Anda di halaman 1dari 126

HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH I

II ABDUL HALIM BARKATULLAH

HUKUM
PERSEROAN
DI INDONESIA
Mengkaji Bentuk Badan Usaha Perseroan Sebagai Suatu
Badan Hukum yang Dibentuk dengan Akta Autentik
dalam Menjawab Tantangan Bisnis Global

ABDUL HALIM BARKATULLAH


HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH I
IV ABDUL HALIM BARKATULLAH

HUKUM
PERSEROAN
DI INDONESIA
Mengkaji Bentuk Badan Usaha Perseroan Sebagai Suatu
Badan Hukum yang Dibentuk dengan Akta Autentik
dalam Menjawab Tantangan Bisnis Global

ABDUL HALIM BARKATULLAH


HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH III

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Handbook Manajemen Sumber Daya Manusia


©Michael Armstrong

Diterjemahkan dari karya Michael Armstrong


Handbook Human Resource Management Practice
©Kogan Page Limited, 10th edition

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. All Rights Reserved


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin
tertulis dari Penerbit

—Bandung: 2017
xxvi+1099 hal.; 155 x 230mm
ISBN: 978-602-6913-30-4

Penerjemah : Lita Yusron


Penyunting : Rizal

Cetakan I: Juni 2017

Diterbitkan oleh
Penerbit Nusa Media
PO Box 137 Ujungberung, Bandung

Disain cover: MF Mahardika


Tata Letak: Nusamed Studio
IV ABDUL HALIM BARKATULLAH HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH V

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat, dan hidayah-Nya, akhirnya Buku “Hukum
Perseroan di Indonesia: Mengkaji Bentuk Badan Usaha Perseroan
Sebagai Suatu Badan Hukum yang Dibentuk Dengan Akta
Autentik Dalam Menjawab Tantangan Bisnis Global”, dapat
diselesaikan.
Perseroan merupakan bentuk organisasi perusahaan yang
sangat penting saat ini dalam perekonomian Indonesia dalam
menghadapi perkembangan global. Perseroan telah mampu
memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang
sangat cepat pada masa 150 tahun terakhir. Perseroan dapat
memegang peranan membangkitkan perkembangan ekonomi,
karena memiliki kapasitas besar mengumpulkan modal. Ka-
pasitas itu ada pada Perseroan karena dicipta oleh hukum
korporasi atau hukum Perseroan. Hukum Perseroan memung-
kinkan orang untuk menanamkan modalnya dalam Perseroan
tanpa dibebani tanggung jawab tidak terbatas, dan juga tanpa
dibebani tanggung jawab kepengurusan Perseroan atas diri
penanam modal. Pemegang saham tidak bertanggung jawab
secara pribadi atas perbuatan yang dilakukan oleh Perseroan dan
tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami Perseroan
melebihi dari jumlah saham yang dimiliki.
Tujuan pendirian Perseroan adalah untuk mencari ke-
untungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-
kecilnya. Perseroan merupakan asosiasi modal yaitu suatu
asosiasi untuk menghimpun modal dari orang yang bermaksud
untuk melakukan kegiatan usahanya sehingga suatu asosiasi
usaha besar perlu dikumpulkan modal besar juga, dan karena
VI ABDUL HALIM BARKATULLAH

besarnya modal yang diperlukan, maka perlu dikumpulkan dari


sejumlah orang. Ada 3 karakteristik dominan yang signifikan
untuk terkumpulnya modal dimaksud, yaitu: (1) pertang-
gungjawabannya hanya sebatas sampai harta kekayaan asosiasi;
(2) sifat mobilitas atas hak penyertaan; (3) prinsip pengurusan
oleh organ.
Secara terperinci buku ini menguraikan dimulai dengan
pendahuluan, kemudian membahas tentang perseroan sebagai
badan usaha yang berbadan hukum, perkembangan pemikiran
prinsip dan doktrin hukum perseroan, pendirian perseroan
dengan sistem AHU online, ruang lingkup pengaturan hukum
perseroan di indonesia, pertanggungjawaban suatu korporasi,
berkembangnya model perusahaan kelompok dalam badan
usaha di Indonesia, dan diakhiri dengan penutup. Isi buku ini
membuat karya akademis ini penting dan perlu untuk dibaca.
Saat ini tidak begitu banyak buku yang membahas mengenai
hal ini. Kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu di Indonesia,
khususnya dalam bidang ilmu hukum.
Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada terima
kasih juga kami ucapkan pada orang tua, mertua, isteri yang
tercinta, kakaku tersayang, anakku Ainaya Raisa Adila dan
Achmad Rifyal Ka‟bah, serta kerabat, terutama Mas Kamdani
dan Mbak Ainun yang banyak membantu dalam penerbitan
buku ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Rektor, Dekan, dan teman-teman Civitas
Akademika Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin. Trimakasih juga diucapkan pada Prof. Hikmahanto
Juwana, Ph.D, Prof. DR. Ridwan Khairandy, Dr. F.A. Abby, SH.,
MH. dan Prof. Dr. Teguh Prasetyo, SH., M.Si., Dr. Ifrani, SH, MH,
yang telah banyak mencurahkan ilmu dan pengalaman kepada
penulis yang mewarnai dalam penulisan buku ini.
Banjarmasin, 15 Mei 2018

Abdul Halim Barkatullah


HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH VII

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... V


DAFTAR ISI .................................................................................. VII

BAB I
PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Metode Penelitian ....................................................................... 8

BAB II
PERSEROAN SEBAGAI BADAN USAHA YANG BERBADAN
HUKUM ............................................................................................ 13
A. Konsep Badan Hukum sebagai Subjek Hukum ....................13
B. Syarat suatu Badan dapat Diakui debagai Badan Hukum .17

BAB III
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PRINSIP DAN DOKTRIN
HUKUM PERSEROAN .................................................................. 31
A. Pengertian dan Perkembangan Prinsip Hukum
Perusahaan ................................................................................. 31
B. Prinsip tentang Tanggung Jawab Terbatas ........................... 32
C. Doktrin Ultra Vires .................................................................... 33
D. Doktrin Penyingkapan Tabir Perusahaan (Piercing the
Corporate Veil).......................................................................... 35
E. Prinsip Fiduciary Duties ........................................................... 37
BAB IV
PENDIRIAN PERSEROAN DENGAN SISTEM AHU
ONLINE ............................................................................................ 41
A. Akta Pendirian Perseroan ......................................................... 41
B. Teknis dan Mekanisme Pendirian Perseroan ........................ 55
VIII ABDUL HALIM BARKATULLAH

C. Sistem Pendaftaran Perseroan dengan Sistem AHU Online


......................................................................................................59
D. Penggunaan Sistem AHU Online dalam Proses Pendaftaran
Perseroan untuk Memperoleh Status Badan Hukum ......... 64
E. Fungsi Pengesahan Akta Pendirian Melalui AHU
Online Dihubungkan dengan Kepastian Hukum .................. 67
F. Pengesahan Badan Hukum dalam Pendirian Perseroan
dengan menggunakan Sistem Pendaftaran AHU Onlin. .. 74

BAB V
RUANG LINGKUP PENGATURAN HUKUM PERSEROAN
DI INDONESIA .............................................................................. 85
A. Pengaturan Hukum Perseroan di Indonesia ........................ 85
B. Perseroan sebagai Badan Usaha di Indonesia ........................ 89
C. Organ Perseroan sebagai suatu Badan Hukum Mandiri .....92
D. Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi ........................................ 100

BAB VI
PERTANGGUNGJAWABAN SUATU KORPORASI ............ 117
A. Pengertian dan Karakteristik Korporasi............................... 117
B. Pertanggungjawaban Pidana suatu Korporasi ................... 120

BAB VII
BERKEMBANGNYA MODEL PERUSAHAAN
KELOMPOK DALAM BADAN USAHA DI INDONESIA ... 133
A. Perkembangan Model Perusahaan Kelompok ................... 133
B. Stuktur Organisasi suatu Perusahaan Kelompok ............... 144
C. Model-model Perusahaan Kelompok ................................... 147

BAB VIII
PENUTUP ....................................................................................... 149
A. Kesimpulan ...............................................................................149

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 155


BIODATA PENULIS ..................................................................... 164
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perseroan Terbatas (Perseroan) merupakan salah satu
bentuk badan usaha berbadan hukum dalam lapangan pereko-
nomian di Indonesia dan menjadi salah satu pilar pembangunan
perekonomian nasional.1 Struktur permodalan Perseroan terdiri
atas saham-saham2 yang dimiliki oleh orang-orang atau pihak-
pihak dengan kepentingan yang sama. Kesamaan kepentingan
inilah yang menyatukan para pihak dalam pendirian sebuah
Perseroan. Kesamaan kepentingan tersebut dirumuskan dalam
visi dan misi Perseroan yang dicantumkan dalam akta pendirian
dan anggaran dasar Perseroan. Salah satu wujud kesamaan ke-
pentingan tersebut adalah para pihak melakukan pemasukan
(inbreng) ke dalam perseroan dengan penyetoran uang yang di-
representasi kesetaraannya dalam bentuk saham-saham.
Apabila diperhatikan praktik bisnis, tampaknya para
pelaku bisnis lebih tertarik mendirikan badan usaha Perseroan
yang berstatus sebagai badan hukum. Ada beberapa alasan para
pelaku usaha memilih Perseroan sebagai bentuk badan usaha
yakni, kontinuitas badan usaha yang berbentuk Perseroan tidak
tergantung dari pribadi para pemilik akan tetapi dari modal yang
1 Huruf c Konsiderans Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
2 Hasan Alwi, et al. (ed.), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga –
Cetakan Ketiga, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional dan Balai
Pustaka, 2005, hlm. 977.
2 ABDUL HALIM BARKATULLAH

terkumpul. Selanjutnya, terdapat pemisahan tanggung jawab


antara pemilik perusahaan dengan perusahaan itu sendiri3.
Perseroan merupakan bentuk organisasi perusahaan yang
sangat penting saat ini dalam perekonomian Indonesia. Per-
seroan telah mampu memfasilitasi perkembangan dan pertum-
buhan ekonomi yang sangat cepat pada masa 150 tahun ter-
akhir4. Perseroan dapat memegang peranan membangkitkan
perkembangan ekonomi, karena memiliki kapasitas besar me-
ngumpulkan modal. Kapasitas itu ada pada Perseroan karena
dicipta oleh hukum korporasi atau hukum Perseroan. Hukum
Perseroan memungkinkan orang untuk menanamkan modalnya
dalam Perseroan tanpa dibebani tanggungjawab tidak terbatas,
dan juga tanpa dibebani tanggung jawab kepengurusan Per-
seroan atas diri penanam modal5. Pemegang saham tidak ber-
tanggung jawab secara pribadi atas perbuatan yang dilakukan
oleh Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
dialami Perseroan melebihi dari jumlah saham yang dimiliki6.
Berdasarkan peraturan baik yang pernah berlaku maupun
sedang berlaku saat ini semuanya menyebutkan, bahwa tujuan
pendirian Perseroan adalah untuk mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya7. Selan-
jutnya,tujuanpendirianPerseroanmenurutWirjonoProdjodikoro
harus diejawantahkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan
menyebutkan lapangan kerja atau lingkup usaha yang diseleng-
garakan oleh Perseroan, dengan batasan bahwa lingkup usaha
tersebut tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban
umum dan peraturan perundang-undangan8.
3 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas,
Nuansa Aulia, Bandung, 2012, hlm. 4-5
4 Metzger dalam M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar
Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 70.
5 Ibid, hlm. 71
6 HALC.S. Warendorf and R.L. Thomas M.A., Companies and Other Legal
Persons Under Netherlands Law and Netherlands Antilles Law, Boston,
Kluwer Law International Incorporates,1997, hlm. 4-3
7 Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Korporasi Indonesia, Bandung,
Citra Aditya Bakti,1991, hlm. 70.
8 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Korporasi dan Korporasi di
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 3

Perseroan merupakan asosiasi modal yaitu suatu asosiasi


untuk menghimpun modal dari orang yang bermaksud untuk
melakukan kegiatan usahanya sehingga suatu asosiasi usaha
besar perlu dikumpulkan modal besar juga, dan karena besarnya
modal yang diperlukan, maka perlu dikumpulkan dari sejumlah
orang9. Ada 3 karakteristik dominan yang signifikan untuk ter-
kumpulnya modal dimaksud, yaitu:10
1. pertanggungjawabannya hanya sebatas sampai harta keka-
yaan asosiasi
2. sifat mobilitas atas hak penyertaan
3. prinsip pengurusan oleh organ.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa para pemegang
saham bertanggung jawab hanya sebatassaham yang dimilikinya.
Disebutkan Pasal 3 UUPT 2007 bahwa: “Pemegang saham Per-
seroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian Perseroan yang melebihi saham yang dimiliki”.
Perseroan diberikan kedudukan sebagai persona standi in judicio
yaitu suatu kedudukan mandiri yang terlepas dari orang per-
orangan yang ada dalam Perseroan itu11. Perseroan diberi
karakteristik sama dengan subjek hukum dalam wujud manusia
alamiah. Sekalipun PT bukan manusia alamiah melainkan
melalui hukum dikonstruksikan sebagai badan yang dapat
melakukan perbuatan-perbuatan hukum, dan dari perbuatan
itu apabila timbul keuntungan, maka keuntungan tersebut
dianggap sebagai keuntungan badan hukum yang bersangkutan.
Sebaliknya jika menimbulkan kerugian maka tidak melibatkan
para pemegang saham12.
Badan hukum mempunyai kepentingan (interest) sendiri
sebagaimana ada pada diri manusia. Kepentingan yang dilin-
Indonesia, Jakarta, Dian Rakyat,1967, hlm. 65.
9 Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas Teori dan Praktik, Jakarta, Sinar
Grafika, 2011, hlm. 4
10 Ibid.
11 Ibid, hlm. 5 .
12 Ibid
4 ABDUL HALIM BARKATULLAH

dungi oleh hukum dan dilengkapi dengan suatu aksi apabila


kepentingan itu diganggu dan dalam mempertahankan kepen-
tingannya, badan hukum itu sendiri dalam proses tampil ke
muka baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Dengan
demikian tidaklah sulit untuk menggambarkan suatu kenyataan
dari badan hukum13. Istilah perseroan pada Perseroan menunjuk
pada cara penentuan modal pada badan hukum itu yang terdiri
dari sero-sero atau saham-saham dan istilah terbatas menunjuk
pada batas tanggungjawab para pesero atau pemegang saham,
yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai nominal dari semua
saham-saham yang dimiliki.14
Semula eksistensi Perseroan diatur dalam Pasal 36-56 KUHD.
Perkembangan berikutnya, oleh karena aturan-aturan yang ter-
dapat dalam KUHD tersebut sudah tidak dapat menampung
dinamika dan perkembangan dunia bisnis, sehingga pemerintah
memberlakukan UUPT 1995. Setelah undang-undang tersebut
berjalan kurang lebih selama 12 tahun, perlu dilakukan berbagai
perbaikan dan penyempurnaan, khususnya untuk mengako-
modasikan perkembangan yang terjadi di masyarakat. UUPT
1995 dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang sudah ber-
kembang pesat, khususnya pada era globalisasi dewasa ini. Me-
ningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan cepat, jaminan
kepastian hukum dan perlindungan hukum serta tuntutan akan
pengembangan dunia usaha sesuai dengan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).15
Melalui UUPT 2007, telah dilakukan pengakomodasian
terhadap berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa
penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, mau-

13 R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,


Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, 2004, hlm. 6
14 Man S. Sastrawidjaja dan Rai Mantili, Op Cit., hlm. 63
15 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis Terhadap Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Salatiga, Griya
Media, 2011, hlm. 7
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 5

pun mempertahankan ketentuan lama yang dianggap masih


relevan. Guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
mempercepat proses pengesahan badan hukum, persetujuan
perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan per-
ubahan anggaran dasar, dan perubahan data Perseroan perlu
diatur mengenai tata cara pengesahan badan hukum, persetujuan
perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan per-
ubahan anggaran dasar, dan perubahan data Perseroan yang
dilakukan melalui media elektronik.
Globalisasi yang kian menyatukan dunia ini menciptakan
keterpaduanatauintegrasidalambanyakhalyangmengakibatkan
dunia ini menjadi seolah-olah tidak lagi terkotak-kotak oleh
batas yurisdiksi kenegaraan (borderless atau seamless world –
dunia tanpa batas). Hal ini juga terjadi dalam dunia usaha yang
tidak mungkin luput dari gelombang perubahan ini. Contoh
faktual yang umum adalah ketika suatu perusahaan hendak
mengembangkan sayap usahanya ke negara lain yang telah
dihitungnya sebagai pasar potensial bagi produk usahanya,
baik berupa barang dan/atau jasa. Lazimnya, perusahaan-per-
usahaan yang hendak berkiprah dengan area bisnis seluas itu
akan mencoba mendirikan cabang perusahaannya di negara
tersebut. Salah satu dasar pertimbangannya adalah demi efi-
siensi dan efektivitas usaha. Artinya, prinsip ekonomi yang
mengajarkan “Dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya, harus
diraih keuntungan yang sebesar-besarnya” menjadi prioritas
utama dalam dunia bisnis. Jadi, meski produksi dapat dilakukan
di negara asalnya, namun karena banyak faktor, perusahan-
perusahaan yang sangat memerhatikan prinsip ekonomi tadi
akan lebih mempertimbangkan untuk mendirikan cabang
perusahaannya di negara tempat akan dipasarkannya produk
usahanya. Misalnya, apabila produksinya cukup bergantung
pada ketersediaan faktor-faktor produksi: tenaga kerja yang
murah, kemudahan akses memperoleh bahan baku, konsekuensi
sosial, dan target pasar.
6 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Bagi perusahaan yang berasal dari negara-negara Eropa yang


kini semakinmemperhatikan isu lingkungan dan kesinambungan
pembangunan (sustainable development) umumnya akan mem-
pertimbangkan untuk mendirikan usahanya di negara lain.
Alasan populer yang melandasinya adalah untuk efisiensi
usaha. Namun, di balik itu ada alasan yang jauh lebih besar
dan penting yang dalam tiga dekade terakhir ini menjadi per-
hatian utama negara-negara Eropa, yaitu isu lingkungan. Para
pengusaha Eropa lebih memilih untuk menghindari beban
tanggung jawab lingkungan yang timbul dari produksi usa-
hanya apabila dilakukan di negaranya tersebut. Oleh karena
itu pula, kecenderungan untuk mendirikan perusahaan-per-
usahaan di negara lain ini pun menjadi salah satu pendorong
bermunculannya perusahaan transnasional dan multinasional
yang pada gilirannya membentuk perusahaan kelompok.
Hal ini terjadi karena perusahaan yang didirikan kemudian
di negara lain tersebut, baik secara langsung maupun tidak
langsung, menjadi bagian dari perusahaan yang didirikan lebih
dahulu. Dengan kata lain, perusahaan yang didirikan kemudian
ini menjadi anak perusahaan (subsidiary) dari perusahaan yang
didirikan lebih dahulu atau disebut juga dengan perusahaan
induk (parent company).
Munculnya perusahaan kelompok tidak selamanya terjadi
dalam konteks transnasional (cross-border) sebagaimana di-
gambarkan sebelumnya. Dengan kata lain, perusahaan ke-
lompok juga sangat umum terbentuk bahkan di dalam ne-
gerinya sendiri, terutama yang dibentuk oleh para pebisnis
dari Asia. Misalnya chaebol di Korea, keiretsu di Jepang, atau
bentuk-bentuk yang dikenal dengan istilah konglomerat.
Di Indonesia, perusahaan kelompok menjadi kecenderungan
yang dipilih oleh para pengusaha dalam negeri, baik melalui ke-
mitraannya dengan pihak asing maupun dengan pihak domestik
lainnya. Dengan demikian, maka struktur kepemilikan sahamnya
menjadi lebih terpilih dan cukup terbatas di lingkungan keluarga
atau teman-teman dekat yang berorientasi pada visi yang sama.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 7

Secara hakikat, dorongan untuk membesarkan volume dan


spektrum bisnis itu adalah berawal dari keinginan manusia yang
tidak pernah puas atas satu pencapaian. Demikian pula halnya
dalam ruang lingkup bisnis, motivasi utama para pengusaha
untuk membentuk perusahaan kelompok adalah mengejar ke-
puasan tersebut. Hal ini diwujudkan dengan berbagai cara,
misalnya dengan melakukan diversifikasi usaha secara vertikal,
horisontal, konglomerasi, ataupun pemisahan (spin off).
Salah satu manfaat signifikan yang bersifat langsung dari
pembentukan perusahaan kelompok ini adalah makin kuatnya
aspek permodalan dan jaringan bisnis, di samping semakin le-
luasanya pengambilan keputusan pada satu atau beberapa
pemegang saham pengendali karena tidak perlu melibatkan
pihak-pihak lain di luar keluarga atau teman dekat sebagai
pemegang saham. Namun, implikasi dari sedemikian terbatasnya
keterlibatan pihak dalam kepemilikan perlu dicermati lebih
lanjut pada konteks yang lebih luas, terutama bagi kepentingan
stakeholders (pemangku kepentingan) dan yang bersifat publik.
Struktur kepemilikan semacam ini dikenal pula dengan istilah
concentrated ownership (kepemilikan yang terkonsentrasi).
Sebaliknya, ada pula struktur kepemilikan saham yang me-
batkan pihak-pihak luar dari “lingkaran pertama” tersebut,
misalnya yang dilakukan melalui metode ESOP (employee
stock oPerseroanion program – program kepemilikan saham bagi
karyawan perusahaan) ataupun media pasar modal. Struktur
kepemilikan ini tergolong dalam bentuk yang dikenal dengan
istilah dispersed ownership (kepemilikan yang tersebar).
Di samping kedua struktur tersebut di atas, ada struktur
kepemilikan lain yang secara istimewa dipraktikkan di beberapa
perusahaan kelompok, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di
negaralainnya.Strukturkepemilikantersebutadalahkepemilikan
silang atau dikenal pula dengan istilah cross-ownership, cross-
shareholding atau cross-holding. Artinya, beberapa perusahaan
yang tergabung dalam satu perusahaan kelompok saling me-
miliki saham satu sama lain. Tidak hanya antara perusahaan
8 ABDUL HALIM BARKATULLAH

induk dan perusahaan anak, tetapi juga di antara perusahaan


pada tingkat yang sama (affiliate company atau sister company),
misal sesama anak perusahaan. Kecenderungan ini tidak dapat
dipungkiri merupakan fenomena yang tidak mudah untuk
dihindari. Hasrat para pemegang saham dari mulai meluaskan
dan menguasai pangsa pasar, memiliki keleluasaan menentukan
berbagai kebijakan Perseroan, hingga kekuatan untuk dapat
memengaruhi kebijakan perekonomian pemerintah, menjadi
faktor-faktor yang sangat tendensius. Tentu saja, dalam banyak
hal fenomena ini akan bertentangan dengan beberapa peraturan
perundang-undangan yang relevan di Indonesia. Antara lain,
yang mengatur tentang Perseroan terbatas, pasar modal, per-
saingan usaha yang sehat, serta peraturan sektoral lainnya
seperti di bidang telekomunikasi, pertambangan, perbankan,
asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Pada gilirannya, situasi
demikian akan menjadi kontra produktif dengan pembangunan
perekonomian yang dicita-citakan konstitusi yaitu tercapainya
masyarakat adil dan makmur.

B. Metode Penelitian
Buku ini ini dikaji dengan menggunakan doktrin, peraturan-
peraturan hukum dari berbagai negara dan kasus-kasus hukum,
yang membahas Hukum Perseroan di Indonesia: Mengkaji
Bentuk Badan Usaha Perseroan Sebagai Suatu Badan Hukum
yang Dibentuk Dengan Akta Autentik Dalam Menjawab Tan-
tangan Bisnis Global, termasuk juga kajian terhadap hukum
positif Indonesia dan usulan institusi internasional. Jenis pe-
nelitian yang digunakan dalam buku ini adalah penelitian
yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam
hukum positif.16
Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe
penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang digunakan,
16 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Surabaya:
Bayumedia Publishing, 2005), hlm 295.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 9

yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pen-


dekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan per-
bandingan (comparative approach).
1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), digu-
nakan berkenaan dengan melakukan pengkajian peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan tema
sentral penelitian tentang Hukum Perseroan di Indonesia:
Mengkaji Bentuk Badan Usaha Perseroan Sebagai Suatu
Badan Hukum yang Dibentuk Dengan Akta Autentik Dalam
Menjawab Tantangan Bisnis Global;
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), berkenaan
dengan konsep-konsep yuridis yang mengatur Hukum
Perseroan di Indonesia: Mengkaji Bentuk Badan Usaha Per-
seroan Sebagai Suatu Badan Hukum yang Dibentuk Dengan
Akta Autentik Dalam Menjawab Tantangan Bisnis Global;
3. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach), dalam
Black‟s Law Dictionary17 perbandingan hukum didefinisikan
sebagai “the scholarly study of the similarities and differences
between the legal systems of different jurisdictions, such as between
civil law and common law countries”.
Pendekatan perbandingan pada penelitian ini digunakan
sebagai metode untuk menggambarkan pristiwa-pristiwa yang
berkaitan dengan Hukum Perseroan di Indonesia: Mengkaji Ben-
tuk Badan Usaha Perseroan Sebagai Suatu Badan Hukum yang
Dibentuk Dengan Akta Autentik Dalam Menjawab Tantangan
Bisnis Global yang dipilih adalah tradisi Common Law, tradisi Civil
Law, dan hukum positif Indonesia. Pemilihan Hukum Perseroan
di Indonesia: Mengkaji Bentuk Badan Usaha Perseroan Sebagai
Suatu Badan Hukum yang Dibentuk Dengan Akta Autentik
Dalam Menjawab Tantangan Bisnis Global berdasarkan tradisi

17 Brayan A. Garner, et.al, ed, Black’s Law Dictionary, Seventh Edition (St.
Paul, Minn.: 1999), hlm 300
10 ABDUL HALIM BARKATULLAH

common law18 dan civil law19 untuk memperoleh gambaran


perkembangan hukum perseroan dalam prinsip yang digunakan
dan perkembangan doktrin dari pakar-pakar hukum perseroan.
Kajian ini menggunakan bahan-bahan hukum yang men-
dukung. Bahan hukum yang digunakan dibedakan menjadi:
Pertama, bahan hukum primer yakni bahan hukum positif
Indonesia. Kedua, bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum
yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan
hukum sekunder yang dimaksud disini adalah bahan hukum
yang menjelaskan bahan hukum primer dan isinya tidak meng-
ikat. Adapun jenisnya adalah bahan-bahan yang di dapat dari
internet, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, artikel-artikel,
majalah dan hasil penelitian yang berwujud laporan-laporan
ilmiah dalam suatu seminar dan laporan-laporan ilmiah dalam
bentuk naskah akademik yang merupakan rancangan undang-
undang. Ketiga, bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang
sifatnya melengkapi kedua bahan hukum di atas, seperti kamus
yang terkait dengan tema buku ini.
18 Common law berasal dari Henry II (pada abad ke-13), yang menganggap
hukum adalah keputusan-keputusan hakim. Undang-undang belum
menjadi “hukum”, kalau belum diberlakukan oleh hakim melalui perkara-
perkara yang dihadapkan kepadanya. Hakim harus mengikuti putusan-
putusan terdahulu yang fakta-faktanya sama (stare decisis doctrine). Lihat
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pascasarjana FH-UI,
2003, hlm 98.
19 Istilah civil law berasal dari kata latin “jus civile”, yang diberlakukan
kepada masyarakat Romawi. Selain jus civile terdapat pula hukum yang
mengatur warga Romawi dengan orang asing yang dikenal dengan “jus
gentum”. Sistem civil law disebut juga dengan hukum Eropa Kontinental,
yang berakar dari tradisi hukum Indo-Jerman dan Romawi, dalam
proses perkembangannya sistem civil law tidak saja dijumpai di benua
Eropa melainkan berlaku luas di berbagai negara di luar Eropa. Lihat
Joseph Dainow, “The Civil Law and The Common Law: Some Points of
Comparison”, The American Journal of Comparative Law, vol. 15, 1967,
hlm 240. Civil law menganggap hukum adalah undang-undang yang
dibuat oleh badan legislatif. Hakim berfungsi untuk menafsirkan undang-
undang tersebut terhadap perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya.
Dalam hal undang-undang tidak ada, hakim dalam sistem civil law harus
menemukan hukum yang hidup dalam masyarakat. Lihat Sudikno
Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta: PT. Citra
Aditya Bakti, 1993, hlm 4.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 11

Penelitian kepustakaan menggunakan studi pustaka, dari


bahan hukum primer dan sekunder maupun tertier seperti telah
diuraikandi atas. Denganstudi pustaka untuk memperoleh bahan
hukum tentang bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan tertier yang relevan dengan permasalahan penelitian ini.
Pendapat para ahli juga diperlukan untuk melengkapi kajian
terhadap bahan hukum primer, sekunder dan tertier.
Setelah bahan penelitian yang berkaitan dengan Hukum
Perseroan di Indonesia: Mengkaji Bentuk Badan Usaha Per-
seroan Sebagai Suatu Badan Hukum yang Dibentuk Dengan
Akta Autentik Dalam Menjawab Tantangan Bisnis Global, maka
bahan hukum hasil penelitian ini dikaji secara hukum dengan
pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan perban-
dingan hukum.
Penggunaan kajian secara hukum didasarkan pada pertim-
bangan, yaitu pertama penelitian ini adalah penelitian hukum.
Kedua, bahan hukum yang dikaji beraneka ragam, memiliki
sifat dasar yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ke-
tiga, sifat dasar bahan hukum yang dikaji adalah menyeluruh
(comprehensive). Hal ini ditandai dengan keanekaragaman bahan-
nya serta memerlukan informasi yang mendalam. Cara berfikir
yang dipergunakan adalah deduksi,20 dengan mengambil suatu
kesimpulan yang hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu pro-
posisi atau lebih. Kesimpulan tersebut benar-benar suatu yang
baru dan muncul sebagai konsekuen dari hubungan-hubungan
yang terlihat dalam proposisi atau proposisi-proposisi itu.

20 Poespoprodjo, Logia Ilmu Menalar, Bandung: Pustaka Grafika, 1999, hlm


149.
12 ABDUL HALIM BARKATULLAH
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 13

BAB II
PERSEROAN SEBAGAI BADAN USAHA
YANG BERBADAN HUKUM

A. Konsep Badan Hukum sebagai Subjek Hukum


Status dan kedudukan badan hukum sebagai subjek hukum
merupakan perdebatan menarik, tidak saja pada masa lampau
tapi juga hingga sekarang ini.21 Meski telah secara luas diakui
bahwa badan hukum adalah subjek hukum (subjectum juris atau
legal entity), bahkan sejak awal jaman Hukum Romawi22 pun telah
mengakui badan hukum sebagai sesuatu yang dikenal dengan
istilah rechtspersoon (Belanda) atau legal person (Inggris) atau
persona moralis (Latin), disampingmanusia, tetapi para ahli hukum
senantiasa mengemukakan berbagai argumentasinya perihal ke-
beradaan badan hukum ini. Sebagian dari mereka berpendapat
bahwa badan hukum adalah subjek hukum, sedangkan sebagian
lainnya menolak pendapat tersebut dan menyatakan bahwa
badan hukum tidak termasuk subjek hukum. Banyaknya teori-
teori yang membahas status dan kedudukan badan hukum sejak
masa lampau hingga masa kini menjadi semacam bukti bahwa
kedudukan badan hukum dalam lapangan hukum merupakan
hal penting dan senantiasa mengundang perdebatan, baik dalam
21 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,
Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Cetakan Keempat,
Bandung: Alumni, 1986, hlm. 3.
22 Zuhairah Ariff Abd Ghadas, Real or Artificial? Jurisprudential
Theories on Corporate Personality, Volume 4, Nomor 5 (Serial No.
30), May, US - China Law Review, 2007, hlm. 6.
14 ABDUL HALIM BARKATULLAH

hal penafsiran maupun penerapannya.


Dalam lapangan hukum perdata di Indonesia diakui bahwa
subjek hukum yang mengemban hak dan kewajiban hukum
ada dua, yaitu orang (natuurlijk persoon) dan badan hukum
(rechtelijk persoon). Badan hukum sebagai suatu bentuk hukum
(rechts figuur) mempunyai hak dan kewajiban hukum serta dapat
mengadakan hubungan hukum.23
Pengakuan badan hukum sebagai subjek hukum ini
berawal dari pemikiran bahwa manusia sebagai subjek hukum
mempunyai kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi
atau individual. Untuk melindungi kepentingan-kepentingan
tersebut diperlukan suatu hak yang diberikan oleh hukum. Di
samping kepentingan-kepentingan pribadi ini, dalam keadaan
tertentu manusia juga mempunyai kepentingan lain yang bersifat
kolektif bersama manusia lainnya (komunal). Kepentingan ini
bertujuan untuk memperjuangkan tujuan tertentu yang sejalan
dengan kehendak bersama dari sekelompok manusia ini.
Untuk mewadahi kehendak dan kepentingan serta tercapainya
tujuan bersama tadi, kelompok manusia ini menciptakan suatu
organisasi. Mengingat kesulitan dan ketidak-praktisan yang
akan dihadapi apabila mereka secara bersama-sama melakukan
bermacam-macam tindakan untuk mewujudkan kehendak,
kepentingan dan tercapainya tujuan tersebut, maka biasanya
mereka akan memilih orang-orang tertentu yang mereka
percayai bersama untuk mengurus organisasi sekaligus mewakili
kepentingan organisasi ini.24
Dengan demikian, organisasi yang dibentuk untuk mencapai
kehendak, kepentingan dan tujuan bersama tersebut menjadi
sebuah kesatuan atau entitas (entity [Inggris], entiteit [Belanda])
dalam pergaulan antar manusia. Oleh karena itu pula, apabila
manusia sebagai sebuah entitas dalam pergaulan manusia mem-
butuhkan hak untuk melindungi kepentingannya, demikian
pula halnya dengan organisasi sebagai entitas lainnya dalam

23 Ali Rido, loc cit.


24 Ibid
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 15

pergaulan antar manusia, juga membutuhkan hak. Pemberian


hak oleh hukum akan mendudukkan entitas non-manusia ter-
sebut sebagai subjek hukum lainnya di samping manusia. Pada
gilirannya, pemberian hak ini memberikan kesempatan kepada
organisasi ini untuk melakukan perbuatan-perbuatan dalam
pergaulan masyarakat, baik perbuatan hukum maupun bukan
perbuatan hukum. Mengingat setiap hak suatu pihak akan
senantiasa berhadapan dengan kewajiban pihak lainnya, dan
sebaliknya, maka terhadap entitas non-manusia ini pun hukum
tidak hanya memberikan hak-hak saja, tetapi juga kewajiban-
kewajiban hukum, sebagaimana layaknya subjek hukum. Kemu-
dian, entitas yang menjelma menjadi subjek hukum ini dalam
lapangan ilmu hukum dikenal dengan istilah baku “badan hu-
kum” 25 yaitu suatu badan atau entitas yang diakui secara hukum,
memiliki hak dan kewajiban.
SatjiPerseroano Rahardjo berpendapat bahwa, “Hukum
mempunyai kebebasan untuk memutuskan apa yang ingin
ia Perseroanakan sebagai suatu konstruksi yang berasal dari
imajinasinya.”26 Dalam mengkualifikasi subjek hukum, hukum
tidak hanya menempatkan manusia saja, tetapi juga non-
manusia. Dengan kata lain, hukum membuat konstruksi fiktif
yang diterima, diperlakukan, dan dilindungi seperti halnya
perlindungan yang diberikan hukum kepada subjek hukum
manusia.27 Lebih lanjut, perluasan tentang subjek hukum ini,
meski secara fiktif, akan tetapi bermaksud untuk mencapai tu-
juan tertentu dan dalam rangka itulah hukum menciptakan suatu
kepribadian yang baru. Badan yang diciPerseroanakan tersebut
terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya. Ke dalam corpus inilah
hukum memasukkan unsur animus (nyawa) yang menjadikan
badan ini memiliki kepribadian.28 Oleh karena badan hukum
ini merupakan ciri Perseroan hukum, maka tidak hanya penci
25 Ibid
26 SatjiPerseroano Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan Kedua, Bandung:
Alumni, 1986, hlm. 110.
27 Ibid
28 Ibid
16 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Perseroanaannya saja yang ditentukan oleh hukum, tetapi juga


kematiannya.29
Chidir Ali membuat kesimpulan yang menarik tentang
subjek hukum sebagaimana berikut ini:
1. Untuk pertanyaan: apakah subjek hukum itu? Jawaban dari
teori hukum sebagai teori dari hukum positif ialah dengan
mengemukakan kategori mengenai bentuk dasarnya yaitu subjek
hukum serta pengertian pokoknya dirumuskan sebagai berikut:
yaitu subjek hukum adalah manusia yang berkepribadian
hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan
masyarakat demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung
hak dan kewajiban.
2. Untuk pertanyaan: siapakah subjek hukum itu? Jawaban
dari hukum positif ialah bahwa dalam masyarakat pada
dewasa ini mengenal siapa subjek hukum itu adalah manusia
(natuurlijkpersoon) dan badan hukum (rechtspersoon).30
Jadi, menurut Chidir Ali, hukum positif di semua negara yang
ada sudah mengakui atau menentukan bahwa yang termasuk
subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.
Dalam praktik dan perkembangannya, pengakuan badan
hukum sebagai subjek hukum dalam lapangan hukum perdata
semakin luas dalam beragam bentuk badan hukum yang diatur
secara khusus suatu undang-undang. Badan usaha tersebut
dapat berbentuk Perseroan terbatas31, yayasan32, koperasi33,
badan usaha milik negara34, dan badan hukum pendidikan35.
29 Ibid
30 Chidir Ali, Badan Hukum, Cetakan Kedua, Bandung: Alumni, 1999, hlm.
11.
31 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
32 Pasal 1 Angka 1 jo. Pasal 11 Ayat (11) Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan.
33 Pasal 1 Angka 1 jo. Pasal 9 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Koperasi.
34 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara.
35 Pasal 1 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 17

B. Syarat suatu Badan dapat Diakui debagai Badan Hukum


Badan hukum dianggap sama dengan manusia yaitu manusia
buatan atau tiruan, akan tetapi secara hukum dapat berfungsi
sebagai manusia biasa (natural person atau natuurlijk persoon),
dapat digugat, dapat membuat keputusan dan bisa mempunyai
hak dan kewajiban, utang piutang dan mempunyai harta
kekayaan sebagaimana layaknya manusia biasa. Badan hukum
dapat didefinisikan sebagai suatu perkumpulan/ organisasi
yang oleh hukum diperlakukan seperti seorang manusia yang
mengemban hak dan kewajiban, dapat memiliki kekayaan,
dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan.36
Dalam mengetahui hakikat dari sesuatu yang disebut badan
hukum merupakan tugas dari filsafat hukum. Hasil pemikiran
mengenai hal tersebut oleh filsafat hukum dirumuskan dalam
bentuk asas, atau nilai, ataupun teori. Teori-teori badan hukum
yang dikemukakan di bawah ini merupakan sumbangsih nyata
dan berharga dari filsafat hukum kepada hukum bagi pemecahan
masalah badan hukum.37

1. Teori Fiksi (Fiction Theory)


Teori ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1243 oleh
Sinibald Fieschi, yang kemudian menjadi Pope Innocent IV
(1243-1254), yang menyatakan bahwa perusahaan adalah “a
persona ficta” 38. Teori Fieschi ini memperoleh dukungan luas
dari banyak sarjana hukum lainnya, antara lain Friedrich Carl
Von Savigny, Coke, Blackstone, dan Salmond. Menurut teori ini,
Pendidikan (BHP) mencantumkan 3 macam BHP, yaitu: 1) Badan Hukum
Pendidikan Pemerintah (BHPP); 2) Badan Hukum Pendidikan Pemerintah
Daerah (BHPPD); 3) Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM).
36 Ahmad M. Ramli, Status Perusahaan dalam Hukum Perdata Internasional
- Teori dan Praktek, Cetakan Pertama, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm.
7. Chairuddin Ismail, Direksi dan Komisaris dalam Perbuatan Melawan
Hukum oleh Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, Jakarta: Merlyn Press,
2005, hlm. 21.
37 Chidir Ali, op cit., hlm. 29.
38 John Dewey, The Historic Background of Corporate Personality, Volume
35 Nomor 6, Yale Law Journal, USA: Yale University, 1926, hlm. 665
sebagaimana dikutip dalam Zuhairah Ariff Abd Ghadas, loc cit.
18 ABDUL HALIM BARKATULLAH

kepribadian hukum (legal personality) dari suatu entitas selain dari


manusia adalah hasil dari sebuah fiksi. Menurut Von Savigny,
hanya manusia saja yang mempunyai kehendak. Oleh karena
bukan manusia, maka entitas (perusahaan) tersebut tidak bisa
menjadi manusia yang nyata sebagaimana manusia dan tidak
dapat memiliki kepribadian (personality) dari dirinya sendiri.39
Menurut Von Savigny, badan hukum adalah suatu abstraksi,
bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Karenanya pula tidak
mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan hukum, sebab
hukum memberi hak-hak kepada yang bersangkutan suatu
kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa (wilsmacht).40
Sebenarnya, bentuk dari badan Perseroan adalah kepribadian
yang bersifat fiksi dan berasal dari sesuatu yang bersifat ruhani
(bukan jasmani).41 Pada masa lampau, doktrin ini digunakan
untuk menjelaskan bahwa aspek ruhani dari suatu lembaga atau
institusi tidak dapat dikecualikan (dari sakramen atau pelayanan
dari gereja Kristen, pen) atau dipersalahkan atas suatu delik,
hanya karena mereka tidak memiliki tubuh dan juga kehendak.
Pengadilan Agama menerapkan Canon Law (Hukum Kanonik,
pen) yang dibuat untuk menerapkan Teori Fiksi dari Romawi
yang berkenaan dengan korporasi-korporasi yang bersifat
religius dan masuk dalam yurisdiksi mereka. Para ahli hukum
di pengadilan sementara, kemudian meminjam teori ini dari
kolega-kolega mereka di Pengadilan Kristen. Pada gilirannya,
teori fiksi ini kemudian menjadi teori yang baku dalam hukum
Inggris.42 Jadi, teori ini pada intinya memandang bahwa orang
bersikap seolah-olah ada subjek hukum lain, tetapi dalam wujud
39 David P. Derham, Theories of Legal Personality, Legal Personality and
Political Pluralism, Melbourne – Australia: Melbourne University Press,
1958, hal 9. Lihat juga dalam Paul Redmond, Companies and Securities
Law – Commentary and Materials, Third Edition, Australia: LBC Information
Services, 2000, hlm. 33.
40 Chidir Ali, op cit., hlm. 32.
41 Ibid
42 Hallis Frederick, Corporate Personality: A Study in Jurisprudence,
London – United Kingdom: Oxford University Press, 1930, hlm. 11
sebagaimana dikutip dalam Zuhairah Ariff Abd Ghadas, op cit.,
hlm. 8.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 19

yang tidak riil dan tidak dapat melakukan perbuatan-per-


buatan, sehingga yang melakukan ialah manusia sebagai wakil-
wakilnya.43
Kasus Salomon v. A Salomon Co. Ltd. merupakan salah satu
bukti bahwa Pengadilan Inggris mengadopsi Teori Fiksi. Di
dalam kasus ini, Lord Halsbury, hakim di House of Lord,
mengajukan pertanyaan penting dalam memutuskan perkara
korporasi ini yaitu apakah benar suatu ciPerseroanaan yang
bersifat buatan dari undang-undang telah ditetapkan secara
valid atau sah. Dalam kasus yang menjadi rujukan di setiap
pembahasan tentang badan hukum, A. Salomon Co. Ltd. sebagai
sebuah perusahaan telah memenuhi persyaratan-persyaratan
yang ditentukan oleh The Company Act dalam Hukum Inggris.
Perusahaan ini kemudian menjadi person at law (orang dalam
konteks hukum), independent (mandiri), dan distinct from its
members (berbeda dari para anggotanya).44 Putusan dalam kasus
Salomon ini telah membuka pandangan-pandangan baru bagi
para ahli hukum perusahaan dan dunia bisnis yang menjadikan
“pemisahan” antara perusahaan dan para anggotanya (organnya)
tidak diragukan lagi.45
Salah satu pendukung terkemuka dari Teori Fiksi adalah
Coke yang melihat bahwa perusahaan-perusahaan adalah
“Invisible, immortal, and resting only in intendment and consideration
of law.”46 Sedangkan menurut Salmond, Teori Fiksi Inggris yang
utama menjelaskan bahwa manusia (human being) hanyalah
manusia alami (natural person), sedangkan “manusia” dalam
konteks hukum (legal persons) merupakan subjek lain selain dari
manusia (human being) yang oleh hukum diberikan “kepribadian”
(personality).47 Negara, korporasi, dan institusi tidak dapat
memiliki hak-hak yang sama sebagaimana manusia, tetapi oleh

43 Chidir Ali, loc cit.


44 Zuhairah Ariff Abd Ghadas, loc cit..
45 Paul Redmond, op cit., hlm. 150.
46 Ibid (Tidak terlihat, tidak bisa mati, dan bergantung pada tujuan dan
pertimbangan hukum).
47 Ibid
20 ABDUL HALIM BARKATULLAH

hukum, mereka diperlakukan sama seolah-olah mereka adalah


orang atau manusia (human being).
Berdasarkan teori ini, jelaslah bahwa hak dan kewajiban
pun melekat pada korporasi sebagai manusia tiruan atau buatan
(artificial person) yang secara penuh tergantung pada seberapa
besar hukum menghubungkannya dengan fiksi. Kepribadian
hukum (legal personality) dari korporasi adalah sebuah fiksi
dan penulisnya adalah negara. Dengan demikian, kepribadian
(personality) dari perusahaan tidak inheren tapi ditentukan oleh
negara. Mengingat hubungan dekat yang terbentuk dari teori
ini dalam hubungannya dengan kepribadian hukum dan kewe-
nangan negara, maka Teori Fiksi ini diklaim sama dengan Teori
Kedaulatan Negara, yang juga dikenal dengan Teori Konsesi.

2. Teori Konsesi (Concession Theory)


Pada dasarnya, Teori ini berkaitan erat dengan filosofi
tentang kedaulatan nasional suatu negara.48 Berdasarkan teori
ini, negara dipandang sama derajatnya dengan manusia dan
dengan demikian negara dapat memberikan ataupun menarik
kepribadian hukum dari grup atau asosiasi lain yang berada
dalam yurisdiksinya sebagai elemen kedaulatannya. 49Dengan
demikian, “orang” dalam konteks hukum (juristic person) dipan-
dang sebagai konsesi (bantuan) atau ciPerseroanaan dari negara
saja. Perusahaan tidak memiliki kepribadian hukum (legal
personality) kecuali diberikan oleh negara. Para eksponen Teori
Fiksi seperti Savigny, Dicey, dan Salmond turut memberikan
dukungannya terhadap Teori Konsesi ini. Teori ini memiliki
pandangan yang hampir sama dengan Teori Fiksi, bahwa
perwujudan dari korporasi berasal dari sumber-sumber yang
memberinya kekuatan hukum. Dicey memandang bahwa
konsep kedaulatan adalah semata-mata konsep hukum yang
menunjukkan kekuatan untuk membuat hukum tidak dibatasi

48 W. Friedmann, Legal Theory, Fourth Edition, London – United Kingdom:


Stevens & Sons Limited, 1960, hlm. 512.
49 Ibid Bandingkan dengan Zuhairah Ariff Abd Ghadas, op cit., hlm. 9.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 21

oleh segala macam pembatasan hukum. Oleh karenanya, par-


lemen di Inggris memiliki kekuatan semacam itu, dan itulah
sebenarnya kedaulatan. Polloc, sarjana hukum Inggris, me-
mungkiri bahwa hukum Inggris menerapkan Teori Fiksi, tapi
lebih mengadopsi Teori Konsesi dalam menjelaskan karakteristik
dari kepribadian dari suatu perusahaan (corporate personality).50

3. Teori Kekayaan Bersama (Propriete Collective)


Teori ini dikemukakan oleh Rudolf von Jhering, (Jerman)
dan memperoleh dukungan dari Marcel Planiol (Prancis) dan
Molengraaff (Belanda). Yang diikuti pula oleh Star Busmann,
Kranenburg, Paul Scholten, dan Apeldoorn. 51 Para pendukung
Teori ini memandang bahwa badan hukum itu merupakan se-
kumpulan manusia, sehingga kepentingan badan hukum adalah
kepentingan seluruh anggotanya. Oleh karena itu, maka hak
dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak
dan kewajiban anggota bersama-sama.52 Demikian pula halnya
dalam hal harta kekayaan badan itu adalah milik (eigendom)
bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah
suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang disebut
badan hukum. Karena itu pula, maka badan hukum hanyalah
suatu konstruksi yuridis belaka.53

4. Teori Kekayaan Bertujuan (Purpose Theory atau


Zweckvermogen)
Para pelopor dari teori ini, antara lain, E.I. Bekker, Aloys
Brinz, dan Demilius. Serupa dengan Teori Fiksi dan Konsesi, Teori
Tujuan ini juga menyatakan bahwa hanya manusia (human being)
sajalah yang dapat menjadi orang (person) dan memiliki hak.54
50 Zuhairah Ariff Abd Ghadas, loc cit.
51 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,
Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Cetakan Ke IV, Bandung:
Alumni, 1986, hlm. 11. Bandingkan dengan Chidir Ali, op cit, hlm. 34.
52 Ali Rido, loc cit.
53 Ali Rido, id dan Chidir Ali, loc cit.
54 Ali Rido, ibid, hlm. 10; Chidir Ali, loc cit.
22 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Entitas di luar manusia dipandang sebagai orang tiruan (artificial


person) dan berfungsi hanya sebagai alat (legal device) untuk
melindungi atau memberikan efek terhadap tujuan-tujuan nyata
lainnya. Dengan demikian, segala hak yang dilekatkan kepada
entitas tersebut sejatinya adalah hak yang tidak ada pemiliknya
karena menurut Teori ini, kekayaan badan hukum tidak terdiri
dari hak-hak sebagaimana lazimnya, melainkan terlepas dari
pemegang atau pemiliknya (opersoonlijk/subjectloss)55. Jadi Teori
ini memandang penting tujuan dari kekayaan tersebut.

5. Teori Simbolis (Symbolist Theory)


Teori ini dikenal sebagai Teori “Tanda Kurung” (the
“bracket” theory). Pendiri teori ini adalah Rudolph von Jhering,
kemudian dikembangkan secara khusus oleh Marquis de
Vareilles-Sommieres.56 Pada dasarnya, teori ini sama dengan
Teori Fiksi yang mengakui hanya manusia-lah yang memiliki
keinginan dan hak sebagai legal person.57 Menurut von Jhering,
konsep dari kepribadian Perseroan (corporate personality) adalah
sangat diperlukan dan semata-mata menjadi alat ekonomi
yang dengan keberadaannya mempermudah tugas-tugas yang
menyambungkan hubungan-hubungan hukum. Oleh karenanya,
apabila diperlukan, hukum harus melihat latar belakang entitas
tersebut untuk menemukan urusan-urusan yang sebenarnya.58
Hal ini pada dasarnya sejalan dengan prinsip Lifting (atau
Piercing) of the Corporate Veil yang akan dijelaskan pada bagian
yang membahasnya dalam Bab II Tulisan ini.
Lebih jauh Teori Bracket ini menjelaskan bahwa hak (right)
bukanlah atribut yang terdapat di dalam kehendak manusia
dan dengan demikian seorang individu bukanlah subjek dari
hak dengan alasan bahwa ia memiliki sebuah kehendak (will).
Sebaliknya, kehendak itu ada merupakan layanan hukum
dan merupakan kepentingan dari orang yang dilindungi oleh
55 Chidir Ali, ibid, hlm. 35.
56 Zuhairah Ariff Abd Ghadas, op cit., hlm. 10.
57 Ibid
58 Ibid
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 23

hukum.59 Teori ini sering juga dikenal karena ketersediaannya


untuk membenarkan kepribadian korporasi dari fakta yang non-
legal, akan tetapi hal tersebut telah ditolak berulangkali oleh
pengadilan-pengadilan di yurisdiksi Common Law, karena teori
ini dinilai telah memungkiri hukum dengan menganggap bahwa
hanya hubungan hukum yang tetap dan tertentu saja yang
dapat ditemukan dengan memindahkan “tanda kurung” dari
korporasi dan menganalisis hubungan-hubungan kemanusiaan
yang terlibat di dalamnya.60

6. Teori Realis (Realist Theory)


Promotor teori ini adalah sarjana hukum Jerman, Johannes
Althusius sebagai pendirinya. Kemudian secara signifikan
dilanjutkan oleh Otto von Gierke yang tidak saja bertanggung
jawab atas pemikirannya yang khusus dan berbeda tetapi
juga menjadi pendorong terhadap keseluruhan dasar dari
yurisprudensi di Romawi dan memperoleh dukungan dari
Maitland.61 Menurut teori ini, legal person adalah kepribadian
yang nyata dalam konteks extra-juridical dan pre-juridical.62 Kebe-
radaan yang nyata dari legal person ini menjadi sumber atas
kepribadian juristic ini.63 Badan usaha (corporate body) adalah
reale verbandsperson, yang kepribadiannya tidak berutang apapun
terhadap pengakuan dari negara.64 Disamping itu, teori ini juga
memandang bahwa subjek dari hak tidak dimiliki semata-mata
oleh manusia tapi juga oleh setiap sesuatu (every being) yang
memiliki keinginan atau kehendak dan hidup dari dirinya
sendiri. Dengan demikian, menjadi juristic person dan menjadi
“sehidup” (alive) sebagaimana manusia, maka suatu perusahaan
juga memperoleh hak-hak. Berdasarkan teori Realis ini, suatu
perusahaan ada (exist) sebagai entitas nyata yang objektif

59 Ibid
60 Ibid
61 W. Friedmann, loc cit.
62 Zuhairah Ariff Abd Ghadas, loc cit.
63 W. Friedmann, loc cit.
64 Ibid
24 ABDUL HALIM BARKATULLAH

dan hukum juga mengakuinya serta memberinya akibat atas


keberadaannya. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa
sebenarnya hukum tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan
suatu entitas, tetapi hanya sekedar berhak untuk mengakui atau
tidak mengakui suatu entitas.65
Perspektif kaum Realis memandang korporasi sebagai orga-
nisme sosial (social organism), sedangkan manusia dipandang
sebagai organisme fisik (physical organism).66 Kaum Realis juga ber-
pendapat bahwa aksi dari korporasi dianggap dilakukan sendiri
olehnya, sama dengan cara yang dilakukan oleh manusia normal
dan tidak oleh agen atau perwakilannya seperti mereka yang tidak
mampu, misalnya anak di bawah umur dan orang yang tidak waras.
Lebih lanjut, apabila manusia menggunakan organ tubuhnya untuk
melakukan suatu aksi, maka perusahaan menggunakan orang
(manusia atau human being) untuk maksud tersebut.
Menariknya, beberapa pengikut teori Realis bahkan meng-
klaim bahwa korporasi adalah sama dengan manusia biasa.
Dengan kata lain, juristic person juga memiliki organ sebagaimana
manusia. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Nicholas
of Cues, pelopor dari filosofi modern bahkan berpendapat bahwa
sebagai juristic person, kerangka suatu negara terdiri dari tanah,
orang (rakyat) sebagai dagingnya, sedangkan hukum berfungsi
sebagai denyut nadi.
Menurut para sarjana hukum beraliran Realis, teori Fiksi telah
gagal dalam mengidentifikasi hubungan antara hukum dengan
masyarakat. Kegagalan tersebut terjadi karena ketidaktahuan
atas fakta sosiologis yang berlangsung dalam proses pembuatan
hukum. Oleh karenanya, dengan mengabaikan „fungsi dan
kapasitas yang nyata‟ dari korporasi dalam dunia nyata, para
pelopor Teori Fiksi telah gagal dalam melihat „hidup‟ yang
dimiliki oleh korporasi.

65 Zuhairah Ariff Abd Ghadas, loc cit.


66 Ibid Bandingkan dengan W. Friedmann, op cit, hal 514.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 25

7. Teori Titik Temu Kontrak (The Nexus of Contract Theory)


Menurut Robert Hamilton, di samping berbagai teori
yang sudah umum dikenal dan diakui oleh para sarjana, para
ekonom telah mengembangkan teori lain tentang perusahaan
yang memungkinkan munculnya suatu model ekonomi dalam
memahami isu-isi korporasi. Teori ini dikenal dengan sebutan
The Nexus of Contract Theory. Karenanya, Hamilton membagi
teori badan hukum menjadi 5 macam yaitu:67 artificial entity
theory, realistic theory, concession theory, contract theory, dan nexus
of contract theory. Teori yang terakhir disebutnya ini memandang
perusahaan sebagai fiksi hukum yang menciptakan jaringan
(menjadi “nexus”) dalam hubungan kontraktual diantara
para individu. Tampaknya, teori yang dikemukakan oleh
Hamilton ini berangkat dari premis umum tentang korporasi
di kalangan ekonom, bahwa corporation is a nexus of contract.
Dalam pandangan Hamilton, pihak-pihak yang termasuk para
individu tadi adalah “para pemilik” dari buruh, material, dan
asupan modal serta konsumen (pengguna barang atau jasa dari
perusahaan). Menurut teori ini, para manajer perusahaan adalah
pelaku utama, memadukan berbagai sumber daya yang dise-
diakan dalam rangka mencapai kinerja yang oPerseroanimal,
misalnya untuk mencapai kinerja dan kondisi yang paling
menguntungkan perusahaan. Para pemegang saham tidak
dipandang sebagai “pemilik” dari perusahaan tetapi lebih se-
bagai penyedia modal bersama para investor atau pemegang
obligasi dan kreditur lainnya dalam mengantisipasi diterimanya
keuntungan (return) dari investasi yang sudah mereka lakukan.
Dalam banyak situasi, tentunya para pemegang saham dapat
juga secara independen menyediakan layanan manajemen bagi
perusahaan.68 Meski Hamilton memiliki teori sendiri tentang
korporasi, ia berpendapat bahwa, “none is totally correct, none is
totally wrong, and each has its place in defining the concePerseroan of
67 Robert Hamilton, The Law of Corporations, Third Edition, St. Paul-
Minnesota: West Publishing Co., 1991, hlm. 5.
68 Ibid
26 ABDUL HALIM BARKATULLAH

corporateness.”69

8. Teori Orgaan
Teori Orgaan muncul sebagai reaksi terhadap teori Fiksi
yang telah diuraikan pertama. Teori ini dikemukakan oleh
Otto von Gierke dari Jerman yang juga merupakan pengikut
Aliran Sejarah. Menurut von Gierke, badan hukum itu seperti
manusia, menjadi jelmaan yang benar-benar dalam pergaulan
hukum. Badan hukum menjadi suatu badan yang membentuk
kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ
badan tersebut. Misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya
mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau
dengan perantaraan tangannya. Dengan kata lain, hal-hal yang
diputuskan oleh para organ tersebut, adalah “kehendak” dari
badan hukum.70 Oleh karenanya, Teori Orgaan memandang
badan hukum bukanlah sesuatu yang abstrak, tetapi benar-
benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak yang
tidak bersubjek, tetapi merupakan organisme yang riil, yang
hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan badan hukum
juga terlepas dari individu dan bersifat kolektif.71
Berdasarkan uraian teori-teori tentang badan hukum tersebut,
dapat diketahui bahwa suatu badan hukum merupakan subjek
dalam lapangan hukum. Salah satu konsekuensi hukum sebagai
subjek hukum adalah melakukan perbuatan hukum. Dalam
melakukan perbuatan hukum, suatu badan hukum diwakili oleh
organnya. Misalnya, dalam konteks badan hukum Perseroan
Terbatas, maka diwakili oleh salah satu organ Perseroannya
yaitu Direksi.
Untuk lebih memperoleh pembahasan lebih jauh tentang
Badan Hukum, maka berikut ini adalah uraian dari empat syarat
yang diajukan oleh Ali Rido tersebut:72
69 Ibid (Tidak ada satu pun teori yang benar total maupun salah total, dan
setiap teori memiliki tempatnya masing-masing dalam mendefinisikan
konsep keperusahaan).
70 Chidir Ali,Ibid, hlm. 32-33.
71 Ibid
72 Ali Rido, Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 27

a. Memiliki Harta Kekayaan Terpisah


Yang dimaksud “harta kekayaan terpisah” adalah sejumlah
kekayaan yang berbeda dan terpisah dari kekayaan para anggota
atau sekutu suatu Perseroan. Harta ini berasal dari pemasukan
(inbreng) dari para anggotanya yang diadakan untuk mengejar
tujuan tertentu dalam hubungan hukumnya, yaitu “keuntungan
yang terjadi karenanya” sebagaimana disebutkan dalam Pasal
1618 KUH Perdata. Dengan demikian, harta kekayaan itu menjadi
objek tuntutan tersendiri dari pihak ketiga yang mengadakan
hubungan hukum dengan badan tersebut.
Akibat hukum dari adanya kekayaan terpisah adalah:
(a) Kreditur pribadi dari para anggota dan atau para pengurusnya
tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan
badan hukum itu;
(b) Para anggota dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak
dapat menagih piutang badan hukum dari pihak ketiga;
(c) Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum
tidak diperkenankan;
(d) Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses
antara para anggota dan atau para pengurusnya dengan
badan hukum dapat saja terjadi seperti halnya antara badan
hukum dengan pihak ketiga; Dalam hal kepailitan, hanya
para kreditur badan hukum itu saja yang dapat menuntut
harta kekayaan yang terpisah itu.
(e) Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum dapat
menuntut harta kekayaan yang terpisah itu.73
b. Mempunyai Tujuan Tertentu
Menurut Ali Rido, tujuan tertentu suatu badan hukum
adalah tujuan yang idiil ataupun tujuan yang bersifat komersial.
Koperasi, Yayasan, Wakaf, Cetakan IV, Bandung: Alumni, 1986, hal 50-
56.
73 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan
Terbatas, Cetakan Kesatu, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 29
sebagaimana dikutip dalam Chairuddin Ismail, Direksi dan Komisaris
dalam Perbuatan Melawan Hukum oleh Perseroan Terbatas, Cetakan
Pertama, Jakarta: Merlyn Press, 2005, hlm. 22, dan Ali Rido, op cit, hlm.
50.
28 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Tujuan ini merupakan tujuan tersendiri dari suatu badan


hukum dan bukan kepentingan pribadi dari satu atau beberapa
anggota.74 Mengingat tujuan suatu badan hukum ini sebenarnya
hakikat dari dibentuknya suatu badan hukum, maka lazimnya
dinyatakan di awal pembentukan badan hukum tersebut. Dalm
dunia bisnis modern, tujuan ini dikenal dengan istilah “visi”.
Adapun upaya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan oleh
badan hukum tersebut sebagai subjek hukum yang mempunyai
hak dan kewajiban dalam lapangan dan pergaulan hukum di
masyarakat. Kini, upaya untuk mencapai tujuan ini umumnya
berbagai perusahaan meringkasnya dengan istilah “misi”.
Dengan kata lain, harta kekayaan yang terpisah tadi menjadi
salah satu alat untuk mencapainya tujuan suatu badan hukum.

c. Mempunyai Kepentingan Sendiri


Berkaitan dengan unsur kekayaan yang terpisah dari para
anggotanya yang digunakan untuk mencapai hakikat tujuan
yang sudah dicanangkan di awal pendiriannya, maka suatu
badan hukum mempunyai kepentingannya sendiri.75 Senada
dengan Ali Rido, Soenawar Soekowati pun memandang bahwa
kepentingan tersebut adalah hak-hak subjektif yang muncul
sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum, yang dengan
demikian pula kepentingan tersebut menjadi hak-hak yang
dilindungi oleh hukum. 76
Kepentingan-kepentingan inilah yang menjadi landasan bagi
suatu badan hukum untuk dapatmenuntutdanmempertahankan
kepentingannya itu terhadap pihak ketiga dalam pergaulan
hukum. Meyers menambahkan bahwa kepentingan ini haruslah
juga bersifat stabil.77

d. Mempunyai Organisasi yang Teratur


Sebagai subjek hukum di samping manusia, badan hukum
74 Ibid, hlm. 51.
75 Bandingkan Ibid, hlm. 52.
76 Ibid Lihat juga Chidir Ali, op cit., hlm. 97.
77 Ali Rido, op cit., hlm. 53.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 29

hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan bantuan


organnya, yang terdiri dari manusia. Adapun mengenai ruang
lingkup dan cara bagi para organ untuk mewakili badan hukum
tersebut diadakan pengaturannya dalam anggaran dasar, per-
aturan, atau pun keputusan rapat anggota.78 Anggaran dasar,
sebagai cerminan keadaan suatu organisasi yang teratur, me-
nentukan tata tertib organisasi dalam aktivitasnya dan bila
ada hal-hal yang belum tertampung dalam anggaran dasar
ini dapat diatur melalui keputusan-keputusan dalam rapat
umum pemegang saham.79 Badan Hukum itu meliputi dua
macam: Badan Hukum Publik dan Badan Hukum Perdata. 80
Untuk selanjutnya, studi tentang badan hukum dalam Tulisan
ini difokuskan pada Badan Hukum Perdata, khususnya yang
berbentuk Perseroan.

78 Ibid
79 Chairuddin Ismail, op cit., hlm. 23.
80 Lihat CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Cetakan Keenam, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984, hlm. 118; Chidir Ali,
op cit., hlm. 93-98.
30 ABDUL HALIM BARKATULLAH
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 31

BAB III
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PRINSIP
DAN DOKTRIN HUKUM PERSEROAN

A. Pengertian dan Perkembangan Prinsip Hukum


Perusahaan
Menurut segi etimologi, kata „prinsip‟ berasal dari bahasa
Inggris yaitu „principle‟. Menurut Dictionary of Philosophy,
“A principle may be a high grade law, on which a lot depends, or it
may be something like a rule.”81 Selain itu, Black‟s Law Dictionary
menyebutkan, “Principle is a basic rule, law, or doctrine.” 82 Dari
beberapa makna-katanya tersebut maka “prinsip”, atau sering
juga disebut “prinsip”, dalam konteks hukum dapat diartikan
sebagai suatu landasan atau dasar pijakan dalam menentukan
kaidah hukum yang akan dibuat dan diberlakukan.
Menurut Paton, prinsip adalah “A pinciple is the broad reason,
which lies at the base of a rule of law” (prinsip adalah suatu alam
pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya
suatu norma hukum).83 Sebagaimana ditegaskan pula oleh
Djuhaendah Hasan bahwa prinsip itu memiliki sifat yang
abstrak, sedangkan norma sifatnya konkrit. Oleh karenanya,
81 A. R. Lacey, A Dictionary of Philosophy sebagaimana dikutip dalam Bambang
Sunggono, Metodologi Tulisan Hukum, Cetakan Kelima, Jakarta: Rajawali
Pers, 2003, hlm. 89.
82 Bryan A. Garner (ed.), op.cit. , hlm. 1211.
83 Djuhaendah Hasan, Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Pembangunan
Hukum Indonesia, dalam Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka
Sistem Hukum Nasional, 70 Tahun Prof. Dr. Djuhaendah Hasan, SH Guru
Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung: Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran, 2007, hlm. 5.
32 ABDUL HALIM BARKATULLAH

prinsip merupakan jiwanya norma hukum, sehingga apabila


suatu norma tidak berlandaskan suatu prinsip, maka norma itu
kehilangan maknanya. 84
Soerjono Soekanto membedakan prinsip-prinsip hukum
tersebut dalam dua cara pembedaan: 1) prinsip-prinsip hukum
konstitutif dan prinsip-prinsip hukum regulatif; 2) prinsip-
prinsip hukum umum dan prinsip-prinsip hukum khusus.
Prinsip hukum konstitutif adalah kelompok prinsip yang harus
ada bagi kehidupan suatu sistem hukum, sedangkan prinsip-
prinsip hukum regulatif diperlukan ada bagi berprosesnya
sistem hukum tersebut. Kedua kelompok prinsip tersebut ada
yang berlaku umum, artinya harus ada pada setiap sistem
hukum. Ada pula kelompok prinsip hukum khusus, yaitu yang
merupakan perwujudan dari kekhususan masyarakat dan kebu-
dayaan yang tercermin dalam sistem hukumnya.85

B. Prinsip tentang Tanggung Jawab Terbatas


Prinsip tanggung jawab ini bermakna bahwa tanggung
jawab dari para pemegang sahamnya terbatas hingga sejumlah
nilai saham yang disertakannya sebagai modal Perseroan. Hal
ini juga menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat untuk
mendirikan usahanya dengan bentuk Perseroan. Tujuan dari
ditawarkannya tanggung jawab terbatas esensinya untuk meng-
gugah para pemilik modal menanamkan uangnya dalam suatu
badan usaha. Disamping itu, tanggung jawab terbatas juga
mendorong masuknya sumber daya modal ke dalam bisnis
yang produktif.86 Untuk memberikan jaminan terlindungnya
modal yang mereka tanamkan, maka tanggung jawab terbatas
menjadi sebuah posisi tawar yang sangat menarik bagi para pe-
modal. Akhirnya, tanggung jawab terbatas menjadi semacam
hak prerogatif dari pemodal tersebut.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
84 Ibid
85 Ibid, hlm. 73.
86 Ben Pettet, Company Law, Essex – United Kingdom: Pearson Education
Limited, 2001, hlm. 34.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 33

Terbatas (UUPT 2007) menegaskan, “Pemegang saham Perseroan


tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas
kerugian Perseroan yang melebihi saham yang dimiliki.” 87
Sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasannya, ketentuan ten-
tang tanggung jawab terbatas tersebut menjadi ciri penting Per-
seroan yang membatasi tanggung jawab pemegang sahamnya
hingga jumlah setoran saham yang dimilikinya saja dan tidak
meliputi harta kekayaan pribadinya.

C. Doktrin Ultra Vires


Menurut Black‟s Law Dictionary, ultra vires adalah kata sifat
yang bermakna “unauthorized; beyond the scope of power allowed
or granted by a corporate charter or by law <the officer was liable for
the firm‟s ultra vires action>.” 88 Sebaliknya, ultra vires berhadapan
dengan istilah intra vires yang berasal dari bahasa Latin juga dan
bermakna, ““within the powers (of)” Of or refering to an action taken
within a corporation‟s of person‟s scope of authority.” 89I
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami apabila di-
reksi dan dewan komisaris sebagai pengurus Perseroan dalam
menjalankan fiduciary duties-nya senantiasa mengacu kepada
anggaran dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan
yang relevan dengan maksud dan tujuan serta kegiatan atau
bidang usahanya, maka perbuatan-perbuatan hukum mereka
tergolong intra vires. Sebaliknya, apabila melakukan tindakan-
tindakan hukum di luar maksud dan tujuan serta kegiatan Per-
seroan sebagaimana ditentukan oleh anggaran dasar Perseroan
dan peraturan perundang-undangan tersebut, maka akan digo-
longkan sebagai ultra vires.
Doktrin ultra vires telah memainkan peran pentingnya dalam
perkembangan tentang kewenangan-kewenangan Perseroan
dalam lapangan hukum. Suatu perbuatan ultra vires adalah

87 UUPT 2007 Pasal 3 Ayat (1).


88 Bryan A. Garner, 2007, op cit., hlm. 732.
89 Ibod,, hlm. 370.
34 ABDUL HALIM BARKATULLAH

suatu perbuatan yang melampaui maksud dan tujuan serta


kewenangan suatu korporasi. Pada awalnya, hukum memandang
bahwa perbuatan ultra vires tersebut adalah perbuatan yang
tergolong void atau nietig atau batal demi hukum. 90 Artinya
suatu perbuatan ultra vires adalah batal sejak awal dilakukannya
perbuatan tersebut.
Akan tetapi dengan pendekatan semacam itu, pembentukan
suatu Perseroan dapat dipandang hanya untuk tujuan yang
terbatas (limited purposes) saja dan hanya dapat melakukan hal-
hal yang diamanatkan dalam anggaran dasar saja. Pandangan
demikian ini terbukti tidak dapat diterapkan, dinilai tidak adil
dan tidak realistis, karena memberi peluang kepada korporasi
untuk menerima manfaat dari suatu kontrak dan kemudian
menolak untuk melaksanakan kewajiban (prestasi) dengan
alasan bahwa kontrak tersebut ultra vires (tidak sesuai maksud
dan tujuan Perseroan). Doktrin ini juga dinilai mengganggu
terjaminnya perolehan hak dengan eksekusi penuh atas suatu
transaksi yang melibatkan suatu korporasi.91 Oleh karenanya,
pengadilan-pengadilan akhirnya mengadopsi pandangan bahwa
tindakan ultra vires adalah voidable atau vernietig ketimbang
dinyatakan void atau nietig.92
Ultra vires digunakan untuk menunjuk suatu tindakan
atau transaksi yang melampaui tujuan dan kewenangan dari
Perseroan.93 Artinya, tindakan direksi yang melampaui maksud
dan tujuan serta kegiatan Perseroan, maka tergolong sebagai
perbuatan ultra vires. Akan tetapi, apabila suatu tindakan direksi
menyimpang dari kewenangan yang sudah ditetapkan anggaran
dasar Perseroan, maka tindakan tersebut bukan perbuatan ultra

90 Robert W. Hamilton, The Law of Corporations, 3rd Edition, St. Paul-


Minnesota: West Publishing Co., 1991, hlm. 52; http://legal-dictionary.
thefreedictionary.com/Ultra+Vires ; http://law.jrank.org/pages/10965/
Ultra-Vires.html diakses pada 6 April 2009.
91 Ibid
92 Ibid
93 Jesse HAL Choper dan Melvin A. Eisenberg, Corporations- Gilbert Law
Summaries, Edisi Ketigabelas, Chicago: Harcourt Brace Legal and
Professional Publications, Inc., 1989, hlm. 24.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 35

vires, melainkan tindakan melampaui kewenangan.94

D. Doktrin Penyingkapan Tabir Perusahaan (Piercing the


Corporate Veil)
Black‟s Law memberikan pengertian mengenai piercing
the corporate veil sebagai berikut: “The judicial act of imposing
personal liability on otherwise immune corporate officers, directors,
and shareholders for the corporation‟s wrongful acts” (Tindakan
hukum yang mengakibatkan tanggung jawab pribadi atas
tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan
Perseroan(pejabat setara manajer ke atas), direksi dan para
pemegang saham Perseroan).95 Sedangkan corporate veil itu
sendiri dapat dipahami sebagai, “The legal assumPerseroanion that
the acts of a corporation are not the actions of its shareholders, so that
the shareholders are exemPerseroan from liability for the corporation‟s
actions” (Anggapan hukum bahwa tindakan-tindakan suatu Per-
seroan adalah bukan tindakan-tindakan dari para pemegang
sahamnya, agar para pemegang sahamnya dikecualikan dari
tanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
Perseroan).96
Bagi kepentingan kreditur Perseroan, tanggung jawab
terbatas mengurangi biaya-biaya penagihan. Artinya, kreditur
tidak perlu membawa tuntutan biaya-biaya penagihan individual
yang mahal dan tidak praktis terhadap sejumlah pemegang
saham dari perusahaan yang gagal dalam memenuhi kewajiban
mereka.97 Dari sisi pemegang saham Perseroan, tanggung jawab
terbatas mengindarkan biaya-biaya yang seharusnya terjadi
dalam tanggung jawab tidak terbatas (unlimited liability) pada

94 AP. Pohan, Menyibak Tirai Kemandirian Perseroan Terbatas, Tulisan ,


Surabaya: Universitas Airlangga, 2003, hlm. 96, dikutip dalam Herlien
Budiono, op cit., hlm. 257.
95 Black’s Law Dictionary, 2007, hlm. 527.
96 Ibid, hlm. 147.
97 R.C. Clark, The Regulation of Financial Holding Companies, (1979) 92 (4)
Harvard Law Review, hlm. 825 dikutip dalam Karen Vandekerckhove, op
cit., hlm. 7.
36 ABDUL HALIM BARKATULLAH

tiap transaksi yang dilakukan oleh Perseroan.98 Tanggung jawab


terbatas juga menghemat biaya-biaya asuransi yang dibutuhkan
pemegang saham apabila tanggung jawab mereka adalah tidak
terbatas (unlimited).99
Di satu sisi, tanggung jawab terbatas memiliki sejumlah
keuntungan atau manfaat bagi pemegang saham, sebagaimana
diuraikan di atas. Namun di sisi lainnya, sifat terbatas dari
tanggung jawab ini juga memiliki sejumlah hal yang dapat me-
rugikan pihak lain, terutama terbatasnya pemenuhan ganti rugi
di pihak ketiga semata-mata karena sifat terbatas dari tanggung
jawab pemegang saham. Dalam hal ini, ada pandangan bahwa
tanggung jawab terbatas menggeser atau mengubah risiko
kegagalan dari pemegang saham kepada para kreditur, dan hal
ini menciptakan potensi moral hazard.100 Oleh karenanya, dalam
perspektif ekonom, mekanisme piercing the corporate veil justru
akan mengoreksi aturan tanggung jawab terbatas. Dengan kata
lain, “To balance the benefits of limited liability against it costs”101
(untuk menyeimbangkan antara manfaat-manfaat dari tanggung
jawab terbatas dengan segala biaya-biaya (kerugian-kerugian)
yang muncul karenanya).
Piercing (atau lifting) the corporate veil atau yang kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “penyingkapan
(pengangkatan) tabir perusahaan” adalah sebuah konsep per-
tanggungjawaban yang berlaku dalam ruang lingkup hukum
perusahaan. Pada prinsipnya, doktrin ini merupakan terobosan
dalam hukum perusahaan, khususnya untuk perusahaan ber-
98 R.A. Posner, The Rights of Creditors of Affiliated Corporations, (1976) 43
University of Chicago Law Review, hlm. 506 dan 515, dikutip dalam Karen
Vanderkerckhove, loc cit.
99 F.HAL Easterbrook dan D.R. Fischel, The Economic Structure of Corporate
Law, Harvard University Press, Cambridge, 1991, hlm. 47, dikutip dalam
Karen Vandekerckhove, loc cit.
100 J.M. Landers, A Unified Approach to Parent, Subsidiary, and Affiliate
Questions in BankruPerseroancy, (1975) 42 University of Chicago Law
Review, hlm. 589, dikutip dalam Karen Vanderkerckhove, op cit., hlm. 8.
101 F.HAL Easterbrook dan D.R. Fischel, Limited Liability and the Corporations,
(1985) 52 University of Chicago Law Review, hlm. 112, dikutip dalam Karen
Vandekerckhove, loc cit.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 37

bentuk perseroan, atas tanggung jawab terbatas yang berlaku


dalam suatu perseroan. Konsep yang dikemukakan oleh dok-
trin ini tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang mun-
culnya kebutuhan akan tanggung jawab terbatas anggota
atau pemegang saham suatu Perseroan yang ditandai dengan
pemisahan kepribadian hukum (legal personality) antara suatu
korporasi dengan para pemegang sahamnya.
Pertumbuhan dari perusahaan kelompok memberi peluang
kepada grup usaha ini untuk menciptakan beberapa lapis tanggung
jawab terbatas, yang sebenarnya bertujuan untuk melindungi
investor atau pemegang saham yang utama (ultimate investor/
shareholder).102 Dalam konteks perusahaan kelompok ini pula,
Blumberg berpendapat bahwa penerapan tanggung jawab terbatas
untuk melindungi kepentingan induk perusahaan, demikian pula
halnya dengan investor yang utama, yang justru seringkali terjadi
secara signifikan sebagai konsekuensi dari pengakuan dari prinsip
pemisahan identitas atau entitas hukum (separate legal identity) suatu
korporasi dari para pemegang sahamnya.103

E. Prinsip Fiduciary Duties


Phillip dan Abe Herzberg menyebutkan bahwa “a fiduciary
relationshipis the relationship between a person in a position of
trust, the fiduciary, and the person for whose benefit the fiaduciary
acts.”104Dengan demikian, fiduciary duties meliputi pihak-pihak
(fiduciary dan beneficiary), tugas (duty), dan hubungan di antara
keduanya (fiduciary relationship). Di dalam suatu perusahaan,
yang termasuk ke dalam para pengemban tugas (fiduciary)
adalah corporate officers. Dalam struktur organisasi perusahaan
berbentuk Perseroan terbatas di Indonesia, yang dapat digolong-
kan ke dalam corporate officers yang secara langsung mengemban
tugas dari para pemegang saham selaku beneficiary (penerima
manfaat) ini adalah direksi dan dewan komisaris. Sebagai cata-
102 Ibid, hlm. 5.
103 Ibid
104 Phillip dan Abe Herzberg, Understanding Company Law, Ninth Edition,
Melbourne – Australia: LBC Information Service, 2000, hal 255.
38 ABDUL HALIM BARKATULLAH

tan, mengingat pihak yang menjadi beneficiary adalah peme-


gang saham, maka dapat dikatakan bahwa paradigma dalam
hubungan kepercayaan ini masih berorientasi pada shareholder
value. Artinya, kegiatan perusahaan dilaksanakan untuk me-
menuhi kepentingan para pemegang saham saja. Dalam per-
kembangannya, paradigma shareholder value ini sudah berubah
menjadi stakeholders value, sehingga yang menjadi beneficiary
dalam hubungan fidusia ini adalah perusahaan (corporation).
Artinya, kegiatan perusahaan dijalankan tidak lagi semata-
mata untuk memenuhi kepentingan pemegang saham, tetapi
lebih luas lagi mencakup berbagai kepentingan yang berkaitan
dengan perusahaan (stakeholders), baik yang bersifat internal
maupun eksternal.
Untuk menelusuri lebih jauh tentang fiduciary duties ini,
sebenarnya tidak ada satu standar yang menentukan kewajiban-
kewajiban (duties) yang tergolong duties dalam hubungan keper-
cayaan atau fidusia ini. Setiap ahli mengemukakan batasannya
sendiri berdasarkan prinsip dan pemahaman yang dianutnya.
Kendati demikian, Tulisan iniakan mengambil beberapa duties
yang bersifat universal dan umumnya tersirat dari kategorisasi
duties yang diajukan dalam berbagai referensi.
Pada dasarnya, fiduciary duties adalah prinsip yang lazim
dikenal di negara-negara beryurisdiksi Common Law. Secara
tradisional, negara-negara tersebut membagi dua duties dalam
hukum perusahaan, yaitu: common law duties of care and skill
dan fiduciary duties.105 Hal ini merupakan hasil dari pemikiran
bahwa direksi memiliki dua tipe fungsi yang dipisahkan oleh
hukum. Di satu sisi, direksi dapat dipandang sebagai trustee,
yang berperan untuk melindungi dan menjaga aset perusahaan
untuk beneficiary.106 Di sisi lainnya, direksi dipandang sebagai
pengusaha dinamis yang pekerjaannya untuk mengambil risiko
dengan modal yang ditanamkan dan investasi dari beragam pe-
megang saham.107
105 Ben Pettet, op cit., hlm. 173.
106 Ibid
107 Ibid
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 39

Seorang fiduciary dibebani kewajiban-kewajiban (duties)


untuk bersikap setia (loyalty), beritikad baik (good faith), dan
menghindari benturan kepentingan (the avoidance of conflict of
interests).108 Rincian dari setiap kewajiban ini tergantung dari
khususnya hubungan dan situasinya.

108 Phillip LiPerseroanon dan Abe Herzberg, loc cit.


40 ABDUL HALIM BARKATULLAH
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 41

BAB IV
PENDIRIAN PERSEROAN DENGAN
SISTEM AHU ONLINE

A. Akta Pendirian Perseroan


Perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasarkan
perjanjian, yang merupakan kumpulan modal yang terbagi
dalam saham. Pendirian Perseroan dilakukan oleh 2 orang atau
lebih dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia,
demikian pengaturan Pasal 1 angka (1) dan Pasal 7 ayat (1)
UUPT 2007. Akta pendirian Perseroan yang di dalamnya me-
muat anggaran dasar dan keterangan lain (Pasal 8 ayat (1)
UUPT 2007). Akta pendirian Perseroan merupakan akta notariil
yang dibuat oleh notaris, oleh karena itu pendirian Perseroan
termasuk perjanjian formal yaitu suatu perjanjian yang untuk
terbentuknya di samping adanya kata sepakat juga harus ada
bentuk tertentu yang merupakan syarat mutlak.
Notaris sebagai pejabat umum sebagaimana ditentukan Pasal
1 angka (1) UUJN yang menyatakan, bahwa “Notaris adalah
Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta Auten-
tik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini”. Berkenaan dengan akta otententik, Pasal
1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Suatu akta Autentik
adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”.
Sebagai pejabat umum, notaris berwenang membuat akta
42 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan


yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta Autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang. Demikian pengaturan
Pasal 15 UUJN.
Akta notaris merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan
oleh notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai kekuatan
pembuktian sempurna, demikian menurut ketentuan Pasal
1870 KUHPerdata dan Pasal 165 HIR. Akta notaris merupakan
bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan
dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat
dibuktikan. Selanjutnya, akta notaris sebagai alat bukti tulisan
yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti di
persidangan yang memiliki kedudukan sangat penting, demikian
pengaturan Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 165 HIR.
Pengertian akta notaris adalah akta Autentik yang dibuat
oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan oleh undang-undang, demikian ketentuan Pasal 1
angka 7 UUJN. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dibe-
dakan antara akta yang dibuat oleh notaris (relaas acten) dan akta
yang dibuat dihadapan notaris (partij acten). Dimaksud dengan
akta yang dibuat oleh notaris mengandung pengertian, bahwa
akta yang berisikan uraian tentang apa yang dilihat, disaksikan
oleh notaris sendiri dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk
akta notaris. Akta yang dibuat di hadapan notaris mengandung
makna, bahwa akta tersebut berisikan keterangan sesuai kehendak
para pihak yang bersangkutan yang membuat atau menyuruh
membuat akta itu untuk dituangkan dalam akta notaris109.
Akta yang dibuat oleh notaris sebagaimana dimaksud,
diantaranya akta pendirian Perseroan yang oleh UUPT 2007
109.http://Ibidwikipedia.org/wiki/akta_Notaris, diunggah pada 17 Juni
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 43

disyaratkan dibuat dalam bentuk akta notaris. Peran notaris


berkaitan dengan pendirian Perseroan berikut pengurusan
pengesahan sebagai badan hukum menjadi sangat penting
sebab masyarakat tidak dapat mengakses langsung melalui
AHU Online tersebut. Notaris melaksanakan sebagian dari tugas
negara dalam bidang hukum perdata. Pendirian Perseroan dalam
bentuk akta notaris merupakan salah satu persyaratan untuk
mengajukan permohonan kepada Menteri guna memperoleh
status badan hukum Perseroan.
Proses awal pendirian Perseroan diatur dalam Pasal 7 UUPT
2007, pasal tersebut menentukan, bahwa Perseroan didirikan
oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia. Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1)
UUPT 2007 menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan orang
adalah orang perorangan, baik warga negara Indonesia maupun
asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Lebih lanjut,
penjelasan pasal tersebut menegaskan prinsip yang berlaku
berdasarkan undang-undang ini bahwa pada dasarnya sebagai
badan hukum, Perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian dan
karenanya mempunyai lebih dari 1 orang pemegang saham.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) UUPT 2007, setiap
pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat
Perseroan didirikan. Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam
rangka peleburan ( Pasal 7 ayat (3) UUPT 2007). Penjelasan pasal
tersebut menentukan, bahwa dalam hal peleburan seluruh aktiva
dan pasiva Perseroan yang meleburkan diri masuk menjadi
modal Perseroan hasil peleburan dan pendiri tidak mengambil
bagian saham sehingga pendiri Perseroan hasil peleburan adalah
Perseroan yang meleburkan diri dan nama pemegang saham
Perseroan hasil peleburan tersebut adalah nama pemegang
saham dari Perseroan yang meleburkan diri.
Perseroan memperoleh kedudukan sebagai badan hukum
pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan yang bersangkutan, hal
2016.
44 ABDUL HALIM BARKATULLAH

ini diatur dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007. Apabila Perseroan
telah memperoleh status badan hukum dan pemegang saham
menjadi kurang dari 2 orang, maka dalam jangka waktu paling
lama 6 bulan terhitung sejak keadaan tersebut maka pemegang
saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian saham-
nya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham
baru kepada orang lain. Selanjutnya, jika setelah 6 bulan lewat
pemegang saham tetap kurang dari 2 orang, pemegang saham
bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan
kerugian Perseroan, demikian pengaturan Pasal 7 ayat (5), dan
(6) UUPT 2007.
Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2
orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(5), dan ayat (6) pasal tersebut, tidak berlaku bagi Perseroan
yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara atau Perseroan
yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, serta lembaga lainnya
sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pasar modal.
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 7 ayat (7) UUPT 2007.
Berkaitan dengan akta pendirian Perseroan pengaturannya
terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) UUPT 2007 yang menyebutkan,
bahwa akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan
lain. Selanjutnya, Pasal 8 ayat (2) UUPT 2007 menentukan, bahwa
keterangan lain memuat sekurang-kurangnya:
1. nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perorangan, atau
nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor
dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan
badan hukum dari pendiri Perseroan;
2. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, kewarganegaraan anggota direksi dan Dewan
Komisaris yang pertama kali diangkat;
3. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,
rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah
ditempatkan dan disetor.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 45

Lebih lanjut, dalam hal pembuatan akta pendirian, pendiri


dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa, demikian
Pasal 8 ayat (3) UUPT 2007. Berkaitan dengan anggaran dasar
Perseroan sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (1) UUPT 2007,
anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya:
1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
4. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan
modal disetor;
5. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah
saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada
setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
6. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan
Komisaris;
7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
8. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian ang-
gota Direksi dan Dewan Komisaris;
9. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Akta pendirian Perseroan dapat juga memuat ketentuan lain
selain sebagaimana tersebut yang tidak bertentangan dengan
undang-undang Perseroan, dan tidak boleh memuat ketentuan
tentang penerimaan bunga tetap atas saham dan ketentuan
tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak
lain. Demikian dimaksud ketentuan Pasal 15 ayat (2), dan ayat
(3) UUPT 2007.
Berkaitan dengan proses memperoleh status sebagai badan
hukum Perseroan, UUPT 2007 memanfaatkan jasa elektronik
modern yang dikenal dengan SABH, yang pengaturannya
terdapat dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 11 UUPT 2007.
Selanjutnya, menurut Pasal 9 ayat (3) UUPT 2007 apabila
pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan, maka pendiri
hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. Permohonan
untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud
harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 hari terhitung
46 ABDUL HALIM BARKATULLAH

sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, yang dilengkapi


keterangan mengenai dokumen pendukung, demikian dimaksud
Pasal 10 ayat (1) UUPT 2007.
Pasal 7 UUPT 2007 mengatur mengenai pendirian Perseroan
sebagai badan hukum. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
agar pendirian Perseroan sah sebagai badan hukum, yaitu:
1. harus didirikan oleh dua orang atau lebih;
2. didirikan dalam bentuk akta notaris;
3. dibuat dalam bahasa Indonesia;
4. setiap pendiri wajib mengambil bagian saham;
5. memperoleh pengesahan dari Menteri.
Syarat tersebut bersifat kumulatif bukan bersifat fakultatif,
hal ini dimaksud bahwa salah satu persyaratan tersebut tidak
dipenuhi, mengakibatkan pendirian Perseroan tidak sah sebagai
badan hukum110. Selanjutnya, menurut hukum pengertian
“pendiri” adalah orang-orang yang mengambil bagian dengan
maksud untuk mendirikan Perseroan. Lebih lanjut, orang-orang
tersebut melakukan suatu tindakan untuk mendirikan Perseroan
berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan111. Dengan demikian pendiri Perseroan
harus dilakukan oleh paling sedikit dua orang, jika kurang dari
dua orang tidak memenuhi syarat untuk mendirikan Perseroan.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007,
yang menyatakan bahwa: “Perseroan didirikan oleh 2 orang
atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa
Indonesia”.
Selanjutnya, berdasarkan penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT
2007 tersebut dimaksud dengan “orang” adalah orang per-
orangan (naturlijkpersoon), yakni perorangan atau pribadi kodrati
atau manusia secara alamiah (human being), baik warga negara
Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau
asing. Adapun yang dimaksud dengan orang termasuk juga

110 M. Yahya Harahap, Op Cit, hlm. 161-162


111 Charlesworth and Morse. 1991. Company Law. ELBS: Fourteenth Edition,
hlm. 98, dalam M Yahya Harahap, IbIbid
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 47

badan hukum yang lazim disebut baik rechtspersoon atau legal


person maupun legal entity, yakni orang yang tidak lahir secara
alamiah seperti manusia individu, kelahirannya diciPerseroana
melalui proses hukum yang memperoleh pengesahan dari
negara112.
Lebih lanjut, ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 juga
menegaskan, bahwa akta notaris merupakan syarat yang harus
dipenuhi untuk adanya suatu Perseroan. Tanpa akta notaris
akan meniadakan eksistensi Perseroan, sebab akta pendirian
Perseroan tersebut yang harus disahkan oleh Menteri113. Selain
dari pada itu akta notaril yang dibuat dihadapan notaris terse-
but harus menggunakan bahasa Indonesia114. Dengan demikian
ketentuan pasal ini bersifat memaksa dan oleh karena itu tidak
dapat dikesampingkan baik oleh para pendiri maupun Menteri115.
Akta notaris bukan hanya berfungsi sebagai alat bukti atas
kesepakatan/ perjanjian yang dibuat oleh para pendiri
Perseroan, tetapi akta notaris sekaligus berfungsi sebagai
solemnitatis causa yakni apabila tidak dibuat dalam bentuk akta
notaris, maka akta pendirian Perseroan tidak memenuhi syarat
untuk disahkan sebagai badan hukum oleh Menteri116. Menurut
ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPT 2007, akta pendirian dibuat
dihadapan notaris memuat juga anggaran dasar dan keterangan
lain yang berkaitan dengan pendirian Perseroan. Akta pendirian
memuat juga anggaran dasar Perseroan yang berisi antara lain
hal-hal sebagai berikut:
1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
4. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan
modal disetor;
112 Ibid, hlm. 163-164
113 Ibid, hlm. 172
114 Ibid
115 Ibid
116 Achmad Ichsan. 1987. Hukum Dagang Lembaga Perserikatan, Surat-Surat
Berharga, Aturan-Aturan Angkutan. Cetakan Keempat, Jakarta: Pradnya
Paramita, hlm.146
48 ABDUL HALIM BARKATULLAH

5. domisili Perseroan;
6. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah
saham;
7. untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada tiap
saham, dan nilai;
8. nominal setiap saham;
9. nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan
komisaris;
10. penetapan tempat dan tata cara penyelenggara RUPS;
11. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian ang-
gota direksi dan dewan komisaris;
12. tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden.
Adapun dimaksud dengan keterangan-keterangan lain
dalam akta pendirian menurut Pasal 8 ayat (2) UUPT 2007 me-
muat hal-hal sebagai berikut:
1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau
nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor
dan tanggal keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum dari pendiri Perseroan;
2. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, kewarganegaraan anggota direksi dan dewan
komisaris yang pertama kali diangkat;
3. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,
rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah
ditempatkan dan disetor.
Menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf a UUPT 2007,
pentingnya menyebut kewarganegaraan pendiri perseorangan
agar diketahui kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri.
Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk
Perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia. Namun, kepada warga negara asing maupun
badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan
badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan. Akan tetapi,
dengan ketentuan sepanjang undang-undang yang mengatur
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 49

bidang usaha Perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian


Perseroan itu diatur dengan peraturan perundang-undangan
tersendiri.
Pada alenia kedua penjelasan pasal tersebut dikatakan,
bahwa dalam hal pendiri adalah badan hukum asing, maka
nomor dan tanggal pengesahan badan hukum pendiri adalah
dokumen yang sejenis dengan itu, antara lain certificate of in
corporation. Dalam hal pendirinya badan hukum negara diper-
lukan peraturan pemerintah tentang penyertaan dalam Persero-
an. Adapun jika pendirinya daerah diperlukan peraturan daerah
tentang penyertaan daerah dalam Perseroan tersebut.
Ketentuan Pasal 8 ayat (3) UUPT 2007 menegaskan, bahwa
pembuatan akta pendirian Perseroan dihadapan notaris dapat
diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Setelah akta
pendirian Perseroan ditandatangani oleh para pendiri atau kua-
sanya, maka sejak saat itu Perseroan telah berdiri dan hubu-
ngan antara para pendiri adalah hubungan kontraktual karena
Perseroan belum berstatus sebagai badan hukum117. Berkaitan
dengan perbuatan hukum berupa perjanjian, agar mengikat
para pihak maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana di-
tentukan Pasal 1320 KUHPerdata, yakni:
1. adanya kesepakatan diantara mereka yang mengikatkan
dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. perikatan harus mengenai sesuatu hal tertentu;
4. perikatan harus mengenai sesuatu hal yang tidak berten-
tangan dengan hukum.
Akta pendirian Perseroan dibuat dalam bentuk akta notaris
yang bertujuan untuk terwujudnya kepastian hukum baik bagi
pihak-pihak terkait dalam perjanjian maupun terhadap pihak
ketiga yang berkepentingan.118 Perjanjian tersebut mempunyai
117Agus Budiarto. 2009. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian
Perseroan Terbatas, Edisi kedua, Ciawi-Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 34.
118 HALF.A. Vollmar. 1984. Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II,
Terjemahan I.S. Adiwimarta. Jakarta: Rajawali, Cetakan Pertama. hlm.
129-130.
50 ABDUL HALIM BARKATULLAH

daya berlaku ke dalam, akan tetapi dalam hal-hal lain tulisan


hanya mempunyai arti sebagai alat bukti apabila ada yang
menyangkal perjanjian tersebut119.
Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pendiri untuk
dan atas nama Perseroan yang belum memperoleh pengesahan
sebagai badan hukum dari Menteri, maka para pendiri bertang-
gung jawab secara renteng sepenuhnya bagi pihak ketiga
terhadap segala perbuatan atau tindakan-tindakan yang dila-
kukan atas nama Perseroan. Tindakan-tindakan demikian ha-
nya akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi Perseroan,
manakala setelah pendirian dinyatakan baik secara diam-diam
maupun dengan tegas, dan kalau hal ini tidak dilakukan maka
tidak mengikat Perseroan. Setelah mendapat pengesahan maka
pesero pengurus harus memberikan pertanggungan jawab
kepada Perseroan tentang segala tindakan yang dilakukan
pada waktu Perseroan belum berbadan hukum120.
Selanjutnya, Pasal 7 ayat (5) dan (6) UUPT 2007 menentukan,
bahwa:
(5) Setelah Perseroan memperoleh status sebagai badan
hukum dan pemegang sahammenjadi kurang dari 2 (dua)
orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang
bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya
kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham
baru kepada orang lain
(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap
kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham ber-
tanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan dan
kerugian Perseroan,dan atas permohonan pihak yang
berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan
Perseroan tersebut”.

119 Ibid
120 Rochmat Soemitro, Op Cit, hlm. 9
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 51

Meskipun pemegang saham kurang dariduaorang, Perseroan


tetap memiliki legalitas sebagai badan hukum dan selama jangka
waktu tersebut, semua perbuatan hukum yang dilakukan masih
tetap menjadi tanggung jawab Perseroan dan masih melekat
prinsip separe entity dan limited liability121. Larangan pemegang
saham tunggal secara konsePerseroanual memiliki makna
sebagai berikut:122
1. konsisten menerapkan unsur perjanjian dalam pendirian
Perseroan;
2. mencegah penyalahgunaan tanggungjawab pribadi dari
pemegangsaham denganmenggunakan/mengatasnamakan
Perseroan;
3. pemegang saham tunggal tidak mencerminkan Perseroan
sebagai badan usaha yang modalnya terdiri dari saham-
saham dengan tanggungjawab terbatas;
4. mewujudkan dasar kekeluargaan, yakni terhadap pelangga-
ran atas larangan ini berakibat pemegang saham tunggal
bertanggung jawab secara pribadi atas nama Perseroan ter-
hadap pihak ketiga.
Pemegang saham yang kurang dari dua orang dan telah
melampaui batas waktu enam bulan, pemegang saham tunggal
sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (5) tersebut wajib melakukan
tindakan alternatif, yaitu:123
1. mengalihkan sebagaian saham yang dimilikinya kepada
orang lain, atau;
2. mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
Menurut penjelasan Pasal 7 ayat (6) UUPT 2207, perikatan
dan kerugian yang menjadi tanggung jawab pribadi pemegang
saham adalah perikatan dan kerugian yang terjadi setelah lewat
waktu enam bulan tersebut. Dengan demikian, tidak termasuk
perikatan dan kerugian yang terjadi selama tenggang waktu

121 M. Yahya Harahap, Op Cit, hlm. 165


122 Agus Budiarto, Op Cit, hlm. 37.
123 M. Yahya Harahap, Loc Cit.
52 ABDUL HALIM BARKATULLAH

enam bulan sebagaimana ditentukan Pasal 7 ayat (6) UUPT 2007.


Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan
pembubaran Perseroan dan berdasarkan permohonan tersebut
pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan dimaksud.
Selanjutnya, pada alenia kedua penjelasan Pasal 7 ayat (6)
UUPT 2007 menyatakan bahwa dimaksud “pihak yang ber-
kepentingan” adalah pihak yang dapat mengajukan permoho-
nan pembubaran Perseroan dalam hal pemegang saham kurang
dari dua orang yaitu:
1. kejaksaan untuk kepentingan umum;
2. pemegang saham;
3. direksi;
4. dewan komisaris;
5. karyawan Perseroan;
6. kreditor dan/atau;
7. pemangku kepentingan (stake holder) lainnya.
Dalam kondisi demikian, Perseroan masih dapat melakukan
kegiatan usaha sepanjang tidak ada pihak yang mengajukan
pembubaran, dan tanggung jawab atas segala perikatan yang
timbul menjadi tanggung jawab pribadi pemegang saham.
Tanggung jawab terbatas sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat
(1) UUPT 2007 hapus dan menjadi gugur sehingga sampai harta
pribadi pemegang saham berdasar Pasal 3 ayat (2) UUPT 2007124.
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007, bahwa
pendiri dan pemegang saham Perseroan minimal dua orang,
namun ketentuan tersebut dikecualikan terhadap Perseroan
tertentu. Pengecualian dimaksud sebagaimana dinyatakan pada
Pasal 7 ayat (7) UUPT 2007, bahwa ketentuan yang mewajibkan
Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih, tidak berlaku
terhadap Perseroan tertentu. Berdasarkan penjelasan pasal
tersebut, status dan karakteristik yang khusus melekat pada Per-
seroan tertentu, maka persyaratan jumlah pendiri bagi Perseroan
tunduk dan diatur dalam peraturan perundang-undangan
tersendiri. Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (7) UUPT 2007 yang
124 Ibid, hlm. 167
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 53

termasuk kategori Perseroan tertentu yang tidak tunduk pada


syarat minimal jumlah pendiri dan pemegang saham minimal
dua orang atau lebih adalah:125
1. Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara;
2. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan
penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan
lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar modal.
Berdasarkan penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a UUPT 2007,
dimaksud “persero” adalah BUMN yang berbentuk Perseroan
yang modalnya terbagi dalam saham-saham yang diatur dalam
undang-undang tentang BUMN. Pengecualian dimaksud pasal
ini baru berlaku bagi BUMN yang berbentuk persero yang
seluruh sahamnya dimiliki oleh negara dan jika sahamnya tidak
dimiliki seluruhnya oleh negara maka berlaku ketentuan Pasal
7 ayat(1) UUPT 2007, yakni pemegang sahamnya minimal dua
orang.
Perseroan yang baru didirikan dengan akta pendirian yang
dibuat dihadapan notaris sudah dapat melakukan perbuatan
hukum, dalam praktik sering disebut “Perseroan dalam pen-
dirian”126, artinya para pendiri telah dapat melakukan kegiatan
usaha atas nama Perseroan yang bersangkutan, dan segala ke-
giatan yang dilakukan selama masa tersebut menjadi tanggung
jawab secara pribadi para pendirinya sampai perbuatan hukum
tersebut diterima, diambil alih atau dikukuhkan oleh Perseroan
setelah memperoleh pengesahan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal
14 UUPT 2007, yakni:
(1) Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum
memperolehstatus badan hukum hanya boleh dilakukan
oleh semua anggota direksi bersama-sama para pendiri
serta semua anggota dewan komisaris perseroan, dan
mereka bertanggungjawab secara tanggung renteng atas

125 Ibid, hlm. 168


126.Habib Adjie. 2008. Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan
Tanggungjawab Sosial PT, Bandung: Mandarmaju, hlm. 24-25
54 ABDUL HALIM BARKATULLAH

perbuatan hukum yang dilakukan.


(2) Apabila para pendiri melakukan perbuatan hukum atas
nama Perseroan yang belum memperoleh status badan
hukum, maka perbuatan hukum yang dilakukan terbut
menjadi tanggungjawab pendiri yang bersangkutan dan
tidak mengikat Perseroan.
(3) Apabila perbuatan hukum dilakukan oleh semua anggota
direksi bersama-sama para pendiri dan dewan komisaris
Perseroan, karena hukum menjadi tanggungjawab Perse-
roan setelah Perseroan tersebut memperoleh status ba-
dan hukum”.
Perseroan berdiri sah sebagai badan hukum setelah mem-
peroleh pengesahan dari Menteri, pengesahan diterbitkan dalam
bentuk keputusan Menteri yang disebut keputusan pengesahan
badan hukum Perseroan, demikian dinyatakan Pasal 7 ayat
(4) UUPT 2007. Tata cara dan prosedur permohonan untuk
memperoleh status badan hukum Perseroan diatur pada Pasal
9 dan 10 UUPT 2007, dan Permen Hukum dan Ham No. 4/14.
Menurut ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007 untuk mem-
peroleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan akta pen-
dirian Perseroan sebagai badan hukum, pendiri secara bersama-
sama mengajukan permohonan melalui SABH secara elektronik
kepada Menteri. Selanjutnya, menurut ketentuan Pasal 9 ayat
(3) UUPT 2007 dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri per-
mohonan pengesahan, pendiri hanya dapat memberikan kuasa
kepada notaris. Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal
9 ayat (1) dan ayat (3) UUPT 2007 tersebut, yang dapat meng-
ajukan permohonan pengesahan akta pendirian Perseroan
sebagai badan hukum kepada Menteri adalah pendiri Perseroan
secara bersama-sama atau dalam hal pendiri tidak mengajukan
sendiri, maka pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada
notaris.
Selanjutnya, ketentuan Pasal 1 ayat (4) Permen Hukum
dan Ham No. 4/14 menentukan, bahwa yang berhak untuk
mengajukan permohonan adalah calon pendiri bersama-sama.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 55

Namun untuk melakukan pengajuan permohonan, calon pen-


diri memberikan kuasa kepada notaris. Secara formal yang
mengajukan permohonan adalah notaris dalam kapasitas selaku
kuasa dari calon pendiri Perseroan. Pemohon adalah calon
pendiri bersama-sama memberikan kuasa kepada notaris untuk
mengajukan permohonan melalui SABH, demikian dimaksud
Pasal 1 ayat (4) Permen Hukum dan Ham No. 4/14.
Ketentuan pasal tersebut menegaskan, bahwa calon pendiri
tidak dapat langsung melakukan permohonan pengesahan Per-
seroan sebagai badan hukum, sehingga calon pendiri menunjuk
notaris selaku kuasa untuk bertindak melakukan permohonan
pengesahan tersebut. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak
semua calon pendiri memahami proses pengajuan pengesahan
Perseroan sebagai badan hukum sehingga harus dilakukan oleh
orang yang mengerti dan profesional dalam bidang itu dalam
hal ini notaris127. Selanjutnya, notaris mengajukan permohonan
pengesahan pendirian Perseroan sebagai badan hukum kepada
Menteri, demikian ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPT 2007.
Prosedur pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian
Perseroan sebagai badan hukum, diajukan oleh pemohon me-
lalui jasa teknologi informasi AHU- Online secara elektronik.
Jasa teknologi informasi AHU - Online adalah jenis pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan
badan hukum Perseroan, demikian pengaturan Pasal 9 ayat (1)
UUPT 2007 berikut penjelasannya. Selanjutnya, menurut Pasal 1
ayat (3) Permen Hukum dan Ham No. 4/14, AHU Online adalah
sistem pelayanan administrasi Perseroan secara elektronik yang
diselenggarakan oleh Dirjen AHU. Permen Hukum dan Ham No.
4/14 tersebut mengatur baik mengenai pengajuan permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan maupun permohonan
persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan
pemberitahuan perubahan data Perseroan.

B. Teknis dan Mekanisme Pendirian Perseroan


127 Ibid, hlm. 175
56 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Sebagai konsekuensi dari pengertian peseroan adalah badan


hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka Pasal 7
ayat (1) UUPT mensyaratkan bahwa Perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau “lebih” dengan akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia. Bahwa definisi atau persyaratan ini terdapat
unsur-unsur pokok: “oleh dua orang orang”, “akta notaris” dan
“bahasa Indonesia”128. Sekurang-kurangnya harus 2 (dua) orang
karena dalam mendirikan Perseroan harus didasarkan pada
perjanjian, atau yang disebut asas kontraktual sesuai Pasal 1313
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dimana suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, sehingga
tidak mungkin dalam pendirian Perseroan Terbatas hanya di-
buat oleh satu orang saja. Yang dimaksud “orang” disini adalah
orang perseorangan atau badan hukum.
Dalam perjanjian pendirian Perseroan diperlukan akta notaris
karena akta yang demikian merupakan akta otentik. Dalam
hukum pembuktian, akta otentik dipandang sebagai suatu alat
bukti yang mengikat dan sempurna. Artinya bahwa apa yang
ditulis di dalam akta tersebut harus dipercaya kebenarannya
dan tidak memerlukan tambahan alat bukti lain. Jika yang
diajukan bukan akta notaris maka permohonan pengesahan akta
pendirian Perseroan terbatas dapat ditolak oleh Kementerian
Hukum dan HAM, sehingga akan berakibat Perseroan tidak
berbadan hukum129. Perjanjian pendirian Perseroan Terbatas
yang dilakukan oleh para pendiri tersebut dituangkan dalam
suatu akta notaris yang disebut dengan “Akta Pendirian”. Akta
Pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai macam hak-hak
dan kewajiban para pihak pendiri Perseroan dalam mengelola
dan menjalankan Perseroan tersebut. Hak-hak dan kewajiban-
kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya
disebut dengan “Anggaran Dasar” Perseroan, sebagaimana
128 I.G.Rai Widjaya. 2006. Hukum Perusahaan. Bekasi:Megapoint Divisi dari
Kesaint Blanc, hlm. 153.
129 R. Subekti. 1978. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita, hlm.
27.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 57

ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (1) UUPT. Pasal tersebut


menegaskan bahwa akta pendirian memuat anggaran dasar dan
keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.
Dalam Pasal 8 ayat (2) “keterangan lain” tersebut memuat
sekurang-kurangnya :
1) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal dan kewarganegaraan pendiri Perseroan, atau nama,
tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan
tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum dari pendiri Perseroan;
2) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan
Komisaris yang pertama kali diangkat; dan
3) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,
rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang telah
ditempatkan dan disetor.
UUTP juga mengatur tentang hal-hal yang tidak boleh
dimuat di dalam akta pendirian. Adapun hal-hal yang tidak
boleh dimuat dalam akta pendirian sebagaimana ditetapkan
Pasal 15 ayat (3) UUPT yaitu :
a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham;
b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada
pendiri atau pihak lain.
Dalam mendirikan Perseroan tidak cukup dengan cara
membuat akta pendirian yang dilakukan dengan akta otentik.
Merupakan suatu keharusan setelah akta pendirian Perseroan
selesai dibuat, mendapat pengesahan dari Menteri agar Per-
seroan memperoleh status badan hukum. Selanjutnya untuk
dapat memperoleh pengesahan tersebut, menurut Pasal 9 ayat
(1) UUPT prosedur yang harus ditempuh adalah para pendiri
Perseroan Terbatas tersebut secara bersama-sama atau melalui
kuasanya mengajukan permohonan melalui jasa teknologi infor-
masi sistem administrasi badan hukum melalui AHU Online
secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian
yang memuat sekurang-kurangnya :
58 ABDUL HALIM BARKATULLAH

a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;


b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
Terhadap permohonan ini Pasal 10 ayat (1) UUPT mene-
tapkan jangka waktu memprosesnya dalam waktu paling lama
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian
ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai “dokumen
pendukung”. Apabila “dokumen pendukung” telah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri
langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan yang
bersangkutan secara elektronik. Maksudnya adalah bahwa per-
mohonan yang diajukan tersebut sudah memenuhi syarat dan
kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Sebaliknya apabila dokumen pendukung tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri
langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada
pemohon secara elektronik. Dalam jangka waktu paling lam-
bat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan
“tidak keberatan” Menteri, pemohon yang bersangkutan wajib
menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri
“dokumen pendukung”. Apabila semua persyaratan telah dipe-
nuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empatbelas) hari, Menteri
menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum
Perseroan yang ditandatangani secara elektronik. Dengan di-
perolehnya pengesahan dari Menteri yang berarti berlakunya
Anggaran Dasar Perseroan secara menyeluruh terhadap semua
pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang ber-
kepentingan dengan Perseroan, maka praktis Anggaran Dasar
Perseroan telah menjadi “Undang-undang” bagi semua pihak.
Status badan hukum Perseroan tersebut mempengaruhi
tanggung jawab Perseroan Terbatas dalam tindakannya. Ter-
hadap kerugian yang diderita Perseroan berakibat para pe-
megang saham bertanggungjawab terbatas sebesar saham
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 59

yang dimasukkan. Seperti halnya ketentuan sebelumnya da-


lam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, UUPT juga me-
wajibkan dilaksanakannya pendaftaran dan pengumuman
Perseroan. Kewajiban pendaftaran dan pengumuman tersebut
diselenggarakan oleh Menteri, sesuai Pasal 29 dan Pasal 30
UUPT130.
Adapun yang wajib diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia adalah :
a. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri;
b. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan
Menteri;
c. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pembe-
ritahuannya oleh Menteri.
Pengumuman oleh Menteri dilakukan dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbit-
kannya Keputusan Menteri atau sejak diterimanya.

C. Sistem Pendaftaran Perseroan dengan Sistem AHU


Online
1. Pengertian Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH)
dengan sistem AHU Online
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Administrasi Hu-
kum Umum, mempunyai unit kerja yang memberikan pelaya-
nan kepada publik yaitu pelayanan jasa hukum kepada masya-
rakat di bidang pengesahan badan hukum yang berbentuk
Perseroan. Pelayanan tersebut dilaksanakan dalam suatu sis-
tem yang disebut Sistem Administrasi Badan Hukum yang
sekarang disempurnakan dengan AHU Online. AHU Online
disempurnakan dari Sistem Administrasi Badan Hukum
yang dahulu disebut Sisminbakum memiliki berbagai macam
pengertian. Sisminbakum adalah sistem komputerisasi dalam
proses pengesahan/persetujuan pendirian suatu badan
130 Ahmad Yani & Gunawan Wijaya. 1999. Seri Hukum Bisnis Perseroan
Terbatas. Jakarta: PT. RajaGrafindo Widjaja, hal .30.
60 ABDUL HALIM BARKATULLAH

hukum oleh Direktorat Jenderal Administrasi hukum Umum


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 131. Sisminbakum
dalam Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor : M-01.HT.01.01. tahun 2000 dise-
butkan sebagai Penerapan Sistem Administrasi Badan hukum
adalah penerapan prosedur permohonan pengesahan Perseroan
dengan menggunakan komputer atau dengan fasilitas home
page/web site. Pengertian Sisminbakum lainnya menyebutkan
Sisminbakum sebagai suatu sistem komputerisasi dalam proses
pengesahan/persetujuan pendirian suatu badan hukum oleh
Direktorat Jenderal Administasi hukum Umum Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.132
Sistem Administrasi Badan Hukum oleh Syamsuddin
Manan Sinaga disebut sebagai suatu bentuk pelayanan kepada
masyarakat yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik dengan menggunakan sistem kom-
puterisasi dalam memproses permohonan pengesahan akta
pendirian dan permohonan persetujuan dan penerimaan/la-
poran perubahan anggaran dasar Perseroan , yang dilakukan
secara online yang dapat diakses oleh seluruh notaris pada
situs http://www.sisminbakum.com.133 Sekarang pengaksesan
Sistem Administrasi Badan Hukum telah berganti menjadi
http://www.ahu.go.id. Sejak diambil alih pengoperasiannya
oleh AHU Online.
Sekarang ini penyebutan Sisminbakum telah diubah menjadi
SABH dan diubah lagi menjadi AHU Online. Dalam Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan hukum
131Muhammad Azhari dan Rudi Indrajaya.2001. Mengenal
Sisminbakum, Cet. II. Bandung: CV. Dinamika Putera, hlm.17.
132 Romli Atmasasmita. 2001. Sistem Administrasi Badan Hukum. Media
Notariat , hal 61.
133Syamsuddin Manan Sinaga. 2004. Kebijakan Pemerintah Dibidang
Kenotariatan Perseroan Terbatas Dan Yayasan. Media Notariat (Edisi
SePerseroanember-Oktober 2004), hlm. 70.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 61

dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta penyampaian


Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan
Data Perseroan Terbatas. Sistem Administrasi Badan Hukum
yang selanjutnya disingkat SABH yang sekarang menjadi AHU
Online adalah jenis pelayanan jasa hukum yang diberikan
kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum
Perseroan, yayasan dan perkumpulan dengan menggunakan
sistem teknologi informasi secara elektronik yang dapat diakses
secara online yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum yang dipadukan dengan layanan
lain dan disempurnakan.
Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) melalui AHU
Online mencakup keseluruhan fungsi dari sistem tersebut. Bukan
hanya sebagai suatu sistem yang digunakan dalam proses pe-
ngesahan/persetujuan pendirian suatu badan hukum oleh
Direktorat Jenderal Administasi hukum Umum Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, tetapi juga
pengesahan yayasan dan perkumpulan yang diselenggarakan
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kehadiran
AHU Online perubahan dari SABH sebagai peremajaan dari
Sisminbakum diharapkan akan mempermudah pekerjaan
(simplifikasi). Kemudian fungsi pelayanan pun akan lebih cepat,
akurat, efisian serta tepat waktu.

2. Pengaturan Sistem Administrasi Badan Hukum Yang


Menjadi AHU Online
Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum dida-
sarkan pada :
1) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia yang berhubungan dengan pengaturan
tata cara penyampaian ataupun tata cara pengajuan permo-
honan :
a) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia tanggal 4 Oktober 2000 nomor M-01.
HT.01.01 tahun 2000 tentang Pemberlakuan Sistem
62 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Administrasi Badan Hukum Di Direktorat Jenderal Ad-


ministrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
b) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia tanggal 12 Juli 2002 nomor M-05.
HT.01.01 tahun 2002 tentang Pemberlakuan Sistem
Administrasi Badan HukumDi Direktorat Jenderal Ad-
ministrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia yang berhubungan dengan pengaturan tata cara
penyampaian ataupun tata cara pengajuan permohonan :
a) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.HH-02.AH.01.10 Tahun
2009 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Penge-
sahan Badan hukum Perseroan, Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar, Penyampaian pemberitahuan Per-
ubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan;
b) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.HH-03.AH.01.01 Tahun
2009 tentang Daftar Perseroan;
c) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia tanggal 21 SePerseroanember 2007
nomor M.02.HT.01.10 tahun 2007 tentang Tata Cara Pe-
ngumuman Perseroan Terbatas Dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia.
3) Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum
berkaitan dengan Sistem Administrasi Badan Hukum:
Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum
Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia tanggal 22 Januari 2003 nomor C-01.HT.01.01
tahun 2003 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan
Pengesahan Akta PendirianDan Persetujuan Akta Perubahan
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.
4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 63

Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas


Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun 2014
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan
Badan hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
serta penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran
Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.

3. Maksud dan Tujuan Berlakunya AHU Online


Pemberlakuan AHU Online, dalam pemberian pengesahan
badan hukum Perseroan terbatas yang memanfaatkan teknologi
canggih dengan menggunakan jaringan internet untuk memberi
pelayanan jasa hukum di bidang pengesahan badan hukum
Perseroan sehingga pelayanan kepada publik dapat dilakukan
dengan cepat dan tepat waktu. Pengadministrasian proses Pen-
dirian dan Perubahan Badan Hukum (terbuka maupun tertutup)
di Indonesia,kedalam suatu Bank Data (database) sehingga
akan meningkatkan kinerja Direktorat Administrasi hukum
Umum Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia di bidang pelayanan masyarakat.
Menurut Pasal 2 Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M-01.HT.01.01
TAHUN 2000 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi
Badan Hukum Di Direktorat Jenderal Hukum Umum Kemen-
terian Hukum Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
SISMINBAKUM diberlakukan pada :
a. Pengesahan akta pendirian atau persetujuan perubahan
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas;
b. Permohonan lain yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Pembuatan dan program aplikasi Badan hukum ini diper-
gunakan sebagai pengelola, baik di dalam pengurusan akta per-
usahaan sampai pengesahannya maupun sebagai pengelola bank
data (data base) perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sistem
ini akan terus berkembang dengan pengembangan ke aplikasi
keseluruh instansi yang terkait, sehingga pada akhirnya seluruh
64 ABDUL HALIM BARKATULLAH

proses yang berhubungan dengan pengurusan dan eksistensi


perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan pelayanan
satu atap yang akan mempermudah para notaris dalam proses
pengadministrasian dan pendaftaran perusahaan.
Sistem online bukan saja untuk meningkatkan pelayanan
Notaris dalam pengesahan Perseroan terbatas tetapi juga
untuk membantu kinerja Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia dalam mengadministrasi dan mengembangkan suatu
penyimpanan data-data tentang Perseroan terbatas agar lebih
tertib administrasi dan lebih mudah untuk melakukan pene-
lusuran data. AHU Online diharapkan memberikan layanan
hukum kepada masyarakat, instansi maupun lembaga untuk
mewujudkan pelayanan prima dengan mengutamakan pela-
yanan yang professional, cepat, tepat, efisien, murah dan bebas
pungli.

D. Penggunaan Sistem AHU Online dalam Proses


Pendaftaran Perseroan untuk Memperoleh Status
Badan Hukum
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terus mela-
kukan pembenahan, termasuk dalam proses pendirian badan
hukum status Perseroan. Pada tanggal 8 Agustus 2014 Kemen-
terian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menerapkan sistem
pendaftaran Perseroan dengan sistem pendaftaran AHU Online.
AHU online.
Pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian Per-
seroan sebagai badan hukum menurut ketentuan Pasal 9 ayat (1)
UUPT 2007 dilakukan dengan cara mengisi format isian, yang
memuat sekurang-kurangnya:
1. nama dan tempat kedudukan Perseroan
2. jangka waktu berdirinya Perseroan
3. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan
4. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor
5. alamat lengkap Perseroan.
Untuk melakukan pengesahan pendirian Perseroan melalui
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 65

AHU Online yang dilakukan oleh notaris yaitu sebagai berikut:


a. masuk ke halaman website AHU http://www.ahu.web.id
b. Klik menu Perseroan terbatas
c. Masuk ke halaman Pendirian Perseroan menu
d. Masukkan nomer Voucher Pengesahan Badan hukum Per-
seroan, nomor pemesanan dan kode pembayaran
e. Mengisi form pendirian
1) Pada form pendirian berfungsi untuk melakukan input
pendirian Perseroan, dalam form pendirian yang ter-
dapat beberapa fitur diantaranya yaitu seperti data Per-
seroan terdiri nama Perseroan, jenis Perseroan, npwp
Perseroan, jangka waktu.
2) Mengisi kedudukan Perseroan.
3) Maksud dan tujuan Perseroan.
4) Akta notaris yang terdiri dari nomor akta, tanggal akta.
5) Modal dasar, moda dasar minimal Rp. 50.000.000,-., serta
Modal yang ditempatkan tidak boleh kurang 25% dari
modal dasar. Dan modal disetor menampilkan modal
sesuai dengan modal ditempatkan.
6) Pengurus dan Pemegang Saham. Yang terdiri dari peng-
urus dan pemegang saham WNI dan Pemegang saham
dan pengurus asing. Mengisi data pengurus dengan
form yang telah ditentukan.
f. Masuk kehalaman Pra Tinjau pengisisan data Perseroan,
fungsi halaman pratinjau adalah untuk dilihat kembali adanya
data yang tidak sesuai dengan akta pada saat penginputan
atau data yang salah saat melakukan penginputan sebelum
tersimpan. Pratinjau akan berlaku selama 7 hari.
g. Masuk kehalaman daftar transaksi Perseroan.
h. Maka di daftar transaksi Perseroan akan muncul SK Peng-
esahan dan lampiran Perseroan.
Selanjutnya, dimaksud format isian adalah bentuk pengisian
data yang dilakukan secara elektronik untuk permohonan peng-
ajuan pemakaian nama Perseroan, pengesahan badan hukum
dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, serta
66 ABDUL HALIM BARKATULLAH

penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan


perubahan data Perseroan. Demikian pengaturan Pasal 1 angka 5
Permen Hukum dan Ham No. 4/14. Format isian sebagaimana
tersebut, mengatur hal-hal sebagai berikut 134:
1 format isian pengajuan pemakaian nama Perseroan yang
selanjutnya disebut format pengajuan nama adalah format
isian untuk pengajuan nama Perseroan yang akan dipakai
dalam pendirian Perseroan ataupun perubahan nama Per-
seroan,
2 format isian pendirian yang selanjutnya disebut format
pendirian adalah format isian untuk permohonan pengesahan
badan hukum Perseroan,
3 format isian persetujuan perubahan anggaran dasar yang
selanjutnya disebut format perubahan anggaran dasar I
adalah format isian untuk permohonan persetujuan per-
ubahan anggaran dasar Perseroan
4 format isian pemberitahuan perubahan anggaran dasar
yang selanjutnya disebut format perubahan anggaran dasar
II adalah format isian untuk pemberitahuan perubahan
anggaran dasar,
5 format isian pemberitahuan perubahan data Perseroan yang
selanjutnya disebut format perubahan data Perseroan
adalah format isian untuk pemberitahuan perubahan data
Perseroan yang diwajibkan oleh undang- undang.
Berdasarkan hasil Tulisan , proses awal pendirian Perseroan
melalui AHU Online dilakukan melalui suatu proses yang diawali
dengan pembelian voucher pada Bank BNI sebesar Rp 200.000,-.
Langkah tersebut dilakukan sebagai sarana untuk dapat meng-
akses proses pengecekan dan pemesanan nama Perseroan.
Pembelian voucher tersebut sebagai bentuk pembayaran PNBP
pengecekan dan pesan nama Perseroan.
Berkaitan dengan jangka waktu permohonan untuk
134 Dapat dilihat Pasal 1 angaka 5, 6, 7, 8, Permen Kumham 4/14 Tentang Tata
Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 67

memperoleh keputusan Menteri melalui AHU Online sebagai-


mana dijelaskan di atas, menurut ketentuan Pasal 10 ayat (1)
UUPT 2007, harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60
hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani,
dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Lewat
dari jangka waktu tersebut, akta pendirian menjadi batal karena
hukum, dan Perseroan yang belum memperoleh status badan
hukum menjadi bubar karena hukum dan pemberesannya
dilakukan oleh pendiri.
Jadi, Pengguna sistem AHU Online dalam proses pendaftaran
Perseroan untuk memperoleh status badan hukum yaitu me-
lakukan pendaftaran yang dilakukan oleh notaris dengan
mengisi format isian. yang dimaksud format isian adalah ben-
tuk pengisian data yang dilakukan secara elektronik untuk per-
mohonan pengajuan pemakaian nama Perseroan, pengesahan
badan hukum dan pemberian persetujuan perubahan anggaran
dasar, serta penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran
dasar dan perubahan data Perseroan. Demikian pengaturan
Pasal 1 angka 5 Permen Hukum dan Ham No. 4/14.
Sistem pendaftaran ini jika dibandingkan dengan sistem
sebelumnya mengalami perkembangan yang lebih baik, tapi
dalam praktiknya masih banyak kendala-kendala yang dihadapi,
salah satunya yaitu jaringan yang selalu dalam masa perbaikan
dan sering sekali mengalami gangguan sistem yang sangat
mengganggu notaris dalam melakukan pendaftaran Perseroan,
terlebih lagi sekarang AHU Online bukan hanya melayani
pendaftaran Perseroan, tapi juga yayasan, perkumpulan dan
koperasi135.

E. Fungsi Pengesahan Akta Pendirian Melalui AHU Online


Dihubungkan dengan Kepastian Hukum
Berkaitan dengan AHU Online, pengaturannya terdapat
dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007, selanjutnya pasal tersebut
135Wawancara dengan Notaris Henny Supiyanty, SH di Banjarmasin, 18
November 2016
68 ABDUL HALIM BARKATULLAH

menegaskan, bahwa akta pendirian Perseroan memperoleh


kedudukan sebagai badan hukum pada tanggal diterbitkannya
keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum ter-
sebut. Praktik AHU Online yang berkaitan dengan pengesahan
Perseroan sebagai badan hukum dilakukan melalui proses yang
dimulai dari pengecekan dan pememesanan nama Perseroan,
dilanjutkan dengan mengisi format isian dan membuat per-
nyataan, kesemuanya dilakukan oleh notaris secara online.
Apabila semua persyaratan telah dipenuhi, proses terakhir
adalah pencetakan keputusan Menteri oleh notaris.
Menurut penulis, ketentuan pasal tersebut apabila dihu-
bungkan dengan praktik AHU Online mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan hanya bersifat teknis administratif.
Fungsi pengesahan oleh Menteri adalah untuk memperoleh
status badan hukum dari Perseroan itu sendiri. Selanjutnya, me-
nurut penulis keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan perlu dipertimbangkan kembali.
Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum
apabila menghadapi persoalan dalam operasionalnya. Pertang-
gungjawaban Perseroan akan dikembalikan kepada para peme-
gang saham, direksi, komisaris Perseroan yang bersangkutan.
Hemat penulis, status badan hukum Perseroan sebaiknya dipe-
roleh setelah akta pendirian Perseroan diselesaikan dihadapan
notaris, dengan demikian ketika akta pendirian Perseroan telah
diselesaikan dengan sempurna oleh notaris, pada saat itu juga
Perseroan telah memperoleh akta pendirian sebagai badan
hukum, dan notaris hanya mendaftarkan akta pendirian Per-
seroan melalui AHU Online kepada Menteri.
Berkaitan dengan pengajuan permohonan untuk mem-
peroleh keputusan Menteri, Pasal 9 ayat (3) UUPT 2007 me-
nyatakan bahwa, “Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris”. Me-
nurut penulis, ketentuan pasal tersebut kurang tepat, hal ini
dapat dijelaskan bahwa notaris sebagai pejabat umum dalam
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 69

menjalankan jabatannya dalam bidang hukum keperdataan


dan pengemban sebagian dari tugas negara, sudah menjadi
kewajibannya untuk mengajukan permohonan memperoleh
keputusan Menteri. Karenanya kuasa dari para pendiri kepada
notaris sebenarnya tidak diperlukan lagi. Praktik permohonan
untuk memperoleh keputusan Menteri mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan melalui AHU Online, hanya dapat
dilakukan oleh notaris yang memiliki user id dan pass word
sehingga kerahasiaan dokumen para pendiri Perseroan dapat
terlindungi.
Berkaitan dengan batas waktu pengajuan permohonan
untuk memperoleh keputusan Menteri harus diajukan kepada
Menteri paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal akta
pendirian ditandatangani, dan dilengkapi keterangan mengenai
dokumen pendukung, demikian sebagaimana dimaksud Pasal
10 ayat (1) UUPT 2007. Menurut hemat penulis, ketentuan
pasal ini secara yuridis tidak dapat dipertanggungjawabkan
validilitas-legalitasnya. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa dalam
undang-undang baik di dalam konsideran maupun pada
bagian penjelasan tidak diketemukan keterangan mengenai legal
rationing atau ratio legis dari ketentuan pasal tersebut.
Setiap tindakan badan atau pejabat administrasi negara
dalam suatu negara hukum harus berdasarkan atas hukum dan
asas demikian disebut asas legalitas. Implementasi asas legalitas
dilakukan melalui attributif, sehingga setiap wewenang badan
atau pejabat administrasi negara diperoleh melalui wewenang
attributif136. Sebagai perwujudan dari negara hukum diantaranya
adalah perlindungan hak dan kewajiban warga negara suatu
negara melalui ketentuan hukum, terutama aturan-aturan tertulis
yang berupa peraturan perundang-undangan. Selanjutnya,
dalam negara hukum semua tindakan penyelenggara negara dan
pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundang-unda-
ngan. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mulai dari
tingkat tertinggi, yaitu undang-undang dasar dan selanjutnya
136Marcus Lukman. 1996. Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang
70 ABDUL HALIM BARKATULLAH

dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan


di bawahnya.
Selanjutnya, di dalam ilmu hukum disebutkan bahwa tujuan
hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dan keadilan dalam
masyarakat. Mengenai hal ini L.J. van Apeldoorn berpendapat,
bahwa “tujuan hukum adalah untuk mempertahankan keter-
tiban masyarakat dan dalam mempertahankan ketertiban ter-
sebut hukum harus secara seimbang melindungi kepentingan-
kepentingan yang ada dalam masyarakat”137. Tujuan hukum
secara umum adalah mewujudkan keadilan dalam masyarakat,
oleh karena setiap manusia ingin diperlakukan secara adil. Kea-
dilan merupakan kebutuhan yang fundamental dan karenanya
setiap manusia pasti mendambakan keadilan walaupun manusia
itu sendiri termasuk orang yang tidak berlaku adil138.
Makna keadilan apabila dihubungkan dengan ilmu penge-
tahuan hukum, maka keadilan merupakan suatu sikap hukum
yang mengatur hubungan manusia secara harmonis dalam
masyarakat melalui peraturan-peraturan baik tertulis maupun
tidak tertulis. Aristoteles membagi keadilan menjadi 2 bagian,
yaitu:139
1. keadilan distributif, adalah keadilan yang memberikan
kepada setiaporangjatahmenurutjasanya, bukan persamaan,
namun memberikan yang sebanding
2. keadilan komutatif, adalah keadilan yang memberikan pada
setiap orang sama banyaknya tanpa mempertimbangkan
jasa masing-masing orang.
Keadilan distributif berkaitan erat dengan pembentukan
Perencanaan Dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta
Dampaknya Terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasiona.
Tulisan Universitas Padjajaran. Bandung: Universitas Padjajaran, hlm.
124.
137Peter Mahmud Marzuki. 2007. Tulisan Hukum. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, hlm. 58.
138Chatib RasyIbid 1996. Aktualisasi Hukum Islam. Millibar Hukuni, No. 27
Tahun VII, , hlm. 67.
139 C.S.T. Kansil. 1984. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 42-43.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 71

undang-undang dan lebih bersifat proporsional sehingga dalam


menyusun undang-undang harus mendapat perhatian serius.
Sedang menyangkut keadilan komutatif merupakan urusan
hakim. Hakim yang memperhatikan hubungan perorangan yang
mempunyai kedudukan yang sama tanpa membeda-bedakan
antara satu sama lainnya140.
Isi hukum ditentukan oleh kesadaran etis masyarakat me-
ngenai apa yang adil dan apa yang tidak adil, dengan kata lain
menurut teori etis hukum bertujuan mewujudkan keadilan. Ha-
kekat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan atau
tindakan dengan mengkajinya berdasarkan suatu norma yang
menurut pandangan subjektif (subjektif untuk kepentingan ke-
lompoknya, golongan dan sebagainya) melebihi norma-norma
lainnya. Menyangkut hal ini, ada pihak yang terlibat, yaitu pihak
yang memperlakukan dan pihak yang menerima perlakuan.
Hukum menciptakan peraturan-peraturan yang mengikat setiap
orang dan karenanya bersifat umum. Ini berarti, hukum bersifat
menyamaratakan setiap orang sama dihadapan hukum141.
Mengenai keadilan sebagaimana diuraikan di atas, dan
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007,
menurut hemat penulis dirasakan kurang adil. Dapat dijelaskan,
bahwa keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan hanya bersifat tekhnis administratif saja. Notaris
bertanggungjawab penuh terhadap proses permohonan Perse-
roan sebagai badan hukum. Sementara pemerintah tidak ber-
tanggungjawab atas pemberian persetujuan nama Perseroan
hingga penerbitan keputusan pengesahan tersebut, oleh karena
itu ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan prinsip
keadilan sebagaimana diuraikan di atas. Ketentuan Pasal 7 ayat
(4) UUPT 2007 tersebut, perlu mendapat perhatian untuk dapat
disempurnakan.
140Sudikno Mertokusumo. 1999. Mengenal Hukum Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Kanisius, hlm. 73.
141L.J. van Apeldoorn. 2000. Inleiding tot de Sardis van het Nederlandse
Rechts, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Pengantar Ilmu Hukum.
Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. XXV, , hlm. 11-12.
72 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Pengesahan pendirian Perseroan sebagai badan hukum


hanya menyangkut tekhnis administratif sehingga keputusan
Menteri tersebut perlu dikaji ulang. Hemat penulis, Perseroan
berstatus sebagai badan hukum pada saat akta pendirian ditan-
datangani oleh para pendiri dan telah diselesaikan oleh notaris
dengan sempurna. Pemerintah hanya menerima laporan dari
notaris mengenai telah didirikan suatu Perseroan. Dengan cara
demikian akan menghemat waktu, biaya, dan mempersingkat
proses birokrasi. Notaris sebagai pejabat umum harus men-
dapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan jabatannya
dalam kaitannya dengan pendirian Perseroan berikut penge-
sahannya sebagai badan hukum.
Pendirian Perseroan berikut pengesahannya sebagai badan
hukum bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan perlin-
dungan hukum bagi pihak -pihak yang berkepentingan. Perlin-
dungan hukum merupakan salah satu hal terpenting dari unsur
suatu negara hukum. Dalam suatu negara akan terjadi suatu
hubungan timbal balik antara warga negaranya sendiri dan hal
ini akan melahirkan suatu hak dan kewajiban satu sama lain
sehingga perlindungan hukum akan menjadi hak setiap warga
negarannya.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang dibe-
rikan kepada subjek hukum ke dalam bentuk perangkat baik
yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang
lisan maupun tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari
fungsi hukum itu sendiri yang memiliki konsep bahwa hukum
memberikan suatu keadilan, keteriban, kepastian, kemanfaatan
dan kedamaian142. Berkenaan dengan hal ini para ahli hukum
mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari per-
lindungan hukum diantarannya, SatjiPerseroano Raharjo yang
mendefinisikan perlindungan hukum sebagai pemberian pe-
ngayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain

142http://Tulisanhukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-
para-ahli/, diuanggah, pada 27 september 2016.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 73

dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar


menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum143.
Philipus M. Hadjon berpendapat, bahwa “Perlindungan
hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki
oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kese-
wenangan”. Selanjutnya, menurut CST Kansil “Perlindungan
hukum adalah upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat
penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara
pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman
dari pihak manapun”144.
Berkaitan dengan pengaturan pengesahan pendirian Perse-
roan sebagai badan hukum, menurut penulis selain harus me-
lindungi pihak(-pihak) yang berkepentingan, juga harus men-
jamin kepastian hukum. Kepastian hukum erat hubungannya
dengan keadilan, tanpa keadilan maka kepastian hukum sulit
tercapai. Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007 dihubungkan dengan
konsep keadilan sebagaimana dimaksud, pasal tersebut selain
belum mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum dalam
pelaksanaannya sehingga perlindungan hukum bagi pihak yang
berkepentingan akan sulit diwujudkan.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa Perseroan
memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya
keputusan Menteri, demikian pengaturan Pasal 7 UUPT 2007.
Ketentuan pasal ini mempergunakan sebutan “diterbitkannya
keputusan Menteri” untuk mempemperoleh status badan hukum
Perseroan. Hal ini kelihatan hanya menitikberatkan kepada
istilah teknis administratif. Selanjutnya, fungsi pengesahan oleh
Menteri sebagaimana dimaksud adalah untuk memperoleh
status badan hukum dari Perseroan.
Berkaitan dengan hal tersebut apabila dihubungkan dengan
keadaan yang terjadi saat ini dapat dikatakan, bahwa pendirian
Perseroan berikut pengesahannya sebagai badan hukum belum

143 Ibid
144 Ibid
74 ABDUL HALIM BARKATULLAH

memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi


para pihak yang berkepentingan. Keadaan demikian perlu men-
dapat perhatian serius dari pembentuk undang-undang untuk
diadakan penyempurnaan terhadap UUPT 2007. Diharapkan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Per-
seroan dapat memberikan perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pihak-pihak berkepentingan. Dengan demikian,
hukum harus dapat mengubah masyarakat ke arah yang lebih
baik, dan hukum yang baik adalah hukum yang hidup dan ber-
kembang serta dapat mengikuti dinamika yang ada di dalam
masyarakat, demikian sebagaimana dikemukakan Mochtar
Kusumaatmadja.
Jadi, fungsi pengesahan akta pendirian melalui AHU Online
yang dihubungkan dengan kepastian hukum yaitu untuk
memperoleh kedudukan sebagai badan hukum pada tanggal
diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum tersebut. Praktik AHU Online yang berkaitan dengan
pengesahan Perseroan sebagai badan hukum dilakukan melalui
proses yang dimulai dari pengecekan dan pemesanan nama
Perseroan, dilanjutkan dengan mengisi format isian dan mem-
buat pernyataan, kesemuanya dilakukan oleh notaris secara
online. Apabila semua persyaratan telah dipenuhi, proses ter-
akhir adalah pencetakan keputusan Menteri oleh notaris.

F. Pengesahan Badan Hukum dalam Pendirian Perseroan


dengan menggunakan Sistem Pendaftaran AHU Online
Berkaitan dengan praktik permohonan pengesahan badan
hukum Perseroan, pemohon mengajukan permohonan melalui
AHU Online. AHU Online adalah pelayanan jasa teknologi
informasi PT secara elektronik yang diselenggarakan oleh
Dirjen AHU. Selanjutnya, pemohon dalam hal ini adalah pendiri
bersama-sama atau direksi Perseroan yang telah memperoleh
status badan hukum atau likuidator Perseroan bubar atau kurator
Perseroan pailit yang memberikan kuasa kepada notaris untuk
mengajukan permohonan pengesahan, demikian dimaksud
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 75

Pasal 1 angka 4 Permen Hukum dan Ham No. 4/14. Permohonan


pengesahan badan hukum Perseroan diawali dengan pengajuan
nama Perseroan kepada Menteri melalui AHU Online dengan
mengisi format penagajuan nama Perseroan. Selanjutnya,
format pengajuan nama adalah format isian untuk pengajuan
nama Perseroan yang akan dipakai dalam pendirian Perseroan
atau perubahan nama Perseroan, demikian pengaturan Pasal 1
angka 6, Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) Permen Hukum dan Ham
No. 4/14.
Lebih lanjut, format pengajuan nama Perseroan paling
sedikit memuat nomor pembayaran persetujuan pemakaian
nama Perseroan pada bank BNI, dan nama Perseroan yang
dipesan. Demikian pengaturan Pasal 16 ayat (4) UUPT 2007.
Format isian pendirian adalah format isian untuk pengajuan
permohonan pengesahan badan hukum Perseroan. Selanjutnya,
format isian perubahan anggaran dasar dan/atau data Perseroan
adalah format isian untuk permohonan persetujuan perubahan
anggaran dasar, pemberitahuan anggaran dasar, dan/atau data
Perseroan, demikian sebagaimana dinyatakan Pasal 1 angka 7
dan 8 Permen Hukum dan Ham No. 4/14.
Nama Perseroan yang dipesan harus memenuhi persyaratan
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan.
Pemohon wajib mengisi formulir pernyataan yang berisi bahwa
nama Perseroan yang dipesan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan pemohon bertanggung
jawab penuh terhadap nama Perseroan yang dipesan. Selanjutnya,
nama Perseroan yang telah disetujui oleh Menteri diberikan
persetujuan pemakaian nama secara elektronik. Terhadap
permohonan pengajuan dan pemakaian nama Perseroan yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Menteri
dapat menolak nama Perseroan tersebut secara elektronik.
Mengenai hal ini pengaturannya dalam Pasal 6 dan 8 Permen
Hukum dan Ham No. 4/14.
Setelah nama Perseroan yang dimohonkan disetujui oleh
76 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Menteri, pendiri bersama-sama mengajukan permohonan


pengesahan pendirian Perseroan sebagai badan hukum kepada
Menteri.PengajuanpermohonanpengesahanpendirianPerseroan
dilakukan dengan mengisi format pendirian Perseroan. Dalam
hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana
dimaksud, pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
Demikian dinyatakan Pasal 9 UUPT 2007. Berdasarkan hasil
Tulisan , praktik AHU Online untuk memperoleh status badan
hukum Perseroan pendiri secara bersama-sama memberi kuasa
kepada notaris untuk mengajukan permohonan pengesahan
tersebut. Surat kuasa dimaksud diberikan oleh pendiri kepada
notaris sebagaimana tertuang dalam akta pendirian Perseroan.
Menurut penulis, ketentuan pasal tersebut menjadi tidak relevan.
Hal ini dapat dijelaskan, bahwa notaris sebagai pejabat umum
yang menjalankan sebagian dari tugas negara dalam bidang
hukum perdata sudah seharusnya melaksanakan pengajuan
permohonan pengesahan badan hukum Perseroan tersebut.
Selanjutnya, para pendiri tidak mempunyai akses secara
langsung untuk mengajukan permohonan pengesahan secara
elektronik melalui situs AHU Online. Selain dari pada itu, untuk
melakukan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan
melalui AHU Online harus memiliki user id dan pass word,
sehingga secara elektronik dapat diakses. Para pendiri Perseroan
tidak memiliki user id dan pass word dimaksud dan hanya notaris
yang terdaftar saja yang dapat memiliki user id dan pass word,
karenanya notaris yang bersangkutan dapat melakukan peng-
ajuan permohonan pengesahan pendirian Perseroan sebagai
badan hukum secara elektronik melalui AHU Online.
Permohonan untuk memperoleh keputusan Menteri seba-
gaimana dimaksud harus diajukan kepada Menteri paling lambat
60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani,
yang dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung,
demikian pengaturan Pasal 10 ayat (1) UUPT 2007. Dokumen
pendukung dimaksud berupa surat pernyataan secara elektronik
dari pemohon tentang dokumen untuk pendirian Perseroan
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 77

yang telah lengkap.


Selanjutnya, dokumen pendirian tersebut disimpan oleh
notaris, yang meliputi: minuta akta pendirian Perseroan atau
minuta akta perubahan pendirian Perseroan, minuta akta pele-
buran dalam hal pendirian Perseroan dilakukan dalam rangka
peleburan, bukti setor modal Perseroan, surat pernyataan ke-
sanggupan dari pendiri untuk memperoleh keputusan/per-
setujuan atau rekomendasi dari instansi teknis untuk Perseroan
bidang usaha tertentu atau fotokopi keputusan/persetujuan
dari instansi teknis terkait. Lebih lanjut, dokumen lainnya
berupa fotokopi surat keterangan alamat lengkap Perseroan dari
pengelola gedung yang berwenang atau asli surat pernyataan
mengenai alamat lengkap yang ditanda tangani oleh semua
anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua
anggota dewan komisaris. Hal ini diatur dalam Pasal 13 ayat (2)
dan ayat (3) Permen Hukum dan Ham No. 4/14.
Mengenai format isian dan keterangan mengenai dokumen
pendukung yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan per-
undang-undangan, Menteri Kementerian Hukum dan Ham
langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan
yang bersangkutan secara elektronik. Apabila format isian yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Menteri
langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada
pemohon. Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung
sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana
dimaksud, pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan
secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen
pendukung. Demikian pengaturan Pasal 10 ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5) UUPT 2007.
Berdasarkan hasil Tulisan , praktik AHU Online berkaitan
dengan pasal di atas tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Hal ini dapat dijelaskan, bahwa Menteri tidak memberitahukan
penolakan berikut alasannya apabila dokumen pendukung tidak
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Diperkuat lagi
dengan ketentuan Pasal 16 Permen Hukum dan Ham No. 4/14
78 ABDUL HALIM BARKATULLAH

yang menyatakan, bahwa “Dalam hal format pendirian Perseroan


yang dilengkapi dokumen pendukung tidak sesuai dengan ke-
tentuan peraturan perundang-undangan, maka keputusan
Menteri tersebut dicabut”. Terdapat pertentangan antara Pasal
10 ayat (4) UUPT 2007 dengan peraturan pelaksananya. Prak-
tik AHU Online membuktikan, bahwa pemohon tidak me-
nyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri do-
kumen pendukung, dan hal ini tidak sejalan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (5) UUPT 2007 tersebut.
menurut penulis, pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan
perintah UUPT 2007 khususnya Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5)
tersebut.
Sebagai perwujudan dari negara hukum, diantaranya adalah
perlindungan hak dan kewajiban warga negara suatu negara
melalui ketentuan hukum, terutama aturan-aturan tertulis yang
berupa peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, dalam
negara hukum semua tindakan penyelenggara negara dan pe-
merintahan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mulai dari ting-
kat tertinggi, yaitu undang-undang dasar dan selanjutnya dija-
barkan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan di
bawahnya.
Notaris dapat langsung melakukan pencetakan sendiri ke-
putusan Menteri mengenai pengesahan pendirian Perseroan
sebagai badan hukum, dengan menggunakan kertas berwarna
putih ukuran F4/folio dengan berat 80 gram. Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud wajib ditandatangani dan dibubuhi cap
jabatan notaris serta memuat frasa yang menyatakan “Keputusan
Menteri ini dicetak dari AHU Online”. Praktiknya yang berkaitan
dengan persyaratan jangka waktu dan kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud tidak dijalankan sesuai perintah Pasal
10 UUPT 2007. Menteri tidak melakukan pemberitahuan kepada
pemohon secara elektronik apabila pemohon tidak melengkapi
dokumen pendukung sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan.
Menurut penulis, pemerintah tidak menjalankan perintah
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 79

Pasal 10 ayat (6) UUPT 2007 tersebut sebagaimanamanamestinya.


Hal ini bertentangan dengan prinsip, bahwa hukum sebagai
pundamen dalam segala aktivitas kehidupan bermasyarakat,
bernegara, dan berbangsa untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur secara merata. Oleh karena itu segala tindakan baik
yang dilakukan oleh penyelenggara negara maupun rakyat
harus sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum yang ber-
laku. Dengan dimikian tujuan hukum yang hendak dicapai
diantaranya kepastian hukum dan perlindungan hukum dapat
terwujud dengan baik.
Suatu negara dikategorikan sebagai negara hukum menurut
Sri Soemantri Martosoewignjo harus mempunyai unsur-unsur
sebagai berikut:145
1. pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
harus;berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-
undangan;
2. adanya jaminan hak-hak asasi manusia (warga negara);
3. adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.
Selanjutnya, salah satu prinsip penting dalam negara hukum
adalah perlindungan yang sama (equal protection) atau persamaan
dalam hukum (equality before the law)146. Menurut Sudikno
Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan kepen-
tingan manusia, dan agar kepentingan manusia terlindungi
maka hukum harus dilaksanakan secara normal, damai, dan
dapat pula terjadi karena pelanggaran hukum147. Pelanggaran
hukum terjadi ketika subjek hukum tertentu tidak menjalankan
kewajibannya sebagaimana mestinya atau melanggar hak-
hak subjek hukum lainnya. Oleh karena itu pelanggaran atas
hak-haknya subjek hukum harus memperoleh perlindungan
hukum148.
145Sri Soemantri Martosoewignjo. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara
Indonesia, Bandung: Alumni, hlm. 29.
146Munir Fuady, Op Cit, hlm. 207.
147Sudikno Mertokusumo. 1996. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Liberty, hlm. 140.
148Ridwan HR, Op Cit, hlm. 280
80 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep


yang bersifat universal yang dianut dan diterapkan oleh setiap
negara yang mengedepankan prinsip negara hukum149. pihak-
pihak yang berkepentingan dalam pendirian Perseroan juga
harus diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum
dimaksud dititiberatkan pada perlindungan hukum terhadap
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
Republik Indonesia.
Selanjutnya, Menteri menerbitkan keputusan tentang badan
hukum Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari
setelah semua persyaratan dipenuhi. Menurut penulis, ketentuan
tersebut sudah tidak relevan lagi untuk kondisi saat ini. Dapat
dijelaskan, bahwa dengan menggunakan jasa teknologi informasi
elektronik proses penerbitan keputusan Menteri tersebut dapat
dilakukan dengan cepat, yakni segera setelah semua persyaratan
dipenuhi oleh pemohon.
Lebih lanjut, ketentuan pasal tersebut harus dipertegas
lagi, sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain selain yang
dimaksud. Pernyataan tidak keberatan sebagaimana dimak-
sud menjadi gugur, ketentuan pasal tersebut perlu mendapat
perhatian oleh karena dalam praktik Menteri tidak membe-
ritahukan hal ini kepada pemohon secara elektronik apabila per-
syaratan dimaksud tidak dipenuhi, sehingga pernyataan tidak
berkeberatan menjadi gugur, tidak sejalan dengan pratik.
Berkaitan dengan pemohon mengisi surat pernyataan secara
elektronik sebagaimana dimaksud, ketentuan tersebut belum ada
pengaturannya dalam UUPT 2007. Surat pernyataan dimaksud
merupakan bentuk pengalihan tanggungjawab pemerintah
kepada pemohon. Seharusnya pemerintah bertanggungjawab
atas penerbitan surat keputusan badan hukum Perseroan ter-
sebut. Pemerintah dalam hal ini tidak konsisten menerapkan
ketentuan Pasal 10 ayat (7) UUPT 2007 tersebut dalam praktik
Perseroan.
Berdasarkan uraian tersebut dan dalam kaitannya dengan
149 Ibid
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 81

Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana telah dijelaskan,


bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan adanya jaminan hak-hak asasi manusia,
sehingga tujuan hukum yang dicita-citakan yakni antara lain
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak
yang berkepentingan akan tercapai. Konsepsi negara hukum
merupakan landasan terwujudnya kepastian hukum150.
Berkaitan dengan daftar Perseroan diatur dalam ketentuan
Pasal 29 UUPT 2007. Secara garis besar ketentuan UUPT 2007
tentang daftar Perseroan yang memuat data tentang Perseroan
yang meliputi: nama dan tempat kedudukan, maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian dan per-
modalan, alamat lengkap Perseroan, nomor dan tanggal akta
pendirian dan keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan dalam hubungan dengan peleburan, nomor
dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan
Menteri dalam hubungan dengan perubahan anggaran dasar,
nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan pers-
etujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada pasal 23 ayat (2)
UUPT 2007.
Selanjutnya, daftar Perseroan yang memuat data tentang
Perseroan mencakup juga tentang nama dan tempat kedudukan
notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan
anggaran dasar, nama lengkap dan alamat pemegang saham,
anggota direksi dan anggota dewan komisaris Perseroan, nomor
dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal pene-
tapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah di-
beritahukan kepada Menteri, berakhirnya status badan hukum
Perseroan, neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
Lebih lanjut, data Perseroan tersebut dimasukkan dalam
daftar Perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan
150Fachmi. 2011. Kepastian Hukum mengenai Batal Demi Hukum Dalam
Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia Publishing,
hlm. 20.
82 ABDUL HALIM BARKATULLAH

tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan


hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar
yang memerlukan persetujuan, penerimaan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan
atau penerimaan pemberitauan perubahan data Perseroan yang
bukan merupakan anggaran dasar dan Daftar Perseroan terbuka
untuk umum.
Berkaiatan dengan proses atau alur ahu Online tentang
pendirian Perseroan secara sistematis dapat dijelaskan sebagai
berikut151:
1. pemohon mengajukan permohonan nama Perseroan se-
cara elektronik;
2. setelah nama Perseroan disetujui dilanjutkan dengan
pembuatan akta pendirian;
3. Perseroan dihadapan notaris;
4. notaris mengisi format pendirian;
5. pernyataan notaris tentang kebenaran format pendirian
dan dokumen lainnya;
6. pernyataan tidak keberatan Menteri atas permohonan
pengesahan akta pendirian Perseroan;
7. notaris mencetak surat keputusan badan hukum Perseroan
berikut lampiran;
8. surat keputusan pengesahan;
9. akta pendirian dan pengesahan didaftarkan dalam daftar
Perseroan;
10. akta pendirian, pengesahan dan pendaftaran diumumkan
dalam TBNRI.
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia diberikan kewenangan untuk memberikan status badan
hukum Perseroan. Sedangkan notaris sebagai pejabat umum
diberikan kewenangan membuat akta otentik. Akta otentik
adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-
undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
untuk di tempat akta itu dibuat, demikian ketentuan Pasal 1868
151 Ibid
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 83

KUH Perdata. Pendirian Perseroan harus dibuat dalam bentuk


akta notaris. Akta pendirian tersebut memuat anggaran dasar
dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.
Tanggungjawab notaris dalam hal pembuatan akta pendirian
Perseroan, hanya bertanggung jawab terhadap rumusan/
isi anggaran dasar dari Perseroan yang bersangkutan sesuai
kewenangan yang dimilikinya.
84 ABDUL HALIM BARKATULLAH
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 85

BAB V
RUANG LINGKUP PENGATURAN
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA

A. Pengaturan Hukum Perseroan di Indonesia


Secara khusus badan usaha Perseroan diatur dalam Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),
yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007. Sebelum
UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan
sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) sampai
dengan 15 Agustus 2007, UUPT tahun 1995 tersebut sebagai
pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur
dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala per-
ubahannya(terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1971 yang meng-
ubah sistem hak suara para pemegang saham yang diatur dalam
Pasal 54 KUHD dan Ordonansi Perseroan Indonesia atas saham
-Ordonantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen (IMA)-
diundangkan dalam Staatsblad 1939 No. 569 jo 717.
Istilah Perseroan Terbatas (PT) dulunya dikenal dengan
istilah Naamloze Vennootschap (NV). Istilah lainnya Corporate
Limited (Co. Ltd.), Serikat Dagang Benhard (SDN BHD). Pengertian
Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni “perseroan”
dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal PT yang ter-
diri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas
merujuk kepada pemegang yang luasnya hanya sebatas pada
nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Istilah Perseroan
Terbatas terdiri dari dua kata, yakni Perseroan dan terbatas.
86 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Perseroan merujuk kepada modal Perseroan yang terdiri atas


sero-sero atau saham-saham. Kata terbatas merujuk kepada
tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas
pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.152
Menurut Sri Redjeki Hartono, Perseroan adalah sebuah per-
sekutuan untuk menjalankan Perseroan tertentu dengan meng-
gunakan suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham
atau sero tertentu, masing-masing berisikan jumlah uang tertentu
pula ialah jumlah nominal, sebagai ditetapkan dalam akta notaris
pendirian Perseroan Terbatas, akta mana wajib dimintakan
pengesahannya oleh Menteri Kehakiman, sedangkan untuk jadi
sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan menyetor jumlah
nominal dari sehelai saham atau lebih153.
Di lihat dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT, yakni
: “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang
ini serta peraturan pelaksanaannya”. Penunjukan “terbatasnya
tanggung jawab” pemegang saham tersebut dapat dilihat dari
Pasal 3 UUPT yang berbunyi: “Pemegang saham Perseroan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama Perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian
Perseroan melebihi nilai saham yang telah dimilikinya”.
Di dalam hukum Inggris Perseroan dikenal dengan istilah
Limited Company. Company artinya bahwa lembaga usaha
yang diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri atas
beberapa orang yang tergabung dalam suatu badan. Limited
menunjukkan terbatasnya tanggung jawab pemegang saham,
dalam arti bertanggung jawab tidak lebih dari dan semata-
mata dengan harta kekayaan yang terhimpun dalam badan
152 HALM.N PurwosutjiPerseroano. 1982. Pengertian Pokok Hukum Dagang
Indonesia, Jakarta:Djambatan, hal. 85.
153 Sri Redjeki Hartono. 1985. Bentuk Bentuk Kerjasama Dalam Dunia
Niaga,Semarang: Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, hal. 47.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 87

tersebut. Dengan kata lain, hukum Inggris lebih menampilkan


segi tanggungjawabnya154. Berbeda dengan hukum di Jerman,
Perseroan dikenal dengan istilah Aktien Gesellschaft. Aktien
adalah saham. Gesellschaft adalah himpunan. Ini berarti hukum
Jerman lebih menampilkan segi saham yang merupakan ciri
bentuk usaha ini.
Menurut Rudhi Prasetya, istilah Perseroan yang digunakan
Indonesia sebenarnya mengawinkan antara sebutan yang
digunakan hukum Inggris dan hukum Jerman. Di satu pihak
ditampilkan segi sero atau sahamnya, tetapi sekaligus di sisi lain
juga ditampilkan segi tanggungjawabnya yang terbatas155.
Perseroan adalah badan hukum. Hal ini berarti bahwa
Perseroan merupakan subjek hukum dimana Perseroan sebagai
sebuah badan yang dapat dibebani hak dan kewajiban seperti
hal nya manusia pada umumnya memiliki kekayaan sendiri,
dan digugat dan menggugat di depan pengadilan156.
Badan Hukum, dalam bahasa Belanda “Rechtspersoon”
adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan,
hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi157. Oleh karena
badan hukum adalah subjek, maka ia merupakan badan yang
independen atau mandiri dari pendiri, anggota atau penanam
modal badan tersebut. Badan ini dapat melakukan kegiatan
bisnis atas nama dirinya sendiri-nya seperti manusia. Bisnis yang
dijalankan, kekayaan yang dikuasai, kontrak yang dibuat semua
atas badan itu sendiri. Secara teoretik, dikenal beberapa ajaran
atau doktrin yang menjadi landasan teoretik keberadaan badan
hukum. Ada beberapa konsep terkemuka tentang personalitas
badan hukum (legal personality):158
154 Rudhi Prasetya. 1996. Kedudukan Mandiri Perseroan Tebatas. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, hal. 43.
155 Ibid
156 Ridwan Khairandy. 2014. Hukum Perseroan Terbatas.Yogyakarta:FH UII
Press, hal. 5.
157Rochmat Soemitro. 1993. Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan Dan
Wakaf. Bandung: PT.Eresco, hal.10.
158 Ridwan Khairandy. 2007. Perseroan Terbatas Sebagai Badan
Hukum. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, No.3, hal.6
88 ABDUL HALIM BARKATULLAH

1. Legal Personality as Legal Person, Menurut konsep ini, badan


hukum adalah ciPerseroanaan atau rekayasa manusia.
Kapasitas hukum badan ini didasarkan hukum positip, se-
hingga negara mengakui dan menjamin personalitas hukum
badan tersebut.
2. Corporate Realism,Menurut konsep ini personalitas hukum
suatu badan hukum berasal dari suatu kenyataan dan tidak
diciPerseroanakan oleh proses inkorporasi, yakni pendirian
badan hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-
undangan.
3. Theory of the Zweckvermogen, Menurut konsep ini suatu badan
hukum terdiri atas sejumlah kekayaan yang digunakan
untuk tujuan tertentu.
4. Aggregation Theory, Menurut konsep personalitas korporasi,
badan hukum ini adalah semata-mata suatu nama bersama,
suatu symbol bagi para anggota korporasi. Perseroan Ter-
batas merupakan badan hukum yang oleh hukum diakui
secara tegas sebagai badan hukum, yang cakap melakukan
perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum
dengan berbagai pihak layaknya seperti manusia. Selama
Perseroan belum memperoleh status badan hukum, semua
pendiri, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan
hukum tersebut.
Oleh karena itu Direksi Perseroan hanya boleh melakukan
perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh
status badan hukum dengan persetujuan semua pendiri, anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris. Perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum, tidak dapat diadakan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dimana keputusan diambil
berdasarkan suara setuju mayoritas. Oleh karena itu setiap
perubahan akta pendirian Perseroan hanya dapat dibuat apabila
disetujui oleh semua pendiri dan perubahan tersebut harus
dituangkan dalam akta notaris yang ditandatangani oleh semua
pendiriatau kuasa mereka yang sah.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 89

Sesuai Pasal 7 ayat (4) UU PT, status badan hukum diperoleh


sejak akta pendirian disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia. Ini berarti secara prinsipnya
pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas
seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama Perseroan
dengan pihak ketiga, danoleh karenanya tidak bertanggungjawab
atas setiap kerugian yang diderita oleh Perseroan. Para pemegang
saham tersebut hanya bertanggungjawab atas penyetoran penuh
dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.159
Jadi, Unsur-unsur perseroan menurut UUPT harus
memenuhi unsur-unsur:
1. Berbentuk badan hukum, yg merupakan persekutuan modal;
2. Didirikan atas dasar perjanjian;
3. Melakukan kegiatan usaha;
4. Modalnya terbagi saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta
peraturan pelaksananya.
Persyaratan material pendirian perseroan terbatas untuk
mendirikan suatu perseroan harus memenuhi persyaratan ma-
terial antara lain:
1. perjanjian antara dua orang atau lebih;
2. dibuat dengan akta autentik
3. modal dasar perseroan
4. pengambilan saham saat perseroan didirikan.

B. Perseroan sebagai Badan Usaha di Indonesia


1. Pengaturan Perseroan dalam Lintas Sejarah di Indonesia
Kedudukan Perseroan sebagai badan hukum dalam sistem
hukum di Indonesia mengalami evolusi yang tidak terlalu sig-
nifikan. Pengaturannya pertama kali dalam Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (terjemahan dari Wetboek van Koophandel
- WvK) pada bagian Naamloze Vennootschap yang diatur mulai
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Dalam pasal-pasal tersebut
sebenarnya tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit me-
159 Chidir Ali. 1987. Badan Hukum. Bandung: Alumni, hal.19.
90 ABDUL HALIM BARKATULLAH

nyebutkan bahwa Perseroan (NV) merupakan badan hukum.


Akan tetapi berdasarkan pendapat atau doktrin para sarjana
hukum pada masa itu, pasal-pasal tersebut mencerminkan
terpenuhinya syarat-syarat yang diperlukan bagi sebuah badan
hukum sebagaimana pertimbangan para ahli hukum dan telah
diuraikan sebelumnya. Misalnya, pasal-pasal mengakomodir
syarat kekayaan terpisah160, tujuan untuk mencari keuntungan161,
kepentingan tertentu,162 dan yang berkenaan dengan struktur
organisasi dari perseroan163
Setelah berlaku selama tiga abad lebih, pengaturan mengenai
Perseroan di Indonesia ini akhirnya mengalami perubahan
dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas (UUPT 1995). Status dan kedudukan
hukum Perseroan menjadi lebih jelas melalui Pasal 1 UUPT 1995
yang secara eksplisit dan tegas menyatakan bahwa Perseroan
adalah badan hukum. Rejim ini berlanjut manakala UUPT
1995 digantikan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Persoan Terbatas (UUPT 2007). Pasal 1 Angka (1)
menyebutkan bahwa “Perseroan Terbatas adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham … .” Dengan kata lain,
tidak ada keraguan bahwa Perseroan merupakan badan hukum.
Oleh karena sebagai badan hukum, maka Perseroan dapat
dikualifikasi sebagai subjek hukum yang dibebani hak dan
kewajiban oleh hukum, sebagaimana subjek hukum lainnya
yaitu orang (manusia).
Sebagaisuatubadanhukumyangmandiri,Perseroanmemiliki
3 (tiga) karakteristik utama, yaitu: (1) pertanggungjawaban
yang timbul semata-mata dibebankan kepada harta kekayaan
yang terhimpun dalam asosiasi; (2) sifat mobilitas atas hak

160 Pasal 40, 43, 45, 51, 53 KUHD.


161 Pasal 36 KUHD.
162 Pasal 36, 37 (2), 37 (3), 46, 47, 48, 50, 51, 53, 56 KUHD.
163 Pasal 40 (2), 44, 45 (1), 52, 54, 55 KUHD.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 91

penyertaan; (3) prinsip pengurusan melalui suatu organ. 164


Vollmar berpendapat bahwa unsur pertanggungjawaban ter-
batas di atas merupakan faktor penting sebagai umpan pen-
dorong kesediaan menanamkan modal dalam Perseroan.165
Artinya, aspek pertanggungjawaban yang bersifat terbatas
pada karakteristik pertama merupakan daya tarik utama yang
mengundang suatu pihak (pemilik modal atau investor) untuk
menanamkan uangnya dalam Perseroan tersebut. Makna seder-
hana pertanggungjawaban terbatas ini dapat dijelaskan bahwa
bila terjadi utang atau kerugian maka hal tersebut akan semata-
mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia
dalam Perseroan. Sebaliknya, mereka yang menanamkan
modalnya dalam Perseroan, yaitu pemegang saham, secara
pasti tidak akan memikul kerugian utang itu lebih dari bagian
harta kekayaannya yang sudah diinvestasikan dalam Perseroan
tersebut.166

2. Prosedur Pendirian Perseroan Terbatas


Prosedur tahapan dalam pendirian suatu Perseroan,
yaitu:
a. Persiapan, antara lain: kesepakatan-kesepakatan/perjanjian
antara para pendiri (minimal 2 orang atau lebih) untuk
dituangkan dalam akta notaris (akta pendirian).
b. Pembuatan Akta Pendirian, yang memuat AD dan
Keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan,
dilakukan di muka Notaris.
c. Pengajuan permohonan (melalui sistem AHU online) Peng-
esahan oleh Menteri Hukum dan HAM (jika dikuasakan
pengajuan hanya dapat dilakukan oleh Notaris)à diajukan
paling lambat 60 hari sejak tanggal akta pendirian ditanda-

164 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan Kedua,


Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 12.
165 Vollmar, et al., Vennootschappen, Verenigingem, en Stichtingen, A.E.
Kluwer Deventer, tanpa tahun, Band A, II., hal. 13 sebagaimana dikutip
dalam Rudhi Prasetya, loc cit.
166 Ibid.
92 ABDUL HALIM BARKATULLAH

tangani,dilengkapiketerangandengandokumenpendukung.
Jika lengkap Menteri langsung menyatakan tidak keberatan
atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
Paling lambat 30 hari sejak pernyataan tidak keberatan,
yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat
permohonan yang dilampiri dokumen pendukung, 14 hari
kemudian Menteri menerbitkan keputusan pengesahan BH
Perseroan yang ditanda-tangani secara elektronik.
d. Daftar Perseroan (diselenggarakan oleh Menteri, dilakukan
bersamaan dengan tinggal Keputusan mentri mengenahi
Pengesahan BH Perseroan, persetujuan atas perubahan
AD (Anggaran Dasar) yang memerlukan Persetujuan;
penerimaan pemberitahuan perubahan AD (Anggaran
Dasar) yang tidak memerlukan persetujuan; atau pene-
rimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang
bukan merupakan perubahan AD (Anggaran Dasar). Daftar
perseroan terbuka untuk umum.
e. Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara RI (peng-
umuman dalam TBNRI diselenggarakan oleh Menteri,
antara lain: akta pendirian perseroan beserta Keputusan
mentri tentang Pengesahan BH Perseroan; akta perubahan
AD beserta Kepmen sbgmana dimaksud Psl 21 ayat (1); Akta
perubahan AD yg telah diterima pemberitahuanya oleh
menteri).

C. Organ Perseroan sebagai suatu Badan Hukum Mandiri


Berdasarkan uraian tentang beberapa teori yang berkenaan
dengan badan hukum sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
dapat dipelajari bahwa meski terdapat beragam perbedaan
dalam mengimplementasikan perwujudan sesuatu yang
tidak berbentuk dan memiliki zat ke dalam sebuah eksistensi
pergaulan hukum dalam masyarakat, namun secara umum
dapat dicatat pula adanya pengakuan atas entitas hukum
selain manusia (human being). Dengan demikian, agar dapat
secara efektif melakukan kiprah dalam pergaulan hukum di
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 93

masyarakat, eksistensi dari entitas hukum selain manusia ini


harus dibantu secara konkrit oleh entitas hukum manusia.
Mekanisme sederhananya, entitas manusia ini bertindak sebagai
alat, wakil, atau agen dari entitas hukum selain manusia ini.
Pada area hukum perdata, entitas hukum manusia ini disebut
orang atau natuurlijk persoon, sedangkan entitas hukum selain
manusia disebut badan atau badan hukum atau rechtelijk
persoon. Subjek hukum manusia ini dalam konteks badan hukum
disebut dengan organ (alat perlengkapan atau pengurus) dari
badan hukum yang merupakan unsur esensialia dari organisasi
tersebut.167 Hukum mengakui perbuatan pengurus sebagai wakil
dari badan hukum, sebagaimana ditentukan melalui Pasal 1655
KUHPdt, bahwa pengurus dapat mengikatkan badan hukum
dengan pihak-pihak ketiga.
Sehubungan dengan tindakan pengurus untuk mengikat
badan hukum dalam perikatan dengan pihak ketiga, Polak
berpendapat bahwa pengurus menerima pemberian kuasa dari
badan hukum.168 Jadi, hubungan antara pengurus dengan badan
hukum sebagai lastgeving (pemberian kuasa) sebagaimana diatur
dalam Pasal 1792 KUHPdt. Pada masa lampau, banyak ahli
hukum yang menerima teori dan argumentasi dari Polak ini. Akan
tetapi Paul Scholten yang didukung oleh Pitlo, menolak teori
dari Polak tersebut. Menurut kedua ahli hukum ini, perwakilan
itu bermacam-macam, dan pemberian kuasa hanyalah salah satu
sumber dari perwakilan.169 Argumentasi menarik dari Scholten
dan Pitlo yang dapat disimak adalah, jika lastgeving itu diterima,
maka antara siapa persetujuan pemberian kuasa itu diadakan?
Menurut Mollengraaff, apabila para anggota sebagai pemberi
kuasa, maka hal tersebut hanya tepat apabila merujuk padda
Teori Collectieve Eigendom.170 Sedangkan badan hukum hanya

167 Ali Ridho, op cit., hal. 17.


168 Mr. M. Polak, Handboek voor het Ned. Handelsch en Faillissementsrecht,
Jilid I, Cetakan Ketiga, sebagaimana dikutip dalam Ali Ridho, op cit., hal.
18.
169 Ibid
170 Ibid
94 ABDUL HALIM BARKATULLAH

dapat melakukan tindakan-tindakan dengan perantaraan para


pengurusnya, maka badan hukum tidak dapat secara sendiri
menutup perjanjian pemberian kuasa dengan pengurusnya.171
Sebagai subjek hukum, perseroan terbatas adalah artificial
person, tidak mungkin memiliki kehendak, dan karenanya juga
tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. Untuk membantu
perseroan terbatas dalam melakukan tugasnya, dibentuklah
organ-organ, yang secara teoritis disebut sebagai organ theory.
Untuk itu dikenal adanya 3 (tiga) organ perseroan terbatas
yaitu:172
1. Direksi
2. Dewan Komisaris
3. Rapat Umum Pemegang Saham
Ketiga organ tersebut dalam Perseroan tidak ada yang oaling
tinggi, masing-masing melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan yang diperintahkan oleh Undang-undang, dalam hal ini
UUPT.173 Oleh karena itu, Ali Ridho menyebutkan bahwa bentuk
perwakilan pada badan hukum itu merupakan perwakilan
khusus yang ditetapkan melalui anggaran dasar dan peraturan-
peraturan lain yang dibuat oleh badan hukum itu sendiri.174 Pada
intinya, perbuatan dari pengurus tersebut tidak dapat disamakan
dengan wakil biasa atau wakil dengan surat kuasa, sebagaimana
sering terjadi antara subjek hukum yang merupakan manusia
biasa yang diwakili oleh orang lain. Pengangkatan pengurus oleh
suatu rapat umum (RUPS dalam Perseroan) bukan merupakan
lastgeving dari para anggota-anggotanya (para pemegang saham).
Hal ini mengingat pemegang saham atau anggota-anggota itu

171 Ibid, hal. 19.


172 Ibid
173 Ibid.
174 Ibid Menurut Pasal 1796 KUHPdt, pemberian kuasa yang dirumuskan
dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan
atau pengelolaan (tot daden van beheer) saja dan tidak termasuk perbuatan
penguasaan (tot daden van beschikken). Jika anggaran dasar tidak
memuat ketentuan-ketentuan lain, maka pengurus badan hukum itu
selain perbuatan pengurusan, maka meliputi pula perbuatan penguasaan
(seperti menjual, menyewa, menggadaikan).
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 95

sendiri merupakan organ dari badan hukum tersebut.


Dalam badan hukum Perseroan, organ ini menjalankan
fungsinya melalui peran-peran organ dalam Perseroan, yaitu
sebagai Pemegang Saham dalam satu kesatuan lembaga bernama
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Direksi, dan
Dewan Komisaris. Dengan demikian, melalui peran-peran ter-
sebutlah, orang dapat menjalankan fungsinya sebagai alat, wakil,
atau agen dari badan hukum yang tidak berwujud konkrit itu.

1. Organ Direksi
Keberadaan Direksi dalam suatu perseroan merupakan
suatu keharusan atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki
Direksi karena perseroan sebagai artificial person tidak dapat
berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan dari anggota Direksi
sebagai natural person. Menurut Pasal 1 angka 5 UUPT, “Direksi
adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar”. Selanjutnya dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT menentukan
bahwa “direksi menjalankan pengurusan tersebut sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan
dalam UUPT dan/atau anggaran dasar”. Dari ketentuan-
ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa Direksi di dalam
perseroan memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi pengurusan
(management) dan fungsi perwakilan (representasi). Apabila
Direksi dalam menjalankan pengurusan tidak untuk kepentingan
perseroan dan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan,
perbuatan Direksi tersebut merupakan perbuatan yang ultra
vires, dan perbuatan yang ultra vires tersebut tidak mengikat
perseroan tetapi mengikat pribadi anggota Direksi.
Sesuai Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (2) UUPT, yang
berhak mewakili Perseroan adalah Direksi (yaitu board atau
majelis), maka sebagai konsekuensi ketentuan tersebut tidak ada
seorang anggota Direksi pun, termasuk Direktur Utama, yang
96 ABDUL HALIM BARKATULLAH

merupakan atasan dari anggota Direksi yang lain. Konsekuensi


yang lain adalah, keputusan Direksi harus diambil secara
kolektif, dengan demikian tidak dapat mengambil keputusan
sendiri untuk dan atas nama perseroan, atau dengan kata lain
Direktur Utama adalah koordinator Direksi.

2. Organ Dewan Komisaris


Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UUPT, ruang lingkup tugas
Dewan Komisaris dibatasi hanya : (1) melakukan pengawasan,
(2) memberi nasihat kepada Direksi. Dengan demikian Dewan
Komisaris tidak boleh memberikan nasihat yang bertentangan
dengan kepentingan perseroan, misalnya untuk kepentingan
pribadi atau untuk kepentingan pihak ketiga. Dewan Komisaris
tidak dapat mengawasi dan memberikan nasihat berkenaan
dengan perilaku anggota Direksi yang tidak terkait dengan
pelaksanaan tugasnya sebagai anggota Direksi, kecuali apabila
perilaku tersebut dapat merugikan kepentingan Perseroan,
termasuk menyangkut nama baik Perseroan.
Apabila Dewan Komisaris melakukan kegiatan yang
melampaui tugas dan kewenangannya, secara hukum Dewan
Komisaris dianggap telah melakukan perbuatan yang ultra vires
dan yang melawan hukum, sehingga dapat digugat oleh pihak-
pihak yang dirugikan akibat perseroan mengalami kerugian atau
dipailitkan. Berbeda dari Direksi yang memungkinkan setiap
anggota Direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan
tugas Direksi, setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat
bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Dewan
Komisaris kecuali berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
Mengenai tanggung jawab Dewan Komisaris dapat dibagi
dalam:
a. Tanggung jawab keluar terhadap pihak ketiga; Dewan
Komisaris bertindak keluar berhubungan dengan pihak
ketiga hanya dalam keadaan-keadaan yang sangat istimewa,
yaitu dalam hal Dewan Komisaris dibutuhkan Direksi
sebagai saksi atau pemberi persetujuan dalam hal Direksi
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 97

menurut ketentuan dalam anggaran dasar harus terlebih


dahulu mendapat persetujuan dari Dewan Komsaris dalam
perbuatan penguasaan, seperti menjual, menggadaikan dan
lain-lain.
b. Tanggung jawab kedalam terhadap perseroan; Tanggung
jawab kedalam sama dengan Direksi, pertanggungjawaban
secara pribadi untuk seluruhnya. Tanggung jawab
Dewan Komisaris wajib terutama yang berkaitan dengan
keikutsertaannya menandatangani neraca dan perhitungan
laba rugi yang berarti ia ikut menyetujui isi laporan
pertanggungjawaban direksi tersebut.

3. Organ Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 98 ayat (4) juncto Pasal
1 angka (4) UUPT ditegaskan bahwa RUPS bukan pemegang
kedaulatan tertinggi dalam perseroan, keputusan RUPS tidak
dapat mengurangi, atau menambah, atau mengambil alih
kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris yang telah diberikan
baik oleh UUPT maupun anggaran dasar perseroan. Dalam hal
RUPS ingin memutuskan sesuatu yang bertentangan dengan
yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar, RUPS harus terlebih
dahulu mengubah ketentuan dalam RUPS sesuai kewenangan
RUPS untuk mengubah anggaran dasar sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 19 ayat (1) UUPT.
RUPS mewakili kehendak dari pemegang saham secara
keseluruhan, baik sebagai akibat putusan dengan musyawarah
maupun putusan hasil pemungutan suara yang sesuai dan
sejalan dengan ketentuan UUPS dan/atau anggaran dasar. Jadi
RUPS tidak mewakili kepentingan dari hanya salah satu atau
lebih pemegang saham, melainkan seluruh pemegang saham PT.
Terdapat 2 (dua) jenis RUPS, yaitu RUPS Tahunan, dan RUPSLB.
a. RUPS Tahunan
RUPS Tahunan adalah RUPS perseroan yang dilaksanakan
setiap tahun, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
berakhirnya setiap tahun buku. Jadi RUPS Tahunan ini wajib
98 ABDUL HALIM BARKATULLAH

diselenggarakan setiap tahun, dan sebaliknya RUPS lainnya


diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan atau keperluan
PT yang bersangkutan. Penyelenggaran RUPS Tahunan
inimengikuti proses penyelenggaraan RUPS, yaitu sebagai
berikut:
1) Pemanggilan dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan
tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan
tanggal RUPS.
2) RUPS Tahunan baru dapat dilakukan jika dalam RUPS
lebih dari 1/2 (seperdua) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakilkan.
3) Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak memenuhi,
maka dapat diadakan pemanggukan RUPS kedua.
4) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan
bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak
mencapai kuorum. RUPS Kedua sah dan berhak me-
ngambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3
(Sepertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara hadir atau diwakilkan.
5) Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, maka
perseroan dapat memohon kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang daerahnya meliputi tempat kedudukan
perseroan agar dapat ditetapkan kuorum untuk RUPS
ketiga.
6) RUPS ketiga akan dilakukan dengan kuorum yang telah
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Penetapan
Ketua Pengadilan Negeri mengenai kuorum RUPS
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
7) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sebelum RUPS
Kedua dan ketiga dilangsungkan. RUPS kedua dan
ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat
10 (sepuluh) hari dan paling lambat (21 (dua puluh satu)
hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 99

b. RUPS Luar Biasa (RUPSLB)


Proses penyelenggaraan RUPSLB sama dengan proses
penyelenggaraan RUPS pada umumnya:
1) Untuk RUPSLB yang diselenggarakan guna
melakukan perubahan anggaran dasar: Jika dalam
rapat paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir,
dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan.
2) RUPS kedua hanya sah dan berhak mengambil
keputusan Jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga
per lima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara hadir, dan keputusan adalah sah jika
disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan.
3) Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai,
maka perseroan dapat memohon kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang daerahnya meliputi tempat
kedudukan perseroan agar dapat ditetapkan
kuorum untuk RUPS ketiga.
4) RUPS ketiga akan dilakukan dengan kuorum yang
telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai
kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Untuk RUPSLB yang diselenggarakan dengan tujuan untuk
melakukan :
1) pemberian jaminan Perseroan
2) Pemberian jaminan Perseroan
3) Penjaminan kebendaan/pemberian agunan, atau penjualan/
pengalihan seluruh atau lebih dari ½ (seperdua) dari harta
kekayaan bersih perseroan
4) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan
5) Permohonan kepailitan dan pembubaran PT.
100 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir, dan ke-
putusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga per
empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. RUPS kedua
hanya sah dan berhak mengambil keputusan Jika dalam rapat
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir, dan keputusan adalah sah jika
disetujui paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dari jum-
lah suara yang dikeluarkan. Dalam hal kuorum RUPS kedua
tidak tercapai, maka perseroan dapat memohon kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang daerahnya meliputi tempat kedudukan
perseroan agar dapat ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
RUPS ketiga akan dilakukan dengan kuorum yang telah dite-
tapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Penetapan Ketua Peng-
adilan Negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.

D. Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi


1. Merger
Merger adalah proses penggabungan antara dua atau lebih
Perseroan dan hanya ada satu Perseroan yang dipertahankan.
Pengertian merger ini diambil dari arti kata tersebut dalam
bahasa Inggris, merger, yang berarti penggabungan. Perseroan-
Perseroan yang bergabung dan meleburkan diri tidak mengalami
likuidasi. Sedangkan Perseroan yang bertahan akan membeli
semua aset Perseroan yang di-merger. Akibatnya, Perseroan
bertahan ini memiliki sedikitnya 50 persen dari total saham.
Sementara itu Perseroan yang di-merger harus berhenti
beroperasi karena pemegang sahamnya sudah menerima uang
tunai. Semua aktiva dan pasiva dari Perseroan yang di-merger
akan beralih ke Perseroan yang bertahan. Pada umumnya, merger
merupakan suatu solusi untuk memperkuat struktur Perseroan.
Oleh sebab itu, Perseroan-Perseroan yang melakukan merger
basanya bergerak di bidang yang sama, misalnya bank. Contoh
merger adalah Lippo Bank yang meleburkan diri ke CIMB
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 101

Niaga, di mana hal tersebut menyebabkan Lippo Bank berhenti


beroperasi dan melebur menjadi satu dengan CIMB Niaga.175
Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126 UU
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) jo. Pasal
4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan
dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) bahwa
perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam buku “Hukum Perseroan Terbatas”, M. Yahya harahap,
menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut bersifat “kumulatif”,
sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan per-
buatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan. Lebih
lanjut, Yahya harahapmenambahkan bahwa selain syarat
tersebut, Pasal 123 ayat (4) UUPT menambah satu lagi syarat
bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan
syaratnya, perlu mendapat “persetujuan” dari “instansi terkait”.
Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud Perseroan tertentu
yang memerlukan persyaratan persetujuan dari instansi terkait
adalah Perseroan yang mempunyai “bidang usaha khusus”.
Antara lain lembaga keuangan bank dan yang non-bank.
Sedang yang dimaksud dengan instansi terkait, antara lain Bank
Indonesia (“BI”) untuk penggabungan perseroan perbankan.
Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan harus
menyusun rancangan penggabungan. Rancangan penggabungan
ini diatur dalam Pasal 123 UUPT jo Pasal 7 PP 27/1998:
a. Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan
yang menerima penggabungan menyusun rancangan
penggabungan;
b. Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-
kurangnya:
175s://sleekr.co/blog/apa-perbedaan-antara-merger-akuisisi-dan-
konsolidasi/ diakses 12 Januari 2018
102 ABDUL HALIM BARKATULLAH

1) nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang


akan melakukan Penggabungan;
2) alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan dan persyaratan
Penggabungan;
3) tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang
menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang
menerima Penggabungan;
4) rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang
menerima Penggabungan apabila ada;
5) laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
6) rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha
dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
7) neraca proforma Perseroan yang menerima Peng-
gabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia;
8) cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan diri;
9) cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang
akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
10) cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak
setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
11) nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji,
honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan
Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Peng-
gabungan;
12) perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
13) laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil
yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
14) kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 103

Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun


buku yang sedang berjalan; dan
15) rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan.
c. Kemudian terhadap rancangan penggabungan tersebut
dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris dari
setiap perseroan yang menggabungkan diri.
Penggabungan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang
Saham (“RUPS”) Setelah rancangan penggabungan disetujui
oleh Dewan Komisaris dari masing-masing perseroan yang
menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut harus
diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk
mendapat persetujuan. Pasal 87 ayat (1) UUPT mensyaratkan
bahwa keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah
untuk mufakat. penjelasan pasal ini mengatakan, yang dimaksud
dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan
yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili
dalam RUPS.
Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam
Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk
menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam
rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam
RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit
3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/
atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar.
Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS
dalam rangka penggabungan perseroan yang harus diterapkan
dan ditegakkan:176
a. Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan ke-
putusan diambil dengan cara musyawarah untuk mu-
176 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, hal. 491.
104 ABDUL HALIM BARKATULLAH

fakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan RUPS


yang disetujui bersama oleh pemegang saham yang
hadir atau diwakili dalam RUPS;
b. Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan
cara musyawarah untuk mufakat yang digariskan
Pasal 87 ayat [1] UUPT dimaksud, baru diterapkan dan
ditegakkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 89 ayat
[1] UUPT, yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui
paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagi dari jumlah suara
yang dikeluarkan.
Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai
kuorum, dapat diadakan RUPS kedua dengan kuorum kehadiran
paling sedikit:
a. 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS;
b. Sedang keputusan sah jika disetujui paling sedikit
¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai
kuorum, dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan perseroan
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar
ditetapkan kuorum RUPS ketiga (lihat Pasal 86 ayat [5] UUPT).
Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan peng-
gabungan yang diajukan, maka rancangan penggabungan
dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan (Pasal 128 ayat
[1] UUPT) yang dibuat:
a. di hadapan notaris; dan
b. dalam Bahasa Indonesia.
Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan
untuk menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada
Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”) (Pasal 21 ayat [3]
UUPT) untuk dicatat dalam daftar perseroan. Apabila terdapat
perubahan terhadap Anggaran Dasar (“AD”) sebagaimana diatur
dalam Pasal 21 ayat (1) UUPT maka perlu adanya persetujuan
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 105

dari Menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk


mendapat persetujuan Menteri atas penggabungan dengan
perubahan AD.
Pasal 133 ayat (1) UUPT mensyaratkan bagi Direksi perseroan
yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasil
penggabungan dengan cara: (1) diumumkan dalam 1 (satu) surat
kabar atau lebih; (2) dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berke-
pentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan,
Peleburan, atau Pengambilalihan. Dalam hal ini pengumuman
wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal:
a. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar
dalam hal terjadi Penggabungan;
b. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai
perubahan anggaran dasar. (Penjelasan Pasal 133
UUPT).

2. Konsolidasi
Konsolidasi Perseroan merupakan peleburan dua atau
beberapa Perseroan menjadi satu. Berbeda dengan proses merger
yang tetap mempertahankan satu Perseroan sebagai entitas inde-
penden, proses konsolidasi tidak menyisakan Perseroan mana
pun yang meleburkan diri. Sebaliknya, proses ini menghasilkan
satu Perseroan baru. Contoh proses konsolidasi adalah pem-
bentukan Bank Mandiri di tahun 1998 yang merupakan hasil
peleburan dari empat bank, yakni Bank Bumi Daya, Bank BDN,
Bank Ekspor Impor, dan Bank Bapindo.
Keempat bank yang melakukan konsolidasi ini juga tidak
mengalami likuidasi seperti status Perseroan yang di-merger.
Namun, Perseroan hasil konsolidasi harus memiliki badan
hukum yang resmi. Lalu, aktiva dan pasiva dari keempat
106 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Perseroan yang melakukan konsolidasi tersebut akan beralih ke


Perseroan baru hasil dari gabungan yang muncul.177
Konsolidasi adalah situasi di mana Perseroan yang terpisah
menjadi satu. Kadang-kadang digambarkan sebagai merger,
meskipun secara teknis ini adalah dua situasi yang berbeda.
Dalam merger, baru bisnis terbentuk ketika satu Perseroan
menyerap yang lain, dalam konsolidasi, Perseroan bergabung
pada istilah yang relatif sama untuk membentuk satu Perseroan
baru. Namun, kedua istilah ini sering digunakan secara ber-
gantian.
Konsolidasi dapat juga dikatakan menyatukan seluruh sum-
ber daya, peluang dan kekuatan untuk memenangkan persaingan
jangka panjang, memenangkan persaingan berarti menjadi yang
terbaik dalam melayani kebutuhan konsumen/klien saat ini dan
dimasa datang.
Konsolidasi dilakukan dengan mengevaluasi kondisi usaha
saat ini, diteruskan dengan pengembangan strategi usaha jangka
panjang, strategi tersebut dibuat lebih terperinci dalam bentuk
perencanaan dengan sasaran bergerak ke jangka menengah
dan panjang yang meliputi pengembangan sistem manajemen
agar perencanaan dan implementasi bisa sejalan, memberikan
perioritas pada pengembangan yang dilakukan secara terus
menerus, pengembangan pasar dilakukan sistimatis dan efisiensi
menjadi acuan prestasi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UUPT, peleburan (konsolidasi)
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan
terbatas atau lebih, untuk meleburkan diri dengan cara men-
dirikan satu perseroan tebatas yang baru yang karena hukum
memperoleh akitva dan pasiva dari perseroan terbatas yang me-
leburkan diri dan status badan hukum perseroan tebatas yang
meleburkan diri berakhir karena hukum. Sementara Pasal 1
angka PP Nomor 27 Tahun 1998, peleburan (konsolidasi), adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan terbatas

177s://sleekr.co/blog/apa-perbedaan-antara-merger-akuisisi-dan-
konsolidasi/ diakses 12 Januari 2018
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 107

atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu


perseroan terbatas baru dan masing-masing perseroan terbatas
yang meleburkan diri menjadi bubar. Secara alamiah usaha yang
dimulai dengan skala kecil perorangan mengalami fase-fase
perkembangan mulai dari start up, bertahan hidup dan tumbuh.
Pada saat Perseroan mencapai periode tumbuh maka perlu dila-
kukan konsolidasi dengan serius, jika konsolidasi dilakukan
setengah hati maka Perseroan akan mengalami stagnasi atau
malah mundur.
Sampai pada satu titik tertentu Perseroan harus melakukan
konsolidasi karena kondisi usahanya mulai mengalami kesulitan
mempertahankan pertumbuhan penjualan, tingkat pertumbuhan
pasar mulai lambat, persaingan yang makin ketat harga, kualitas,
pesaing terus bertambah, marjin laba statis. Kondisi ini akan
dialami jika strategi pengembangan usaha tidak ada, sasaran
masih jangka pendek, umumnya hanya administrasi keuangan
yang baik, pengembangan pasar dan produk dilakukan sporadis
tidak sistimatis, penjualan tidak naik cenderung statis, produksi
dibawah kapasitas bahkan akan cenderung surut jika konsolidasi
tidak dilakukan sama sekali, penjualan menurun drastis, tidak
mampu lagi bersaing dipasar, likuiditas makin sulit, kapasitas
produksi akan terus menurun. Kondisi ini sering terjadi pada
usaha kecil yang beranjak menjadi Perseroan menengah.
Permasalahan yang harus dipecahkan pada tahap awal
konsolidasi adalah tujuan dan sasaran bisnis yang ingin anda
capai dimasa datang atau posisi seperti apa bisnis anda lima
atau sepuluh tahun mendatang.
Permasalahan dalam menetapkan sasaran bisnis adalah :
a. Menarik garis antara sasaran yang ingin dicapai dimasa
datang dengan kondisi usaha dan lingkungan usaha saat
ini, garis tersebut adalah sasaran antara atau tahap-tahap
pengerjaannya.
b. Memperkirakan kondisi lingkungan atau peluang dan tan-
tangan dimasa datang sehingga sasaran yang ingin anda
capai lebih realistis.
108 ABDUL HALIM BARKATULLAH

Kelebihan Perseroan yang melakukan Konsolidasi, yaitu:


a. Perseroan-Perseroan yang melakukan konsolidasi akan
memiliki kekuatan yang lebih besar untuk bersaing
dengan Perseroan yang lain karena biasanya proses
konsolidasi dilakukan oleh lebih dari dua Perseroan
yang melebur menjadi satu.
b. Dengan melakukan konsolidasi Perseroan yang meng-
alami kesulitan modal tidak harus dilikuidasi, akan
tetapi masih tetap bisa bertahan meski dengan Per-
seroan yang baru.
Kekurangan Perseroan yang melakukan Konsolidasi, yaitu:
a. Dengan melakukan konsolidasi Perseroan yang lama
akan hilang karena melebur menjadi satu; dan
b. Untuk mengenalkan Perseroan yang baru (hasil kon-
solidasi) kepada masyarakat butuh waktu yang relatif
lama.
Untukmemutuskan bergabung dengan Perseroan lain bukan-
lah perkara yang mudah. Keputusan bergabung diambil karena
suatu alasan yang sangat kuat. Jadi sebelum melakukan peng-
gabungan badan usahanya, setiap Perseroan tentu mempunyai
maksud tertentu yang ingin dicapainva. Demikian pula jenis
penggabungan yang akan dipilih juga dilakukan dengan ber-
bagai macam pertimbangan. Terdapat beberapa alasan suatu
bank atau suatu Perseroan untuk melakukan penggabungan
secara Konsolidasi. Contoh Alasan yang biasa dipakai suatu per-
seroan dalam bidang perbankan, yaitu antara lain:
a. Masalah Kesehatan
Apabila bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh Bank
Indonesia setelah melalui beberapa perbaikan sebelumnya,
maka sebaik¬nya bank tersebut melakukan penggabungan.
Pilihan pengga¬bungan tentunya dengan bank yang sehat.
Jika bank yang digabungkan sama-sama dalam kondisi
tidak sehat maka sebaiknya pilihan penggabungan adalah
konsolidasi atau dapat pula diakui¬sisi oleh bank lain yang
sehat.
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 109

b. Masalah Permodalan
Apabila modal suatu bank dirasakan kecil sehingga sulit
untuk melakukan perluasan usaha, maka bank dapat ber-
gabung dengan satu atau beberapa bank sehingga modal
dimiliki menjadi besar. Sebagai contoh Bank Maras hanva
memiliki modal 5 milyar dengan 12 buah cabang bergabung
dengan Bank Mangkol yang memiliki modal 10 milyar
clan memiliki 20 cabang. Gabungan kedua bank tersebut
sekarang memiliki modal 15 milyar dan 32 cabang. Dengan
adanya penggabungan atau usaha peleburan otomatis lebih
mudah untuk mengembangkan usahanya. Yang jelas setelah
melakukan penggabungan modal dan cabang dari beberapa
bank yang ikut bergabung akan bertambah besar.
c. Masalah Manajemen
Manajemen bank yang sembrawut atau kurang profesional
sehingga,Perseroanterusmerugidansulituntukberkembang.
Jenis bank inipun sebaiknya melakukan penggabungan usaha
atau peleburan usaha dengan bank yang lebih profesional
yang terkenal dengan kualitas manajemennya.
d. Teknologi dan Administrasi
Bank yang menggunakan teknologi yang masih tradisional
sa¬ngat menjadi masalah. Dalam perkembangan yang
sedemikian cepat diperlukan teknologi yang canggih. Untuk
memperoleh teknologi yang canggih diperlukan modal yang
tidak sedikit. Ja¬Ian keluar yang dipilih adalah melakukan
penggabungan dengan bank yang sudah memiliki teknologi
yang canggih. Demikian pula bagi bank yang kurang teratur
dan masih tradisional dalam hal administrasinya, sebaiknya
bank melakukan penggabungan atau peleburan sehingga
diharapkan administrasinya menjadi lebih baik.
e. Ingin Menguasai Pasar
Tujuan ingin menguasai pasar tidak diumumkan secara jelas
kepada pihak luar dan biasanya hanya diketahui oleh mereka
yang hendak ikut bergabung. Dengan adanya penggabungan
dari beberapa bank, maka jumlah cabang dan jumlah nasabah
110 ABDUL HALIM BARKATULLAH

yang dimiliki bertambah. Tujuan ini juga dilakukan untuk


meng¬hilangkan atau melawan pesaing yang ada. 178

3. Akuisisi
Terakhir adalah akuisisi. Akuisisi adalah proses pengam-
bilalihan Perseroan yang dilakukan dengan cara membeli saham
mayoritasnya. Perseroan yang membeli saham ini kemudian
akan menjadi pengendali Perseroan yang dibeli sahamnya.
Berbeda dengan konsolidasi dan merger yang menghilangkan
eksistensi Perseroan yang melakukan peleburan, akuisisi tetap
mempertahankan eksistensi kedua Perseroan. Jadi, tidak ada
Perseroan yang hilang, keduanya tetap berdiri sebagai badan
hukum yang terpisah. Yang berubah hanyalah pemegang
sahamnya. Contoh akuisisi ini adalah ketika Phillip Morris Ltd
mengambil saham mayoritas dari PT HM Sampoerna di tahun
2005. PT. HM Sampoerna tetap ada hingga sekarang, bukan?
Contoh akuisisi lainnya adalah saham mayoritas Aqua yang
diakuisisi oleh Danone.
Meski begitu, tidak semua proses pembelian saham di-
sebut akuisisi. Akuisisi hanya terjadi ketika saham yang dibeli
jumlahnya sangat besar sehingga mampu mengubah status
pemegang saham. Akuisisi dapat dilakukan terhadap saham
ataupun aset Perseroan. Untuk akuisisi saham, biasanya hanya
Perseroan berbentuk perseroan terbatas (PT) yang dapat
melakukannya. Hal ini disebabkan karena kepemilikan PT
diwujudkan dalam bentuk saham. Sedangkan untuk akuisisi
aset biasa dilakukan pada Perseroan setaraf UD, CV, dan badan
hukum.179
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil
alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan tersebut. Pengambilalihan
178http://artonang.blogspot.co.id/2016/03/tujuan-kelebihan-kelemahan-
dan-alasan.html diakses 23 Maret 2018.
179s://sleekr.co/blog/apa-perbedaan-antara-merger-akuisisi-dan-
konsolidasi/ diakses 12 Januari 2018
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 111

dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah


dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui
Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham. Akuisisi
saham secara harfiah adalah membeli atau mendapatkan
sesuatu/objek untuk ditambahkan pada sesuatu/objek yang
telah dimiliki sebelumnya.
Syarat-Syarat Pengambilan Saham(Akuisisi) Perseroan,
mengacu pada UUPT Pasal 126, terdapat beberapa persyaratan
yang dapat diacu bagi proses pengambilan saham, yaitu:
a. Pengambilalihan saham wajib memperhatikan keten-
tuan Anggaran Dasar Perseroan yang diambil alih ten-
tang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang
telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain;
b. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan Perse-
roan, baik kepentingan Perseroan yang mengakuisisi
maupun kepentingan Perseroan;
c. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan peme-
gang saham minoritas;
d. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan karya-
wan Perseroan;
e. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kre-
ditur dan mitra usaha lainnya dari Perseroan;
f. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kepen-
tingan masyarakat dan persaingan sehat.
g. Pengambilalihan saham wajib memperhatikan keten-
tuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih ten-
tang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang
telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Disamping persyaratan di atas, suatu pengambilalihan
saham (Akuisisi) juga harus tunduk pada persyaratan yang
diatur dalam pada Pasal 4, Pasal dan Pasal 6 PP No.27/1998
mengenai Syarat-syarat pengambilalihan dengan mengacu pada
pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memper-
hatikan kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas,
112 ABDUL HALIM BARKATULLAH

dan karyawan yang bersangkutan;


b. Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan mem-
perhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat
dalam melakukan usaha;
c. Pengambilalihan harus memperhatikan kepentingan kre-
ditur;
d. Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan
RUPS.
Meskipun begitu pada dasarnya semua persyaratan yang
diatur dalam PP No.27/1998 ini sudah mencakup persyaratan
yang diatur dalam UUPT.
Dokumen Persyaratan Dalam Proses Pengambilan Saham
(Akuisisi) Berdasarkan persyaratan di atas dapat ditelususri me-
ngenai dokumen-dokumen yang diperlukan untuk melakukan
proses Pengambilan Saham atau Akuisisi, yaitu meliputi:
a. Pernyataan Maksud Untuk Mengambil Alih Perseoran.
Dalam hal Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak
yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk
melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang
akan diambil alih. Akan tetapi Dalam hal pengambilalihan
saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan
ini tidak berlaku.
b. Rancangan Pengambilalihan Perseroan. Direksi Perseroan
yang akan diambil alih dan Direksi Perseroan yang akan
mengambilalihdenganpersetujuanDewanKomisarismasing-
masing menyusun rancangan Dalam Pengambilalihan suatu
perseroan yang memuat sekurang-kurangnya:
1) nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan
mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
2) alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan
mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil
alih;
3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari
Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 113

yang akan diambil alih;


4) tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan
yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya
apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan
saham;
5) jumlah saham yang akan diambil alih;
6) kesiapan pendanaan;
7) neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan
mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia;
8) cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak
setuju terhadap Pengambilalihan;
9) cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan
yang akan diambil alih;
10) perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan,
termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan
saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
11) rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil
Pengambilalihan apabila ada.
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas
Rencana Pengambialihan (Akuisisi). Berdasarkan Pasal 125 ayat
(1) UUPT dijelaskan bahwa Dalam hal Pengambilalihan yang
dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi
sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus
terlebih dahulu berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi
kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengam-
bilan keputusan RUPS.
Adapun Kuorum yang dimaksud disini sebagaimana dije-
laskan dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT adalah 3/4(tiga perempat)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui
paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
114 ABDUL HALIM BARKATULLAH

kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan


keputusan RUPS yang lebih besar.
Pengumuman Ringkasan Rencana Pengambilan Alihan Ke
Surat Kabar bahwa Direksi Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan
wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam
1 (satu) surat kabar dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Surat Tercatat Rancangan Pengambilalihan Kepada Seluruh
Kreditor Paling Lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum Pemanggilan
Rapat Umum Pemegang Saham Direksi wajib menyemapaikan
dengan surat tercatat Rancangan Pengambilalihan kepada
seluruh Kreditor Perseroan.
Pengumuman secara tertulis kepada karyawan Perseroan.
Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Pele-
buran, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan
secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sebelum pemanggilan RUPS.
Akta Notaris Pengambilalihan Perseroan. Rancangan Pe-
ngambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam
akta Pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam
bahasa Indonesia. Akta pengambilalihan saham yang dilakukan
langsung dari pemegang saham jugawajib dinyatakan dengan
akta notaris dalam bahasa Indonesia.
Surat Pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM.
Setelah rancangan Pengambilaihan (Akuisisi) dituangkan
menjadi Akta Notaris maka selanjutnya adalah mendapatkan
Surat Penyampaian Pemberitahuan dari Menteri Hukum dan
HAM. Dalam penyampaian pemberitahuan ini Salinan akta
Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyam-
paian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan ang-
garan dasar. Sedangkan Dalam hal Pengambilalihan saham
dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta
HUKUM PERSEROAN DI INDONESIAH 115

pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyam-


paian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan
susunan pemegang saham.
Pendaftaran Wajib Daftar Perseroan. Setiap perubahan yang
diakibatkan oleh Pengambilalihan (akuisis) baik yang berhu-
bungan dengan data-data Pemegang Saham maupun, data yang
berhubungan dengan data-data Perseroan wajib dilaporkan
pada kantor tempat pendaftaran Perseroan oleh pemilik atau
pengurus Perseroan.180

180http://www.gultomlawconsultants.com/tata-cara-pengambilalihan-
saham-akuisisi-persereoan-terbatas-di-indonesia/# diakses 23 Maret
2018.

Anda mungkin juga menyukai