Anda di halaman 1dari 32

KAPITA SELEKTA

KEABSAHAN PELAKSANAAN PEMINDAHAN HAK ATAS


SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS (TERTUTUP)

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kuliah Pada
Program Studi Magister Ilmu Hukum

Oleh:

Novie Yurisna
NIM. 41038100200001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis panjatkan ke hadirat Illahirobi yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

makalah dengan judul Kapita Selekta Hukum Keabsahan Pelaksanaan Pemindahan

Hak Atas Saham Dalam Perseroan Terbatas (Tertutup).

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik, masukan serta saran yang sifatnya membangun sangat

penulis harapakan guna lebih menyempurnakan penyusunan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya

bagi penulis serta pihak lain yang membutuhkan pada umumnya.

Bandung, Desember 2021

Wassalam,

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar. ................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 6
A. Peralihan Hak Atas Saham Pada Perseroan Terbatas . ....................... 6
1. Pengertian Perseroan Terbatas........................................................ 6
2. Pengertian Saham ........................................................................... 13
3. Pengalihan Hak Benda Bergerak .................................................... 14
4. Pengalihan Hak Atas Saham pada Perseroan Terbatas .................. 15
B. Penggabungan Perseroan Terbatas ..................................................... 18
1. Menyusun Rancangan Penggabungan ............................................ 21
2. Penggabungan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham ..... 23
BAB III PENUTUP 26
A. Kesimpulan ........................................................................................ 26
B. Saran .................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat istilah Badan Hukum tidak asing dan sering

dilawankan dengan istilah Badan Pribadi, keduanya sama-sama sebagai subyek

hukum. Dalam bahasa Belanda Badan Hukum disebut rechtspersoon.

Pengertian yang umum dikenal beberapa ahli yaitu segala sesuatu yang

mempunyai hak dan kewajiban, melakukan perbuatan hukum, menjadi subyek

hukum, dan dapat dipertanggung-jawabkan seperti halnya manusia. Badan

Hukum mempunyai hak dan kewajiban, harta kekayaan dan tanggung jawab

yang terpisah dari orang perseorangan.

Peran masyarakat dan pemerintah tidak bisa lepas dari kegiatan ekonomi

seperti kegiatan jual beli, sewa menyewa dan kegiatan perdagangan lainnya.

Hal tersebut tentu saja tidak bisa dilepaskan dari dunia usaha yang menjadi

salah satu penopang ekonomi Indonesia. Peran perusahaan telah menjadi sendi

dalam proses pembangunan dan modernisasi di Indonesia. Bagi negara sendiri,

keberadaan perusahaan tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama pada

sektor pajak dan wahana untuk menyalurkan tenaga kerja. Usaha perusahaan

atau yang menjalankan perusahaan, sesungguhnya merupakan padanan kata

4
dari pedagang atau kegiatan perdagangan, yang maknanya melakukan kegiatan

terus menerus, secara terang-terangan dalam rangka mencari keuntungan.1

Perseroan Terbatas atau PT adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan

usaha tertentu dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha tertentu” antara lain usaha perbankan,

asuransi, atau freight forwading.

Perseroan Terbatas dianggap layaknya orang-perorangan secara individu

yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan

sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan. Untuk menjadi

Badan Hukum, Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan dan tata cara

pengesahan PT sebagaimana yang diatur dalam UUPT, yaitu pengesahan dari

Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tata cara tersebut antara lain

pengajuan dan pemeriksaan nama PT yang akan didirikan, pembuatan

Anggaran Dasar, dan pengesahan Anggaran Dasar oleh Menteri. Sebagai

persekutuan modal, kekayaan PT terdiri dari modal yang seluruhnya terbagi

dalam bentuk saham. Para pendiri PT berkewajiban untuk mengambil bagian

modal itu dalam bentuk saham dan mereka mendapat bukti surat saham sebagai

bentuk penyertaan modal. Tanggung jawab para pemegang saham terbatas

hanya pada modal atau saham yang dimasukkanya ke dalam perseroan (limited

liability).

1. Sri Redjeki Hartono. Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung: CV Mandar


Maju, 2000), hal. v

5
Segala hutang perseroan tidak dapat ditimpakkan kepada harta kekayaan

pribadi para pemegang saham, melainkan hanya sebatas modal saham para

pemegang saham itu yang disetorkan kepada perseroan. Perseroan terbatas

dalam hal pendiriannya, dapat dikatakan sah sebagai badan hukum apabila

memiliki akta pendirian. Akta pendirian yang otentik tersebut kemudian

selanjutnya disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Hukum dan HAM

untuk mendapatkan pengesahan. Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM

baru akan diberikan apabila syarat syarat dalam anggaran dasar perseroan tidak

bertentangan dengan kepentingan umum maupun kesusilaan.

Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, perseroan terbatas dapat didirikan minimal oleh 2 (dua)

orang atau lebih dengan akta notaris yang berbahasa Indonesia. Yang

dimaksudkan “orang” dalam Undang undang ini merupakan orang perseroan,

baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau

asing.

Selanjutnya dalam penjelasan Undang Undang No.40 Tahun 2007

tersebut ditegaskan bahwa:

a. Dalam perkembangannya ketentuan Undang Undang No.1 Tahun

1995 di pandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan

kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi dan informasi yang sudah berkembang begitu

pesat, khususnya era globalisasi.

6
b. Meningkatkan tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat,

kepastian hukum.

c. Tuntutan akan perkembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip

pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

Dengan perspektif seperti tersebut di atas, diharapkan Undang Undang

Perseroan Terbatas bersifat akomodatif, fasilitatif dan antisipatif serta

prekriftif2. untuk mendorong berbagai bentuk kegiatan ekonomi dan dapat

menumbuhkan bidang-bidang usaha yang saling terkait dengan bidang lainnya.

Undang Undang No.40 Tahun 2007 tersebut diharapkan dapat

menampung tuntutan pelembagaan perekonomian. Ilmu pengetahuan dan

teknologi secara substansial, sebab setiap Undang Undang yang sudah bagus

dan sudah di bahas dan diperdebatkan di parlemen, pada saat Undang Undang

tersebut di Undangkan akan langsung berhadapan dengan seribu satu macam

masalah yang sebelumnya tidak diperkirakan tidak di prediksi pada saat

Undang Undang di rumuskan.

Konsekuensi hukumnya Perseroan Terbatas di padang sebagai badan

usaha, maka segala perbuatan badan, keuntungan yang diperoleh sebagai hak

dan harta kekayaan badan itu sendiri, begitu pula sebaliknya bila ada kerugian

maka badanlah yang menanggungnya. Manusia orang perorangan yang ada

lepas dari Perseroan Terbatas kecuali Perseroan Terbatas dalam dunia

perbankan “Personal Standi in Judicio”, ungkapan bahasa latin yang

dipergunakan untuk menggambarkan status kemandirian Perseroan Terbatas

2. Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial
Perseroan Terbatas, .Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm.3.

7
tersebut3. Dengan diundangkannya Undang Undang No.40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, maka kehidupan dan praktek hukum bisnis di Indonesia

semakin maju.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam makalah iKeabsahan Pelaksanaan

Pemindahan Hak Atas Saham Dalam Perseroan Terbatas (Tertutup) adalah

“Bagaimana keabsahan peralihan hak atas saham dalam Perseroan Terbatas

(Tertutup) ditinjaun dari Undang Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas?”

C. Tujuan Penulisan

Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui keabsahan peralihan hak

atas saham dalam Perseroan Terbatas (Tertutup) ditinjaun dari Undang Undang

No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”.

3. Sri Rejeki Hartono, Bentuk-bentuk Kerja sama Dalam Dunia Niaga, Untag Pres,
Semarang, 2000, hlm 17.

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peralihan Hak Atas Saham Pada Perseroan Terbatas

1. Pengertian Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschap

(NV), adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki

modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak

saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham yang dapat

diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dilakukan tanpa

membubarkan perusahaan. Status badan hukum perseroan terbatas berpengaruh

terhadap keterbatasan tanggungjawab para pendirinya. Berdasarkan Pasal 11

UUPT setelah perseroan terbatas berstatus badan hukum, ada 2 kemungkinan

yang akan terjadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para

pendirinya sebelum perseroan terbatas disebut sebagai badan hukum. Pertama,

perbuatan hukum tersebut mengikat perseroan terbatas setelah menjadi badan

hukum (Pasal 14 ayat 1). Kemungkinan kedua, perbuatan hukum tersebut tidak

diterima atau tidak diambil alih.

PT merupakan subjek hukum mandiri yang terpisah dari pribadi para

pemegang saham, bertindak atas nama, untuk kepentingannya dan

bertanggungjawab atas tindakan tersebut. Para pemegang saham tidak

bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat oleh PT,

9
dan juga tidak bertanggungjawab terhadap kerugian yang melebihi nilai saham

yang dimilikinya.

Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal

perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari

kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan

sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti

pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang

terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan

melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi

tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat

keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut

dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang

diperoleh perseroan terbatas.

Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi.

Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan

bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas

tersebut.

Sedangkan menurut pasal 1 huruf 1 UU No. 40 tahun 2007, yang

dimaksud dengan perseroan terbatas adalah “ badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini.”

10
Dari isi undang-undang diatas, dapat diuraikan bahwa perseroan terbatas

harus memenuhi unsur-unsur :

a. Badan Hukum

b. Didirikan berdasarkan perjanjian

c. Melakukan kegiatan usaha

d. Modal dasar

e. Memenuhi Persyaratan undang-undang

Syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah :

a. Pendiri minimal 2 orang atau lebih (pasal 7 ayat 1);

b. Akta Notaris yang berbahasa Indonesia;

c. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka

peleburan (pasal 7 ayat 2 dan ayat 3);

d. Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan

dalam BNRI (ps. 7 ayat 4);

e. Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan modal disetor minimal 25% dari

modal dasar (pasal 32 dan pasal 33);

f. Minimal 1 direktur dan 1 komisaris (pasal 92 ayat 3 & pasal 108 ayat 3);

g. Pemegang saham harus WNI atau badan hukum yang didirikan menurut

hukum Indonesia, kecuali PT. PMA.

Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi (akta yang

dibuat oleh Notaris) yang dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas,

modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus disahkan

oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu

11
Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

a. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan;

b. Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang;

c. Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal

dasar. (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007,

keduanya tentang perseroan terbatas).

Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai

Perseroan Terbatas (UU No. 1 tahun 1995) Perseroan Terbatas harus

didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi sekarang akta pendirian

tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib

Daftar Perusahaan tahun 1982) dengan kata lain tidak perlu didaftarkan ke

Pengadilan Negeri, tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun 2007, kewajiban

pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga.

Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia

(BNRI) tetap berlaku, hanya yang pada saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku

pengumuman tersebut merupakan kewajiban Direksi PT yang bersangkutan

tetapi sesuai dengan UU No. 40 tahun 2007 diubah menjadi kewenangan

Menteri Hukum dan HAM. Direksi menurut UUPT merupakan organ yang

didalamnya terrdiri dari satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan

direktur.

Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan

hukum dapat melakukan perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari

12
kekayaan pemiliknya. Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang

dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah maksimal saham. Selain

modal dasar, terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan

modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang disanggupi

untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang

disertakan oleh para persero pendiri. Modal yang disetor merupakan modal

yang dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang

diwujudkan dalam jumlah uang. Dalam pendirian perseroan terbatas sebagai

badan hukum yang disahkan oleh Pemerintah melalui Menteri Hukum dan

HAM, harus memiliki persyaratan yang dinyatakan dalam UUPT salah satunya

ialah Modal. Modal dalam perseroan terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal

saham.

Bila akan mendirikan perseroan terbatas, maka para pendiri, yang

biasanya terdiri dari 2 orang atau lebih melakukan perbuatan hukum sebagai

berikut :

a) Tahap Pengajuan Nama PT

Pengajuan nama perusahaan ini didaftarkan oleh notaris melalui Sistem

Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kemenkumham. Adapun

persyaratan yang dibutuhkan sebagai berikut : Melampirkan asli formulir

dan pendirian surat kuasa; Melampirkan photocopy Kartu Identitas

Penduduk (“KTP”) para pendirinya dan para pengurus perusahaan; dan

Melampirkan photocopy Kartu Keluarga (“KK”) pimpinan/pendiri PT.

13
Proses tersebut bertujuan untuk pengecekan nama PT (apakah Nama PT

tersebut sudah gunakan atau belum), dimana pemakaian PT tidak boleh

sama atau mirip sekali dengan nama PT yang sudah ada maka yang perlu

siapkan adalah 2 (dua) atau 3 (tiga) pilihan nama PT, usahakan nama PT

mencerminkan kegiatan usaha anda. Disamping itu, pendaftaran nama PT

ini bertujuan untuk mendapatkan persetujuan dari instansi terkait

(Kemenkumham) sesuai dengan UUPT dan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan dan

Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.

b) Pembuatan Akta Pendirian PT

Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh Notaris yang berwenang diseluruh

wilayah negara Republik Indonesia untuk selanjutnya mendapatkan

pesetujuan dari Menteri Kemenkumham. Patut untuk dipahami, terdapat

hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan akta ini, yaitu :

1. Kedudukan PT, yang mana PT harus berada di wilayah Republik

Indonesia dengan menyebutkan nama Kota dimana PT melakukan

kegiatan usaha sebagai Kantor Pusat;

2. Pendiri PT minimal 2 orang atau lebih;

3. Menetapkan jangka waktu berdirinya PT: selama 10 tahun, 20 tahun atau

lebih atau bahkan tidak perlu ditentukan lamanya artinya berlaku seumur

hidup;

4. Menetapkan Maksud dan Tujuan serta kegiatan usaha PT;

5. Akta Notaris yang berbahasa Indonesia;

14
6. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka

peleburan;

7. Modal dasar minimal Rp.50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah) dan

modal disetor minimal 25% (duapuluh lima perseratus) dari modal dasar;

8. Minimal 1 orang Direktur dan 1 orang Komisaris; dan

9. Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut

hukum Indonesia, kecuali PT dengan Modal Asing (PT PMA).

Ada dua macam subjek hukum yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu

Manusia, secara pribadi (Pasal 1329 KUHPerdata) dan Badan atau

Pekumpulan, yang didirikan dengan sah yang melakukan perbuatan perbuatan

perdata (Pasal 1654 KUHPerdata). Bila kita melihat di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang, maka kita tidak akan menemukan satu ayat pun yang

menyatakan perseroan terbatas sebagai Badan Hukum yang dapat ditetapkan.

Landasan perseroan terbatas dikatakan sebagai badan hukum dapat kita

temukan pada Undang Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, yang dinyatakan secara jelas pada pasal 1 ayat (1) yang berbunyi

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini

serta peraturan pelaksanaannya.

15
Dengan kata lain perseroan terbatas merupakan suatu badan yang

memiliki kegiatan usaha dengan mengolah modal dengan prosedur perjanjian

baik antar pemegang saham ataupun dengan pihak diluar perseroan terbatas.

Perseroan terbatas dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 40 tahun 2007

dapat disetujui sebagai badan hukum apabila memenuhi unsur berikut :

1. Memiliki pengurus dan organisasi yang teratur dan sistematis yang

berhubungan antara satu dengan yang lain

2. Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hubungan

hukum, termasuk dalam hal ini dapat digugat atau menggugat di

depan pengadilan.

3. Mempunyai harta kekayaan sendiri.

4. Mempunyai hak dan kewajiban

5. Memiliki tujuan sendiri yang sesuai dengan kesepakatan pihak

internal pada perseroan terbatas tersebut.

2. Pengertian Saham

Dalam pasal 24 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, bahwa modal perseroan terdiri atas seluruh nilai

nominal saham. Saham ini berbeda-beda menurut jenis perseroan, dapat

dikeluarkan dalam macam, jenis dan bentuk yang beragam, asal dalam mata

uang Indonesia. UUPT tidak mengakui saham yang dikeluarkan tanpa nominal.

Surat-surat berharga di pasar modal yang sering disebut efek atau sekuritas,

salah satunya adalah saham.

16
Saham didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan

seseorang atau badan dalam perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham

adalah selembar kertas yang menerangkan kepemilikan perusahaan yang

menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh

seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.

3. Pengalihan Hak Benda Bergerak

Saham memiliki sifat sebagai benda bergerak menurut pasal 511 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata sehingga dalam kedudukannya kepemilikan

saham dapat dipindahtangankan. Hal ini merupakan wujud kedudukan saham

sebagai benda bergerak tidak serta merta dapat dipindah tangankan tanpa

melalui mekanisme dan pengaturan yang jelas.

Pasal 36 ayat (1) dan (2) juga mengatakan bahwa kepemilikan saham

tidak bisa dipindahtangankan tanpa mekanisme yang telah diatur dalam

Undang-Undang, artinya adanya kepemindahan hak terdahulu pada benda

tersebut dengan 3 cara terhadap pengalihan hak yaitu Perjanjian, karena

Undang-Undang, atau melalui Keputusan Hakim berkekuatan Hukum tetap

yang dipersamakan dengan itu.

a) Perjanijian.

Perjanijian pada umum nya merupakan perbuatan yang dimana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih dalam

pengertian pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP).

17
Dalam perjanjian juga memiliki beberapa bentuk yaitu perjanjian jual-beli,

tukar menukar ataupun hibah;

b) Karena Undang undang.

Peralihan akibat undang-undang merupakan adanya unsur paksa oleh

undang-undang yang dengan sendirinya kepemilikan hak atas saham harus

terjadi misalnya si pemilik saham tersebut meningga l dunia berarti

kepemilikan hak atas saham itu harus diwariskan;

c) Akibat keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

Keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap berarti kepemilikan hak

atas benda beralih dikarenakan ada kondisi terhadap perusahaan tersebut

ataupun pemilik saham yang melawan hukum ataupun tidak berjalan

sebagaimana metinya. Misalnya adanya keputusan pailit atau pun bangkrut

sehingga seluruh asset perusahaan termasuk didalamnya saham tersebut

harus dilelang melalui mekanisme pelelangan di Balai Harta Pelelangan

4. Pengalihan Hak Atas Saham pada Perseroan Terbatas

Pengalihan hak atas saham pada suatu perseroan merupakan suatu

perbuatan hukum yang dimana dalam kepemilikan saham telah terjadi

pemindahan hak karena alasan-alasan tertentu melalui mekanisme yang diatur

pada Pasal 56 Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Yang berbunyi :

1. Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.

18
2. Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau

salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan.

3. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari

pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan (2) dan

memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri

untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.

4. Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum

dilakukan, Menteri menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan

yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang

belum diberitahukan tersebut.

5. Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang

diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-

undangan dibidang pasar modal.

Sebagai proses pertama yang harus dilakukan adalah membuat Perjanjian

Jual-Beli Atas Saham yang dimiliki. Selanjutnya, Undang-undang Nomor 40

tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga mengatur bahwa setiap perubahan

Anggaran Dasar harus mendapat persetujuan RUPS. Pengalihan hak atas

saham adalah salah satu bagian perubahan Anggaran Dasar yaitu merubah

struktur Pemegang Saham.

Hal ini diatur pada Pasal 19 Undang-undang Nomor 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi: 1) Perubahan anggaran dasar

19
ditetapkan oleh RUPS. Dan 2) Acara mengenai perubahan anggaran dasar

wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS. Oleh karena itu, niat

seorang pemegang saham untuk menjual saham yang dimilikinya harus terlebih

dahulu mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham. Melalu

mayoritas suara terbanyak maka saham tersebut dapat dijual ataupun dilepas.

Pada ruang lingkup Perseroan tertutup, pengalihan hak atas saham

dilakukan tidak secara terbuka melainkan memiliki batasan tertentu sesuai

dengan sifat perseroan yang tertutup walaupun melalui mekanisme Rapat

Umum Pemegang Saham. Adapun batasan terhadap pelepasan lembar saham

untuk dipindah tangankan hak nya ialah terletak pada kewajiban si pemegang

saham tersebut untuk menawarkannya dulu di dalam ruang lingkup batasan

perseroan. Artinya pihak ataupun calon pembeli saham tersebut hendaknya di

prioritaskan merupakan orang yang juga berada pada ruang perseroan tersebut,

baik itu jajaran direksi, pemegang saham ataupun karyawan perseroan. Pada

akhirnya saham tersebut pada prinsipnya tidak dilepaskan atau pun tidak jatuh

ke tangan publik yang berada diluar perseroan untuk menjaga sifat perseroan

yang tertutup.

Penawaran terhadap saham yang akan dilepas hak kepemilikannya

terhadap pemegang saham yang lain di dalam perseroan tersebut sebenarnya

tidak menutup kemungkinan untuk dilepaskan pada publik diluar perseroan.

Pada umum nya ketentuan pelepasan hak saham tersebut diumumkan terlebih

dahulu melalui media yang telah disetujui baik anggaran dasar perseoan

maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga pihak ataupun

20
calon pembeli dapat mengetahui kondisi penjualan tersebut. Wajarnya

pengumuman terhadap niat untuk melepaskan saham itu memiliki jangka

waktu tertentu.

Terhadap penawaran yang dilakukan seorang pemegang saham yang

akan melepas hak kepemilikan nya kepada pihak intern perseroan sebenarnya

dilakukan hanya sekali saja, dan berjangka waktu selama 30 (tiga puluh) hari.

Apabila pada sesi ataupun jangka waktu tersebut tidak ada penawaran terhadap

pembelian saham yang akan dilepas, maka si pemegang saham dapat

melepaskan saham tersebut dengan melakukan penawaran terhadap publik

diluar perseroan dan dapat melakukan penawaran tersebut lebih dari sekali.

B. Penggabungan Perseroan Terbatas

Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur pengertian Penggabungan, yaitu

perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk

menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang

mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri

beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan

selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir

karena hukum.

Perseroan dalam melaksanakan Penggabungan wajib memperhatikan

kepentingan:

1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;

21
2. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan;

3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Perusahaan akan lebih cenderung mendapatkan nilai ketika mereka

menggabungkan perusahaan yang beroperasi dalam industri serupa atau

sejenis. Penggabungan berguna untuk beroperasi dalam skala hemat,

meningkatkan pangsa pasar, mengendalikan finansial secara lebih baik,

menaikkan harga saham karena adanya pengumuman Penggabungan dan upaya

diversifikasi. Selain itu, Penggabungan juga dapat mengurangi pengeluaran

organisasional dengan jalan menghapuskan penggandaan, memacu teknologi

diantara dan antar unit-unit bisnis atau alur produk individu. Direksi dari setiap

Perseroan yang akan melakukan Penggabungan menyusun rancangan

Penggabungan. Rancangan Penggabungan yang telah mendapatkan persetujuan

Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) masing-masing Perseroan untuk mendapatkan

persetujuan.

Pasal 123 ayat (2) UUPT mengatur bahwa rancangan Penggabungan

memuat sekurang-kurangnya :

1. nama, tempat kedudukan setiap Perseroan yang melakukan


Penggabungan;
2. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
3. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang
menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima
Penggabungan;

22
4. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima
Penggabungan apabila ada;
5. laporan keuangan yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari
setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
6. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
7. neraca performa Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
8. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan
Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
9. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan
menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
10. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
Penggabungan Perseroan;
11. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium
dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan
yang menerima Penggabungan;
12. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
13. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai
dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
14. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan
perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
15. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan.
Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan wajib

mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 Surat Kabar dan

mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan

melakukan Penggabungan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum

23
pemanggilan RUPS. Pengumuman memuat juga pemberitahuan bahwa pihak

yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan di kantor

Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS

diselenggarakan.

Keputusan RUPS mengenai Penggabungan sah apabila sesuai ketentuan

Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 UUPT. Rancangan Penggabungan yang telah

disetujui RUPS dituangkan ke dalam Akta Penggabungan, yang dibuat di

hadapan Notaris dalam bahasa Indonesia. Salinan Akta Penggabungan

Perseroan dilampirkan kepada Menteri sebagai pemberitahuan kepada Menteri

mengenai perubahan anggaran dasar dan untuk mendapatkan persetujuan

Menteri terkait dengan Penggabungan Perseroan. Dalam hal Penggabungan

Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan Akta Penggabungan

harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

Pasal 133 UUPT mengatur bahwa Direksi Perseroan yang melakukan

Penggabungan wajib mengumumkan hasil Penggabungan dalam 1 (satu) Surat

Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan.

1. Menyusun Rancangan Penggabungan

Setelah memenuhi syarat Perseroan harus menyusun rancangan

penggabungan. Rancangan penggabungan ini diatur dalam Pasal 123 UUPT jo

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998.

24
a. Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima

penggabungan menyusun rancangan penggabungan;

b. Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:

1) nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan

Penggabungan;

2) alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan

Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;

3) tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan

diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;

4) rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima

Penggabungan apabila ada;

5) laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a

yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan

melakukan Penggabungan;

6) rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang

akan melakukan Penggabungan;

7) neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

8) cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan

Komisaris, dan karyawan Perseroan yang melakukan Penggabungan diri;

9) cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang menggabungkan diri

terhadap pihak ketiga;

25
10) cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap

Penggabungan Perseroan;

11) nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan

tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang

menerima Penggabungan;

12) perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;

13) laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari

setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

14) kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan

perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan

15) rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang

mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.

c. Kemudian rancangan penggabungan tersebut dimintakan persetujuan

pada Dewan Komisaris setiap perseroan yang menggabungkan diri.

2. Penggabungan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham

Setelah rancangan penggabungan disetujui Dewan Komisaris dari

masing-masing perseroan yang menggabungkan diri, kemudian diajukan

kepada RUPS masing-masing perseroan untuk mendapat persetujuan. Pasal 87

ayat (1) UUPT mensyaratkan bahwa keputusan RUPS diambil berdasarkan

musyawarah untuk mufakat. Ketentuan mengenai RUPS dapat kita temui

dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk

menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit

26
3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir

atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling

sedikit 3/4bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar

menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan

pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

Apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarah Pasal 87

ayat (1) UUPT, baru diterapkan dan ditegakkan ketentuan Pasal 89 ayat (1)

UUPT, yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling sedikit ¾ jumlah

suara yang. Jika RUPS pertama gagal mencapai kuorum, dapat diadakan RUPS

kedua dengan kuorum kehadiran paling sedikit : 2/3 bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS; Sedang keputusan

sah jika disetujui paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara.

Sekiranya RUPS kedua gagal karena tidak kuorum, dapat diadakan

RUPS ketiga dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan

Negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga diatur dalam Pasal 86 ayat (5)

UUPT.

Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang

diajukan, maka dituangkan dalam Akta Penggabungan diatur dalam Pasal 128

ayat (1) UUPT yang dibuat di hadapan notaris; dan dalam Bahasa Indonesia.

Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk

menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada Menteri Hukum dan

HAM (Pasal 21 ayat (3) UUPT) untuk dicatat dalam daftar perseroan.

27
Apabila terdapat perubahan Anggaran Dasar (AD) sebagaimana diatur

dalam Pasal 21 ayat (1) UUPT maka perlu persetujuan Menteri. Perlu

mengajukan permohonan untuk mendapat persetujuan Menteri atas

penggabungan dengan perubahan AD.

Pasal 133 ayat (1) UUPT mensyaratkan bagi Direksi perseroan yang

menerima penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dengan

cara diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih; dilakukan paling lambat

30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.

Pengumuman dimaksudkan agar pihak yang berkepentingan mengetahui

bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan.

Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat

30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri atas perubahan

AD dalam hal terjadi Penggabungan; dan pemberitahuan diterima Menteri baik

dalam hal terjadi perubahan AD sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (3)

maupun yang tidak disertai perubahan AD. Selengkapnya diatur dalam Pasal

133 UUPT.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemindahan hak atas saham merupakan bagian dari kegiatan para

pemegang saham dalam menjalankan proses pemindahan kepemilikan saham

baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengalihan hak atas saham

secara langsung dilaksanakan dengan melalui perjanjian yang sudahdi atur

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang mengenai sah nya suatu

perjanjian. Perjanjian merupakan wujud perbuatan hukum yang digunakan

dalam pengalihan hak atas saham dikarenakan saham merupakan bentuk dari

kebendaan secara perdata. Pemindahan hak atas saham merupakan pengalihan

hak secara penuh terhadap nilai nominal saham yang terdapat dalam modal

perseroan yang dimana terdapat klasifikasi hak atas saham yang diatur

langsung oleh anggaran dasar sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor

40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang dimana klasifikasi hak atas

saham dapat ditentukan melalui unsur nominal atau besarnya nilai saham yang

dimiliki serta besarnya pengaruh pemegang saham dalam perseroan tersebut.

Artinya dengan berpindah nya kepemilikan hak atas saham berarti secara

otomatis hak terhadap saham maupun kewajiban nya juga ikut seiring dengan

pindah nya kepemilikan saham.

29
B. Saran

Begitu pentingnya mekanisme pelaksanaan pemindahan hak atas saham,

maka dari itu para pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum ini perlu lebih

teliti dan lebih memahami suatu keabsahan pemindahan hak atas saham

menurut Undang Undang dan peraturan lain yang terkait sesuai dengan kaidah

hakum yang berlaku.Karena, apabila tidak memperhatikan hal–hal tersebut,

dalam hal ini bisa menyebabkan pemindahan hak atas saham melalui perjanjian

jual beli tersebut batal demi hukum.

30
DAFTAR PUSTAKA

Darmadji dkk. 2001. Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.


Fuady, Munir. 1999. Hukum tentang Merger. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Jakarta:
Forum Sahabat, 2008.
Harahap, M.Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Cetakan 2, Jakarta: Sinar Grafika,
2009.
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996.
Hitt, Michael A. 2002. Merger dan Akuisisi. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Kie, Tan Thong. Studi Notaris & Serba Serbi Praktek Notaris.Jakarta : PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2007.
Mamudji, Sri, et. al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum.Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Muis, Abdul. 2006. Hukum Persekutuan dan Perseroan. Medan: Fakultas Hukum
USU.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Revisi.
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2010.
Purba, Orinton. 2011. Petunjuk Praktis Bagi RUPS Komisaris dan Direksi
Perseroan Terbatas Agar Terhindar Dari Jerat Hukum. Jakarta : Raih Asa
Sukses.
Rusli, Hardijan. 1996. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia,
2014.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Subekti. Hukum Perjanjian. Cetakan 21. Jakarta: Intermasa, 2005.
Sudikno, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Sutedi, Adrian. 2015. Buku Pintar Perseroan Terbatas. Jakarta : Raih Asa Sukses.
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Cetakan Pertama, Salatiga: Griya Media,
2011.
Widjaja, Gunawan. 2003. Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.

31
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). Diterjemahkan oleh
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita, 1976 Indonesia.
Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, No.40 Tahun 2007, LN No.106
Tahun 2007, TLN No.4756 Indonesia.
Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, No.1 Tahun 1995, LN No.13 Tahun
2007, TLN No.3587 Indonesia.
Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan
Akta Pendirian, Persetujuan, Penyampaian Pemberitahuan dan Pelaporan
Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, PP No. M.01-
HT.01.10 Tahun 2006.

32

Anda mungkin juga menyukai