P E R AT U R A N P E R U N D A N G -
UNDANGAN
PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pengesahan atau
Pengundangan Pembahasan
penetapan
• UU Nomor 12 Tahun 2011 tidak mengatur prosedur atau tahapan seperti pembahasan RPP,
RPerpres, atau pembahasan Rancangan Peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA,
MK, BPK, KY, BI, Menteri, Badan, Lembaga, atau Pemerintah atas perintah UU, DPRD
Provinsi, Gubernur, DPRD kabupaten/kota, Kepala Desa atau setingkat.
PERENCANAAN PENYUSUNAN UU
Dilakukan dalam Prolegnas (Pasal 16 UU No. 12 Tahun 2011 2011 sebagaimana diubah dengan UU No 13 Tahun 2022 ttg
Perubahan Kedua Atas UU No. 12 Tahun 2011. Prolegnas merupakan instrumen perencanaan skala prioritas program
pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional.
• Rancangan UU yang berasal dari DPR,Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik.
• RUU, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta RUU yang diajukan DPD kepada DPR
disusun berdasarkan Prolegnas.
• RUU yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan: a. otonomi daerah; b. hubungan pusat dan
daerah; c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah; d. pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan e. perimbangan keuangan pusat dan daerah.
• Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.
• DPR mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
surat Presiden diterima.
Penyusunan PERPU.
(Pasal 53)
PERPU harus diajukan ke DPR dalam persidangan
Pengajuan PERPU dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan
PERPU menjadi UU
Ketentuan mengenai tata cara penyusunan Rancangan PERPU diatur dengan
Peraturan Presiden
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat
paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang.
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam
rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus
dinyatakan tidak berlaku.
Penyusunan Peraturan Pemerintah/Perpres
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur.
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau
Naskah Akademik.
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan
komisi, atau alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RUU
• Pembahasan RUU dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi.
PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-
UNDANG
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh
Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan
membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh
Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang
tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib
diundangkan.
PROSES PENGUNDANGAN
Proses akhir dari pembuatan peraturan perundang-undangan adalah pengundangan dan
penyebarluasan yang memerlukan penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif
dan efesien serta akuntabel. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-
undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia.
Pendekatan non-formal atau pendekatan empirik dalam teori perundang- undangan dapat pula
dipahami dari pandangan Seidman (Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere
2001):
Teori perundang-undangan yang yang dikembangkan Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin
Abeyserkere adalah untuk mendapatkan masukan penjelasan tentang prilaku bermasalah yang
membantu dalam penyusunan undang-undang. Teori ini lebih dikenal dengan ROCCIPI, yang
terdiri 7 kategori, yakni:
Rule (Peraturan),
Opportunity (Kesempatan),
Capacity (Kemampuan),
Communication (Komunikasi),
Interest (Kepentingan),
Process (Prosese), dan
Ideology (Ideologi).
RULE (PERATURAN)
Rule (peraturan) maksudnya bahwa produk hukum yang dibentuk supaya jelas mengenai dasar
hukum pembentukan, kaitannya dengan produk hukum yang lain, kewenangan membentuk dan
melaksanakan, hak dan kewajiban, prosedur, pengawasan dan koordinasi serta sanksinya. Produk
hukum supaya diformulasikan dengan kata-kata yang jelas – tidak rancu, tidak menimbulkan
perilaku bermasalah.
Menganalisis seluruh peraturan yang mengatur atau terkait dengan perilaku bermasalah,
ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan yang terkandung pada peraturan
yang sudah ada.
OPORTUNITY (KESEMPATAN)
Capacity (kemampuan), produk hukum yang dibentuk harus mampu mengidentifikasi perilaku
bermasalah dan menangani penyebab-penyebab perilaku bermasalah tersebut sehingga bisa
mengendalikan perilaku bermasalah menjadi perilaku taat hukum. Produk hukum yang dibentuk
jangan sampai memberikan celah timbulnya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Interest (kepentingan) artinya bahwa produk hukum yang dibentuk harus akomodatif – mengacu
pada harapan atau pandangan pelaku peran tentang akibat dan manfaat bagi mereka. Produk
hukum memuat ketentuan sanksi dan penghargaan sebagai motivator bagi pelaku peran untuk
berlaku sesuai dengan ketentuan-ketentuan produk hukum.
Kategori ini berguna untuk menjelaskan pandangan pemeran tentang akibat dan manfaat
dari setiap perilakunya. Pandangan pemeran ini mungkin menjadi penyebab perilaku
bermasalah.
PROCESS (PROSES)
Process (proses), produk hukum yang dibentuk harus memuat prosedur yang jelas mengenai
bagaimana pelaku peran memutuskan untuk mematuhi atau tidak suatu produk hukum.
IDIOLOGY (IDIOLOGI)
Idiology (idiologi) merupakan nilai, sikap, kepentingan yang harus diakomodasi dalam produk
hukum sebagai motivasi untuk berperilaku sesuai dengan produk hukum yang ada.
Kategori ini menunjuk pada sekumpulan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat untuk
merasa, berpikir, dan bertindak.
S U MB E R: D R. I G E D E MA R H A E N D R A W I J A AT MA D J A , S H . , MH .
TEORI MOMENTUM
UU No 13 Tahun 2022
Undang-undang (UU) tentang
Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Omnibus
Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
All necessary changes having been made; with the necessary changes <what was said regarding
the first contract applies mutatis mutandis to all the later ones>.
Sedangkan menurut buku Terminologi Hukum karangan I.P.M. Ranuhandoko, mutatis mutandis
berarti dengan perubahan yang perlu-perlu.
Mutatis Mutandis adalah asas yang menyatakan bahwa pada dasarnya sesuai dengan prosedur
yang terdapat dalam ketentuan ini tetapi memiliki kewenangan melakukan perubahan prosedur
pada hal-hal yang diperlukan atau penting sesuai dengan kondisi yang mendesak.