Anda di halaman 1dari 2

HKUM4403-2

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2022/23.1 (2022.2)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4403/Ilmu Perundang-Undangan
Tugas :2

No. Soal
1. Kasus 1

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati revisi Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Seluruh
perwakilan fraksi sepakat untuk menambahkan pasal mengenai pembahasan undang-undang yang dapat
dilanjutkan oleh keanggotan DPR selanjutnya. "Seluruh fraksi menyetujui draf yang dihasilkan oleh panja
diteruskan di rapat paripurna agar disahkan menjadi draf resmi RUU hasil inisiatif DPR," ujar Wakil Ketua
Badan Legislasi (Baleg) Totok Daryanto saat memimpin rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,
Kamis (29/8/2019).
Dalam rapat tersebut, seluruh fraksi menyepakati ketentuan mengenai periode pembahasan undang-
undang. Dengan demikian seluruh produk legislasi yang belum selesai pada keanggotaan DPR periode
2014-2019 akan dilanjutkan pembahasannya di periode 2019-2024. Pasal baru itu menyatakan, dalam
hal pembahasan rancangan undang-undang belum selesai pada periode masa kenggotaan DPR saat ini,
hasil pembahasan rancangan undang-undang tersebut disampaikan pada DPR periode berikutnya dan
berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden dan/atau DPD, rancangan undang-undang tersebut dapat
dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah dan/atau Prolegnas Prioritas Tahunan.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan, ada dua alasan yang mendasari penambahan pasal
tersebut.
Pertama untuk menyiasati anggaran pembuatan undang-undang. Selama ini pembahasan rancangan
undang-undang yang sudah berlangsung dalam suatu periode tidak dapat dilanjutkan ke periode
selanjutnya. Dengan demikian pembahasan rancangan undang-undang harus dimulai lagi dari awal pada
periode DPR berikutnya dan menghabiskan anggaran lebih besar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DPR Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan", : https://nasional.kompas.com/read/2019/08/29/18192841/dpr-revisi-uu-pembentukan-
peraturan-perundang-undangan.
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Krisiandi
Dari Kasus I, Jelaskan tahapan dari pembentukan suatu undang-undang menurut UU
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) hingga menjadi UU yang berlaku di
masyarakat?

2. Kasus I

Jakarta, Beritasatu.com – Konsep omnibus law dinilai kurang tepat dipakai dalam Rancangan Undang-
Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker). Sebab omnibus law hanya menghilangkan sejumlah pasal dalam
undang-undang (UU) tertentu. Menurut peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas,
Charles Simabura, kodifikasi atau penyatuan UU yang sebenarnya lebih ideal.
“Kodifikasi tentu lebih baik, karena undang-undang yang lama enggak berlaku lagi. Kalau omnibus law
hanya mencabut beberapa pasal. Tapi undang-undangnya masih hidup,” kata Charles saat diskusi
bertajuk Sistem Presidensial, Omnibus Law dan Tata Kelola Hukum 2005-2019, di Kantor Centre for
Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Senin (24/2/2020).

1 dari 2
HKUM4403-2

Charles menyatakan, perencanaan dan pembahasan RUU Ciptaker terkesan terburu-buru. RUU Ciptaker
pun keluar dari agenda penataan regulasi presiden.
“Ini (RUU Ciptaker) patut diduga merupakan penumpang gelap karena semata-mata bicara tentang
kemudahan investasi dan tidak dalam rangka menyelesaikan problem penataan regulasi secara
keseluruhan,” ujar Charles.
Charles menambahkan, peranan presiden untuk membentuk peraturan perundang-undangan di bawah
UU semestinya diperkuat. Selain itu dibutuhkan integrasi lembaga yang berwenang dalam pembentukan
sebuah regulasi. Charles pun mengusulkan revisi atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dengan memuat omnibus law.
Pada kesempatan yang sama pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Andi Syafrani mengatakan, RUU Ciptaker menuai sorotan tajam dari publik akibat kompleksitas dan
luasnya ruang lingkup. Konsep omnibus law RUU Ciptaker, lanjut Andi, berbeda dengan tiga RUU lainnya.
Ketiga RUU itu yakni tentang pemindahan ibu kota, perpajakan, dan kefarmasian.
“Jika dilihat RUU ibu kota, pajak, dan farmasi lingkupnya sama. Bisa dibaca oleh kita topiknya. Kenapa
RUU Ciptaker jadi mumet? Karena topik dan lingkupnya sangat lebar. RUU Ciptaker menabrak cara pikir
aspek hukum,” kata Andi.
Andi juga mengeritik rencana pengesahan RUU Ciptaker dalam 100 hari kerja. Menurut Andi, DPR
sepatutnya memperjuangkan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terlebih dahulu untuk
disahkan. Sebab RUU KUHP sudah dibahas puluhan tahun.
“Pastikan dulu RUU KUHP selesai. Setidaknya membuat wajah DPR tidak tertampar,” tukas Andi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte yang menjadi moderator mengatakan, problem
pembentukan perundang-undangan sudah berlangsung sejak era Reformasi.
“Banyak hal yang harus kita evaluasi. Ke depan yang harus dijaga prinsipnya, kita harus tetap menjadi
negara demokratis, mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” kata Philips.

Sumber: BeritaSatu.com

Dari Kasus I, Jelaskan yang dimaksud dengan Kodifikasi, Modifikasi dan Ratifikasi serta berikan
contohnya yang pernah dilakukan di Indonesia?

3. Konsep peraturan perundang-undangan tentunya terdapat hierarki peraturan perundang-undangan


(stufenbau theory) yang mengatakan bahwa peraturan tersebut berjenjang dan bertingkat, mulai dari
norma yang paling dasar (groundnorm) sampai peraturan yang lebih kompleks.

Pertanyaan:
Jelaskan yang dimaksud dengan verordnung dan Autonome Satzung serta berikan contoh produk
hukumnya dan bila terjadi pertentangan norma yang diatur terhadap norma hukum yang lebih tinggi maka
dimana dapat diselesaikan?

2 dari 2

Anda mungkin juga menyukai