Anda di halaman 1dari 13

Nama : Muhammad Rizky Ramadhannur

NIM : 203020601116

Mata Kuliah : Ilmu Perundang-Undangan

Dosen Pengampu : Rizky Jayuska, S.H., M.H

Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh daerah yang
terdiri dari provinsi dan kabupaten/kota. Peraturan daerah dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPRD) dengan persetujuan bersama kepala daerah. Untuk peraturan daerah provinsi,
dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur. Sedangkan, peraturan
daerah kebupaten/kota dibuat oleh DPRD kabupaten/kota dengan persetujuan bersama
bupati/walikota.

Adapun materi muatan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota
adalah materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

Mekanisme penyususnan peraturan daerah provinsi secara umum terbagi menjadi 5 tahap,
yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan/pengesahan dan pengundangan.

1. Perencanaan

Perencanaan penyusunan peraturan daerah provinsi dilakukan dalam Program Legislasi


Daerah (Prolegda) provinsi. Prolegda provinsi memuat Program Pembentukan Peraturan
Daerah (Promperda) provinsi dengan judul rancangan peraturan daerah provinsi, materi yang
diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

Materi yang diatur merupakan keterangan mengenai konsepsi rancangan peraturan daerah
provinsi yang meliputi:

• Latar belakang dan tujuan penyusunan;


• Sasaran yang ingin diwujudkan;
• Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
• Jangkauan dan arah pengaturan.
Materi yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam naskah
akademik. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian terhadap suatu
masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan perundang-undangan sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Dalam penelitian dan pengkajian
sering digunakan metode ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest,
Process, dan Ideology), RIA (Regulatory Impact Assessment), atau Cost and Benefit
Analysis.

Dalam penyusunan prolegda provinsi, penyusunan daftar rancangan perda provinsi


didasarkan atas:

• Perintah peraturan perundang-undangan lebih tinggi;


• Rencana pembangunan daerah;
• Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
• Aspirasi masyarakat daerah.

Hasil penyusunan prolegda provinsi antara DPRD provinsi dan pemerintah daerah
provinsi disepakati menjadi prolegda provinsi dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD
provinsi. Prolegda provinsi ditetapkan dengan Keputusan DPRD Provinsi.

Selain melalui prolegda, rancangan peraturan daerah juga dapat direncanakan


penyusunannya dengan:

• Dimuat dalam daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas akibat putusan Mahkamah
Agung, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Perda provinsi yang
dibatalkan, diklarifikasi, atau atas perintah peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi;
• Perencanaan penyusunan di luar prolegda, di mana pemrakarsa dapat mengajukan
rancangan perda provinsi di luar prolegda provinsi berdasarkan izin prakarsa dari
gubernur dengan syarat dan dalam keadaan tertentu seperti untuk mengatasi kejadian
luar biasa seperti konflik atau bencana alam, akibat kerja sama dengan pihak
lain dan keadaan tertentu lain yang urgen untuk membentuk perda dengan persetujuan
bersama Balegda dan biro hukum.
2. Penyusunan

Rancangan Perda provinsi dapat berasal dari DPRD provinsi atau Gubernur. Selain itu,
rancangan Perda provinsi dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat
kelengkapan DPRD provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.

Rancangan perda provinsi disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah
akademik.

Tahap penyusunan rancangan perda provinsi adalah sebagai berikut:

• Penyusunan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik yang memuat


paling sedikit pokok pikiran dan materi muatan yang akan diatur di dalam perda
provinsi yang disiapkan oleh pemrakarsa;
• Biro hukum pemerintah daerah provinsi melakukan penyelarasan naskah akademik
yang diterima satuan kerja perangkat daerah provinsi yang dilaksanakan dalam rapat
penyelarasan dengan melibatkan pemangku kepentingan;
• Gubernur memerintahkan pemrakarsa untuk menyusun rancangan perda provinsi
berdasarkan prolegda provinsi dengan membentuk tim penyusun yang terdiri dari
Gubernur, Sekda, pemrakarsa, biro hukum, satuan kerja perangkat daerah terkait dan
perancang Peraturan Perundang-Undangan;
• Dalam penyusunan rancangan Perda provinsi, tim penyusun dapat mengundang
peneliti dan/atau tenaga ahli dari perguruan tinggi atau organisasi
kemasyarakatan sesuai kebutuhan;
• Rancangan perda provinsi yang telah disusun diberi paraf koordinasi oleh tim
penyusun dan pemrakarsa;
• Pengharmonisasaian, pembulatan dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan
oleh kepala biro hukum dan dapat melibatkan instansi vertikal dari kementerian
bidang hukum;
• Rancangan Perda dibubuhi paraf persetujuan dari pemrakarsa dan pimpinan satuan
kerja perangkat daerah provinsi dan disampaikan sekda kepada gubernur.
3. Pembahasan

Pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi dilakukan oleh DPRD provinsi bersama
Gubernur. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Tingkat-
tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD
provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.

Secara lebih rinci, berikut tahapan pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi:

• Rancangan perda provinsi yang berasal dari gubernur disampaikan dengan surat
pengantar kepada pimpinan DPRD Provinsi yang memuat latar belakang, tujuan
penyusunan, sasaran dan materi pokok yang diatur yang menggambarkan substansi
rancangan perda;
• Rancangan perda provinsi dari DPRD provinsi disampaikan dengan surat pengantar
pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur untuk dilakukan pembahasan yang
memuat latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran dan materi pokok yang diatur
serta menggambarkan substansi rancangan perda;
• Pembicaraan tingkat I yang meliputi:

Rancangan Perda Provinsi dari Gubernur Rancangan Perda Provinsi dari DPRD Provinsi

Penjelasan gubernur dalam rapat paripurna Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan
mengenai rancangan perda komisi, pimpinan Balegda, atau pimpinan panitia
khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan
perda

Pemandangan umum fraksi terhadap Pendapat gubernur terhadap rancangan perda


rancangan perda

Tanggapan dan/atau jawaban gubernur Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap


terhadap pemandangan umum pendapat gubernur

• Pembicaraan tingkat II terdiri dari, keputusan rapat paripurna yang didahului dengan
laporan pimpinan komisi/gabungan komisi/panitia khusus yang berisi pendapat fraksi
serta hasil pembahasan dan permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh
pimpinan rapat paripurna dan diakhiri dengan pendapat akhir gubernur.

Jika dalam pembicaraan tingkat II rancangan perda provinsi tidak dapat dicapai
persetujuan melalui musyawarah, maka keputusan didasarkan pada suara terbanyak.

Adapun jika rancangan perda provinsi tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD
provinsi dan gubernur, maka rancangan perda tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPRD Provinsi pada masa sidang itu.

4. Penetapan/Pengesahan

Rancangan perda provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur
disampaikan oleh pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur untuk ditetapkan menjadi
peraturan daerah provinsi. Penyampaian rancangan perda provinsi dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Rancangan perda provinsi ditetapkan oleh gubernur dengan membubuhkan tanda tangan
dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak rancangan perda provinsi disetujui bersama
oleh DPRD provinsi dan gubernur.

Dalam hal rancangan perda provinsi tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu
paling lama 30 hari sejak rancangan perda provinsi tersebut disetujui bersama, rancangan
perda provinsi tersebut sah menjadi peraturan daerah provinsi dan wajib diundangkan.

Naskah yang telah ditandatangani gubernur dibubuhi nomor dan tahun oleh sekda
provinsi. Adapun jika lebih dari 30 hari naskah tidak ditandatangani gubernur maka ditulis
kalimat pengesahan oleh sekda provinsi yang berbunyi “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”
di halaman terakhir naskah perda, yang kemudian dibubuhi nomor dan tahun oleh sekda
provinsi.

5. Pengundangan

Peraturan daerah provinsi diundangkan dalam Lembaran Daerah oleh Sekda provinsi.
Sedangkan Peraturan Gubernur diundangkan dalam Berita Daerah. Adapun penjelasan perda
provinsi diundangkan dalam Tambahan Lembaran Daerah. Peraturan perundang-undangan
mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali
ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Pembentukan Perda Kabupaten/Kota

1. Perencanaan

Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Program


Legislasi Daerah (Prolegda) Kabupaten/Kota. Ketentuan mengenai perencanaan penyusunan
Peraturan Daerah Provinsi berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan
penyusunan Peratran Daerah Kabupaten/Kota.

Di dalam Prolegda Kabupaten/Kota dapat dimuat daftar kumulatif terbuka mengenai


pembentukan, pemekaran, dan penggabungan Kecamatan atau nama lainnya dan/atau
pembentukan, pemekaran, danpenggabungan Desa atau nama lainnya.

2. Penyusunan

Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berlaku mutatis mutandis dari ketentuan


mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi. Sehingga di dalam proses penyusunannya
dapat disamakan, namun tidak diwajibkan sama persis dan dapat dilakukan perubahan yang
dianggap penting bagi kepentingan daerah Kabupaten/Kota masing-masing.

3. Pembahasan

Pembahasan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berlaku mutatis mutandis dari ketentuan


mengenai pembahasan Peraturan Daerah Provinsi. Sehingga di dalam proses penyusunannya
dapat disamakan, namun tidak diwajibkan sama persis dan dapat dilakukan perubahan yang
dianggap penting bagi kepentingan daerah Kabupaten/Kota masing-masing.

4. Penetapan/Pengesahan

Penetapan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berlaku mutatis mutandis dari ketentuan


mengenai penetapan Peraturan Daerah Provinsi. Sehingga di dalam proses penyusunannya
dapat disamakan, namun tidak diwajibkan sama persis dan dapat dilakukan perubahan yang
dianggap penting bagi kepentingan daerah Kabupaten/Kota masing-masing.

5. Pengundangan

Peraturan daerah Kabupaten/Kota diundangkan dalam Lembaran Daerah oleh Sekda


Kabupaten/Kota. Sedangkan Peraturan Bupati/Walikota diundangkan dalam Berita
Daerah. Adapun penjelasan Perda Kabupaten/Kota diundangkan dalam Tambahan Lembaran
Daerah. Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat
pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan.

Adapun proses pembentukan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota


sebagaimana diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 23 Tahun 2014, adalah:

1. Perencanaan

Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam program pembentukan Perda.

Program pembentukan perda disusun oleh DPRD dan kepala daerah untuk jangka waktu 1
(satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan perda dan ditetapkan dengan
keputusan DPRD.

Penyusunan dan penetapan program pembentukan Perda dilakukan setiap tahun sebelum
penetapan rancangan perda tentang APBD.

Dalam program pembentukan perda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri
atas:

• Akibat putusan Mahkamah Agung; dan

• APBD.

Selain daftar kumulatif terbuka, dalam program pembentukan perda Kabupaten/Kota


dapat memuat daftar kumulatif terbuka mengenai:

• penataan Kecamatan; dan

• penataan Desa.

Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan rancangan perda di
luar program pembentukan Perda karena alasan:

• Mengatasi keadaan luar biasa, keadaaan konflik, atau bencana alam;

• Menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;


• Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas
suatu rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan
DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang
menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah;

• Akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Perda Kabupaten/Kota; dan

• Perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi


setelah program pembentukan Perda ditetapkan.

2. Penyusunan

Penyusunan rancangan Perda dilakukan berdasarkan program pembentukan Perda yang


dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah dan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pembahasan rancangan Perda dilakukan melalui tingkat pembicaraan oleh DPRD


bersama kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama yang berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Penetapan

Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala Daerah
disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda
dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Gubernur wajib menyampaikan rencangan Perda Provinsi kepada Menteri paling lama 3
(tiga) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda Provinsi dari pimpinan DPRD
provinsi untuk mendapatkan nomor register Perda yang diberikan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak rancangan perda diterima.

Bupati/Walikota wajib menyampaikan rencangan Perda Kabuaten/Kota kepada Gubernur


paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda Provinsi dari pimpinan
DPRD kabupaten/kota untuk mendapatkan nomor register Perda yang diberikan paling lama
7 (tujuh) hari sejak rancangan perda diterima.

Rancangan Perda yang telah mendapat nomor register ditetapkan oleh kepala daerah
dengan membubuhkan tanda tangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perda
disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah. Dalam hal kepala daerah tidak
menandatangani rancangan Perda yang telah mendapat nomor register, maka rancangan
Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.

4. Pengundangan

Perda diundangkan dalam lembaran daerah yang dilakukan oleh sekretaris daerah. Perda
mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali
ditentukan lain di dalam Perda yang bersangkutan.

Pada Bab III, Pasal 10 s/d Pasal 18 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
mengatur tentang mekanisme penyusunan propemperda. Proses penyusunan propemperda
kabupaten/kota dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu penyusunan propemperda di
lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota, penyusunan propemperda di lingkungan DPRD
Kabupaten/Kota, dan Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota.

Penyusunan propemperda di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota dikoordinasikan


oleh perangkat daerah yang membidangi hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal
terkait, yaitu instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum; dan/atau instansi vertikal terkait sesuai dengan kewenangan, materi
muatan; atau Kebutuhan. Selanjutnya hasil penyusunan Propemperda diajukan oleh perangkat
daerah yang membidangi hukum Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris
daerah. Bupati/Walikota kemudian menyampaikan hasil penyusunan Propemperda di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Bapemperda melalui Pimpinan
DPRD Kabupaten/Kota.

Penyusunan Propemperda di lingkungan DPRD Kapupaten/Kota dikoordinasikan oleh


Bapemperda. Ketentuan mengenai penyusunan Propemperda di lingkungan DPRD
Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan DPRD tentang Tata Tertib.

Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten/Kota


dan Bupati/Walikota. Propemperda Kabupaten/Kota ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda Kabupaten/Kota.
Penyusunan dan penetapan Propemperda Kabupaten/Kota ini dilakukan setiap tahun sebelum
penetapan rancangan Perda tentang APBD Kabupaten/Kota. Penyusunan Propemperda
Kabupaten/Kota memuat daftar rancangan Perda Kabupaten/Kota yang didasarkan atas:

• Perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

• Rencana pembangunan daerah;

• Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan

• Aspirasi masyarakat daerah.

Penyusunan dan penetapan Propemperda Kabupaten/Kota mempertimbangkan realisasi


Propemperda dengan perda yang ditetapkan setiap tahun dengan penambahan paling banyak
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah rancangan perda yang ditetapkan pada tahun
sebelumnya.

Hasil penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota antara DPRD Kabupaten/Kota dan


pemerintah daerah Kabupaten/Kota disepakati menjadi Propemperda Kabupaten/Kota dan
ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten/Kota serta ditetapkan dengan Keputusan
DPRD Kabupaten/Kota.

Propemperda Kabupaten/Kota dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:

• Akibat putusan Mahkamah Agung;

• APBD;

• Penataan kecamatan; dan

• Penataan desa.

Dalam keadaan tertentu, DPRD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota dapat mengajukan


rancangan Perda diluar Propemperda karena alasan:

• Mengatasi keadaan luar biasa, keadaaan konflik, atau bencana alam;

• Menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;

• Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu
rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang
khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani bidang
hukum pada pemerintahan daerah; dan

• Perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi setelah


Propemperda ditetapkan.

Analisis

Di dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di tingkat daerah provinsi


dilakukan dengan persetujuan bersama Gubernur dengan DPRD Provinsi. Sedangkan di
tingkat daerah Kabupaten/Kota dilakukan dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota
dengan DPRD Kabupaten/Kota.

Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tntang Perubahan Kedua Atas


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Pasal 96 dimana masyarakat baik orang perseorangan maupu kelompok rang yang
terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi muatan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
dalam setiap tahapan pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dapat dilakukan
secara dari dan/atau luring.

Untuk memenuhi hak tersebut pembentuk Peraturan Perundang-undangan dapat


melakukan kegiatan konsultasi publik melalui:

a. Rapat dengar pendapat umum;


b. Kunjungan kerja;
c. Seminar, lokakarya, diskusi; dan/atau
d. Kegiatan konsultasi publik lainnya.

Namun di dalam praktiknya masyarakat tidak pernah diberikan kesempatan untuk


berpartisipasi dalam memberikan masukan maupun aspirasi mengenai pembentukan suatu
Peraturan Perundang-undangan Daerah, bahkan masyarakat umumnya mengetahui bahwa ada
suatu Peraturan Perundang-undangan baru setelah disahkannya atau diundangkannya
peraturan tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa tidak dipenuhinya hak masyarakat dalam
ikut serta dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan menyalahi sistem
demokrasi yang menyatakan bahwa kedaulatan itu dari, oleh, dan untuk rakyat.

Selain itu, dengan tidak diikut sertakannya masyarakat di dalam proses pembentukan
Peraturan Perundang-undangan memberikan kesempatan besar bagi pembuat peraturan
Perundang-undangan dalam memasukkan unsur kepentingan di dalam Peraturan Perundang-
undangan yang sedang disusun. Sehingga tidak sesuai dengan kepentngan masyarakat
khususnya masyarakat daerah yang terdampak langsung oleh peraturan tersebut.

Kemudian, permasalahan lain yang dapat menimbulkan permasalahan dalam proses


pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah adalah sistem otonomi daerah
yang tidak sesuai.

Otonomi daerah adalah kewenangan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus
pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya secara mandiri menurut peraturan dan caranya
sendiri dengan baik dengan tidak melanggar pada peraturan perundang-undangan pusat yang
berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Primbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.

Melalui otonomi daerah, Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk


menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal agama serta
kewenangan dibidang lainnya yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Daerah berwenang untuk membentuk peraturan perundang-undangan di


tingkat daerah yang di setujui bersama oleh Gubernur dan DPRD Provinsi maupun oleh
Bupati/Walikota bersama dengan DPRD Kabupaten/Kota. Namun dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan ini seringkali terjadi perbedaan atau ketidaksesuaian dengan
peraturan perundang-undangan yang ada di pusat, dikarenakan kurangnya koordinasi antara
pemerintah daerah dan pemerintah pusat, sehingga akan menghambat proses pembuatan
peraturan perundang-undangan di daerah. Selain itu, seringkali terjadi konflik antar daerah
dikarenakan adanya peraturan perundang-undangan baik peraturan daerah baik daerah
Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang saling bersimpangan dan juga adanya wilayah
tertentu yang berada di perbatasan maupun wilayah atau pemukiman yang tidak terjamah
dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah daerah yang
mengakibatkan permasalahan dalam proses pembuatan perundang-undangan di tingkat
daerah khsusunya di daerah Kabupaten/Kota, dikarenakan di dalam Promperda memuat
penataan kecamatan dan desa sehingga tentunya dapat menghambat jalannya pembuatan
peraturan daerah nantinya.

Anda mungkin juga menyukai