Anda di halaman 1dari 4

1

TATA CARA PENYUSUSAN PERDA

Pengertian Peraturan Daerah. Sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah
(Perda) adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”. Dasar Hukum Penyusunan Produk Hukum Daerah

a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan;
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (Pasa1136 s.d
Pasa1147);
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk
Hukum Daerah.
d. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Dalam
Negeri.
f. Tata Tertib DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota.

Inisiatif Pembentukan Perda. Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD)maupun dari Bupati. Apabila dalam satu kali masa sidang Bupati dan DPRD
menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan
Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Bupati
dipergunakan sebagai bahan persandingan. Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu
Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu
materi Perda.

A. Proses Penyusunan Perda

Prosedur penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak dari
perencanaan sampai dengan penetapannya. Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap,
yaitu:

a. Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di
lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemda, terdiri penyusunan naskah akademik dan naskah
rancangan Perda.
b. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.
c. Proses pengesahan oleh Bupati dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.
2

B. Proses pengajuan peraturan daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:


1. Pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah

Proses pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah, adalah sebagai berikut:

a. Konsep rancangan perda disusun oleh dinas/biro/unit kerja yang berkaitan dengan perda
yang akan dibuat.
b. Konsep yang telah disusun oleh dinas/biro/unit kerja tersebut diajukan kepada biro
hukum untuk diperiksa secara teknis seperti kesesuaian dengan peraturan perundangan
lain dan kesesuaian format perda.
c. Biro hukum mengundang dinas/biro/unit kerja yang mengajukan rancangan perda dan
unit kerja lain untuk menyempurnakan konsep itu.
d. Biro hukum menyusun penyempurnaan rancangan perda untuk diserahkan kepada kepala
daerah guna diadakan pemeriksaan (dibantu oleh sekretaris daerah).
e. Konsep rancangan perda yang telah disetujui kepala daerah berubah menjadi rancangan
perda.
f. Rancangan perda disampaikan oleh kepala daerah kepada ketua DPRD disertai nota
pengantar untuk memperoleh persetujuan dewan.

2. Pengajuan peraturan daerah dari DPRD


1) Balegda Menyusun prolegda dilingkungan DPRD berdasarkan skala proritas dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun, diatur dalam Pasal 12 Permendagri Nomor 53 Tahun 2011.
2) Hasil penyusunan Prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD disepakati menjadi
prolegda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD, ditetapkan dengan keputusan
DPRD. Berdasarkan Pasal 13 Permendagri nomor 53 tahun 2011.
3) Setelah Prolegda disahkan, selanjutnya tahap penyusunan raperda dilingkungan DPRD.
Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi,
gabungan komisi, atau Balegda. Rancangan Perda disampaikan secara tertulis kepada
pimpinan DPRD disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang
memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, daftar nama dan tanda tangan
pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD. Berdasarkan Pasal 27 ayat 1
dan 2 Permendagri nomor 53 tahun 2011.
Untuk raperda yang berkaitan dengan:
a. APBD;
b. pencabutan Perda; atau
c. perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi,
Hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan, sebagaimana dalam Pasal 28 Permendagri
nomor 53 tahun 2011.
3

4) Menyangkut kegunaan dan fungsi raperda dibutuhkan alasan-alasan yang kuat


sebagaimana di atur dalam Pasal 29, yaitu:
Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
telah melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas:
a. latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang akan diwujudkan;
c. pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d. jangkauan dan arah pengaturan
Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai
berikut:
1. Judul
2. Kata pengantar
3. Daftar isi terdiri dari:
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Kajian teoritis dan praktik empiris
BAB III : Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan terkait
BAB IV : Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
BAB V : Jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan Perda
BAB VI : Penutup
4. Daftar pustaka
5. Lampiran Rancangan Perda, jika diperlukan.
5) pengusul menyampaikan raperda kepada pimpinan DPRD, lalu pimpinan DPRD memberika
raperda kepada Balegda untuk dikaji sebagai pengharmonisasian, pembulatan dan
pemantapan konsepsi Rancangan Perda. Berdasarkan Pasal 30.
6) Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian kepada anggota DPRD paling lambat 7
(tujuh) hari sebelum rapat paripurna. Agenda rapat paripurna DPRD yang dilaksanakan
berkaitan dengan raperda inisiatif meliputi:
a. pengusul memberikan penjelasan;
b. fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan
c. pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.
Selanjutnya rapat paripurna memutuskan terhadap raperda, sebagai berikut:
1. persetujuan;
2. persetujuan dengan pengubahan; atau
3. penolakan.
Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, pimpinan DPRD menugasi komisi, gabungan
komisi, Balegda, atau panitia khusus untuk menyempurnakan Rancangan Perda tersebut.
4

Setelah penyempurnaan raperda selanjutnya diberikan kepada pimpinan DPRD.


Berdasarkan Pasal 31 ayat 1-6 Permendagri nomor 53 tahun 2011.
7) Pasal 32 Permendagri nomor 53 tahun 2011 mengatakan, Rancangan Perda yang telah
disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah
untuk dilakukan pembahasan.
8) walaupun raperda inisiatif yang dibahas tetap harus ada keputusan bersama antara DPRD
dengan Pemerintah Daerah, dalam tahap pembahasan raperda inisiatif melalui
pembicaraan 2 (dua) tingkat. sesuai dengan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Permendagri nomor 53
tahun 2011.
9) Pasal 35 huruf b, dalam hal Rancangan Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan:
 Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda, atau
pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;
 Pendapat kepala daerah terhadap Rancangan Perda; dan
 Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.
Setelah terlaksana kegiatan di rapat paripurna DPRD sebagaimana keterangan di atas
maka pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang
dilakukan bersama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk
mewakilinya, berdasarkan Pasal 35 huruf c Permendagri nomor 53 tahun 2011.
10) Pasal 36 huruf a dan b Permendagri nomor 53 tahun 2011, mengatur proses Pembicaraan
tingkat II meliputi:
a. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan:
b. Penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia
khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 huruf c; dan
c. Permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.
d. Pendapat akhir kepala daerah
11) Penetapan Raperda menjadi PERDA, berdasarkan Pasal 40 ayat 1 dan 2 Permendagri
nomor 53 tahun 2011, mengatakan:
 Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah
disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi
Perda.
 Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.

Anda mungkin juga menyukai