Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Adhi Saifuddin

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044265131

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4403 / Ilmu Perundang-Undangan

Kode/Nama UPBJJ : 41 / Purwokerto

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati revisi Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
Seluruh perwakilan fraksi sepakat untuk menambahkan pasal mengenai pembahasan undang-
undang yang dapat dilanjutkan oleh keanggotan DPR selanjutnya. "Seluruh fraksi menyetujui
draf yang dihasilkan oleh panja diteruskan di rapat paripurna agar disahkan menjadi draf resmi
RUU hasil inisiatif DPR," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Totok Daryanto saat
memimpin rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019). Dalam rapat
tersebut, seluruh fraksi menyepakati ketentuan mengenai periode pembahasan undangundang.
Dengan demikian seluruh produk legislasi yang belum selesai pada keanggotaan DPR periode
2014-2019 akan dilanjutkan pembahasannya di periode 2019-2024. Pasal baru itu menyatakan,
dalam hal pembahasan rancangan undang-undang belum selesai pada periode masa
kenggotaan DPR saat ini, hasil pembahasan rancangan undang-undang tersebut disampaikan
pada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden dan/atau DPD,
rancangan undang-undang tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas
Jangka Menengah dan/atau Prolegnas Prioritas Tahunan. Ketua Baleg Supratman Andi Agtas
mengatakan, ada dua alasan yang mendasari penambahan pasal tersebut. Pertama untuk
menyiasati anggaran pembuatan undang-undang. Selama ini pembahasan rancangan undang-
undang yang sudah berlangsung dalam suatu periode tidak dapat dilanjutkan ke periode
selanjutnya. Dengan demikian pembahasan rancangan undang-undang harus dimulai lagi dari
awal pada periode DPR berikutnya dan menghabiskan anggaran lebih besar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DPR Revisi UU Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan", : https://nasional.kompas.com/read/2019/08/29/18192841/dpr-revisi-
uu-pembentukanperaturan-perundang-undangan.
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Krisiandi

Dari Kasus I, Jelaskan tahapan dari pembentukan suatu undang-undang menurut UU


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) hingga menjadi UU yang berlaku di
masyarakat?

Jawab :

Tahapan daripada pembentukan suatu undang undang menurut UU pembentukan peraturan


perundang-undangan (P3) hingga menjadi UU yang berlaku di masyarakat adalah sesuai dengan
UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana secara
garis besar dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (BAB I Ketentuan umum pasal (1)) antara
lain:
a. Tahapan perencanaan (BAB IV Perencanaan Peraturan Perundang-undangan)
Pada tahapan ini, penyusunan dilaksanakan dalam suatau program legislasi nasional antara
DPR dan pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui Badan Legislasi Dewan Perwakilan
Rakyat sedangkan penyusunan program legislasi nasional di lingkungan pemerintah
dikoordinasikan oleh menteri hokum dan hak asasi manusia. Dalam penyusunan program
legislasi nasional (prolegnas) tahapan penyusunannya yaitu pada awalnya penyusunan
dalam lingkungan pemerintah memuat antara lain penyusunan naskah akademik,
kementerian hokum dan HAM meminta perencanaan rancangan UU dari menteri lain
maupun pimpinan lembaga pemerintahan nonmenteri, penyampaian perancanaan
pembentukan rancangan undang-undang (RUU), menteri hukum dan HAM
mengkoordinasikan forum konsultasi, kemudian menteri hukum dan HAM mengajukan
permintaan persetujuan presiden, lalu Menteri hokum dan HAM melakukan koordinasi
kembali jika presiden memandang perlu adanya kejelasan lebih lanjut. Tahapan berikutnya
adalah dengan melakukan penyusunan bersama dengan DPR.
b. Tahapan penyusunan (BAB V Penyusunan Peraturan Perundang-undangan)
Dalam tahapan ini terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian yaitu penyusunan rancangan
undang-undang, pengharmonisan dan pemantapan rancangan undang-undang,
penyempuranaan rancangan undang-undang, pengajuan rancangan undang-undang kepada
DPR
c. Tahapan pembahasan dan pengesahan (BAB VII Pembahasan dan Pengesahan Rancangan
Undang-undang)
Dalam tahapan ini, pembahasan Rancangan Undang-undnag dilakukan oleh DPR bersama
Presiden atau menteri yang ditugasi (pasal 65(1)). Pembahasan RUU dilakukan melalui 2
tingkat pembicaraan yaitu pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan
komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, rapat Panitia khusus. Sedangkan
pembicaraan tahap II dilakukan dalam rapat paripurna. dalam pengesahan RUU yang telah
disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada prsiden
untuk disahkan menjadi Undang-Undang (pasal 72(1)), penyampaian RUU tersebut
dilakukan dalam jangka waktu 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama (pasal
71(2)). RUU yang telah disahkan oleh presiden tersebut kemudian dibubuhi tandatangan
dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU disetujui DPR bersama
Presiden, jikalaupun RUU tersebut tidak ditandatangi oleh presiden dalam jangka waktu
paling lama 30 hari tersebut RUU tetap sah menjadi UU dan wajib diundangkan (pasal 73
(1&2)).
d. Tahapan pengundangan
Dalam tahap ini, UU yang telah disepakati dan disetujui bersama DPR dan Presiden harus di
undangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia yang
dilaksanakan oleh oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
e. Tahapan Penyebarluasan
Penyebarluasan memiliki makna agar khalayak umum mengetahui Peraturan Perundang-
undangan tersebut dan mengerti/memahami isi serta maksud maksud yang terkandung
didalam Peraturan Perundang-undangan tersebut. Peraturan Presiden No 1 Tahun 2007
mengatur tentang penyebarluasan perundang-undangan yang dilaksanakan melalui media
cetak, elektronik maupun cara cara lain yang dimaksudkan agar masyarakat mengetahui
serta memahami isi perundang-undangan tersebut.
2. Jakarta, Beritasatu.com – Konsep omnibus law dinilai kurang tepat dipakai dalam Rancangan
Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker). Sebab omnibus law hanya menghilangkan
sejumlah pasal dalam undang-undang (UU) tertentu. Menurut peneliti Pusat Studi Konstitusi
(Pusako) Universitas Andalas, Charles Simabura, kodifikasi atau penyatuan UU yang sebenarnya
lebih ideal. “Kodifikasi tentu lebih baik, karena undang-undang yang lama enggak berlaku lagi.
Kalau omnibus law hanya mencabut beberapa pasal. Tapi undang-undangnya masih hidup,”
kata Charles saat diskusi bertajuk Sistem Presidensial, Omnibus Law dan Tata Kelola Hukum
2005-2019, di Kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Senin
(24/2/2020). Charles menyatakan, perencanaan dan pembahasan RUU Ciptaker terkesan
terburu-buru. RUU Ciptaker pun keluar dari agenda penataan regulasi presiden. “Ini (RUU
Ciptaker) patut diduga merupakan penumpang gelap karena semata-mata bicara tentang
kemudahan investasi dan tidak dalam rangka menyelesaikan problem penataan regulasi secara
keseluruhan,” ujar Charles. Charles menambahkan, peranan presiden untuk membentuk
peraturan perundang-undangan di bawah UU semestinya diperkuat. Selain itu dibutuhkan
integrasi lembaga yang berwenang dalam pembentukan sebuah regulasi. Charles pun
mengusulkan revisi atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dengan memuat omnibus law. Pada kesempatan yang sama pengamat hukum dari Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi Syafrani mengatakan, RUU Ciptaker menuai
sorotan tajam dari publik akibat kompleksitas dan luasnya ruang lingkup. Konsep omnibus law
RUU Ciptaker, lanjut Andi, berbeda dengan tiga RUU lainnya. Ketiga RUU itu yakni tentang
pemindahan ibu kota, perpajakan, dan kefarmasian. “Jika dilihat RUU ibu kota, pajak, dan
farmasi lingkupnya sama. Bisa dibaca oleh kita topiknya. Kenapa RUU Ciptaker jadi mumet?
Karena topik dan lingkupnya sangat lebar. RUU Ciptaker menabrak cara pikir aspek hukum,”
kata Andi. Andi juga mengeritik rencana pengesahan RUU Ciptaker dalam 100 hari kerja.
Menurut Andi, DPR sepatutnya memperjuangkan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) terlebih dahulu untuk disahkan. Sebab RUU KUHP sudah dibahas puluhan tahun.
“Pastikan dulu RUU KUHP selesai. Setidaknya membuat wajah DPR tidak tertampar,” tukas
Andi. Sementara itu, Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte yang menjadi moderator
mengatakan, problem pembentukan perundang-undangan sudah berlangsung sejak era
Reformasi. “Banyak hal yang harus kita evaluasi. Ke depan yang harus dijaga prinsipnya, kita
harus tetap menjadi negara demokratis, mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” kata Philips.
Sumber: BeritaSatu.com

Dari Kasus I, Jelaskan yang dimaksud dengan Kodifikasi, Modifikasi dan Ratifikasi serta
berikan contohnya yang pernah dilakukan di Indonesia?

Jawab :

Kondifikasi merupakan penyusunan dan penetapan peraturan peraturan hokum dalam kitab
undang-undang secara sistematis mengenai bidang hokum yang agak luas, secara rinci proses
kondifikasi ini adalah proses mengumpulkan dan menyusun secara sistematik hokum-hukum
Negara atau peraturan dan regulasi yang mencangkup bidang tertentu ayau subjek (isi) hokum
tau praktik, yang biasanya menurut subjeknya. Dalam kondifikasi bentuk hukumnya
diperbaharui namun isinya diambilkan dari hukum yang sudah ada atau yang masih berlaku.
Contoh kndifikasi yang pernah ada di Indonesia adalah seperti kasus diatas dimana RUU cipta
kerja memuat berbagai himpunan hukum secara sistematik dalam bidang lapangan kerja.
Modifikasi merupakan pembentukan norma hukum dengan membentuk niali-nilai baru yang
ditujukan untuk mengubah tatanan sosaial yang sudah ada. Modifikasi ini dimaksudkan untuk
menyelesaikan permaslahan hukum darurat dan menjadi respon atau tanggapan atas
permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat supaya hal tersebut menemukan
penyelesaian.
Ratifikasi jika Merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2000, adalah salah satu bentuk pengesahan
perjanjian internasional di mana negara yang mengesahkan turut menandatangani naskah
perjanjian tersebut. Ratifikasi dapat pula disebut sebagai proses persetujuan negara untuk
terikat oleh perjanjian internasional, baik di level nasional maupun internasional.

3. Konsep peraturan perundang-undangan tentunya terdapat hierarki peraturan perundang-


undangan (stufenbau theory) yang mengatakan bahwa peraturan tersebut berjenjang dan
bertingkat, mulai dari norma yang paling dasar (groundnorm) sampai peraturan yang lebih
kompleks.

Jelaskan yang dimaksud dengan verordnung dan Autonome Satzung serta berikan contoh
produk hukumnya dan bila terjadi pertentangan norma yang diatur terhadap norma hukum
yang lebih tinggi maka dimana dapat diselesaikan?

Jawab :

Verordnung atau biasa disebut juga dengan peraturan pelaksanaan yaitu peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh lembaga pemerintah berdasarkan pelimpahan kewenangan
pengaturan (delegated legislation) dari suatu undang-undang atau peraturan perundang-
undnagan yang lebih tinggi kepada peraturan yang bersangkutan. Contoh produk hukumnya UU
No. 4 Tahun 2009 Tentang Penambangan Mineral dan Batubara

Autonome Satzung atau peraturan otonom adalah peraturan perundang-undangan yang


dibentuk oleh lembaga pemerintah berdasarkan pemberian kewenangan pengaturan
(attributive legislation) dari suatu undang-undang kepada lembaga pemerintah tersebut.
Contoh produk hukum yang berlaku di Indonesia adalah UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan daerah pasal 136 ayat (1) dan ayat (2).
Sumber :
Modul HKUM4403 Ilmu Perundang-undangan edisi 2
UU No. 12 Tahun 2011
UU No. 24 Tahun 2000
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/30/03250081/apa-itu-ratifikasi-.

Anda mungkin juga menyukai