Anda di halaman 1dari 34

HUKUM PERUSAHAAN

“PERANAN NOTARIS DALAM PROSES KEPAILITAN

PERSEROAN TERBATAS”

DISUSUN OLEH:

RIFALDI JEYANDA : 01656180143

RISMAWATI : 01656180114

SITI ROMLAH : 01656180090

MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini. Penulisan Makalah ini dilakukan

dalam rangka bagian dari pemenuhan syarat tugas pada mata kuliah Hukum Perusahaan

yang berjudul “PERANAN NOTARIS DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN

TERBATAS”.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Jur Udin Silalahi, SH,

LL.M, selaku dosen Hukum Perusahaan yang telah memberikan arahan selama ini kepada

kami dan telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan Makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar

penyusunan Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak

terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Salam

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………….…………………. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………….………… iii

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………… 1

A. Latar Belakang …………………………………………..…..……… 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian........................................................ 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 11

A. Pengertian Umum Kepailitan............................................................... 11

B. Pengertian Umum Kurator................................................................... 13

C. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas..................................... 14

D. Tinjauan Umum Tentang Akta........................................................... 15

E. Tinjauan Umum Tentang Notaris....................................................... 17

BAB III. METODE PENELITIAN..…………………………………….. 24

A. Jenis Penelitian..…………………………………………………….

24

B. Tipe Penelitian................................................................................... 24

C. Pengumpulan Data dan Pengelolaan Data......................................... 25

D. Prosedur Pengelolaan Data................................................................. 25

BAB IV. PENUTUP...............……………………………………………. 27

A. Kesimpulan........................................................................................ 27

B. Saran.................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 29
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Perusahaan pada dasarnya merupakan badan usaha yang dibentuk untuk dengan

tujuan melaksanakan kegiatan di bidang ekonomi sebagai upaya memperoleh laba dan

mempertahankan eksistensi perusahaan tersebut di tengah persaingan usaha yang

semakin ketat dewasa ini. Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya tersebut

dipengaruhi oleh kemampuan manajemen dalam melaksanakan berbagai aktivitas usaha.

Dengan kata lain pengelolaan perusahaan secara baik menjadi faktor penentu

perusahaan dalam mencapai tujuannya.1

Keberadaan perusahaan secara umum memiliki peran penting dalam kegiatan

perekonomian di antaranya dalam hal membeli faktor-faktor produksi seperti bahan

baku, tenaga kerja, modal, dan pengusaha (kewirausahaan); mengelola atau

mengombinasikan faktor-faktor produksi untuk memproduksi barang dan jasa atau

berperan sebagai produsen; menjual barang dan jasa yang sudah dihasilkan kepada

rumah tangga, pemerintah, masyarakat luar negeri atau kepada ketiga- tiganya; dan

bertanggung jawab terhadap kesejahteraan karyawan dan masyarakat sekitarnya.2

Secara garis besar ditinjau dari status badan hukumnya, perusahaan terbagi

menjadi dua kelompok, yaitu perusahaan yang tidak berbadan hukum dan perusahaan

yang berbadan hukum. Pada perusahaan yang tidak berbadan hukum adalah perusahaan,

harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan

tersebut, sehingga pencatatan harta kekayaan pribadi harus dilakukan, di samping

pencatatan harta kekayaan perusahaan. Perusahaan tidak tidak berbadan hukum dapat

Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 9.
2

Harahap, M. Yahya. 2008. Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta

1
berbentuk usaha perseorangan, persekutuan perdata (maatschap), firma, persekutuan

komanditer.3

Perusahaan berbadan hukum adalah sebuah subjek hukum yang mempunyai

kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, mempunyai harta

sendiri yang terpisah dari harta anggotanya, punya tujuan yang terpisah dari tujuan

pribadi para anggotanya dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai

saham yang diambilnya. Perusahaan berbadan hukum dapat berbentuk koperasi,

yayasan, Badan Usaha Milik Negara, Perum dan Perseroan Terbatas.4

Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan salah satu

perusahaan yang berbadan hukum sebagaimana ditentukan Pasal 1 Angka (1) Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat

UUPT), adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi

dalam saham dan memenuhi dalam persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang

ini serta peraturan pelaksanaannya.

Keberadaan PT dalam aktivitas perekonomian memiliki arti penting, karena

berfungsi sebagai salah satu sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam praktik

bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha. Beberapa faktor penyebab PT menjadi pilhan

utama pelaku usaha saat ini dibandingkan dengan beberapa badan usaha lain, semata-

mata untuk mengambil manfaat karakteristik pertanggung jawaban terbatas dan PT lebih

mudah untuk melakukan transformasi perusahaan.5

PT didirikan oleh minimal dua orang pendiri dan ditinjau dari jenis kegiatan

usahanya, PT dibedakan menjadi dua yaitu PT umum dan PT khusus. PT umum

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
4

Ibid Hal. 1
5

Chatamarrasjid, 2000. Menyingkap Tabir Perseroan Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

2
menjalankan beberapa kegiatan dalam bidang perdagangan dan jasa, serta ekspor impor,

sedangkan PT khusus hanya menjalankan salah satu jenis perdagangan, jasa, kegiatan

ekspor atau impor. Untuk menjalankan kegiatan usahanya, suatu PT tidak dapat

dilaksanakan oleh hanya satu organ saja, tetapi terdiri dari beberapa organ yang masing-

masing mempunyai tugas berbeda dalam menjalankan kegiatan perseroan. Organ-organ

PT terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disingkat RUPS), Dewan

Komisaris dan Dewan Direksi, yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan dalam

melaksanakan berbagai kegiatan PT.6

Pelaksanaan berbagai kegiatan PT sebagai badan hukum tidak dapat dilepaskan

dari aspek legalitas yang memerlukan peran notaris, baik dalam proses pendirian,

pengesahan, perubahan anggaran dasar dan pelaksanaan RUPS sampai dengan

kepailitan suatu Perseroan Terbatas. Hal ini berkaitan dengan peran notaris sebagai

pejabat umum yang memberikan kepastian hukum kepada masyarakat melalui akta

otentik yang dibuatnya. Kedudukan notaris7 sebagai pejabat umum sangat dibutuhkan

oleh masyarakat, sebab masyarakat tidak lagi mengandalkan perjanjian atas dasar

kepercayaan semata-mata.8

Keberadaan notaris dalam kehidupan masyarakat yang sedemikian penting

berdampak pada perkembangan dasar hukum mengenai notaris, hal ini ditunjukkan oleh

perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjadi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (selanjutnya disingkat UUJN), sebagai upaya

mewujudkan jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang

berintikan kebenaran, dan keadilan. Selain itu dalam menjalankan jabatannya, notaris

harus dapat bersikap profesional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan

Chatamarrasjid, 2000. Menyingkap Tabir Perseroan Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
7

Widjaya, I. G. Rai. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Mega Poin, Jakarta
8

Nadapdap, Nimoto. 2014. Hukum Perseroan Terbatas, Aksara, Jakarta.

3
senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi kode etik

profesinya yaitu Kode Etik Notaris.

Peranan notaris sangatlah penting dalam pelaksanaan UUPT. Pasal-pasal dalam

UUPT mengatur peranan notaris adalah, antara lain, sebagai berikut: 9

1. Pasal 7 yang menyatakan bahwa Perseroan Terbatas didirikan oleh dua orang atau

lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia;

2. Pasal 9 ayat 3 yang menyatakan bahwa dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri

permohonan pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, maka pendiri hanya

dapat memberi kuasa kepada Notaris;

3. Pasal 21 ayat 4 yang menyatakan bahwa perubahan anggaran dasar Perseroan

Terbatas dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia;

4. Pasal 21 ayat 5 yang menyatakan bahwa perubahan anggaran dasar Perseroan

Terbatas yang tidak dimuat dalam berita acara rapat yang dibuat notaris harus

dinyatakan dalam akta notaris paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak tanggal

keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.

5. Pasal 90 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap penyelenggaraan Rapat Umum

Pemegang Saham, risalah Rapat Umum Pemegang Saham wajib dibuat dan

ditandatangani oleh ketua Rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang

ditunjuk dari dan oleh peserta Rapat Umum Pemegang Saham namun tandatangan

tersebut tidak disyaratkan apabila risalah Rapat Umum Pemegang Saham tersebut

dibuat dengan akta notaris;

6. Pasal 128 ayat 1 yang menyatakan bahwa rancangan penggabungan, peleburan,

pengambilalihan atau pemisahan yang telah disetujui Rapat Umum Pemegang Saham

dituangkan dalam akta penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan

Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007

4
yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia. Selain peran penting notaris

dalam pelaksanaan UUPT yang sudah dijabarkan diatas, UUPT menyatakan dan

mengatur juga tentang pembubaran PT, yaitu :10

a. Pembubaran Perseroan terjadi :

1) Berdasarkan keputusan RUPS

2) Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar

telah berakhir

3) Berdasarkan petetapan pengadilan

4) Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputsan pengadilan niaga yang

telah mempunyai kekuataan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak

cukup untuk mebayar biaya kepailitan

5) Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam

keadaan Insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

6) Karena dicabutnya ijin usaha Perseroan sehingga mewajibakan Perseroan

melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

b. Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

1) wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh Likuidator atau

Kurator; dan

2) perseron tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan

untuk membereskan semua urusan perseroan dalam rangka likuidasi

c. Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu

berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan

10

Ibid Hal. 5

5
dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Niaga dan RUPS tidak

menunjukan likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator

d. Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus

memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam

Undang-Undang tetang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang

7. Pasal 147

a. Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran

perseroan, likuidator wajib memberitahukan:11

1) Kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara

mengumumkan Perseroan dalam Surat Kabar Berita Negara Republik

Indonesia; dan

2) Pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar

Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi

b. Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat;

1) Pembubaran perseroan dan dasar hukumnya

2) Nama dan alamat likuidator

3) Tata cara pengajuan tagihan

4) Jangka waktu pengajuan tagihan

c. Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d

adalah 60 hari terhitung sejak tanggal pengumuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1)

11

Ibid Hal. 5

6
d. Pemberitahuan pada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib

dilengkapi dengan bukti:

1) Dasar hukum pembubaran Perseroan; dan

2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud

pada ayat(1) huruf a.

Didalam Undang – Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (Untuk selanjutnya disebut UUK). Berdasarkan ketentuan

Pasal 1 angka 1 ; Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan hakim

Pengawas, Pasal 1 angka 5 Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perorangan

yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit

dibawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang – undang ini.12

Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara kreditor atas

kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan

terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan

sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai

dengan haknya masing-masing.13

Putusan pernyataan pailit terhadap debitur membawa dampak besar bagi para

kreditor debitur pailit. Permasalahannya, bagaimana mereka mendapatkan hak-haknya atas

harta debitur pailit. Siapa yang akan mengurus pembagian harta debitur pailit kepada para

kreditor berdasarkan haknya masing-masing. Permasalahan utama dalam kepailitan

sebagaimana yang diungkapkan Professor Warren adalah siapa yang berhak dan bagaimana

membagi harta debitur pailit. Terhadap pernyataan ini, di Indonesia telah diatur bahwa yang

berhak melakukan itu adalah Balai Harta Peninggalan dan Kurator. Hanya saja inti
12

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan


13

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2008. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

7
pernyataan ini adalah bagaimana membagi harta debitur pailit. Membagi harta debitur pailit

merupakan bagian akhir dari proses kepailitan. Tahap mencapai pembagian harta inilah

yang akan menjadi tugas berat seorang kurator.14

Selain peranan Kurator dalam Kepailitan, perlu juga diketahui dan dipahami

peranan penting seorang notaris/ PPAT dalam proses kepailitan sampai dengan pemberesan

harta pailit, bahwa dalam prakteknya Kurator dalam pemberesan harta pailit biasanya terdiri

dari barang bergerak dan barang tidak bergerak.15

Dalam penjualan harta tidak bergerak serta untuk memenuhi ketentuan peraturan

Perundang-undangan mengenai peralihan hak atas tanah dan bangunan, maka Kurator

memerlukan kewenangan PPAT untuk menerbitkan harta jual beli yang nantinya dijadikan

oleh pihak ketiga (pembeli) dalam proses balik nama. Sedangkan untuk penjualan harta

bergerak dalam dilakukan secara Akta Notaril antara Kurator dengan pihak ketiga

(pembeli).

Berdasarkan hal tersebut maka notaris / PPAT memiliki peranan yang penting bagi

kurator untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan hukum dalam proses pemberessan

harta pailit khususnya dalam proses penjualan dibawah tangan baik atas harta tidak

bergerak maupun harta bergerak. Akta Notaril atau AJB PPAT memberikan pembuktian

yang kuat kepada pihak ketiga (pembeli) sebagai bukti otentik dimana apabila kepailitan

telah berakhir dan kewenangan kurator telah dicabut maka dengan Akta Notaril atau AJB

PPAT memberikan kedudukan yang kuat dan tidak terbantah lagi secara hukum untuk

mempertahankan kepemilikan asset-aset harta pailit terhadap debitor 16

Salah satu tanggung jawab notaris yang paling penting adalah melakukan

pemeriksaan atas pemenuhan dari seluruh persyaratan-persyaratan dan tindakan-tindakan

14

Ibid hal. 11
15

Rusli, Hardijan. 1997. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
16

Setiawan, Wawan. 2004 Sikap Profesionalisme Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik, Media Notariat Edisi Mei-Juni, Jakarta.

8
yang diwajibkan oleh peraturan yang berlaku. Tanggung jawab notaris menjadi penting

untuk diketahui dan dipahami karena tanggung jawab erat kaitannya dengan sanksi. 17

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses kepailitan pada PT serta tanggung jawab kurator dalam

pengurusan dan pemberesan harta pailit?

2. Sejauh manakah peranan notaris sebagai pejabat umum dalam proses kepailitan suatu

PT?

III.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui proses kepailitan pada PT serta tanggung jawab kurator dalam

pengurusan dan pemberesan harta pailit?

b. Untuk mengetahui peranan notaris sebagai pejabat umum dalam kepailitan suatu

Perseroan Terbatas?

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, sebagai

berikut:

a. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat berguna

untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum perdata, khususnya

ilmu di bidang hukum perseroan dan kepailitan suatu Perseroan Terbatas serta

17

Ibid hal. 11

9
memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan khususnya

yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

b. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat

memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti dan dapat menjadi

masukan bagi pihak-pihak terkait dan pembentuk Undang-Undang untuk dapat

memberikan kepastian hukum bagi masyarakat luas pengguna jasa Notaris, PT

serta khususnya bagi Notaris dalam pelaksanaan kepailitan suatu Perseroan

Terabatas.

10
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian Umum Kepailitan

1. Pengertian dan Pengaturan tentang Kepailitan

Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dalam

Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan

Debitor Pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di

bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.18

2. Tujuan Kepailitan

Tujuan pengaturan tentang kepailitan pada hakekatnya adalah:19

a. Untuk menghindari harta Debitor, khususnya apabila dalam waktu yang sama

ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya pada Debitor;

b. Untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang

menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitor tanpa

memperhatikan kepentingan Debitor atau Para Kreditor lainnya;

c. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah

seorang Kreditor atau Debitor sendiri. Sebagai contoh Debitor berusaha untuk

memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa Kreditor tertentu sehingga

Kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari Debitor untuk

melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan

tanggung jawabnya terhadap para Kreditor.

18

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan


19

Etty S. Suhardo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, BP UNDIP, Semarang, 2010

11
3. Syarat Kepailitan

Syarat-syarat untuk mengajukan pailit terhadap suatu perusahaan telah diatur

dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu :20

a. Mempunyai dua atau lebih kreditor

b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih

4. Asas-asas Hukum Kepailitan

Asas kepailitan yang terkandung dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor

37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,

yaitu Asas keseimbangan, Asas kelangsungan usaha, Asas keadilan, Asas integrasi
21

5. Akibat Hukum Kepailitan

Adapun akibat-akibat yuridis dari putusan pailit terhadap harta kekayaan

Debitor maupun terhadap Debitor adalah sebagai berikut: 22

a. Putusan pailit dapat dijalankan lebih dahulu (serta-merta)

b. Sitaan Umum (Public Attachment, Gerechtelijk Beslag)

c. Kehilangan wewenang dalam harta kekayaan

d. Perikatan setelah pailit

e. Pembayaran piutang Debitor Pailit

f. Penetapan putusan pengadilan sebelumnya

20

Ibid hal. 14
21

Opcit hal. 13
22

M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di peradilan, Kencana, Jakarta, 2008, hal 162-185

12
g. Hubungan kerja dengan para pekerja perusahaan pailit

h. Kreditor Separatis dan Penangguhan Hak (Stay)

i. Organ-organ Perseroan Terbatas

j. Actio Paulina dalam kepailitan dalam sistem hukum perdata

k. Paksa Badan (gijzeling)

l. Ketentuan Pidana

6. Pengurusan Harta Pailit

Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, Debitor pailit

tidak lagi diperkenankan untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya

yang telah dinyatakan pailit (harta pailit). Selanjutnya pelaksanaan pengurusan

dan/atau pemberesan atas harta pailit tersebut diserahkan kepada Kurator yang

diangkat oleh Pengadilan, dengan diawasi oleh seorang Hakim Pengawas yang

ditunjuk dari Hakim Pengadilan. Pengangkatan tersebut harus ditetapkan dalam

putusan pernyataan pailit tersebut 23

II. Pengertian Umum Kurator

1. Pengertian Kurator

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa Kurator

adalahBalai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh

Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan UU ini. 24

23

Ibid hal. 15

24

Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Pasal 1 angka 5


13
2. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Kurator

Tugas utama Kurator secara umum adalah untuk melakukan pengurusan

dan atau pemberesan harta pailit. Selanjutnya agar seorang Kurator dapat

melaksanakan tugas yang diberikan tersebut Kurator diberikan kewenangan

untuk :25

a. Dibebaskan dari kewajiban untuk memperoleh persetujuan dari atau

menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Debitor atau salah

satu organ Debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan

atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan.

b. Melakukan pinjaman pihak ketiga, semata-mata dalam rangka

meningkatkan nilai harta pailit.

III. Tinjauan Umum tentang Perseroan Terbatas (PT)

1. Pengertian dan Pengaturan tentang Perseroan Terbatas (PT)

Pengertian dituangkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang mengatakan bahwa “Perseroan

Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang- Undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.”

2. Perseroan Terbatas sebagai Badan Usaha yang Berbadan Hukum

Perseroan Terbatas merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum

karena prosedur pendirian serta pelaksanaan kegiatan perseroan tersebut

25

Shidarta, 2006. Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung.

14
didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

3. Organ Perseroan Terbatas

Organ perseroan tersebut terdiri dari Rapat Umum Pemegang

Saham(RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

IV. Tinjauan Umum tentang Akta

1. Akta Otentik

Akta otentik menurut Pasal 165 HIR adalah tulisan yang dibuat oleh dan

atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk membuatnya, dan menjadi

bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang

yang mendapatkan haknya, tentang segala hal yang disebut dalam akta dan juga

yang ada dalam akta sebagai pemberitahuan saja, dalam hal terakhir ini hanya

jika hal yang diberitahukan berhubungan langsung dengan perihal tersebut

dalam akta.26

Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam Pasal 165 HIR, maka akta

memiliki unsur-unsur:

a. Tulisan yang memuat Fakta, peristiwa, atau keadaan yang rnenjadi dasar

dari suatu hak atau perikatan;

b. Ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan;Dengan maksud untuk

menjadi bukti.

Pengertian lain akta otentik adalah akta yang memenuhi unsur-unsur berikut: 27

26

Pasal 165 Herizen Inlandsch Reglement (HIR)

15
27

Hbib, Adjie. 2013. Menjalin Pemikiran-Pendapat tentang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
a. akta yang dibuat; pegawai yang bersangkutan membuat akta itu, jenisnya

bisa berupa proces verbaal akte atau ambtelijke akte;

b. di hadapan; artinya yang membuat (isi akta) adaiah pihak-pihak yang

bersangkutan, sedang pejabat umum (notaris, pejabat pembuat akta

tanah) hanya menyaksikan, menuliskan dalam bentuk akta dan kemudian

membacakan isinya kepada para pihak.28

2.Akta di Bawah Tangan

Akta di bawah tangan menurut Pasal 165 KUHPerdata adalah akta yang

tidak menentukan kekuatan pembuktian bagi akta-akta selain akta otentik,

sehingga keabsahannya diserahkan kepada hakim, apakah suatu kuitansi dapt

diterima sebagai alat bukti kepada pihak ketiga (masyarakat). Apabila suatu

akta dituduh palsu, maka akan dijalankan proses tentang insiden pemalsuan.

Acara ini disebut Verificate Proces (Pasal 138 KUHPerdata). Perbedaan antara

akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah akta otentik dibuat oleh atau di

hadapan pejabat yang berwenang dan mempunyai kekuatan pembuktian

sempurna dan apabila dibantah keasliannya, pihak yang membantah harus

membuktikan kepalsuannya. 29

Pengertian akta di bawah tangan adalah yang memenuhi unsur-unsur:

a.Dibuat oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Pasal 1874 KUHPerdata);

b.Harus diakui tanda tangannya baru mempunyai pembuktian sempurna;

c. Kalau dibantah keasliannya, maka pemakai harus membuktikan

keasliannya

28

Ibid hal. 18
29

Ibid hal. 17

16
Berdasarkan uraian di atas maka diketahui bahwa akta otentik memiliki

kekuatan pembuktian yang sempurna karena dibuat di hadapan notaris,

sedangkan akta di bawah tangan tidak memiliki memiliki kekuatan pembuktian

yang sempurna, karena tidak dibuat di hadapan notaris. Akta otentik memiliki

kekuatan dan kepastian hukum yang lebih jelas, sedangkan akta otentik

merupakan akta yang tidak memiliki kekuatan hukum.30

V. Tinjauan Umum tentang Notaris

1. Pengertian Notaris

Menurut Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Jabatan Notaris, pengertian notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-

undang lainnnya.

Notaris merupakan salah satu pejabat negara yang kedudukannya sangat

dibutuhkan di masa sekarang ini. Di masa modern ini, masyarakat tidak lagi

mengenal perjanjian yang berdasarkan atas kepercayaan satu sama lain. Setiap

perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pasti akan mengarah kepada notaris

sebagai sarana keabsahan perjanjian yang mereka lakukan. Karena itulah,

kedudukan notaris menjadi semakin penting di masa seperti sekarang 31


Notaris

sebagaimana pejabat negara yang lain, juga memiliki kewenangan tersendiri

yang tidak dimiliki oleh pejabat negara yang lainnya. Selain kewenangannya,

para notaris juga memiliki kewajiban dan larangan yang wajib mereka patuhi

dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Dengan berdasar pada Undang-Undang


30

Ibid hal. 17
31

Saputro, Anke Dwi. 2009. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, Dan Dimasa Mendatang, Gramedia Pustaka, Jakarta.

17
Nomor 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris, para notaris di Indonesia wajib untuk memahami apa yang menjadi

wewenang dan kewajiban mereka serta larangan yang tidak boleh dilakukan

dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

2.Dasar Hukum Pengaturan Notaris

Dasar hukum pengaturan notaris adalah Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

(UUJN), yang mempertegas posisi penting Notaris sebagai pejabat umum yang

memberikan kepastian hukum melalui akta otentik yang dibuatnya. Landasan

filosofis lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan

kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan

kebenaran, dan keadilan.

Keberadaan notaris dalam kehidupan masyarakat yang sedemikian

penting sehingga terdapat Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai upaya

mewujudkan jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum

yang berintikan kebenaran, dan keadilan. 32

3.Kewajiban Notaris

Pada dasarnya notaris adalah pejabat yang harus memberikan pelayanan

sebaik- baiknya kepada masyarakat yang memerlukan bukti otentik. Namun

dalam keadaan tertentu, notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan

dengan alasan-alasan tertentu (Pasal 16 Ayat (1) huruf d UUJN). Dalam

penjelasan pasal ini, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “alasan untuk

32

Ibid hal. 19

18
menolaknya” adalah alasan yang mengakibatkan notaris tidak berpihak, seperti

adanya hubungan darah atau semenda dengan notaris sendiri atau dengan

suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk

melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.
33

Notaris dalam praktiknya diperbolehkan menolak untuk memberikan

jasanya, dengan beberapa alasan sebagai berikut: 34

a. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi

berhalangan secara fisik.

b. Apabila notaris tidak ada di tempat karena sedang dalam masa cuti.

c. Apabila notaris karena kesibukan pekerjannya tidak dapat melayani

orang lain.

d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat suatu akta tidak

diserahkan kepada notaries

e. Apabila penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak

dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar biaya bea materai

yang diwajibkan.

g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya

atau melakukan perbuatan melanggar hukum.

h.Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam

bahasa yang tidak dikuasai oleh notaris yang bersangkutan, atau apabila

orang-orang yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas,

33

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris


34

Saputro Anke Dwi. 2009. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, dan Dimasa Mendatang, Gramedia Pustaka, Jakarta.

19
sehingga notaris tidak mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki oleh

mereka.

4. Kewenangan Notaris

Berdasarkan Pasal 15 Ayat (1) sampai dengan Ayat (3) UUJN,

kewenangan notaris dapat dibagi menjadi:

a.Kewenangan Umum Notaris

Pasal 15 Ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris

yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan

Umum Notaris dengan batasan sepanjang: 35

1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh

undang- undang.

2) Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan

hukum untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3) Mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk

kepentingan siapa suatu akta itu dibuat.

Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam

Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada dua hal

yang dapat dipahami, yaitu: 36


Notaris dalam tugas jabatannya

memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik,

dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.Akta notaris sebagai akta

otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak

35

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

36

Ibid hal. 22

20
perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya. Jika misalnya

ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka pihak

yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib membuktikan pernyataannya

sesuai dengan hukum yang berlaku.27

b.Kewenangan Khusus Notaris

Kewenangan notaris ini dapat dilihat dalam Pasal 15 Ayat (2) UUJN yang

mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan

hukum tertentu, adalah:

1)Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus;

2)Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam

suatu buku khusus;

3)Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat

yang bersangkutan;

4)Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya;

5)Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6)Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau

7)Membuat akta risalah lelang

8)Kewenangan Notaris yang Akan Ditentukan Kemudian

Menurut Pasal 15 Ayat (3) UUJN yang dimaksud dengan kewenangan yang

akan ditentukan kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum

21

lain yang akan datang kemudian (ius constituendum). Wewenang notaris

yang akan ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 Angka (2) Undang-


Undang Nomor 9 Tahun 2004 tetang Peradilan Tata Usaha Negara

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan

dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat

secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat Bersama

Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua

keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun

tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum.37

5. Fungsi dan Peranan Notaris/PPAT dalam Proses Pemberesan Harta Pailit.

Bahwa dalam praktek, Kurator dalam melakukan pemberesan aset/harta pailit

biasanya terdiri dari:

1. barang bergerak, dan

2. barang tidak bergerak.

Untuk penjualan harta tidak bergerak, maka untuk memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan mengenai peralihan hak atas tanah dan bangunan, maka

kurator memerlukan kewenangan PPAT untuk menerbitkan Akta Jual Beli yang

nantinya dapat dijadikan oleh pihak ketiga (pembeli) dalam proses balik nama.

Sedangkan untuk penjualan harta bergerak, dapat dilakukan secara akta notariil

antara kurator dengan pihak ketiga (pembeli) Berdasarkan hal tersebut, maka

Notaris/PPAT memiliki fungsi dan peranan yang penting bagi Kurator untuk

melengkapi dan memenuhi persyaratan hukum dalam proses pemberesan harta

pailit khususnya dalam proses penjualan di bawah tangan baik atas harta tidak

bergerak maupun harta bergerak. Akta Notariil atau AJB PPAT memberikan

pembuktian yang kuat kepada Pihak ketiga (pembeli) sebagai bukti otentik, dimana

apabila kepailitan telah berakhir dan kewenangan kurator telah dicabut, maka

37

Ibid hal. 22

22
dengan Akta Notariil atau AJB PPAT memberikan kedudukan yang kuat dan tidak

terbantahkan lagi secara hukum untuk mempertahankan kepemilikan aset-aset eks

harta pailit terhadap debitor maupun pihak lainnya.

6.Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Notaris/PPAT dalam hal proses

penerbitan akta yang berhubungan dengan penjualan bawah tangan dalam

kepailitan, antara lain:

a. Kurator yang mewakili Penjual harus berdasarkan Putusan Pailit yang sudah

berkekuatan hukum tetap;

b. SK Izin Kurator dari DepHuk&HAM masih berlaku;

c. Objek Jual beli sudah pernah dilakukan Lelang Umum oleh Kantor Lelang

Negara;

d. Harus ada Penetapan Izin Jual Bawah Tangan dari Hakim Pengawas;

e. Harga jual beli harus sesuai dengan Penetapan Izin Jual Bawah Tangan dari

Hakim Pengawas yang didasarkan pada laporan appraiser tersumpah;

f. Untuk tanah dan bangunan diperlukan cek sertifikat di Kantor Pertanahan

setempat; dan

g. Dokumen-dokumen lainnya.

23
METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.

I. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah normatif empiris,

yaitu penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum

normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa

hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Peristiwa hukum yang dimaksud adalah

peranan notaris dalam kepailitan Perseroan Terbatas

II. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan

untuk mengambarkan secara rinci, jelas dan sistematis mengenai permasalahan yang diteliti.

Peran Permasalahan yang diteliti adalah mengenai kepailitan suatu PT dan tanggung jawab

kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit serta peranan notaris dalam proses

kepailitan PT, yaitu :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan – bahan yang mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat, terdapat dalam peraturan perundang – undangan sebagi berikut :

a. Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

b. Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD)

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

24
e. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan baku

primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer,

seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan dengan masalah

yang dibahas dalam makalah ini.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi, petunjuk maupun

penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain berupa

Kamus Besar Bahasa Indonesia, jurnal, internet yang berkaitan dengan pembahasan

skripsi ini.

III. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan

dua cara sebagai berikut:

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulisan dengan

maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dan

mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang

ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

IV. Prosedur Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya diolah

dengan mengunakan metode;

1. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan

serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.

25
2. Klasifikasi data, yaitu proses pengelompokan data sesuai dengan bidang pokok

bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.

3. Sistematisi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap

pokok bahasan secara sistemasi sehingga memudahkan pembahasan.

26
PENUTUP

Kesimpulan

Peranan Notaris sangatlah penting di dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang hukum

bisnis antara lain berupa kegiatan transaksi jual beli, kontrak kerja, pendirian perusahaan,

sewa menyewa, ekspor impor dan lain-lain. Tugas seorang Notaris adalah menuangkan

keinginan para pihak ke dalam suatu akta otentik.

Peran Notaris yang sangat tampak jelas pada penjualan yaitu mengenai penjualan pada harta

pailit berupa barang bergerak. Penjualan harta pailit (barang bergerak) dapat saja dibuat

secara dibawah tangan namun demikian dapat pula secara notariil, yaitu diantara Kurator

dengan Pihak Ketiga (Pembeli). Perihal dibuat secara akta Notariil maka penjualan harta

pailit berupa barang bergerak tersebut memberikan pembuktian yang kuat kepada Pihak

Ketiga (Pembeli) sebagaimana kedudukannya sebagai bukti otentik. Apabila kepailitan

telah berakhir dan kewenangan Kurator telah divabut, maka adanya Akta Notariil tersebut

memberikan kepada Pihak Ketiga suatu kedudukan yang kuat untuk mempertahankan

kepemilikan asset-aset bekas harta pailit baik terhadap Debitor maupun pihak lainnya.

Saran

Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sesuai dengan jabatannya, Dalam hal ini Notaris

perlu mencermati sejumlah hal penting, yakni :

1. Dasar kedudukan bertindak Kurator yakni terkait :

2. Telah ada Lelang Umum oleh Kantor Lelang Negara atas objek yang dibuat aktanya

oleh Notaris tersebut;

3. Ada Penetapan Izin Jual Bawah Tangan dari Hakim Pengawas

27
4. Harga Jual Beli objek tersebut harus sesuai dengan Penetapan Izin Jual Bawah

Tangan dari Hakim Pengawas yang didasarkan pada laporan appraiser tersumpah.

28
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Budiarto, Agus. 2002. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri

Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Chatamarrasjid, 2000. Menyingkap Tabir Perseroan Kapita Selekta Hukum

Perusahaan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir. 2005. Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Habib, Adjie. 2013. Menjalin Pemikiran-Pendapat tentang Kenotariatan, Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Harahap, M. Yahya. 2008. Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika,Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Nadapdap, Binoto. 2014. Hukum Perseroan Terbatas, Aksara, Jakarta.

Rusli, Hardijan. 1997. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta.

Saputro, Anke Dwi. 2009. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, dan

Dimasa Mendatang Gramedia Pustaka, Jakarta.

Setiawan, Wawan. 2004 Sikap Profesionalisme Notaris Dalam Pembuatan Akta

Otentik, Media Notariat Edisi Mei-Juni, Jakarta.

Shidarta, 2006. Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta,

Jakarta.
29
Widjaya, I. G. Rai. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Mega Poin,

Jakarta.

Widyadharma, Ignatius Ridwan. 2001. Etika Profesi Hukum dan Peranannya,

Penerbit Undip, Semarang.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2008. Seri Hukum Bisnis Perseroan

Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

30

Anda mungkin juga menyukai