Anda di halaman 1dari 16

TEORI PROSES, METODE, DAN TEKNIK PERUNDANG-UNDANGAN

MENURUT PARA AHLI

Disusun oleh:

1. Muhammad Dafa Khairulloh (E0020305)


2. Nadya Priscilla Wibowo (E0020327)
3. Tesalonika Firnanda (E0020424)
4. Tiara Vicky Merliana (E0020429)
5. Irene Intan Cahyaning Tyas (E0020461)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. Proses Perundang-undangan ........................................................................................... 3

B. Metode Perundang-undangan ......................................................................................... 6

C. Teknik Perundang-undangan .......................................................................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 11

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu Perundang-undangan adalah ilmu yang berkembang di negara-negara yang
menganut sistem hukum civil law, terutama di Jerman sebagai negara yang pertama kali
mengembangkan. Secara konsepsional Ilmu Perundang-undangan menurut Burkhardt
Krems adalah ilmu pengetahuan yang interdisipliner tentang pembentukan hukum negara
Lebih lanjut Burkhardt Krems membagi Ilmu Perundang-undangan dalam tiga wilayah:
1. Proses Perundang-undangan;
2. Metode Perundang-undangan; dan
3. Teknik Perundang-undangan.
Sejatinya perkembangan ilmu pengetahuan Perundang-undangan berjalan seiring
dengan perkembangan konsep negara hukum. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang
negara hukum lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan sejarah manusia, oleh
karena itu, meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, pada
tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam, dengan konsepsi yang
demikian, maka perkembangan Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan juga sangat
dipengaruhi oleh pemikiran manusia akan hukum.
Hal ini secara jelas dapat dilihat dari perkembangan konsep yang diperkenalkan
oleh Burkhardt Krems. Lebih lanjut, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan kemudian
diperkenalkan oleh beberapa pemikir atau ahli hukum yakni Hans Kelsen, Adolf Merkl,
dan Hans Nawiasky yang secara khusus menyoroti tata susunan norma hukum negara (die
Theorie von Stufenaufbau der Rechtsordnung).
Dengan adanya berbagai pemikiran dan pandangan akan bahasan-bahasan dalam
Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan ini menunjukkan adanya keberagaman pemikiran.
Hal ini tentunya membawa suatu kenyataan normatif bahwa Ilmu Pengetahuan Perundang-
undangan senantiasa mengalami perkembangan yang niscaya membawa pencerahan
akademis yang bersifat konstruktif.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perundang-undangan?
2. Bagaimana metode perundang-undangan?
3. Bagaimana teknik perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses perundang-undangan
2. Untuk mengetahui metode perundang-undangan
3. Untuk mengetahui teknik perundang-undangan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Perundang-undangan
Secara garis besar proses pembentukan undang-undang terbagi menjadi 5 (lima)
tahap, yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.1
1. Perencanaan
Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU
tertentu) menyusun daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal
dengan istilah penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hasil pembahasan
tersebut kemudian dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ada
dua jenis Prolegnas, yakni yang disusun untuk jangka waktu 5 tahun (Prolegnas Jangka
Menengah/Proleg JM) dan tahunan (Prolegnas Prioritas Tahunan/Proleg PT). Sebelum
sebuah RUU dapat masuk dalam Prolegnas tahunan, DPR dan/Pemerintah sudah harus
menyusun terlebih dahulu Naskah Akademik dan RUU tersebut.
Namun Prolegnas bukanlah satu-satunya acuan dalam perencanaan pembentukan
UU. Dimungkinkan adanya pembahasan atas RUU yang tidak terdapat dalam proleganas,
baik karena muncul keadaan tertentu yang perlu segera direspon. Secara umum, ada 5 tahap
yang dilalui dalam penyusunan Prolegnas:2
a. tahap mengumpulkan masukan,
b. tahap pejaringan masukan,
c. tahap penetapan awal,
d. tahap pembahasan bersama,
e. tahap penetapan prolegnas.
Pada tahap mengumpulkan masukan, Pemerintah, DPR, dan DPD secara terpisah
membuat daftar RUU, baik dari kementerian/lembaga, anggota DPR/DPD, fraksi, serta
masyarakat. hasil dari proses pengumpulan tersebut kemudian disaring/dipilih untuk

1
http://meaningaccordingtoexperts.blogspot.com/2017/04/pengertian-ilmu-perundang-undangan.html
2
Jurdi, Fajlurrahman. 2016. Teori Negara Hukum. Malang: Stara Press.

3
kemudian ditetapkan oleh masing-masing pihak (Presiden, DPR dan DPD -untuk proses di
DPD belum diatur). Tahap selanjutnya adalah pembahasan masing-masing usulan dalam
forum bersama antara Pemerintah, DPR dan DPD. Dalam tahap inilah seluruh masukan
tersebut diseleksi dan kemudian, setelah ada kesepakatan bersama, ditetapkan oleh DPR
melalui Keputusan DPR.

2. Penyusunan
Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah RUU dibahas
bersama antara DPR dan Pemerintah. Tahap ini terdiri dari:
a. pembuatan Naskah Akademik
b. penyusunan Rancangan Undang-Undang
c. Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan
Konsepsi Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum
dan hasil penelitian lainnya tehadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu
rancangan peraturan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat. Penyusunan RUU adalah pembuatan rancangan peraturan pasal demi pasal
dengan mengikuti ketentuan dalam lampiran II UU12/2011 Harmonisasi, Pembulatan, dan
Pemantapan Konsepsi adalah suatu tahapan untuk:
a. Memastikan bahwa RUU yang disusun telah selaras dengan:
b. Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan UU lain
c. Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
d. Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam RUU.

3. Pembahasan
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus
untuk topik-topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan
dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran
atau rapat panitia khusus. Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan
sebelum adanya putusan MK 92/2012 hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam
pembahasan tingkat 1, namun setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan

4
tingkat 2. Namun peran DPD tidak sampai kepada ikut memberikan persetujuan terhadap
suatu RUU.3 Persetujuan bersama terhadap suatu RUU tetap menjadi kewenangan Presiden
dan DPR.
Apa yang terjadi pada tahap pembahasan adalah “saling kritik” terhadap suatu RUU.
Jika RUU tersebut berasal dari Presiden, maka DPR dan DPD akan memberikan pendapat
dan masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka Presiden dan DPD akan
memberikan pendapat dan masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPD, maka
Presiden dan DPR akan memberikan masukan dan pendapatnya.

4. Pengesahan
Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait. RUU yang
dibahas bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda
tangan pada naskah RUU. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden dalam jangka
waktu maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR
dan Presiden. Jika presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang
ditetapkan, maka RUU tersebut otomatis menjadi UU dan wajib untuk diundangkan.
Segera setelah Presiden menandatangani sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara
memberikan nomor dan tahun pada UU tersebut.

5. Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan UU yang telah disahkan ke dalam Lembaran
Negara (LN), yakni untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN)m
yakni untuk penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. TLN.Sebelum sebuah UU
ditempatkan dalam LN dan TLN, Menteri Hukum dan HAM terlebih dahulu membubuhkan
tanda tangan dan memberikan nomor LN dan TLN pada naskah UU. Tujuan dari
pengundangan ini adalah untuk memastikan setiap orang mengetahui UU yang akan
mengikat mereka.

3
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113665/potongan/S1-2017-348904-introduction.pdf

5
B. Metode Perundang-undangan
Ilmu perundang-undangan menurut Burkhadt Krems adalah ilmu pengetahuan
mengenai pembentukan peraturan negara yang termasuk dalam ilmu yang bersifat
interdisipliner. Selanjutnya, menurut Burkhadt Krems ilmu perundang-undangan terbagi
dalam 3 (tiga) wilayah, yaitu4 :
1. Proses perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren);
2. Metode perundang-undangan (Gesetzgebungsmethode);
3. Teknik perundang-undangan (Gesetzgebungstechnik).
Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan syarat dalam rangka
pembangunan hukum nasional yang dapat terwujud dengan didukung oleh metode yang
baik yang melibatkan serta mengikat seluruh lembaga yang berwenang dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan.5 Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki
kewajiban dalam melaksanakan pembangunan hukum nasional yang baik dengan dilakukan
secara terstruktur, terpadu, serta berkelanjutan dalam sistem hukum nasional. Diharapkan
melalui sistem hukum tersebut mampu memberikan dan menjamin perlindungan hak serta
kewajiban seluruh rakyat Indonesia dengan berdasar pada Pancasila serta Undang-undang
Dasar Republik Indonesia 1945.
Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pembentukan perundang-undangan
yang baik tidak lepas dari bagaimana suatu pembuatan undang-undang dilakukan dengan
metode yang baik. Peraturan perundang-undangan memiliki peranan yang penting dalam
pembangunan hukum di Indonesia. Peraturan perundang-undangan memiliki fungsi untuk
mewujudkan ketertiban masyarakat serta kepastian hukum dan mewujudkan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Mengenai metode pembentukan peraturan (Methode der Ausarbeitung der
Regelung) terdapat beberapa metode yang salah satunya ialah metode ROCCIPI.
Pendekatan ROCCIPI merupakan akronim dari Rule, Opportunity, Capacity,
Communication, Interest, Process, Ideology.6 Pendekatan tersebut merupakan metode
pemecahan masalah dalam merancang suatu undang-undang yang baik. ROCCIPI memiliki

4
Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H. 2018. Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: Sinar Grafika.
5
Ferry Irawan Febriansyah. 2016. Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Jurnal
Perspektif. Vol.XXI. No.03.
6
Dr. Jimmy Z. Usfunan, S.H., M.H. Memahami Hakekat Perundang-undangan dan Pembentukannya.

6
fungsi yang dapat dipahami baik dari segi normatif maupun empiris. Dari perspektif
normatif ROCCIPI memiliki fungsi :
1. Justifikasi Teoritik-Konseptual
Dilakukan dengan cara sebelum suatu Rancangan Undang-undang (RUU) atau
peraturan dilakukan, perancang undang-undang harus melakukan penelusuran
terhadap teori-teori, konsep, maupun asas hukum yang digunakan.
2. Justifikasi Konstitusional
3. Justifikasi Yuridis
4. Pendekatannya adalah deduktif

C. Teknik Perundang-undangan

Dalam menyusun peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan teknik


penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yakni pada Pasal 64, yang
menegaskan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan7, yaitu:

1. Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan sesuai


dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
2. Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3. Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Presiden.8

Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa Penyusunan Rancangan Peraturan


Perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-

7
Dr. Roy Marthen MoontI, S.H., M.H. 2017. Ilmu Perundang-Undangan. Makassar: Keretakupa.

8
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

7
undangan. Kemudian pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan pada Lampiran II, Lampiran tersebut merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari UU No. 12 Tahun 2011. Salah satu lampirannya mengatur
mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam lampiran tersebut
dijabarkan 4 (empat) hal penting yang dirumuskan dalam empat bab berikut:

1. Kerangka Peraturan Perundang-undangan


Dalam Bab I, kerangka peraturan perundang-undangan terdiri dari Judul,
Pembukaan (Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Jabatan Pembentuk
Peraturan Perundang-undangan, Konsiderans, Dasar Hukum, Diktum), Batang
Tubuh (Ketentuan Umum, Materi Pokok yang Diatur, Ketentuan Pidana dan
Peralihan jika diperlukan dan Ketentuan Penutup), Penutup dan Penjelasan,
serta Lampiran apabila diperlukan.

2. Hal-Hal Khusus
Terdapat beberapa hal yaitu pendelegasian kewenangan yang dalam hal ini
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mendelegasikan kewenangan
mengatur lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Kemudian diuraikan mengenai petunjuk penyusunan bab penyidikan dalam
peraturan perundang-undangan. Hal khusus yang dijelaskan pula teknik
penyusunannya adalah pencabutan peraturan perundang-undangan yang
dipandang tidak diperlukan lagi dan harus diganti. Hal khusus keempat yang
diberikan pedoman dalam Lampiran II adalah mengenai perubahan peraturan
perundang-undangan. Kelima mengenai penetapan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang dan lainnya.

3. Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan


Hukum dan bahasa adalah dua entitas yang tidak dapat dipisah-lepaskan. Tanpa
bahasa, hukum tidak akan mampu dipahami secara baik. Namun, dalam konteks
antara hukum dan bahasa sering memunculkan berbagai masalah. Bahasa yang
awalnya digunakan untuk memudahkan seseorang memahami hukum, sering
kontraproduktif. Sering kali bahasa yang digunakan menimbulkan

8
ketidakjelasan atau bahkan multitafsir. Untuk itu kemudian perlu adanya
pedoman mengenai ragam bahasa peraturan perundang-undangan. Berkenaan
dengan hal tersebut dalam Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 dijabarkan dalam
Bab II mengenai ragam bahasa peraturan perundang-undangan.

Terdapat beberapa ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan berdasarkan


peraturan perundang-undangan yaitu:

1. Lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan


2. Bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai
3. Objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam mengungkapkan
tujuan atau maksud)
4. Membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara
konsisten
5. Memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat
6. Penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam
bentuk tunggal
7. Penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah didefinisikan atau
diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama
institusi/lembaga pemerintah/ketatanegaraan, dan jenis Peraturan Perundang-
undangan dan rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam rumusan
norma ditulis dengan huruf kapital
8. Dalam merumuskan ketentuan Peraturan Perundang–undangan digunakan
kalimat yang tegas, jelas, singkat, dan mudah dimengerti.

4. Bentuk Rancangan Peraturan Perundang-undangan


Terhadap tiap-tiap jenis peraturan perundang-undangan, hanya lembaga/pejabat
yang berwenang yang memiliki kewenangan pembentukan peraturan
perundang-undangan.9 Pembentukan peraturan perundang-undangan pun harus
melalui proses baku yang telah ditentukan. Tiap-tiap peraturan perundang-
undangan memiliki proses yang berbeda dalam pembentukannya. Namun, dari

9
Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H. 2018. Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: Sinar Grafika.

9
berbagai perbedaan kewenangan dan proses, terdapat kesamaan teknik
penyusunan antara jenis peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang
lain.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya, proses dalam pembentukan undang-undang terbagi menjadi 5 (lima)
tahap, yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.
Perencanaan atau biasa disebut penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU tertentu) menyusun daftar
RUU yang akan disusun ke depan. Penyusunan Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap
penyiapan sebelum sebuah RUU dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah.
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus untuk topik-
topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat
komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat
panitia khusus. Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum
adanya putusan MK 92/2012 hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam
pembahasan tingkat 1, namun setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan
tingkat 2. Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait. RUU yang
dibahas bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda
tangan pada naskah RUU. Pengundangan adalah penempatan UU yang telah disahkan ke
dalam Lembaran Negara (LN), yakni untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran
Negara (TLN) yakni untuk penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. Berdasarkan pada
pendapat Attamimi menyebutkan bahwa, pembentukan peraturan perundang-undangan
Indonesia yang patut, adalah sebagai berikut: Cita Hukum Indonesia; Asas Negara Berdasar
Atas Hukum dan Asas Pemerintahan yang berdasar Konstitusi; Asas-asas lainnya.10
Selanjutnya, menurut Burkhadt Krems ilmu perundang-undangan terbagi dalam 3 (tiga)
wilayah, yaitu proses perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren),

10
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundangundangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius,
Yogyakarta, 2010, h. 228.

11
Metode perundang-undangan (Gesetzgebungsmethode), Teknik perundang-undangan
(Gesetzgebungstechnik).11 Dalam menyusun peraturan perundang-undangan harus sesuai
dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yakni pada
Pasal 64 yang menyatakan bahwa Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan
dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Keadilan memiliki nilai abstrak yang perlu untuk diwujudkan sebagai norma hukum
yang berperan sebagai sarana dalam mewujudkan nilai nilai abstrak tersebut dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat.12 Perwujudan nilai hukum tersebut dapat dikristalisasi
dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Pada masa dimana hukum dan undang-
undang sedang dikembangkan, asas hukum memiliki peran memberi tuntunan mengenai
arah dan cara sistem hukum tersebut dikembangkan.13

11
Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H. 2018. Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: Sinar Grafika.
12
Mahmutarom HR., Rekonstruksi Konsep Keadilan, Badan Penerbit Undip, Semarang, h. 119
13
Sajipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006, h. 140.

12
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG


PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Buku

Dr. Roy Marthen Moonti, S.H., M.H. 2017. Ilmu Perundang-Undangan. Makassar: Keretakupa.

Jurdi, Fajlurrahman. 2016. Teori Negara Hukum. Malang: Stara Press.

Mahmutarom HR., Rekonstruksi Konsep Keadilan, Badan Penerbit Undip, Semarang.

Ranggawidjaja, H. Rosjidi. 1998. Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia. Bandung: PT.


Mandar Maju.

Redi, Ahmad. 2018. Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: Sinar Grafika.

S. Maria Farida Indrati. 2007. Ilmu Perundang-undangan 1, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan.
Jakarta: Kanisius.

Sajipto Rahardjo. 2006. Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Sony Maulana, S.H., M.H., Fitriani Ahlan Sjarif, S.H., M.H., M. Yahdi Salampessy, S.H, M.H.
Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan.

Usfunan, Jimmy Z. Memahami Hakekat Perundang-undangan dan Pembentukannya.

Jurnal

Febriansyah, Ferry Irawan. 2016. Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di


Indonesia. Jurnal Perspektif. Vol.XXI. No.03.

Website

http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113665/potongan/S1-2017-348904-introduction.pdf

13
http://meaningaccordingtoexperts.blogspot.com/2017/04/pengertian-ilmu-perundang-
undangan.html

14

Anda mungkin juga menyukai