Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Nama : Aura Sabilla Umullatifah


Nim : 202210110311486
Dosen : Wasis, S.H., M.Si., M.Pd.
Kelas : Semester 2/i

1) Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI


Tahun 1945)
Undang-Undang ini terbentuk pada sidang BPUPKI, rancangan UUD dibahas.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, rancangan UUD tersebut ditetapkan
sebagai UUD NRI Tahun 1945. Berdasarkan pasal 3 Ayat (1), Uud NRI Tahun
1945, dapat dilakukan Perubahan Pada Uud 1945 dengan tata cara yang tercantum
dalam pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 :
 Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR jika
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
 Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD siajukan secara tertulis dan
ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
 Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
 Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
 Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.

2) Ketetapan MPR (Tap MPR)


Adapun proses penyusunan TAP MPR/ Ketetapan MPR sehingga menjadi
undang-undang perlu melalui beberapa tahapan antara lain :
 Pengusulan RUU oleh anggota MPR
 Pembahasan RUU dan Pengenalan RUU oleh pimpinan MPR
 Proses, penyusunan, dan pembahasan lebih terperinci RUU di sidang MPR
 Pengambilan keputusan bersama, apakah disahkan atau tidak

3) Undang-Undang/peraturan Pengganti Undang-Undang


Tata cara pembentukan Perppu diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 dan
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Tahapan-Tahapan pembentukan Perpu, yakni:
 Presiden menugaskan penyusunan Rancangan Perppu kepada menteri
yang tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan materi yang akan diatur
dalam Perppu tersebut sebagai Pemrakarsa;
 Dalam penyusunan Rancangan Perppu, menteri yang ditugaskan presiden
berkoordinasi dengan menteri dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah
non kementerian dan/atau pimpinan lembaga terkait;
 Rancangan Perppu yang telah selesai disusun oleh menteri disampaikan
kepada presiden untuk ditetapkan;
 Pemrakarsa menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Perppu Menjadi Undang-Undang setelah Perppu ditetapkan oleh presiden;
 Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tersebut, Pemrakarsa
membentuk panitia antarkementerian atau antarnonkementerian;
 Hasil pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi dari
Rancangan Undang-Undang yang disusun panitia tersebut diserahkan
menteri Pemrakarsa kepada presiden;
 Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan
Perppu menjadi Undang-Undang kepada DPR;
 Jika Rancangan Undang-Undang tersebut mendapat persetujuan DPR
dalam rapat paripurna, maka akan ditetapkan menjadi Undang-Undang;
 Jika tidak mendapat persetujuan DPR, maka Rancangan Undang-Undang
tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang
Pencabutan Perppu.
 Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Perppu ditetapkan
menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Perppu.

4) Peraturan pemerintahan(PP)
Adapun tahapan proses pembentukan peraturan pemerintah sebagai
berikut:
1. Perencanaan Program Penyusunan Peraturan Pemerintah
a. Menteri Hukum dan HAM menyiapkan perencanaan program
penyusunan (“progsun”) PP;
b. Pogsun PP memuat daftar judul dan pokok materi muatan rancangan PP
yang disusun berdasarkan hasil inventarisasi pendelegasian undang-
undang;
c. Menteri menyampaikan daftar progsun PP kepada kementerian atau
lembaga pemerintah nonkementerian;
d. Menteri menyelenggarakan rapat koordinasi antar kementerian dan/atau
antar nonkementerian dalam jangka waktu maksimal 14 hari terhitung
sejak tanggal daftar perencanaan progsun PP disampaikan;
e. Rapat koordinasi diselenggarakan untuk finalisasi daftar perencanaan
progsun PP;
f. Daftar perencanaan progsun PP ditetapkan dengan keputusan presiden;
g. Dalam hal rancangan PP diajukan di luar progsun PP, maka pemrakarsa
mengajukan rancangan kepada menteri berdasarkan kebutuhan undang-
undang atau putusan Mahkamah Agung, dengan terlebih dahulu
mendapatkan izin prakarsa dari presiden.
2. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah
a. Rancangan PP disiapkan oleh menteri/pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian dan/atau pimpinan lembaga lain terkait, sesuai dengan
tugas dan fungsinya;
b. Pemrakarsa membentuk panitia antar kementerian dan/atau antar
nonkementerian;
c. Tata cara penyusunan PP secara mutatis mutandis sama dengan
penyusunan undang-undang, sesuai Pasal 45 sampai dengan Pasal 54,
kecuali Pasal 51 ayat (2) huruf a  Perpres 87/2014
3. Penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah
a. Presiden menetapkan rancangan PP yang telah disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Naskah rancangan PP ditetapkan oleh presiden menjadi PP dengan
membubuhkan tanda tangan;
c. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesekretariatan negara atau sekretaris kabinet membubuhkan nomor dan
tahun pada naskah PP yang telah ditetapkan oleh presiden;
d. PP yang telah dibubuhi nomor dan tahun disampaikan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan
negara atau sekretaris kabinet kepada Menteri Hukum dan HAM untuk
diundangkan;
4. Pengundangan Peraturan Pemerintah
a. Menteri Hukum dan HAM mengundangkan PP dengan
menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dan
penjelasannya ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia;
b. Permohonan pengundangan PP ditujukan kepada Menteri Hukum dan
HAM secara tertulis yang ditandatangani pejabat yang berwenang dari
instansi bersangkutan dan disampaikan langsung kepada petugas
disertai dengan 2 naskah asli dan 1 softcopy naskah asli;
c. Menteri Hukum dan HAM menandatangani pengundangan PP dengan
membubuhkan tanda tangan pada naskah PP dalam waktu paling lama
1x24 jam terhitung sejak PP ditetapkan/disahkan presiden;
d. Menteri Hukum dan HAM menyampaikan naskah PP yang telah
diundangkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau sekretaris kabinet;
e. Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia dilakukan dalam jangka waktu
14 hari terhitung sejak tanggal PP diundangkan.

5) Peraturan presiden (perpres)


Penyusunan peraturan presiden tidak melibatkan DPR, melainkan melibatkan
menteri. Penyusunannya berdasarkan pasal 55 UU No 12 Tahun 2011 adalah:
 Pembentukan panitia antarkementrian dan/atau lembaga pemerintahan
nonkementerian;
 Pengharmonisan,pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan;
 Peraturan presiden dikoordinasikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum;
 Pengesahan dan penetapan oleh presiden.

6) Peraturan daerah Provinsi (Perda Provinsi)


Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi) adalah peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan
Gubernur. Perda Provinsi dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka
melaksanakan kebutuhan daerah. Oleh karena itu, perda tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Selain itu, Pemerintah
Pusat dapat membatalkan Perda yang bertentangan dengan peraturan di
atasnya. 
Berikut ini proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU
Nomor 12 Tahun 2011. 
a. Rancangan Perda Provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau
Gubernur. 
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses penyusunan
adalah sebagai berikut. 
 DPRD Provinsi mengajukan rancangan Perda kepada Gubernur
secara tertulis. 
 DPRD Provinsi bersama gubernur membahas rancangan Perda
Provinsi. 
 Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda
disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
c. Apabila rancangan diusulkan oleh gubernur, proses penyusunan
adalah sebagai berikut. 
 Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD
Provinsi secara tertulis.
 DPRD Provinsi bersama gubernur membahas rancangan Perda
Provinsi. 
 Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda
disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi. 

7) Peraturan daerah Kab/Kota


Perda Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota. Perda Kabupaten/Kota dibentuk sesuai kebutuhan
masing-masing daerah, sehingga setiap daerah bisa memiliki Perda yang
berbeda. 
Adapun proses penyusunan peraturan Daerah Kab/Kota berdasarkan UU
No. 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
1) Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kab/Kota, proses
penyusunan adalah sebagai berikut.
a. DPRD Kab/Kota mengajukan rancangan Perda kepada
Bupati/Walikota secara tertulis.
b. DPRD Kab/Kota bersama Bupati/Walikota membahas
rancangan Perda Kab/Kota.
c. Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama,
maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda
Kab/Kota.
2) Apabila rancangan diusulkanoleh Bupati/walikota maka proses
penyusunan sebagai berikut.
a. Bupati/walikota mengajukan rancangan Perda kepada
DPRD Kab/Kota secara tertulis.
b. DPRD Kab/Kota bersama Bupati/Walikota membahas
rancangan Perda Kab/Kota.
c. Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama,
disahkan oleh Bupati?Walikota menjadi Perda Kab/Kota.
8) Peraturan desa (perdes)
Penyusunan Peraturan Desa yang diprakarsai oleh kepala desa:
1. Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib
dikonsultasikan kepada masyarakat desa
2. Rancangan Peraturan Desa dapat dikonsultasikan kepada Camat
untuk mendapatkan masukan.
3. Konsultasi diutamakan kepada masyarakat atau kelompok
masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi
pengaturan.
4. Masukan dari masyarakat desa dan Camat digunakan Pemerintah
Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan
Desa.
5. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan disampaikan
Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

Pertanyaan:
1) Siapakah yang melakukan koordinasi dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan di setiap kementerian/lembaga pemerintahan nonkementrian?
Pihak yang melakukan koordinasi dalam penyusunan peraturan
perundangundangan di instansi kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian selaku pemrakarsa adalah biro hukum atau satuan kerja yang
menyelenggarakan fungsi di bidang peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 48 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 87
Tahun 2014, sebagaimana disebutkan “Kegiatan penyusunan Rancangan
UndangUndang yang meliputi penyiapan, pengolahan, dan perumusan
dilaksanakan oleh biro hukum atau satuan kerja yang menyelenggarakan
fungsi di bidang peraturan perundang-undangan pada instansi Pemrakarsa.”
Ketentuan di atas berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyiapan,
pengolahan, dan perumusan rancangan peraturan pemerintah dan rancangan
peraturan presiden di instansi kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian yang menjadi pemrakarsa.

2) Apakah Prolegnas jangka menengah yang sudah ditetapkan oleh Dewan


Perwakilan Rakyat (DPR) dapat dilakukan evaluasi?
Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan
dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan. Evaluasi
dilakukan untuk menghasilkan keselarasan dengan:
a. capaian rencana pembangunan jangka menengah nasional;
b. perkembangan kebutuhan hukum dan regulasi dalam pelaksanaan
pembangunan nasional; dan/atau
c. prioritas agenda pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Presiden.
Pada lingkungan pemerintah, evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan
usulan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk selanjutnya dibahas bersama dengan
Badan Legislasi DewanPerwakilan Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai