Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sandy Hardian N

NIM : 044600146

TUGAS 3 ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

1. Peran pemrakarsa dalam pembentukan suatu undang-undang.

Pemrakarsa adalah menteri/pimpinan lembaga pemerintah non departemen yang


mengajukan usul penyusunan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Penganti Undang-Undang, Rancangan Pemerintah dan Rancangan Peraturan
Presiden. Peram pemerkasa dalam membuat rancangan Undang-Undang diantaranya :

a. Menyusun rancangan undang-undang berdasarkan rolegnas (pasal 2 ayat 1).


b. Melaporkan penyiapan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang kepada Presiden
secara berkala (pasal 2 ayat 3).
c. Pemrakarsa menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam
Rancangan Undang-Undang bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undang dan pelaksanaannya dapat
diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai
keahlian untuk itu. (Pasal 5 ayat 2).
d. Pemrakarsa mengajukan surat permintaan keanggotaan Panitia Antardepartemen
kepada Menteri dan menteri/pimpinan lembaga terkait. (Pasal 7 ayat 1).
e. Pemrakarsa menetapkan surat keputusan pembentukan panitia Antardepartemen
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat permintaan keanggotaan Panitia
Antardepartemen (Pasal 7 ayat 5).
f. Pemrakarsa dapat pula mengundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi atau
organisasi di bidang sosial, politik, profesi, dan kemasyarakatan lainnya sesuai
dengan kebutuhan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang. (Pasal 10 ayat 5).
g. Dalam rangka penyempurnaan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, Pemrakarsa dapat menyebarluaskan Rancangan Undang-Undang
kepada masyarakat. (Pasal 13 ayat 1).
h. Dalam hal Pemrakarsa melihat adanya perbedaan di antara pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pemrakarsa bersama dengan Menteri
menyelesaikan perbedaan tersebut dengan menteri/pimpinan lembaga terkait yang
bersangkutan. (Pasal 16).
i. Apabila Rancangan Undang-Undang tersebut sudah tidak memiliki permasalahan lagi
baik dari segi substansi maupun dari segi teknik perancangan perundang-undangan,
Pemrakarsa mengajukan Rancangan Undang-Undang tersebut kepada Presiden guna
penyampaiannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada
Menteri. (Pasal 19).
j. Apabila Presiden berpendapat Rancangan Undang-Undang masih mengandung
permasalahan, Presiden menugaskan Menteri dan dan Pemrakarsa untuk
mengkoordinasikan kembali penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tersebut
(Pasal 20 ayat 1).
k. Rancangan Undang-Undang yang telah disempurnakan disampaikan oleh Pemrakarsa
kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tembusan
kepada Menteri. (Pasal 20 ayat 2).
2.  Pentingnya naskah akademik dalam suatu rancangan undang-undang
Naskah Akademik memiliki makna penting dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan yaitu antara lain:
a. Naskah awal sebagai potret yang memberikan gambaran atau penjelasan tentang
berbagai hal yang terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang hendak
dibentuk, yaitu meliputi:
1) Latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan
kegunaan, serta metode penelitian;
2) Kajian teoretis dan praktik empiris;
3) Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait;
4) Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis;
5) Jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup Materi muatan undang-undang,
peraturan daerah provinsi, atau peraturan daerah kabupaten/kota;
b. Sebagai sarana untuk melembagakan atau memformalkan apa yang telah ada dan
berjalan di masyarakat ke dalam Peraturan Perundang-undangan dengan
mengindentifikasi dan menyelasaikan permasalahan hukum yang sedang terjadi
dalam masyarakat serta menganitisipasi permasalahan yang akan terjadi pada masa
yang akan datang; Merupakan media nyata bagi peran serta masyarakat dalam proses
pembentukan atau penyusunan peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan
hukum aspiratif dan responsif sehingga manghasilkan produk peraturan perundang-
undangan yang dapat ditegakkan dan diterima oleh masyarakat.

Maka dari itu dari kasus yang di contohkan yang mana draf Rancangan Undang-
undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dibuat secara simultan atau
bersamaan hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang dijelaskan,maka dari itu sangat
penting dibentuknya naskah akademik sebelum RUU.Implikasi Rancangan peraturan
perundang-undangan yang tidak disertai dengan Naskah Akademik yaitu antara lain:
a. Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden dapat ditolak oleh DPR, dan
Presiden bisa menolak rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR. Demikian
pula halnya dengan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota dapat ditolak oleh DPRD Propvinsi atau DPRD Kabupaten/Kota,
dan sebaliknya Gubernur atau Bupati/Walikota dapat menolak rancangan peraturan
daerah yang diajukan DPRD Propvinsi atau DPRD Kabupaten/Kota;
b. Cacat prosedural karena tidak dilakukan sesuai dengan tahapan atau persyaratan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;
c. Produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan dapat mengalami kendala
ketika dijalankan atau ditegakkan karena dalam proses pembentukannya tidak
dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak sesuai dengan kebutuhan hukum
serta nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Sumber Referensi :

Basyir Abdul. 2014. Pentingnya Naskah Akademik Dalam Pembentukan Peraturan


Perundangundangan Untuk Mewujudkan Hukum Aspiratif Dan Responsif. Jurnal Ius.
Volume II.Nomor 5.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2005 Tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Dan Rancangan Peraturan
Presiden.

Anda mungkin juga menyukai