Bukhari, Shahih Bukhari, 2004:438; Ibnu majah, Sunan Ibnu majah,
2000:464.
7
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
28
Lihat Abu Daud, Sunan Abu Daud, 1999:677 dan 678; Imam Hakim, al-
Mustadrak Ala Shahihain, 2002:1523.
29
Imam Malik, Al-Muwattha, 2003:328.
7
3
Bab II
Maka putusan Mahkamah Agung memberikan wasiat wajibah
kepada anak atau kerabat pewaris yang menganut agama
selain Islam tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Bagikan harta warisan kepada ahli waris yang sudah
ditentukan bagiannya sisanya diserahkan kepada laki-laki
yang kekerabatannya lebih utama dengan pewaris).32
Kedudukan ahli waris saudara tercantum dalam Al-Quran
surah al-Nisa 11, 12, dan 176. Dalam Al-Quran surah al-
Nisa 11 dikatakan jika pewaris meninggalkan saudara
berbilang maka ibu pewaris hanya mendapat 1/6 bagian,
dalam ayat ini ahli waris saudara dalam keadaan tidak
bergabung dengan ahli waris anak.
32
Lihat Bukhari, Shahih Bukari, 2004:1644; Muslim, Shahih Muslim, 1999:777;
Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, 1993:473; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, 2000:466; Abu Daud,
Sunan Abu Daud, 199:675; Hakim, Al-Mustadrak Ala Shahihain, 2002:1518; Ibnu
Hibban, Shahih Ibnu Hibban, 2004:1033.
7
5
Bab II
Dalam memahami al-Quran surah al-Niasa IV:176 dan
menerapkan kaidah ushul fikih :
Dalam memahami hadits Abdullah Ibnu Abbas.
33
Imam Hakim, al-Mustadrak ala Shahihain, 2002:1517-1518; Ibnu
Hibban,
Shahih Ibnu Hibban, 2004:1033; Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, 1993:472;
34
Lihat Putusan Mahkamah Agung RI nomor 122 K/AG/1995 tanggal 30-4-
1996; Nomor 218 K/AG/1993 tanggal 26-7-1996.
7
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Pembagian harta warisan lebih dahulu diberikan kepada ahli
waris yang sudah ditentukan bagiannya, sisanya bagikan kepada
laki-laki yang lebih utama hubungan kerabatnya dengan pewaris,
yakni ashabah). Pemahaman Hadits tersebut menimbulkan waris
ashabah binafsih bagi laki-laki, karena kultur masyarakat Arab
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah masyarakat
patrilineal yang mengutamakan laki-laki karena fungsi dalam
rumah tangga dan diluar rumah tangga sangat besar dibanding
dengan wanita. Tafsir hadits tersebut realistik dan adil pada
masyarakat Arab pada saat itu, tetapi belum tentu relevan bagi
masyarakat Indonesia masa kini.
35
Lihat putusan Mahkamah Agung Nomor 14 K/AG/1995; Nomor 243
K/AG/2005; Nomor 245 K/AG/2005; Nomor 242 K/AG/2006; Nomor 467 K/AG/2007
7
7
Bab II
Pertama,
Anak laki-laki dapat mewaris dari kedua orang tuanya,
pengertian sebaliknya kedua orang tuanya dapat mewaris
dari anaknya);
Ke dua,
Keluarga laki-laki dapat mewaris dari kerabatnya);
Ke tiga;
Anak wanita dapat mewaris dari kedua orang tuanya,
pengertian sebaliknya kedua orang tua dapat mewaris dari
anak perempuannya);
Ke empat,
Kerabat wanita dapat mewaris dari kerabatnya).
Kandungan hukum ayat tersebut harus dipahami dari susunan
kalimatnya bukan dilihat dari latar belakang peristiwa hukum
itu muncul karena kaidah hukum tersebut kaidah hukum ideal.
Sedangkan hadits-hadits Nabi Muhammad yang tidak sejalan
dengan substansi yang terkandung dalam Al-Quran surah al-
Nisa IV:7 harus dipahami sebagai hukum realistik yang
berlaku lokal dan temporal sesuai kaidah ushul fiqh:
Kandungan hukum dalam putusan Nabi Muhammad harus
dipahami sesuai latar belakang yang partial yang mempengaruhi
terbentuknya putusan bukan dipahami dari rangkaian rumusan
kalimatnya, sehingga tidak berlaku umum). Dari uraian tersebut
Mahkamah Agung bukan saja sudah membuat terobosan
menghapus lembaga dzawil arham yang tidak berpihak pada
arus kesetaraan gender bahkan terobosan tersebut tidak
bertentangan dengan substansi hukum Islam.
Penutup
8
1
Bab II
BAB III
HUKUM KEWARISAN
ISLAM
KONTEMPORER DI
INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF
FIQH, KOMPILASI HUKUM
ISLAM, DAN PRAKTIK DI
PENGADILAN AGAMA
SERTA
MASYARAKAT
8
3
Bab
III
8
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Latar Belakang
41
Syihab al-Din Abu al-Abbas Ibn Idris al-Qurafi, Syarh Tanqh al-Fushl f
Ikhtishr al-Mahshl f al-Ushl (Kairo: Maktabah al-Kuliyyah al-Azhariyyah. 1973), hlm. 20.
42
Ibid., hlm. 141-142.
8
7
Bab III
45
H. Ichtijanto, Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia
dalam Tjun Sumardjan (ed.), Hukum Islam di Indonesia: Perkembangan dan Pembentukan
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 1991), hlm. 114-115.
8
9
Bab III
Ibid., h. 120.
E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Buku Ichtiar.
1959), hlm. 46.
Sumarjan (ed.), Hukum Islam, hlm. 128.
Ibid., h. 132.
9
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Survei Literatur
50
Ichtijanto SA, "Pengembangan Teori, dalam Sumarjan (ed.), Hukum
Islam, hlm. 102-114,117,122, dan 130-132.
9
1
Bab III
51
Riana Kesuma Ayu, Sistem Hukum Waris Adat, dalam websiteayu.com,
diakses tahun 2011.
52
Mintarno, Hukum Waris Islam Dipandang dari Persepektif Hukum Berkeadilan
Gender (Studi Di Kecamatan MranggenKabupaten Demak), Tesis Magister, Program
Pascasarjana, Magister Kenotariatan (Semarang: Universitas Diponegoro. 2006).
9
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
53
H. Hatpiadi, Beberapa Asas Hukum Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Hukum Islam, dan Hukum Adat, dalam www.badilag.net/ diakses tanggal
9
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
13 Pebruari 2011.
9
7
Bab III
Azas Ijbari
54
H. Chatib Rasyid, Asas-Azas Hukum Waris dalam Islam,
www.badilag.net/ diakses tanggal 13 Pebruari 2011.
10
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
101
Bab III
ahli waris serta isu riddah. Pada umumnya, para terpelajar yang
terpengaruh dengan doktrin Universal Declaration of Human Right
(UDHR), terutama tentang ajaran menganai kebebasan
beragama, menganggap bahwa ridah dan perbedaan agama
sebagai penghalang untuk mewarisi merupakan ketentuan
yang dinilai diskriminatif.
Asas huquq al-maliyah/hak-hak kebendaan merupakan
penjelasan mengenai batasan-batasan mengenai harta yang dapat
diwariskan. Oleh karena itu, hak-hak kebendaan menjelaskan
mengenai obyek yang dapat dan tidak dapat diwariskan; yaitu hak
dan kewajiban dalam hukum kekeluargaan atau hak-hak dan
kewajiban yang bersifat pribadi tidak dapat diwariskan. Di samping
itu, asas ini secara implisit mengenai proses-proses sebelum
pembagian maurus, antara lain melunasi hutang-hutang muwaris
kepada pihak lain sebelum harta peninggalan dibagikan kepada ahli
waris dan melaksanakan wasiat Muwaris jika ada.
103
Bab III
55
Muhammad Abd al-Munim Abu Zaid, Nahw Tathwir Nizham al-Mudharabah fi
al-Masharif al-Islamiyyah (Kairo: al-Mahad al-Alami li al-Fikrr al-Islami. 2000), hlm. 159.
Penjelasan yang sama juga dapat dilihat dalam Ali Jum`ah Muhammad dkk, Mausuah
Fatawa al-Muamalat al-Maliyyah li al-Masharif wa al-Muassasat al-Maliyah al-Islamiyah
(Kairo: Dar al-Salam. 2009), vol. II, hlm. 158.
10
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
105
Bab III
56
Oyo Sunaryo Mukhlas, Hukum Kewarisan Islam: Formulasi Baru Waris Islam
dalam Tata Hukum Indonesia, dalam al-Tadbir, vol. 1, nomor: 3, Pebruari 2000, hlm. 115.
10
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Penutup
107
Bab III
Daftar Pustaka
109
Bab
III
110
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Latar Belakang
Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk
seluruh umat Islam di dunia ini. Sungguhpun demikian, corak
suatu negara Islam dan kehidupan di negara atau daerah
tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di daerah itu.
Hal ini disebabkan karena:
57
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan
Menurut KUH Perdata Dan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 6
111
Bab III
112
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
61
M. Ali Ash Shabuni, A1 Mawaris fi syariat al Islamiyyah `ala Dhau'i Kitabi
wa as Sunah, (Arab Saudi: Dar al Qalam, 1979), h. 30
62
Ibid
63
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewrisan Islam Dalam Lingkungan
113
Bab III
114
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
68
Husnain Muhammad Mahluf, A1 Mawaris fi Syari'at al Islamiyyah, (Cairo:
Mathbah al Madam, 1976), h. 33
115
Bab III
69
Al yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbadingan
Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqh Madzhab (Jakarta : INIS, 1998), h. 1
70
Abu Zahrah, al Mirats 'Inda Ja fariah, (Kairo:Dar al Fikr,tt), h.10
116
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
71
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Quran Dan Hadith
(Jakarta:
Tintatnas,1982), h.18
117
Bab III
Anak laki-laki
118
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Cucu laki-laki ini termasuk 'ashabah, bila tidak ada anak laki-laki
atau orang laki-laki yang lebih tinggi derajatnya. Jadi menurut
kewarisan Sunni la terhijab oleh anak laki-laki. Dan menurut
madzhab Ja'fariah la juga terhijab oleh anak perempuan. Sedang
menurut Hazairin yang mengakuai adanya ahli waris
72
Abu Zahrah, Op. cit, h.97
119
Bab III
73
Hazairin, Op. cit., h.27
12
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
121
Bab III
76
Lihat Al-Yasa Abu Bakar, Op.cit, h. 161-170, Fathurralmian, Op.Cit, h. 272-279
12
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
77
Al-Yasa Abu Bakar, Op.Cit. h. 157
123
Bab III
80
M. Ali Ash. Shabuni, op. cit, h. 178
125
Bab III
b. Ahli Waris
81
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Dengan
Kewarisan KUH Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 102-103
129
Bab III
Bagian istri ini diatur dalam pasal 180 KHI, yang berbunyi :
131
Bab III
a) Anak Perempuan
82
Pasal 183 berbunyi : " Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian
13
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
b) Anak Laki-laki
c) Cucu
133
Bab III
Rasulullah SAW bersabda: Berikan bagian faraidh
kepada yang berhak, adapun sisanya untuk laki-laki yang
paling dekat dengan pewaris (HR. Muslim)
135
Bab III
137
Bab III
83
Dede Ibin, Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim dalam jurnal
Mimbar Hukum (Jakarta: Al Hikmah, 2004) No. 63, hal. 100
139
Bab III
84
Ibid. h. 102
14
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
85
Lihat Alyasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah, Kajian
Perbandingan Terhadap Penalaran Hazirin Dan Penalaran F'iqh Madzhab (Jakarta:
INIS,1988), h.84-91, 93-97,119-120, h.132
86
Kasus pewarisan yang diselesaikan adalah, ahli waris terdiri dari : seorang
anak perempuan, bersama seorang saudara laki-laki kandung. Gugatan diajukan pada
Pengadilan Agama Mataram. PA Mataram menolak gugatan tersebut dengan
141
Bab III
88
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewrisan Islam Dalam
Lingkungan Minangkanbau, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), h.193
89
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramitah, 1984), h.
83
90
Ahmad Haries, Pelaksanaan Pembagian Waris Di Kalangan Ulama
Banjar, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 75-96
143
Bab III
Hal ini dalam KHI diatur dalam pasal 193 : Para ahli waris
dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian
harta warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya
Berdasarkan faraidh
Penutup
145
Bab III
147
Bab III
Latar Belakang
149
Bab III
91
Wahbah al-Zuhayl, al-Fiqh al-Islm wa Adillatuh, ctk. II (Beirut: Dr al-
Fikr, 1985), VIII: 258.
15
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
92
Ibid., hlm. 260.
151
Bab III
Ibid.
Ibid., hlm. 263.
153
Bab III
Islam akan selalu bertambah dan tidak akan pernah
berkurang. (H.R. Abu Dawud, dinilai shahih oleh al-Hakim).
15
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Belum pernah dijumpai putusan yang secerdas dan
sebrilian putusan Muawiyah. Orang Islam bisa menerima
warisan Ahl al-Kitab, sementara mereka tidak bisa
menerima warisan dari orang Islam. Sama dengan
pernikahan; orang Islam bisa menikahi perempuan
kalangan mereka, tetapi mereka tidak bisa menikai
perempuan muslimah.97
Terlepas dari kontroversi seputar validitas transmisi
(sanad)-nya, riwayat di atas menyiratkan dua hal penting, yaitu:
97
Al-Hfizh Ibn Hajar al-Asqaln, Fath al-Br Syarh Shahh al-Bukhr
(Ttp.: Dr al-Rayyn li al-Turts, 1986), XII: 52.
155
Bab III
Perspektif KHI
98
Muhammad Muhy al-Dn Abd al-Hamd, Ahkm al-Mawrts f al-Syarah al-
Islmiyyah al Madzhib al-Aimma al-Arbaa, ctk. I (ttp.: Dr al-Kitb al-Arab, 1984), hlm.
170; Ibn Qudmah Abd Allh ibn Qudmah, al-Mughn f Syarh Mukhtashar al-Kharaq
(Kairo: Dr al-Manr, 1987), VI: 181-182; Ibn Rusyd Muhammad ibn Ahmad al-Qurthub,
Bidyah al-Mujtahid wa Nihyah al-Muqtashid (Semarang: Toha Putera, t.t.), II: 257.
15
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
157
Bab III
1
Membunuh (Pasal 173 item a).
159
Bab III
Fakta di Masyarakat
103
Ibid.
16
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
104
Haris Bahalwan, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pembagian Warisan Beda
Agama di Desa Sumbersari Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman, skripsi UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, http://digilib.uin-suka.ac.id (akses tanggal 09 Juli 2011).
161
Bab III
Tinjauan Historis
105
Halimah Barakat, The Arab Family and Challenge of Social
Transformation, dalam Elizabeth Warnock Fernea (ed.), Women and Family in the
Middle East (Texas: University of Texas Press, 1995), hlm. 28.
16
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
110
Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in A World
Civilization (The Classical Age of Islam), ctk. I (Chicago: Chicago University Press, 1974), I: 163.
Misalnya: QS. al-Arf (7):85; al-Isr (17):23 dan 33, al-Kahf (18):110; al-Syuar
(26):130; al-Hujurt (49):13; al-Dzriyt (51):56.
Muhammad al-Khudar Bek, Trkh al-Tasyr al-Islm (Surabaya: Al-Hidyah,
t.t.), hlm. 91.
QS. al-Ahzb (33):6.
QS. al-Ahzb (33):4.
QS. al-Nis (4):33.
16
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
165
Bab III
Pijakan Metodologis
119
Muhammad Adb Shlih, Tafsr al-Nushsh f al-Fiqh al-Islm: Dirsah
Muqranah li Manhij al-Ulam f Istinbth al-Ahkm min Nushsh al-Kitb wa al-
Sunnah, ctk. III (Beirut: Al-Maktab al-Islm, 1984), I:169.
16
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Muhy al-Dn al-Nawaw al-Dimasyq, Syarh Shahh Muslim, ctk. I (Mesir: al-
Mathbaah al-Mishriyyah bi al-Azhar, 1929), I: 131.
167
Bab III
Orang muslim tidak bisa menerima warisan dari orang
non muslim. Begitu juga sebaliknya, orang non muslim
tidak bisa menerima warisan dari orang muslim. (H.R.
al-Bukhari dan Muslim).
Di satu sisi, hadits tersebut memang dinilai valid
(shahih), sehingga dinilai memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai sumber hukum. Faktanya, hadits itulah terlepas dari
definitif atau spekulatif muatan maknanya yang dipakai
sebagai pijakan utama bagi ketentuan perbedaan agama
sebagai salah satu penghalang menerima warisan.
122
QS. Al-Nis (4): 141.
16
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
123
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 5/MUNAS
VII/MUI/9/2005 tentang Kewarisan Beda Agama, http://www.mui.or.id (akses tanggal
09 Juli 2011).
124
Muhammad Mushthaf Syalab, Tall al-Ahkm:Ardh wa Tahll li
Tharqah al-Tall wa Tathawwurih f Ushr al-Ijtihd wa al-Taqld, ctk. II (Beirut: Dr
al-Nahdhah al-Arabiyyah, 1981), hlm. 299.
169
Bab III
Di saat terjadi kontradiksi antara kepentingan umum
(mashlahah) dan ujaran verbal teks, maka mashlahah
yang diunggulkan manakala bersifat pasti dan primer
(dharr). Namun, jika mashlahah tersebut bersifat tersier
(tahsi}n), maka ujaran verbal tekslah yang diunggulkan.
Sementara itu, mashlahah yang bersifat sekunder (hj) lebih
tepat jika dipersamakan dengan mashlahah yang primer.
Penutup
125
Syalab, Tall al-Ahkm., hlm. 34-42.
17
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Daftar Pustaka
Al-Qurn al-Karm.
Abd al-Ath, Hammdah, The Family Structure in Islam
(Indiana: Islamic Book Service, 1977).
Adb Shlih, Muhammad, Tafsr al-Nushsh f al-Fiqh al-Islm:
Dirsah Muqranah li Manhij al-Ulam f Istinbth al-
Ahkm min Nushsh al-Kitb wa al-Sunnah, ctk. III
(Beirut: Al-Maktab al-Islm, 1984).
Barakat, Halimah, The Arab Family and Challenge of Social
Transformation, dalam Elizabeth Warnock Fernea (ed.),
Women and Family in the Middle East (Texas:
University of Texas Press, 1995).
Haris Bahalwan, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pembagian
Warisan Beda Agama di Desa Sumbersari Kecamatan
Moyudan Kabupaten Sleman, skripsi UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, http://digilib.uin-suka.ac.id (akses
tanggal 09 Juli 2011).
Http://peunebah.blogspot.com (Akses tanggal 09 Juli 2011).
Ibn Hajar al-Asqaln, Al-Hfizh, Fath al-Br Syarh Shahh al-
Bukhr (Ttp.: Dr al-Rayyn li al-Turts, 1986).
Ibn Jarr al-Thabar, Ab Jafar Muhammad, Jmi al-Bayn f
Tafsr al-Qurn, ctk. II (Beirut: Dr al-Marifah, 1972).
Ibn Qudmah, Abd Allh ibn Qudmah, al-Mughn f Syarh
Mukhtashar al-Kharaq (Kairo: Dr al-Manr, 1987);
171
Bab III
HARTA BERSAMA
H.A. Sukris Sarmadi
Latar Belakang
173
Bab III
129
Sebagai penyempurnaan dari PP No. 28 thn. 1977 tentang Perwakaan Tanah.
Vide, Muchsin, 2008. Konstribusi Hukum Islam Terhadap perkembangan
Hukum Nasional, dalam http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task.
Sebelum diberlakukan UU No. 19 tahun 2008 telah berlaku PP RI N0. 39 Tahun
2005 tentang Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah,
Peraturan BI N0. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Hirsanuddin, 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Cet. I, Yogyakarta :
Genta Press, hlm. 70.
Direktorat Badan Peradilan Agama, 1991/1992. Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia, Jakarta : Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama, hlm. 1-9.
17
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
udara).134
133
A. Hamid S. Atamimi, 1992. Compendium Freijer Upaya Mempositipkan
Hukum Islam, Varia Peradilan Majalan Hukum tahun N0. hlm 137-138, 144.
Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum
Nasional, Bandung : Bina Cipta, hlm. 14
Ibid, h. 12
175
Bab III
Mahfud MD, 2008, Jawapos, Kamis, 04 September 2008, lihat juga dalam
http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.OpiniLengkap&id=32&
HPSESSID=b5db3s6145 ib2jte672lpja9s0
Abdurrahman al Jaziri, 1990., Al Fiqh alaa Madzaahib al arba`ah, J. III, Bairut-
Libanon, 1990, h. 67
Ibid, h. 76
17
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Ibid, h. 69
Taqiyuddin An-Nabhani, (t.t) An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam., Dar al Fikr,
Cairo, h. 150
A. Sukris Sarmadi, 2008., Format Hukum Perkawinan Dalam Hukum
Perdata Islam di Indonesia, Pustaka Prisma, Cet.II, 2008 Yogyakarta, h. 118
177
Bab III
142
A. Sukris Sarmadi, 1997., Transendensi Hukum Waris Islam
Tranformatif, Rajawali Pers, Jakarta, h. 27
143
Perceraian di sini dalam arti talak bain, sedangkan perempuan yang masih
dalam iddah talak rajiyah masih berhak memperoleh kewarisan jika suaminya meninggal
pada masa itu. Selanjutnya, dalam fiqh klasik perceraian (talak bain) berakibat bagi istri
tidak lagi akan mendapatkan harta kecuali jika ia memiliki anak, maka biaya hadhanah tetp
menjadi tanggung jawab suami. Baik dalam UU No. 1/1974 maupun pada Komilasi Hukum
Islam, perceraian berakibat adanya pembagian harta bersama. Sebuah perkawinan
dianggap telah membentuk terjadinya harta bersama walaupun hanya suami saja yang
17
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
bekerja, pembagian sejumlah sama rata, dengan kata lain bila suami meninggal, istri
berhak separoh harta tersebut lihat KHI.Pasal .96 Bab XIII.
144
A. Sukris Sarmadi, Op. Cit. h. 33
179
Bab III
Pasal 1 huruf f
145
Para ulama menegaskan sebagai rukun terjadinya suatu kewarisan
yakni adanya pewaris, harta waris dan ahli waris. Tidak ada salah satunya
mengakibatkan tidak berlakunya suatu kewarisan. Sayid Sabiq, 1983. Fiqh al Sunnah,
Bairut-Libanon : Daar al Fikri, h. 426
18
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Pasal 85 :
Pasal 86 :
Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya,
demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan
dikuasai penuh olehnya.
Pasal 87 :
Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 147
Suami dan istri mempunyai hak penuh untuk melakukan
perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah,
hadiah, sadaqoh atau lainnya.
Pasal 88 :
146
Pasal 119 Burgelijk Wetboek (BW) mengatur masalah harta bersama
perkawinan.bahwa mulai sejak terjadinya ikatan perkawinan, harta kekayaan yang dimiliki
suami secara otomatis disatukan dengan yang dimiliki istri. Pasal 128 BW menetapkan
bahwa kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli
waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.
147
Pasal 139-154 BW mengisaratkan bila pasangan suami istri sepakat
untuk tidak menyatukan harta kekayaan mereka, mereka dapat membuat perjanjian di
depan notaris sebelum perkawinan.
181
Bab III
Pasal 89 :
Untuk laki-laki ada bagian perolehan harta dari peninggalan
(pemberian) ibu bapak dan karib kerabat yang dekat
(kepadanya) sebagaimana halnya bagi wanita ada bagian
perolehan harta dari peninggalan (pemberian) ibu
18
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Bahwasanya Allah berfirman,``Sesungguhnya Aku (ALLAH)
yang ketiga dari orang yang bersyarikat (mencampur harta
dengan perjanjian) selama salah satu pihak tidak berkhianat
kepada yang lainnya. Apabila salah satu pihak ada yang
mengkhianatinya dari kawannya maka Aku keluar
daripadanya. (H.R. Abu Daud dan dikuatkan dengan hadits
lain oleh Hakim dengan menshohihkannya).
18
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
148
Penulis selama lebih dari 13 Tahun menjadi Advokat resmi dan secara khusus
menjadi konsultan persoalan harta bersama serta kewarisan, hingga sekarang sebagai Ketua
LKBHI Fak. Syariah IAIN Antasari sering menyodorkan butir-butir Pasal tersebut kepada
masyarakat yang berkonsultasi dan selalu mereka semakin menjadi tidak mengerti.
185
Bab III
Pasal 85
187
Bab III
Pasal 92
Pasal 95 :
189
Bab III
149
Pasal 128 BW menetapkan bahwa kekayaan-bersama mereka dibagi
dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan
dari pihak mana asal barang-barang itu.
19
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Akan diampuni orang yang mati syahid semua dari
dosanya kecuali hutangnya. (H.R. Muslim).
191
Bab III
19
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
195
Bab III
153
Masalah mafqud merupakan masalah hukum yang pernah terjadi pada masa
Rasulullah saw. Dalam riwayat Siwar Ibn Masab dari Muhammad Ibn Syurabi al Hamdany
dari Mughirah Ibn Syubah Nabi saw mengatakan :
Istri orang yang mafqud adalah istrinya sampai ada berita kepastiannya
(H.R. Daraquthni)
19
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Cate Sumner & Tim Lindsey, Reformasi Peradilan Pasca-Orde Baru, Pengadilan
Agama di Indonesia dan Keadilan Bagi Masyarakat Miskin, Lowy Institute : ISIF, hlm. 2
Satjipto Rahardjo, 2008. Membongkar Hukum Progresif, Cet. III, Jakarta : Buku
Kompas, hlm. 253-254
197
Bab III
199
Bab III
156
Muchit A. Karim (ed), 2010. Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan
Umat Islam Indonesia, Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan,
Jakarta : Kementerian Agama RI, hlm. ii
20
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
201
Bab III
159
Ibid, h. 16
203
Bab III
0
Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta
istri maupun hartanya sendiri sedang Istri turut
bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta
suaminya yang ada padanya.
Pengalihan harta bawaan suami atau istri kepada harta yang lain
hendaknya bersifat yang berwujud dan tidak tercampur dengan
harta bersama. Pasal ini untuk menghilangkan kemungkinan
terjadinya kekaburan kepemilikan harta seperti yang sering
terjadi di masyarakat. Kasus seorang istri telah memiliki sebidang
tanah/rumah sebelum perkawinan. Saat perkawinan telah
berlangsung, istri menjual tanah/rumah tersebut yang uangnya
untuk memperbaiki rumah milik harta bersama suami istri. Dalam
sengketa perceraian suami tak mengakui terjadi demikian
berakibat istri kesulitan membuktikan.
20
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
205
Bab III
Pasal 95 :
160
Pasal 128 BW menetapkan bahwa kekayaan-bersama mereka dibagi
dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan
dari pihak mana asal barang-barang itu.
207
Bab III
Daftar Pustaka
Latar Belakang
211
Bab III
213
Bab III
163
Lihat Bryan S. Turner, Weber and Islam: A Critical Study, London:
Routledge and Kegan Paul, 1874, 108-109.
21
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
215
Bab III
aturan ini, sebagian negara Muslim mengatur bahwa para ahli waris
yang meninggal lebih dulu dan ahli waris atau keturunan mereka
tidak menerima bagian waris selagi ada anak laki-laki yang masih
hidup. Namun, kemudian aturan ini diyakini menimbulkan masalah
bagi umat Islam.164 Apa yang dikemukakan oleh Lucy Carroll dapat
menjelaskan apa yang dilakukan oleh beberapa negara tersebut.
Lucy Carrol menyatakan:
Lihat Euis Nurlaelawati, Modernization, Tradition and Idenity, 97. Lihat juga
Kompilasi, Pasal 185 (1).
Keputusan tersebut terekam sebagai keputusan Pengadilan Umum Banding No.
195/1950. Keputusan yang sama juga dikeluarkan di masa-masa awal oleh Raad van
Justitie Batavia pada 12 Desember 1932. Hal ini direkam dalam Indisch Tijdschrift van het
Recht, 150 (1932): 239. Lebih rinci mengenai hal ini, lihat A.B. Loebis, Pengadilan Negeri
Jakarta in Action: Jurisprudensi Hukum Adat Warisan, (n.p, n.d) 63. Untuk informasi detail
tentang ini, lihat Euis Nurlaelawati, Modernization, Tradition and Identity, 98.
217
Bab III
219
Bab III
169
Lihat Keputusan No. 341/1976.
22
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
170
Lihat Euis Nurlaelawati, Modernization, Tradition and Idenitity, 142-144. Untuk
pandangan yang sama, lihat S. Pompe and J.M. Otto, Some Comments on Recent
Developments in the Indonesian Marriage Law with Particular Respect to the Rights of
Women, Verfassung und Rech Ubersee, 4 (1990), 415, dan bandingkan dengan Cammack
yang melaporkan bahwa sejak diterapkan UU Perkawinan beberapa hakim tampaknya
menyadari keputusan mereka dijatuhkan oleh Mahkamah Agung pada kasasi dan itu
merupakan alasan mereka condong kepada UU Perkawinan. Mark Cammack, Islamic Law
in Indonesias New Order, International and Comparative Law Quarterly, 38 (1989), 53.
221
Bab III
Euis Nurlaelawati, Modernization, Tradition and Idenitity, 151-152. Teks kasus itu dan
keputusan-keputusannya bisa dilihat pula dalam Mimbar Hukum 30:7 (1997), 122-151.
Selain Euis Nurlaelawati, lihat juga Cammack, Inching towards Equality, 14-15,
dan Bowen, Islam, Law and Equality in Indonesia, 197-198.
Euis Nurlaelawari, Modernization, Tradition and Identity, 152. Jadi pengadilan
tidak memutuskan kasus mengikuti doktrin tradisional dan tidak memberi saudara laki-laki
bagian bersama dengan anak perempuan dari mayit sebagaimana dipahami Cammack.
Lihat Cammack, Inching toward Equality, 15.
22
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
174
Noel J. Coulson, History of Islamic Law (Edinburgh: Edinburgh University
Press, 1971), 66. Harus dicatat di sini bahwa penafsiran Sunni terhadap kata walad sebagai
merujuk hanya pada laki-laki hanya terjadi dalam ayat ini, karena mereka menafsirkan kata
walad yang muncul dalam ayat-ayat yang lain mencakup laki-laki dan perempuan.
223
Bab III
175
Maksud saya, kata walad sebagaimana umunya ditafsirkan dalam al-
Quran sebagai anak laki-laki dan perempuan dan bukan diterjemahkan dalam kamus
Arab yang merujuk hanya pada anak laki-laki.
22
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
176
Lihat, misalnya, Alizar Jas, Pengertian Kata Walad dalam Surah al-Nisa
Ayat 176, Mimbar Hukum, 40 (1998).
225
Bab III
177
Lihat Baidlawi, Ketentuan Hak Waris Saudara dalam Konteks Hukum Islam,
dan Rahmat Syafei, Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung tentang Kewarisan
Saudara dengan Anak Perempuan, Mimbar Hukum, 44 (1999). Para penulis juga
menambahkan bahwa tidak ada yang menafsirkan kata walad dalam ayat 176 sebagai
hanya mencakup laki-laki saja. Mereka berpendapat bahwa kata walad dalam ayat 176
merujuk sepenuhnya pada laki-laki dan perempuan, tetapi ayat itu tidak ditafsirkan dengan
cara yang menyimpang (mukhlafah) yakni, ayat itu tidak ditafsirkan untuk mengatur bahwa
jika ada anak, maka saudara sekandung sepenuhnya dinafikan. Dengan kata lain, ayat ini
hanya memaparkan hak waris saudara sekandung ketika mayit tidak meninggalkan anak
(kallah). Jika mayit meninggalkan anak, maka hak waris saudara sekandung diatur dalam
sabda nabi yang menyatakan, berilah bagian tertentu kepada para ahli waris
22
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
tertentu dan sisanya adalah hak waris dari saudara sekandung (diriwayatkan dari Ibnu
Abbas) (untuk kutipan Arabnya lihat Apendiks no. 19), dan yang menyatakan untuk anak
perempuan adalah setengah dan untuk anak perempuannya anak laki-laki adalah bagian
yang membuat dua pertiga bagian dan sisanya untuk saudara perempuan (diriwayatkan
dari Ibnu Masud). Untuk pembahasan tentang hal ini, bandingkan Bowen,
Islam, Law and Equality in Indonesia, 197.
Lihat Ibnu Katsir, Tafsr Ibn Katsr (Beirut: Dr al-Fikr, 1986).
Meskipun para penulis itu juga menyatakan bahwa memberikan bagian penuh
kepada anak perempuan adalah juga penyelewengan, karena tidak ada teks yang
mengatakan demikian. Mereka menyatakan bahwa jika ada saudara perempuan tetapi
dinafikan, maka anak perempuan tidak diberi bagian penuh tetapi hanya separuh. Ibid.
227
Bab III
180
Lihat Cammack, Inching toward Equality, 15.
22
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Penutup
Dari diskusi di atas, diperoleh beberapa kesimpulan.
Pertama, pembaharuan hukum merupakan hal yang tidak bisa
dihindari dan memiliki dasar atau rasional dalam Islam. Namun,
upaya pembaharuan tentunya tidak bisa secara mudah diterima oleh
seluruh kalangan yang menganggap bahwa aturan yang sudha
mapanlah yang benar dan sesuai untuk diterpakan. Kedua, upaya
pembaharuan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan jelas,
sehingga tidak menimbulkan intrepretasi yang beragam.
Latar Belakang
181
Ihromi, Pluralisme Sistem Hukum, Jakarta : UI Press, 1987, hlm. 16;
Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia, Pradnya Paramita, 1972, hlm. 23.
182
Lili Rasyidi, Hukum sebagai Suatu Sistem, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1988,
hlm. 123.
Hans Kelsen, Law and Justice, Oxford : Oxford University Press, 1990, hlm. 211.
Hukum Islam, Hukum Perdata Barat (BW) dan Hukum Adat adalah suatu sistem
hukum, sedangkan hukum kewarisan Islam, hukum kewarisan BW dan hukum
kewarisan adat adalah suatu sub-sistem hukum.
231
Bab III
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW,
Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 14.
Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, Cambridge University, 1996, hlm. 437.
23
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Beirut ; Dar al-Fikr, 2006, hlm. 594.
Di antara ayat al-Quran yang menjadi fondasi dasar hukum kewarisan Islam
adalah surah an-Nisa ayat 11.
Phillip K. Hitti, The History of Arab, McMillan, 1979, hlm. 131.
Syed Mahmuddunnasir, Sejarah Peradaban Islam, Malaysia : IIT, 1995, hlm. 56.
Phillip K. Hitti, op.cit., hlm. 351.
233
Bab III
Oemar Abdul Aziz, The History of Islamic Law, Malaysia :UM, 2001, hlm. 13.
I b i d. Hlm. 14.
Muhammad Hamidullah, Islamologi, Montreal : McGill University Press, 1975,
hlm. 164.
23
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
235
Bab III
237
Bab III
239
Bab III
209
Ter Haar Bzn, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita,
hlm. 25.
210
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta : Bina Aksara, hlm.
18.
211
Hazairin, Hukum Kewarisa Bilateral, Jakarta : Tinta Mas, 1961, hlm. 26.
24
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
212
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung : Alumni, 1993, hlm. 45.
241
Bab III
Analisis Fiqh
213
Ali Hasaballah, Ushul at-Tasyri al-Islamy, Cairo : Dar ibn Ashashah, 1995, hlm.
78.
214
Muhammad Yusuf Musa, Ahkam at-Tirkah fil Islam, Cairo : Dar al-Maarif, 1978,
hlm.12.
24
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
243
Bab III
Imam Qurtuby, Tafsir al-Qurtuby, Beirut : Dar al-Fikr al-Araby, 2006, hlm. 412.
I b i d., hlm. 421-422.
I b i d.,
24
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
245
Bab III
247
Bab III
Analisis KHI
224224
Ar-Ramly,Nihayat al-Muhtaj, Cairo : Dar al-Fikr al-Araby, t.t., hlm. 362.
24
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Bagian ahli waris tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris
yang sederajat dengan yang diganti.225
Ketentuan Pasal 185 KHI, dipertegas lagi dalam Buku
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama tentang
asas ahli waris langsung dan asas ahli waris pengganti adalah :
225
Kompilasi Hukum Islam, Yayasan Al-Hikmah dan Ditbinbapera, 1998, hlm. 65.
249
Bab III
226
M. Yahya Harahap, Kedudukan Wanita dalam Hukum Kewarisan,
Majalah Mimbar Hukum No. 10, Tahun 1996, hlm. 24.
227
I b i d.
251
Bab III
Kasus Pertama
253
Bab III
228
Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 1982, hlm.
43.
25
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
255
Bab III
229
Djojodigoeno dan Tirtawinata, Het Adatprivaatrecht van Middle Jawa,
(terj), 1942, t.tp. hlm. 12.
25
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
257
Bab III
yang dimiliki oleh orang tua si anak yang sudah meninggal tadi
dengan keberadaan cucu (dalam hal ini keberadaan hubungan
kewarisan kakek dan cucu). Hak waris seorag cucu ini akan terhijab
oleh keberadaan saudara laki-laki dan perempuan si anak yang
meninggal dunia. Pandangan ini dikenal dengan patah titih atau
putoh tutu. 233 Dalam konsep ini, sang ayah berlaku sebagai titi atau
jembatan penghubung antara kakek dan cucu. Ketika sang ayah
meninggal, maka terputuslah hubungan (khususnya hubungan
penyebab) kewarisan antara kakek dan cucu.
I b i d.
Syahrizal Abbas, op.cit., hlm. 119.
26
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
261
Bab III
Latar Belakang
263
Bab III
265
Bab III
Pengertian Wasiat
Secara etimologi, kata wasiat berasal dari bahasa Arab
(washiyyatu), yang mempunyai beberapa arti yaitu menjadikan,
menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu yang lainnya. Secara terminologi wasiat adalah
pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang,
piutang atau manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat
sesudah orang yang berwasiat meninggal. Secara garis besar
wasiat merupakan penghibaan harta dari seseorang kepada orang
lain, atau kepada beberapa orang sesudah meninggalnya orang
tersebut. Para ahli hukum Islam mengemukakan bahwa wasiat
adalah pemilikan yang didasarkan pada orang yang menyatakan
wasiat meninggal dunia dengan jalan kebaikan tanpa menuntut
imbalan atau tabarru'. Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa
pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh para
ahli hukum Islam dikalangan madzhab Hanafi yang mengatakan
wasiat adalah tindakan seseorang yang memberikan haknya kepada
orang lain untuk memiliki sesuatu baik merupakan kebendaan
maupun manfaat secara suka rela tanpa imbalan yang
pelaksanaannya ditangguhkan sampai terjadi kematian orang yang
menyatakan wasiat tersebut.
237
Hasbi AshShiddiqy, Fiqh Mawaris, Jakarta, Pustaka Rizki Putra, 2001, hal :273.
26
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Wasiat wajibah
Anwar Sitompul, Faraid, Hukum Waris Dalam Islam dan Maslah Masalahnya,
Surabaya: Al ihlas. 1984, hal. 60
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hal. 63
267
Bab III
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam
Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hal.71
Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van
Hoeve, 2000, Jilid 6, hal.1930 ]
Suparman, et.all,. Fiqih Mawaris (Hukum Kewarisan Islam), Jakarta: Gaya Media
Pratama,1997, hal. 163]
A, Wasit Alawi, Sejarah Perkembangan Hukum Islam Dalam Amrullah Ahmad,
Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani Press,
1996, hal. 65
26
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Artinya;
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-
Baqarah: 180). Ma'ruf ialah adil dan baik dan wasiat itu tidak
melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan meninggal.
269
Bab III
Artinya;
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu
menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah
(wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau
dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam
perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu
tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu
mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-
ragu: "(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini
harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia
karib kerabat, dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan persaksian
Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk
orang-orang yang berdosa".
244
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid , Jakarta: Pustaka Imami, 1990, hal.452.
271
Bab III
( )
Artinya:
Diriwayatkan dari Saad bin Abi Waqash RA, Rasulullah pernah
menjenguk saya waktu haji wada karena sakit keras yang saya
alami sampai hampir saja saya meninggal. Lalau saya berkata
kepada beliau, Wahai Rasulullah saya sedang sakit keras sebagai
mana engkau sendiri melihatnya sedangkan saya mempunyai
banyak harta dan tidak ada yang mewarisi saya, kecuali anak
perempuan satu-satunya. Bolehkah saya menyedekahkan sebanyak
2/3 dari harta saya? Beliau menjawab Tidak saya mengatakan lagi
bolehkah saya menyedekahkan separoh harta saya? Beliau
menjawab Tidak sepertiga saja yang boleh kamu sedekahkan,
sedangkan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah lebih baik
dari pada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin,
menengadahkan tangan meminta-minta pda orang banyak. Apapun
yang kamu nafkahkan karena ridla Allah, kamu mendapat pahala
karenanya, bahkan termasuk satu suap untuk istrimu.(HR. Muslim)
27
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
245
Rahmad Budiono, 1999:24, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di
Indonesia, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti
273
Bab III
246
Wahbah Al Zuhaiyliy, Fiqh Al Islam Wa Adillatuhu, Juz.VIII, Bairut: Daar
Al Fikr.h,1989, hal.122
27
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
275
Bab III
247
ImamTaqiyuddin Abi Bakar Bin Muhammad Al Husaini, tth, Kifayatul
Ahyar,Bandung, Syirkatul Maarif. 35,
27
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
277
Bab III
250
Rahmad Budiono, Op. cit., hal. 28.
27
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
279
Bab III
281
Bab III
251
Ibnu Rusyd, Op. cit. hal. 497.
28
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
283
Bab III
285
Bab III
Penutup
Daftar Pustaka
Ali Ash-Shobuni, Fiqh Mawaris, Bairut: Daar Al Fikr, 1990
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004
287
Bab
III
28
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Latar Belakang
252
Muhammad Ali ash-Shabuniy, al-Mawaris fi asy-Syariah al-Islamiyyah fi
dhau al-KItab wa as-Sunnah, cet. III (Beirut: Alam al-Kutub, 1985), hlm. 31-32.
253
Ibid., hlm. 6.
289
Bab III
254
Akhmad Junaedi, Kajian Tentang Pengakuan Anak Di Luar Perkawinan
(Tanggapan Atas Tulisan Muhamad Isna Wahyudi Di Majalah Hukum Varia Peradilan,
Tahun Xxv No. 296, Juli 2010, Hlm. 92-95), yang dimuat di dalam http://pa-
kotabumi.go.id/index.php?option= com_content&view=article&id=74:kajian-tentang-
pengakuan-anak-di-luar-perkawinan-tanggapan-atas-tulisan-muhamad-isna-wahyudi-
di-majalah-hukum-varia-peradilan-tahun-xxv-no-296-juli-2010-hlm-92-
95&catid=10:artikel&Itemid=110, diakses pada 23 Juni 2011, pkl 20.56 wib, hlm. 3-4.
255
Ibid.
29
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
259
Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), juz
X, hlm. 532.
Lihat Al Mabsuth juz XVII hlm. 154, Asy-Syarh al-Kabir juz III, hlm. 412, Al-
Kharsyi juz VI, hlm. 101, Al-Qawanin hal: 338, dan Ar-Raudlah 6/44 yang dikutip dari Taisiril
Fiqh juz II, hlm. 828 dalam http://tsaqofah.wordpress.com/2006/11/24/status-anak-hasil-
hubungan-di-luar-nikah/ diakses pada 1 Juli 2011, pkl. 15.52.
Abu Bakar bin Muhammad Zain al-Abidin Syatha (Sayyid Bakri Syatha), Ianah ath-
Thalibin, Syarh Fath al-Muin, (Free software Maktaba Shameela), juz II, hlm. 128.
Hadits ini diriwayatkan oleh banyak rawi dan dimuat di dalam beberapa kitab
Hadits, antara lain Riwayat Aisyah di dalam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Mausuah Hadits
an-Nabawi asy-Syarif, edisi II, Free Program oleh Islamspirit.com), No. Hadits 1948, 2105,
2289, 2396, 2594, 4052, 6368, 6384, 6431 dan 6760. As-sayid al-Imam Muhammad bin
Ismail al-Kahlani tsumma ash-Shanani mengutip Ibn Abd al-Barr bahwa hadits ini
diriwayatkan oleh sekitar 20 orang sahabat, lihat As-sayid al-Imam Muhammad bin Ismail
al-Kahlani tsumma ash-Shanani, Subul as-Salam, Syarh Bulugh al-Maram (Semarang:
Maktabah Toha Putera, t.th), juz. III, hlm. 210.
291
Bab III
262
262
Al-Quran surat an-Nahl/16 ayat 72.
293
Bab III
264
265
263
As-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Semarang: Maktabah Toha Putera,
t.th.), majlad II, hlm. 357-358.
Al-Quran surat al-Ahqaf/46 ayat 15
Al-Quran surat al-Baqarah/2 ayat 233
29
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
266
KHI pasal 99, lihat Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (digandakan
oleh Humaniora Utama Press, Bandung) dari sumber Direktorat Pembinaan Badan
Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama, 1991/1992, hlm. 46-47.
267
Kompilasi Hukum Islam, hlm. 47.
295
Bab III
268
Akhmad Junaedi, Kajian Tentang Pengakuan Anak Di Luar Perkawinan
(Tanggapan Atas Tulisan Muhamad Isna Wahyudi Di Majalah Hukum Varia Peradilan,
Tahun XXV No. 296, Juli 2010, Hlm. 92-95), yang dimuat di dalam http://pa-
kotabumi.go.id/index.php?option= com_content&view=article&id=74:kajian-tentang-
pengakuan-anak-di-luar-perkawinan-tanggapan-atas-tulisan-muhamad-isna-wahyudi-
di-majalah-hukum-varia-peradilan-tahun-xxv-no-296-juli-2010-hlm-92-
95&catid=10:artikel&Itemid=110, diakses pada 23 Juni 2011, pkl 20.56 wib, hlm. 1.
269
Ibid, hlm. 6-7.
29
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
270
Ibid, hlm. 5-6.
297
Bab III
Ibid, hlm. 6.
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999),
hlm. 68, yang dikutip oleh Sri Wahyuni, Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum
Waris Adat di Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali, Tesis Magister pada Program Studi
Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang tahun 2006, hlm. 17-18.
Sri Wahyuni, Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat ,
hlm. 16.
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat , hlm. 100, yang dikutip oleh Sri
Wahyuni, Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat , hlm. 20-23.
299
Bab III
280
Hasanayn Muhammad Makluf, Al-Mawaris fi asy-Syariat al-Islamiyyah,
(t.tp: Matba al-Madaniy, 1996), yang dikutip oleh Chatib Rasyid, Menempatkan Anak
Yang Lahir Di Luar Nikah Secara Hukum Islam, makalah Diskusi/Muzakarah Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan tanggal 27 Agustus 2005 M/1426 H dan
diperbaiki di Yogyakarta, 2 Maret 2009, dalam situs http://belibis-
a17.com/2009/03/29/1012/ diakses pada 1 Juni 2011, pkl 15.35, hlm. 4.
301
Bab III
30
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
288
Senada dengan riwayat hadits tersebut, diriwayatkan juga
dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas bahwa anak zina
tidak diperkenankan memperoleh kewarisan menurut
Islam dengan pernyataan sebagai berikut:
289
Dengan demikian menjadi sebuah ijma dan kesepakatan
di kalangan ulama fiqh Islam bahwa posisi kewarisan anak
di luar nikah (anak zina dan anak mulaanah) hanya bisa
dihubungkan kepada ibunya dan keluarga ibunya.290
2. Kewarisan Anak di Luar Nikah Menurut KHI
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari
kakeknya, di salah satu sanadnya terdapat nama Abu Muhammad Isa bin Musa al-
Qursyi ad-Dimasyqi yang dinilai tidak masyhur, lihat Nail al-Authar, juz VI, hlm. 66
yang dikutip Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , juz X, hlm. 533.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, lihat lihat Nail al-Authar, juz VI, hlm. 66
yang dikutip Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh , juz X, hlm. 533.
Nailul Authar (free program Maktabah Syamilah 15 gb), Bab Miratsul Ibn al-
Mulaanah wa az-Zaniyah min Huma, juz VI, hlm.127.
Ibid.
303
Bab III
Pasal 186 KHI, lihat Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, hlm. 77.
Chatib Rasyid, Menempatkan Anak Yang Lahir Di Luar Nikah Secara Hukum
Islam dalam situs http://belibis-a17.com/2009/03/29/1012/ diakses pada 1 Juni 2011, pkl
15.35, hlm. 5.
30
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
293
Putusan Mahkamah Agung tgl. 18 - 3 - 1976 No. 889 K/Sip/1974. dalam
Perkara: Muchtar d/h Lo Mjuk Sen melawan Na Teng Lian, Na Teng Hin Na Teng Nie
dan kawan-kawan, dengan Susunan Majelis : 1. D.H. Lumbanradja SH.; 2. R.
Saldiman Wirjatmo SH.; 3. Indroharto SH. Yang dikutip dalam
http://www.kennywiston.com/hukumsipil.htm, diakses tgl 23 Juni 2011, pkl 20.47 WIB.
305
Bab III
307
Bab III
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999),
hlm. 7 yang dikutip oleh Sri Wahyuni, Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris
Adat , hlm. 27.
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Azas (Yogyakarta: Penerbit Liberty,
1981), hlm. 151, yang dikutip oleh Sri Wahyuni, Kedudukan Anak Luar Kawin
Menurut Hukum Waris Adat , hlm. 27.
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat (Jakarta: Pradnya Paramita,
1987), hlm. 79, yang dikutip oleh Sri Wahyuni, Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut
Hukum Waris Adat , hlm. 30-31.
30
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
309
Bab III
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
Anak yang tidak sah, baik anak zina maupun anak mulaanah
menurut fiqh adalah anak yang lahir akibat pernikahan yang
tidak sah atau tidak diakui oleh suami ibunya yang dikuatkan
dengan sumpah lian. Mayoritas ulama fiqh menetapkan
bahwa anak di luar nikah yang sah tidak diperbolehkan
menerima atau meninggalkan warisan dari jalur ayah, baik
ayah biologisnya maupun suami ibunya, serta hanya saling
mewarisi dengan ibunya atau kerabat ibunya
Anak yang tidak sah, atau anak di luar nikah yang sah menurut
KHI adalah anak yang lahir di luar atau bukan akibat
pernikahan yang sah. Pembuktian asal-usul anak yang sah
dilakukan dengan alat bukti resmi yang disahkan oleh hukum
Negara, baik berupa sertifikat atau alat bukti lainnya atau
penetapan Pengadilan Agama dengan bukti-bukti yang sah
31
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
311
Bab III
http://tsaqofah.wordpress.com/2006/11/24/status-anak-hasil-
hubungan-di-luar-nikah/ diakses pada 1 Juli 2011, pkl.
15.52.
313
Bab III
http://www.lbh-apik.or.id/fact51-bwh%20tangan.htm, diakses
tanggal 23 juni 2011, pkl 21.09 wib.
Latar Belakang
315
Bab III
305
Ibn Mandhr, Lisn al-Arab (Kairo: Dr al-Marif, t.th.), 4929.
31
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
kepada kepemilikan tanpa ada ganti pada waktu masih hidup yang
bersifat sukarela (tathawwu).306 Kata Hibbah ini meliputi hadiyyah,
shadaqah, dan pemberian (athiyyah) mengingat makna dari istilah-
istilah tersebut relatif berdekatan satu sama lainnya.
Artinya:
306
Wahbah al-Zuhail, al-Fiqh al-Islm wa Adillatuh, Vol. 5 ( Damaskus: Dr al-Fikr,
1985), 5.
Ibid, 5.
Wuzrah al-Auqf wa al-Syun al-Islmiyyah, al-Mausah al-Fiqhiyyah, Vol. 42
(Kuwait: Wuzrah al-Auqf wa al-Syun al-Islmiyyah, 2004), 120
317
Bab III
309
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: Saling memberilah
hadiah (hibbah) kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.
Dan sabda Rasulullah:
310
Pengertian Wasiat
319
Bab III
Artinya:
316
Wahbah al-Zuhail, al-Fiqh. , Vol. 8, 9-10.
32
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
317
Ali ibn Muhammad menceritakan kepada kami, Waki
menceritakan kepada kami dari Thalhah ibn Umar dari Atha
dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda:
Sesungghnya Allah memerintahkan kamu untuk bersedekah
pada waktu kematianmu sepertiga hartamu sebagai
tambahan kebaikan bagi amal perbuatanmu.
Sedangkan berdasarkan ijmak, para ulama sepakat atas
kebolehan melakukan wasiat. Dan secara logika, wasiat penting
dilakukan oleh setiap orang untuk memperbanyak kebaikan dan
perbuatan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. 318
A. Hibah dan Wasiat Perspektif Fiqh
1. Hibah Perspektif Fiqh
321
Bab III
Mengenai orang yang dalam kondisi maradl al-maut ini, mazhab Hanbali
menganalogikannya dengan orang yang berada di medan pertempuran, seseorang
yang sedang berjuang melawan ombak besar, orang yang berada di daerah yang
sedang dilanda penyakit mematikan (al-than), perempuan hamil yang sedang
proses melahirkan dan orang yang sedang menghadapi hukuman mati (qishsh).Lihat
Wuzrah al-Auqf wa al-Syun al-Islmiyyah, al-Mausah al-Fiqhiyyah, Vol. 42
(Kuwait: Wuzrah al-Auqf wa al-Syun al-Islmiyyah, 2004), 121-123.
Wuzrah al-Auqf, al-Mausah , Vol. 42, 123.
32
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
43
Ibid, 124-125
Ibid, 125
32
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Ibid, 125-126
Ibid, 134
Wahbah al-Zuhail, al-Fiqh , Vol. 5, 26
325
Bab III
328
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda:
orang yang menghibahkan sesuatu memiliki hak penuh terhadap
sesuatu tersebut selama belum diserahkan penggantinya
Ali ibn Umar al-Druquthn, Sunan al-Druqutn Vol. 3, (Beirut: Muassasah al-
Rislah, 2004), 461.
Wahbah al-Zuhail, al-Fiqh , Vol. 5, 26
Ibn Hajar al-Asqaln, Fath al-Br bi Syarh Shahh al-Bukhr, Vol. 6, (Riydl:
Dr al-Thaibah, 2005), 444.
32
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
331
Dari Ibn Abbas berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda:
samakanlah pemberian di antara anak-anak kalian, jika lebih
mengutamakan seseorang, niscaya saya akan melebihkan
perempuan
Dan hadits Rasulullah:
332
Ab Bakar ibn Ali al-Baihaq, al-Sunan al-Kubr, Vol. 6, (Beirut: Dr al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2002), 294.
Ab al-Husain Muslim ibn al-Hajjj al-Qusyair al-Naisbr, Shahh Muslim
(Riydl: Dr Thaibah, 2006), 763.
327
Bab III
333
Wahbah al-Zuhail, al-Fiqh , Vol. 5, 24-25
32
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
335
Dari Thawus bahwa Nabi saw. pernah bersabda: Tidak boleh
bagi orang yang telah memberikan hibah menarik kembali apa
yang telah dihibahkan, kecuali hibah yang diberikan orang tua
kepada anaknya
Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa
menarik hibah adalah diperbolehkan selama ada alasan yang
bisa dibenarkan. Pendapat ini didukung oleh mazhab Hanafi
dengan mendasarkan pendapatnya kepada hadits:
336
Ibid), 25
al-Baihaq, al-Sunan , Vol. 6, 298
al-Druquthn, Sunan Vol. 3, 461.
329
Bab III
337
Wahbah al-Zuhail, al-Fiqh , Vol. 8, 7
33
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
180
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan
harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib
kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa.338
Dengan adanya firman Allah ini, maka seorang pemilik harta
dibatasi untuk lebih mengutamakan pemberian wasiat kepada
orang tua dan kerabatnya. Dia boleh memberikan wasiat
kepada orang lain apabila, orang tua dan kerabatnya telah
lebih dahulu diberi wasiat.
340
Dari Syurahbl ibn Muslim, saya mendengan Ab
Ummah berkata: saya pernah mendengar Rasulullah
bersabda: Sesungguhnya Allah telah memberikan hak
kepada setiap orang yang memiliki hak, maka dari itu
tidak ada wasiat untuk ahli waris.
Ketentuan ini diberlakukan untuk menghindari penumpukan harta
kepada orang tertentu saja (kai l yakna dlatan baina al-
aghniy) di mana apabila institusi waris dan wasiat sebagaimana
tetap diberlakukan secara bersamaan, maka orang tua; ayah dan
ibu akan memperoleh bagian dari dua jalur, yaitu wasiat dan
warisan. Penumpukan harta inilah yang tidak dikehendaki Islam
dalam permasalahan pembagian harta.
340
Ab Dwud Sulaimn al-Sijistn al-Azd, Sunan Ab Dwud, Vol. 3
(Beirut: Dr Ibn Hazm, 1997), 196.
33
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
341
341
Ab Abdullh Muhammad ibn Isml al-Bukhr, al-Jmi al-Shahh, Vol.
2 (Cairo: al-Mathbaah al-Salafiyyah, 1403H.), 287 dan lihat juga Ibn Hajar
al-Asqaln, Fath al-Br ,Vol. 6, 674.
333
Bab III
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka.
Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. 342
David S. Power melakukan periodesasi mengenai
institusi pengalihan harta warisan menjadi tiga fase, yaitu:
7
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian
yang telah ditetapkan344
Kemudian ayat ini diikuti dengan ayat-ayat yang mengatur
dan menentukan bagian warisan masing-masing ahli waris
sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Nis ayat 11-
12.345
Periode Setelah Fath Mekkah (630-632M). Pada periode ini tidak
ada ketentuan pengalihan harta yang baru, namun periode ini
mengatur keberlakukan dua institusi pengalihan harta; wasiat
dan waris, yaitu pembatasan subyek yang boleh
346
Ibid, 13-14.
33
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
namun tidak persis dua berbanding satu, dan ada juga yang
menghibahkan hampir semua hartanya secara sama antara
laki-laki dan perempuan dan menyisakan sedikit harta warisan
yang akan dibagi secara faridl, ada yang memberikan hibah
lebih banyak kepada anak perempuan dengan harapan ketika
pembagian warisan secara faridl nanti bagian anak laki-laki
dan anak perempuan sama atau tidak berbeda jauh.
337
Bab III
351
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan Hadith
(Jakarta: Tintamas, 1976), 2
33
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
352
Muhammad Syahrr, Nahwa Ushl Jaddah li al-Fiqh al-Islm: Fiqh al-Marah (al-
Washiyyah, al-Irts, al-Qiwmah, al-Taadudiyyah, al-Libs) (Damaskus: al-Ahl, 2000), 222.
339
Bab III
353
Ibid, 222-223.
34
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
341
Bab III
Tentang cara berwasiat yang dalam pasal 195 (1) , pasal 196 dan
pasal 199 di mana dalam ketiga pasal tersebut diatur
mengenai cara berwasiat dan pencabutan wasiat yang hanya
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan lisan di hadapan
dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi atau
notaries. Ketentuan ini menurut penulis tidak mengakomodir
mereka yang tidak bisa bicara dan tidak bisa menulis
sekaligus. Oleh karena itu, perlu diatur mengenai cara
berwasiat bagi mereka yang memiliki kelemahan tersebut.
343
Bab III
http://www.badilag.net/index.php/statistik-perkara
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer:
Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyyah (Jakarta: Prenada Media, 2004)
34
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
D. Penutup
345
Bab III
Daftar Pustaka
Latar Belakang
Masalah Gharrawain
Masalah gharrawain adalah dua macam kasus
kewarisan yang ahli warisnya terdiri dari (1) suami, ibu, dan
bapak dan (2) istri, ibu, dan bapak. Kedua kasus ini disebut
gharrawain, bentuk tatsniyah (ganda) dari kata gharra
(cemerlang) karena dua masalah ini sangat populer bagaikan
bintang yang cemerlang.358 Sebagian fuqaha berpendapat
bahwa gharrawain berasal dari mashdar garrar (tipuan).
Karena dalam masalah tersebut terjadi penipuan kepada ibu.
Sekalipun ibu disebut mendapatkan sepertiga, sebenarnya ibu
hanya diberi bagian seperenam atau seperempat.
358
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, cet IV (Damaskus:
Dar al-Fikkr, 2004), X: 7788.
349
Bab III
359
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, cet. X (Bandung: Al-Ma'arif, t.t.), 238.
35
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
360
Ali ibnu Hazm az-Zahiri, al-Muhalla, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, t.t.), IX: 260.
351
Bab III
Hasil akhirnya sama dengan saat ahli waris hanya terdiri dari
ayah dan ibu, yakni bagian ayah dua kali bagian ibu. Hanya
saja bagian ibu berubah dari 1/3 menjadi 3/12 atau 1/4.
Dalam arti ibu mendapatkan 1/3 harta warisan yang
berhak diwarisi oleh kedua orang tua pewaris, bukan 1/3
semua harta.
361
Muhammad as-Sarakhsi, al-Mabsuth, (Beirut: Dar al-Marifah, 1406 H), XXIX:
144.
362
Ahmad ad-Dardiri, asy-Syarh al-Kabir (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), IV: 461.
363
Muhyiddin, al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), XVI: 72
364
Abdullah ibnu Qudamah, al-Mughni ((Beirut: Dar al-Fikr, 1405), VI: 171-2.
35
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
353
Bab III
Ibu itu ahli waris dzawil furudl sedangkan ayah ahli waris
ashabah (dalam masalah tersebut. Maka sesuai petunjuk
Nabi Muhammad SAW:
366
Muhammad ibn Isma'il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, cet III, (Beirut:
Dar ibn Katsir al-Yamamah, 1987), VI: 2476.
367
Muslim ibn al-Hajjaj an-Nisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya at-
Turats al-Arabi, t.t.), III: 1233.
368
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, cet. X (Bandung: Al-Ma'arif, t.t.), 240.
35
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
355
Bab III
369
Ibnu Hazm, al-Muhalla, IX: 260-262.
370
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004), 112-
3.
35
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
371
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Indonesia,cet. iv (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), 138.
357
Bab III
372
Wahbah, al-Fiqh al-Islami , X: 7789.
35
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
seorang suami istri dan ayah saja, baginya sepertiga sisa setelah
fardh suami (istri)....
373
Muhammad Mustafa Syalabi, Ahkam al-Mawaris bain al-Fiqh wa al-Qanun,
(Beirut: Dar an-Nahdlah al-Arabiyyah, 1978), h. 168.
36
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
361
Bab III
Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, Ubay bin Ka'ab dan Abu Musa
di kalangan sahabat yang kemudian diikuti Mazhab Hanafi, Mazhab
Hanbali, tidak menggunakan teori musyarrakah. Mereka memberi
suami 1/2, ibu 1/6, saudara-saudara seibu 1/3, dan 2 saudara
kandung tidak diberi warisan karena harta warisan telah habis
diberikan kepada dzawil furudl. Jika saudara kandung diikutkah
dengan saudara seibu berarti manafikan kekerabatannya malalui
jalur ayah. Penafian kekerabatan melalui jalur syariah tidak sesuai
dengan realitas syari. Perubahan saudara kandung dari ashabah
menjadi dzawil furudl berarti perubahan dari status yang kuat ke
status yang lemah. Ini tidak baik secara syari. Karena itu maka
saudara seayah tidak digabung ketika tidak mendapatkan sisa
sedangkan saudara seibu mendapatkan bagian padahal saudara
sebapak lebih kuat dari saudara seibu. Saudara kandung juga
demikian.375 Mereka berhujjah dengan ayat 2 ayat kalalah:376
374
Ibid. h. 169;
375
Muhammad Abu Zahrah, Ahkam at-Tirkat wa al-Mawaris (Kairo: Dar al-
Fikr al-Arabi, 1963), h. 119.
376
Kalalah adalah pewaris yang mewariskan harta kepada garis menyamping,
bukan pada orang tua atau anak keturunannya atau ahli yang mewarisi harta dari garis
menyamping, bukan dari orang tua atau anak keturunannya. Dia, menurut tafsir Abu Bakar
36
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:
Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, maka bagi saudara perempuannya itu
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia
tidak mempunyai anak . Tetapi jika saudara perempuan itu dua
yang diikuti sahabat-sahabat dan para ulama mazhab, adalah orang yang tidak punya anak dan
ayah. Lihat Muhammad ibn Jarir ath-Thabari, Tafsir att-Thabari, (Beirut: Dar al-Fikr, 1405 H), IV:
283; Ismail ibn Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibn Katsir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H), I: 461.
377
Tafsir ini berdasarkan qiraah syadzdzah Saad ibn Waqash dan juga
tafsir Abu Bakar. Lihat Tafsir Ibn Katsir, ibid.
363
Bab III
orang, maka keduanya dua pertiga harta yang ditinggalkan. Dan jika
mereka terdiri dari saudara laki-laki dan perempuan, maka untuk yang
laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan...........
378
Ibid.
379
Ibid
36
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
380
Sajuti Thalib, pendukung Hazairin, menyatakan bahwa paham Sunni yang
memahami ayat 12 berlaku untuk saudara/I seibu dan ayat 176 berlaku untuk saudara/I
sekandung dan seayah sebagai paham yang ganjil. Sebab ayat 11 dan 12 turun pada tahun
IV H, sedangkan ayat 176 sebagai ayat terakhir tentang waris turun pada tahun V H,
bahkan ada yang mengatakan turun pada tahun V H. Menurutnya tidak wajar pengaturan
hak kewarisan saudara/I seibu setahun (bahkan ada yang mengatakan dua tahun) lebih
dahulu dari pengaturan hak kewarisan saudara kandung dan saudara seayah. Padahal
masyarakat Arab saat itu patrilinial, banyak poligami, sehingga saudara yang banyak
tentunya saudara sekandung atau seayah. Saudara seibu tentu jarang. Menurutnya iman
sulit untuk menerima kalau Allah yang maha bijaksana mengatur yang hampir tidak ada,
saudara seibu, jauh lebih dahulu dari hal yang umumnya terdapat dalam masyarakat, yaitu
saudara kandung dan saudara seayah. 380Lihat Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan, 146.
381
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur'an dan Hadith,
cet VI (Jakarta: Tintamas Indonesia, 1982), h. 55-6.
365
Bab III
382
Dzawul-qarabahdalam istilah Hazairin adalah orang yang menerima sisa
harta dalam keadaan tertentu. Lihat Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan
Islam: Konsep Kewarisan Bilateral Hazairin (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 178.
383
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral,
h. 8-9. 384Ibid. 56
385
Ibid. 7.
36
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
386
Wahbah, al-Fiqh al-Islam , X: 7772.
36
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
387
A. Sukris Sarmadi, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam
Transformatif
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 213.
369
Bab III
388
Amir. Hukum Kewarisan, 61.
389
37
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Daftar Pustaka
Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenada Media,
2004.
371
Bab III
Latar Belakang
373
Bab III
Kewarisan Khuntsa
Pada prinsipnya Allah SWT menciptakan manusia hanya
dari dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. 390 Kedua alat
kelamin tersebut mempunyai urgensia yang tidak dapat diragukan
lagi kebenarannya untuk menentukan seseorang kepada jenis laki-
laki atau perempuan. Tidak ada alat kelamin yang lain yang dapat
digunakan untuk menentukan suatu makhluk kepada jenis ketiga.
Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van
hoeve, 1996), hal. 934
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al-Maarif), cet. Ke-4, hal. 482
Ibid, hal. 140
375
Bab III
395
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal.
140
396
Ibid
37
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
377
Bab III
atau sampai ada perdamaian bersama antara para ahli waris untuk
saling hibah-menghibahkan sisa yang diragukan itu. 404 Pendapat ini
dikemukakan oleh ulama-ulama Syafiiyah, Imam Abu Dawud, Imam
Abu Tsaur, dan Imam Ibnu Jarir. Jika bagian khuntsa tersebut
pasang surut atau berlebih-kurang sekiranya diperkirakan laki-laki
dan perempuan, atau khuntsa hanya mewarisi menurut salah satu
perkiraan saja, sedangkan menurut perkiraan yang lain ia tidak
mendapat warisan, maka bagi khuntsa dan ahli waris yang lain
diberikan bagian yang telah meyakinkan, yaitu bagian yang terkecil
dari dua perkiraan atau tidak menerima sama sekali.
404
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, hal. 488
38
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
405
Yusuf Musa, Al-Tirkah wa al Mirats, hal. 352
38
1
Bab III
383
Bab III
Ibid
Ibid
38
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
413
Ibid
385
Bab III
Ibid
Ibid
38
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
387
Bab III
416
Mabadlul Masalik, Pengantar Ilmu Faroidh, terjemahan Iddatul Faridh,
diterjemahkan oleh Dimayati Romli, Muhammad Mashum Zaini Al Hasyimy,
(Pasuruan: GBI, 1994), hal. 146
Fachtur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al Maarif, 1981), hal. 504.
al-Qadhi al-Mustasyar al-Syaikh Husain Yusuf Ghazali, al-Mawarist ala al-
Mazahib al-Arbaah, (Dar al-Fikri, 2003), hal. 244
38
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
389
Bab III
422
Amir Syarifuddin, hal. 132; Fathur Rahman, hal. 508
Ibid
Amir Syarifuddi, hal. 133 dikutip dari Ibnu Qudamah, hal. 386.
Fathur Rahman, hal. 507
39
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
391
Bab III
428
Ibid, hal. 135
393
Bab III
Amir Syarifuddin, hal 136-137 mengutip dari Ibnu Qudamah hal. 390.
Ibid, hal. 137
39
4
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
395
Bab III
433
al-Qadhi al-Mustasyar al-Syaikh Husain Yusuf Ghazali, al-Mawarist ala
al-Mazahib al-Arbaah, (Dar al-Fikri, 2003), hal. 230
39
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Perspektif fikih
397
Bab III
436
Ibid, hal 126-127
39
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
399
Bab III
kasus ahli waris adalah istri pewaris yang sedang hamil. Seandainya
bayi yang lahir itu laki-laki maka saudara tidak berhak menjadi ahli
waris karena terhijab oleh anak laki-laki. Tetapi seandainya bayi
yang lahir tersebut dalam keadaan mati atau hidup tetapi berjenis
kelamin perempuan, maka saudara berhak mewarisi karena anak
perempuan tidak menghijab saudara.
Bila ahli waris adalah orang-orang yang akan terhijab hirman oleh
bayi yang akan lahir, maka haknya tidak dapat diberikan.
437
Amir Syarifuddin, Hukum Waris, hal. 130-131.
40
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
438
al-Qadhi al-Mustasyar al-Syaikh Husain Yusuf Ghazali, al-Mawarist ala
al-Mazahib al-Arbaah, (Dar al-Fikri, 2003), hal 230
Ibid.
Fathur Rahman, hal. 212
401
Bab III
Kewarisan Mafqud
0
Yang dimaksud mafqud adalah orang hilang yang tidak
diketahui keberadaannya, hidup dan matinya.
1
Harta peninggalan mafqud tidak boleh dibagikan
kepada ahli warisnya sampai ada kepastian tentang
kematian mafqud.
2
Hakim dapat menentukan atau memvonis mati mafqud
berdasarkan ijtihadnya setelah mencari bukti-bukti kuat.
40
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
3
Penyelesaian kewarisan mafqud dengan dua perkiraan,
yaitu perkiraan mafqud hidup, dan perkiraan mafqud
mati. Bagian yang meyakinkan atau terkecil dari dua
perkiraan diberikan kepada ahli waris yang hadir.
Sedangkan sisanya di simpan sampai mafqud kembali
atau ada vonis hakim yang menetapkan kematiannya.
4
Perkara mafqud yang pernah diputuskan di Pengadilan
Agama Sleman memutuskan mafqud meninggal demi
kemaslahatan ahli waris yang ada.
Kewarisan anak dalam kandungan
0
Anak atau janin yang masih berada dalam kandungan
ibunya sudah terhitung sebagai ahli waris.
1
Penghitungan warisan anak dalam kandungan dengan cara
menghitung dua perkiraan, perkiraan bayi lahir laki-laki dan
perkiraan bayi lahir perempuan. Bagian yang terkecil dari dua
perkiraan diberikan kepada ahli waris yang sudah ada, dan
bagian yang terbesar disisihkan untuk bayi.
2
Pembagian harta warisan yang melibatkan anak dalam
kandungan sebaiknya menunggu hingga bayi dalam
kandungan lahir.
403
Bab III
Daftar Pustaka
Al-Quran dan Terjemah
http://www.generasimuslim.com/fiqih-kontemporer/351-
fenomena-transgender-dan-hukum-operasi-
kelamin, makalah Dr. Setiawan Budi
Utomo(Dakwatuna).
405
Bab
III
40
6
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
BAB IV
HUKUM KEWARISAN
TENTANG HAK-HAK
KEBENDAAAN YANG
DIATUR
UNDANG-UNDANG
407
Bab IV
40
8
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
Latar Belakang
409
Bab IV
Pengertian Kebendaan
441
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, cet. Revisi,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 128.
41
0
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
442
Abdulkadir Muhammad, hlm. 136.
411
Bab IV
Hak milik
Hak guna usaha
Hak guna bangunan
Hak pakai
Hak sewa
Hak membuka tanah
Hak memungut hasil hutan
413
Bab IV
Hak Sewa
415
Bab IV
diperoleh para ahli waris dan apa saja yang tidak dapat
diwariskan. Berikut isi ketentuan KHES berdasarkan buku
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang diterbitkan oleh
MARI tahun 2010 sebagai Edisi Revisi. Pasal dan
kandungannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
No Pasal Tentang
1 88, 109, 110, Bai (jual beli)
2 115 Bai Wafa
3 202, 203 dan 204 Syirkah Milk
4 263 dan 264 Muzaraah
5 273 Khiyar Syarth
6 289 dan 294 Khiyar Ghabn dan Taghrib
7 351 dan 358 Kafalah
8 372 Hawalah
9 390, 392, 393 dan 394 Rahn
10 425, 428 dan 429 Wadiah
11 Pasal 517 Wakalah
12 536 Shulh
13 639, 640, 641, 643 dan Dana Pensiun Syariah
659
417
Bab IV
419
Bab IV
BAB V
PENUTU
P
421
Bab V
42
2
Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
423
Bab V
425
Editor :
Muchit A. Karim
Problematika
Hukum Kewarisan
Islam Kontemporer
Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan
di Indonesia sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis dalam
pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal yang terdiri
dari tiga materi hukum. Ketiga materi hukum
tersebut yaitu: a) hukum perkawinan sebanyak 170
pasal; b) hukum kewarisan (wasiat, hibah) sebanyak
44 pasal; c) hukum perwakafan sebanyak 14 pasal.
Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Jakarta 2012
Kemudian ditambah dengan satu pasal ketentuan
penutup.
Pada awalnya KHI akan diperjuangkan menjadi
Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama.
Akan tetapi karena kondisi politik belum
memungkinkan, akhirnya KHI disahkan dengan Inpres
No 1 Tahun 1991 pada tanggal 10 Juni 1991. Melalui
Inpres ini, Presiden menginstruksikan kepada Menteri
Agama untuk menyebarluaskan KHI tersebut untuk
dipergunakan oleh instansi pemerintah dan masyarakat
luas yang membutuhkan.
Kemudian Menteri Agama melalui Keputusan Menteri
No 154 Tahun 1991 menetapkan pelaksanaan Inpres
No 1 Tahun 1991 dan menunjuk Dirjen Kelembagaan
Agama Islam dan Urusan Haji untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan Keputusan Menteri
tersebut dalam bidang tugasnya masing-masing.
Kedua lembaga tersebut kemudian melakukan sosialisasi
secara inetens terhadap KHI tersebut. Begitu pula Badan
Pembinaan Peradilan Agama, bahkan sampai kini lembaga
tersebut menjadikan KHI sebagai sumber referensi dalam
menangani perkara-perkara yang ada.
ISBN 978-602-8739-07-8