Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH TEORI PERUNDANG UNDANGAN

MAKALAH PROSES, METODE DAN TEKNIK


PERANCANGAN PERUNDANG UNDANGAN

MICHAEL ARNOLD PRAMUDITO, S.H


NIM B012222016

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
A. Pembahasan
1. Proses Perancangan Peraturan Perundang Undangan
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, kekuasaan untuk membentuk undang – undang ini merupakan kewenangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa setiap Rancangan Undang-Undang
(RUU) kemudian dibahas lebih lanjut oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan
persetujuan bersama.
Berikut ini proses pembentukan undang - undang yang diatur dalam Undang - undang
nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan (pasal 16
sampai 23, pasal 43 sampai 51 dan pasal 65 sampai 74). Berdasarkan ketentuan tersebut
inilah proses pembentukan sebuah undang-undang :
a. Sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD.
b. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga
terkait.
c. RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh
Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun.
d. RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang - undang (Perpu) menjadi undang - undang, serta RUU
pencabutan undang - undang atau pencabutan Perpu.
e. Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan membagikan ke
seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat paripurna.
f. Di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU disetujui, disetujui
dengan perubahan atau ditolak untuk pembahasan lebih lanjut.
g. Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua tingkat
pembicaraan.
h. Pembicaraan tingkat pertama dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi,
rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
i. Pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi: penyampaian laporan
tentang proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan
Tingkat I; pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota
secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan pendapat akhir Presiden
yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.
j. Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil
dengan suara terbanyak.
k. Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil pemerintah, maka kemudian
diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan. Dalam Undang - Undang
ditambahkan kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik
Indonesia.
l. Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-
Undang dan wajib diundangkan.
m. Setelah diundangkan DPR melakukan penyebarluasan Undang – undang tersebut
melalui media cetak maupun elektronik. Penyebarluasan dilakukan oleh DPR
Pemerintah pada setiap tahapan proses pembentukan undang - undang.
2. Metode Perancangan Perundang Undangan
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, terdapat 3 (tiga) metode yang
digunakan, yaitu konsep modifikasi, omnibus law, dan kodifikasi.
1. Modifikasi adalah pembentukan norma hukum oleh pihak penguasa, yang akan
menghasilkan norma-norma baru dengan tujuan untuk mengubah kondisi yang ada
dalam masyarakat. Modifikasi yang cenderung visioner dan dinamis akan mengarahkan
masyarakat ke arah perkembangan yang diinginkan. Van der Vlies menyatakan bahwa
undang-undang kini tidak lagi memiliki fungsi utama untuk memberi bentuk kristalisasi
kepada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, melainkan membentuk tindakan
politik yang menentukan arah perkembangan nilai-nilai tertentu. Undang-undang
bertujuan untuk mengubah pendapat hukum yang berlaku dan peraturan perundang-
undangan yang mengubah hubungan-hubungan social.
2. Omnibus law adalah metode pembentukan undang-undang melalui penyederhanaan
peraturan perundang-undangan. Dalam ilmu perundang-undangan konsep Omnibus
Law memiliki persamaan dengan konsep kompilasi yang memadukan undang-undang
yang ada sebelumnya dalam format buku dengan menghapus bagian-bagian yang telah
dicabut dan penggantian dari perubahan dengan susunan yang didesain untuk
memfasilitasi pemakaian. Pelaksanaan kompilasi digunakan terhadap berbagai aturan
yang sudah ada sebelumnya dengan menjelaskan bagian mana dalam ketentuan tersebut
yang sudah dicabut berikut subtitusinya.
3. Kodifikasi hukum menurut R. Soeroso dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum adalah
pembukuan hukum dalam suatu himpunan undang-undang dalam materi yang sama.
Tujuan dari kodifikasi hukum adalah agar didapat suatu rechtseenheid (kesatuan
hukum) dan suatu rechts-zakerheid (kepastian hukum)
3. Teknik Perancangan Perundang Undangan
Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, dalam kepustakaan disebut pula
Teknik Perundang-undangan. (Bagir Manan 1997) mengartikan Teknik Perundang-
undangan adalah rangkaian penge-tahuan dan kemampuan yang mencakup segala unsur
yang diperlukan untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang baik. Peraturan
perundang-undangan yang baik dapat terwujud apabila memenuhi unsur-unsur antara lain:
a) perumusannya tersusun secara sistematis, bahasa sederhana dan baku;
b) sebagai kaidah, mampu mencapai daya guna dan hasil guna baik dalam wujud
ketertiban maupun keadilan;
c) sebagai gejala sosial, merupakan perwujudan pandangan hidup, kesadaran hukum
dan rasa keadilan masyarakat, termasuk ke-mampuannya sebagai faktor pendorong
kemajuan dan peru-bahan masyarakat; dan
d) sebagai sub-sistem hukum, harus mencerminkan satu rangkaian sistem yang teratur
dari keseluruhan sistem hukum yang ada

Untuk mendapat peraturan perundang-undangan yang baik tersebut diperlukan sejumlah


kemampuan yang seharusnya dimiliki perancang, yakni:

a) kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah
yang berkenaan atau berkaitan dengan materi muatan rancangan peraturan
perundang-undangan yang akan dibentuk, yang mengarah kepada penyusunan
argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis guna mendukung perlu atau tidak
perlunya penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan;
b) asas, baik asas yang bersifat umum maupun asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik, yang diperlukan da-lam penyusunan norma
hukum dalam peraturan perundang-undangan yang hendak dibentuk;
c) kaidah, yakni kaidah hukum yang berkenaan atau berkaitan dengan penyusunan
rancangan peraturan perundang-undangan, sehingga peraturan perundang-
undangan yang hendak dibentuk memiliki dasar hukum, baik dasar hukum formal
maupun dasar hukum materiil; dan
d) praktik-pengalaman, belajar dari praktik-pengalaman perancangan maupun
pelaksanaan peraturan perundang-undangan ataupun pelaksanaan suatu urusan
tertentu untuk direpleksikan dalam penyusunan rancangan peraturan perun-dang-
undangan yang kini dikerjakan, termasuk untuk mendapat-kan pengetahuan
mengenai kebutuhan hukum masyarakat dan pemerintahan (Atmaja dkk 2017).

Anda mungkin juga menyukai