Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Rizky Ramadhannur

NIM : 203020601116

Kelas/Angkatan : B / Tahun 2020

Mata Kuliah : Hukum Sumber Daya Alam

Dosen Pengampu : Dr. Heriamariaty, S.H., M.Hum

Tugas Hukum Sumber Daya Alam

Pertambangan Pasir

Industri pertambangan adalah suatu industri di mana bahan galian mineral diproses dan
dipisahkan dari material pengikut yang tidak diperlukan. Berdasarkan jenis pengelolaannya
kegiatan penambangan terdiri atas dua macam yaitu kegiatan penambangan yang dilakukan
oleh badan usaha yang ditunjuk secara langsung oleh negara melalui Kuasa Pertambangan
maupun Kontrak Karya (KK) dan penambangan yang dilakukan oleh rakyat secara manual.
Menurut Dpartemen pertambangan dan energi menggolongkan mnieral ke dalam 3
kelompok, yaitu:

1. Bahan galian golongan A (bahan galian strategis), seperti minyak bumi, gas alam,
batu bara, timah putih, besi, nikel, bahan gallian jenis ini dikuasai oleh negara.
2. Bahan galian golongan B (bahan galian vital), seperti diantaranya emas, perak, intan,
timah hitam, belerang, air raksa, bahan galian ini dapat diusahakan oleh badan usaha
milik negara ataupun bersama-sama dengan rakyat.
3. Bahan galian glongan C (bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital),
seperti diantaranya berupa masrmer, batu kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang
tidak mengandung unsur mineral.

Pasir pasang merupakan pasir yang digunakan sebagai bahan campuran pasir beton untuk
bahan bangunan seperti untuk bahan plesteran dinding.

Kegiatan penambangan pasir pasang semakin marak dilakukan didaerah Kalimantan


Tengah khususnya di daerah sekitar kota Palangka Raya setiap harinya demi mencari
keuntungan. Semakin maraknya penambangan pasir ini mengakibatkan dampak negatif
diantaranya:

1. Rusaknya lingkungan hidup

Penambangan pasir berdampak pada rusaknya limgkungan berupa longsornya tebing-


tebing tanah atau mengakibatkan cekungan-cekungan di daerah bekas penambangan tersebut
yang tentunya akan berdampak negatif pada keseimbangan lingkungan. Selain itu,
penambangan pasir secara berlebihan dapat mengakibatkan pengkikisan terhadap humus
tanah, terbentuknya luban-lubang besar dan mengakibatkan erosi. Selain itu, apabila
dilakukan secara berlebihan penambangan pasir ini dapat merusak lingkungan secara
permanen dimana unsur hara di dalam tanah akan tersemar oleh kandungan kimia hasil dari
penambangan yang kemudian mengakibatkan rusaknya potensi sumber daya alam yang ada
disekitar lokasi pertambangan tersebut.

2. Terganggunya flora dan fauna

Penambangan pasir juga memiliki dampak negatif terhadap ekosistem hewan dan
tumbuh-tumbuhan terutama yang hidup disekitar penambangan pasir. Hal yang dirasakan
oleh masyarakat adalah banyaknya tanaman-tanaman baik yang ditanam oleh masyarakat
rusak karena terkena dampak dari penambangan pasir baik secara langsung maupun tidak.

3. Terjadinya polusi udara dan pencemaran air bersih

Penambangan pasir juga berdampak pada polusi udara, dimana hal tersebut berasal dari
lalu lalangnya kendaraan pengangkut pasir sehingga mengakibatkan polusi udara terutama
pada musim kemarau. Selain itu, dengan adanya kegiatan penambangan pasir menjadilan
konsisi dan kualitas air disekitar lokasi pertambangan tercemar dengan limbah akibat galian
yang dilakukan yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap ekosistem lainnya yang ada
disekitar. Hal ini tentunya juga akan memengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal
disekitar daerah pertambangan baik oleh polusi udara maupun air yang telah tercemar sebagai
akibat dari dilakukannya pertambangan tersebut.

Pertambangan pasir termasuk ke dalam bahan galian glolongan C yang digunakan oleh
masyarakat untuk membangun perekonomian masyarakat sebagai mata pencaharian untuk
membangun perekonomian masyarakat memberikan dampak buruk bagi daerah sekitar
pertambangan. Kegiatan pertambangan rakyat dilakukan didalam suatu wiilayah
pertambangan rakyat atau WPR. Kriteria untuk menetapkan WPR menurut pasal 22 UU No.
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, yaitu:

a) Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau tepi dan tepi
sungai;
b) Mempunyai cadangan mineral primer logam atau batubara dengan kedalaman
maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c) Endapan teras, dataran baanjir, dan endapan sungai purba;
d) Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) meter;
e) Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditembang; dan/atau
f) Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan
sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.

Bupati atau walikota memberikan izin pertambangan rakyat kepada masyarakat setempat,
baik itu perseorangan, kelompok masyarakat atau koperasi. Kewenangan Gubernur dibidang
pertambangan tertuang dalam penerbitan Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD)
yangmerupakan kewenangan pemerintah tingkat 1 (Provinsi), yang mana Gubernur
berwenang memberikan SIPD bahan galian golongan C berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan peerintah dibidang
Pertambangan Kepada Pemerintah Daerah Tingkat 1, yang meliputi Kebijak sanaan untuk
negatur, mengurus, dan mengembangkan usaha pertambangan bahan galian C sepanjang
tidak terletak di lepas pantai dan/atau yang pengusahanya dilakukan dalam rangka
Penanaman Modal Asing.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah eksplorasi pasir
kuarsa di Palangka Raya di tahun 2017 mencapai 2.874 ha dan di Kalimantan Tengah di
tahun yang sama mencapai 12.773 ha. Hal ini memperlilhatkan bahwa masifnya praktik
pertambangan pasir yang dilakukan di Provinsi Kalimantan Tengah khususnya di daerah kota
Palangka Raya. Selain itu, mengingat masih banyak penambangan-penambangan pasir ilegal
yang dilakukan di daerah Palangka Raya maka dari itu perlu upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah atau menanggulangi pertambangan pasir di Palangka Raya,
diantaranya:
1. Tindakan Preventif

Tindakan preventif dapat dilakukan dengan melakukan berupa himbauan baik secara
tertulis maupun secara lisan kepada masyarakat agar tidak melakukan penambangan pasir
secara ilegal. Selain itu, pemerintah daerah maupun Dinas ESDM dapat memberikan
himbauan dan kebijakan berkenaan dengan sistem perizina yang sesuai dengan kebutuhan
dan keadaan lingkungan agar tidak terjadinya praktik pertambangan secara masif di daerah
khususnya di Palangka Raya dan Kalimantan Tengah.

Hal ini mengingat kurangnya kesadaran hukum di dalam masyarakat, dimana adanya
ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menyatakan bahwasannya
segala perizinan dilimpahkan ke kantor gubernur semakin membuat masyarakat penambang
merasa malas untuk mengurus izin usaha untuk melakukan pertambangan.

2. Pengawasan dan penegakan

Pemerintah dapat membuat kebijakan ataupun tim kerja yang khusus mengawasi
perizinan dan pelaksanaan pertambangan di daerah Kalimantan Tengah khsusunya Palangka
Raya. Pangawaasan ini dilakukan secara menyeluruh mulai dari proses pemberian perizinan
hingga pelaksanaan pertambangan, sehingga tidak terjadinya perizinan dan praktik
pertambangan yang syarat dengan kepentingan. Selain itu, apabila ketahuan terdapat
penambangan pasir baik yang berizin maupun pertambangan pasir ilegal yang berpotensi
mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, maka pemerintah harus bertindak tegas untuk
melakukan pencabutan izin pertambangan, penjatuhan sanksi hukum karena telah merusak
lingkungan hidup.
Pembakaran Lahan Gambut

Pemanfaatan lahan gambut yang berlebihan akan menimbulkan dampak tersendiri bagi
makhluk hidup dan lingkungannya. Salah satu contohnya yaitu pembukaan lahan gambut
sebagai lahan perkebunan kelapa sawit, yang tidak sedikit dalam pelaksanaannya
menimbulkan kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana di tahun 2019, menyebutkan bahwa 99 persen kebakaran hutan
dan lahan (Karhutla) yang terjadi di Tanah Air disebabkan oleh manusia dan hanya 1 persen
saja yang disebabkan oleh faktor alam.

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang terbesar terjadi pada tahun 1997-1998
dengan luas lahan terbakar mencapai 9,2 juta ha dan didominasi oleh lahan gambut. Kejadian
kebakaran hutan di daerah gambut tidak lepas dari sifat gambut yang mudah terbakar apabila
kering, dan sebagai bahan hasil lapukan sisa tumbuhan, gambut merupakan bahan bakar yang
baik dan salah satu faktor penting yang menentukan mudah terbakarnya gambut adalah
kelembapan. Pada tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terulang kembali
dengan luas lahan mencapai 2,64 juta ha lahan yang didominasi oleh lahan gambut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian
Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan
dan atau Lahan mengatakan bahwa kebakaran hutan dan atau lahan merupakan salah satu
penyebab kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup, baik berasal dari lokasi usaha
dan atau kegiatan. Kebakaran hutan dan lahan gambut menimbulkan banyak dampak, tidak
hanya dampak fisik pada lingkungan hidup seperti rusaknya keanekaragaman hayati dan
buruknya kualitas udara, tetapi mencakup hal yang lebih mendasar yakni hajat hidup
manusia. Dampak tersebut dapat diketahui dari tingkat keparahan kebakaran (fire severity)
yang menggambarkan perubahan ekosistem terhadap api untuk menentukan dampak
kebakaran terhadap sistem air, ekosistem flora dan fauna, atmosfer dan masyarakat. Maka
dari itu perlu adanya perlindungan dan pengelolaan terhadap ekosistem gambut di Indonesia,
serta mengurangi resiko terjadinya kebakaran lahan gambut. Hal ini dikarenakan emisi yang
dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan gambut menyebabkan meningkatnya efek gas
rumah kaca yang berkontribusi menimbulkan pemanasan global.

Ada dua faktor penting penyebab kebakaran hutan, yaitu faktor alami dan faktor
manusia. Faktor alami misalnya musim kering yang ekstrim yang disebabkan oleh dampak
El-Nino, sedangkan faktor manusia meliputi penggunaan api dalam persiapan lahan, adanya
kekecewaan terhadap pengelolaan hutan, illegal logging, kebutuhan untuk makanan ternak,
perambahan hutan, dan sebab-sebab lain. Penyebab terjadinya kebakaran di lahan gambut
dikarenakan kondisi tanah gambut dan vegetasi yang tumbuh di atasnya merupakan bahan
bakar potensial yang apabila mengalami kekeringan akan mudah terbakar. Tanah gambut
juga bersifat kering tak balik (irreversible drying) yang apabila kekeringan dalam waktu lama
akan sulit mengikat air kembali sehingga rawan terbakar.

Selain dari faktor tersebut kebakaran hutan atau lahan gambut juga disebabkan karena
ada pengalihfungsian hutan lahan gambut menjad lahan pertanian, perkebunan, pertambangan
atau kegiatan industrial lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut yang dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2016.

Ada empat sektor utama yang mengalami dampak negatif dan kerugian langsung akibat
kabut asap kebakaran hutan dan lahan gambut yakni: kesehatan, lingkungan, perekonomian
dan transportasi menyebutkan dampak karhutla dan kabut asap tidak hanya menyebabkan
kerugian pada hilangnya keanekaragaman hayati dan emisi karbon, tetapi juga kerusakan
lingkungan yang mengurangi atau menghilangkan nilai ekonomi hutan dan lahan serta jasa-
jasa lingkungan bagi Indonesia dan global.

Pada dasarnya fungsi dari lahan atau hutan gambut, yaitu:

 Lahan gambut mempunyai fungsi hidrologi (tempat menampung air), mengatur air
didalam dan permukaan tanah dengan sifatnya seperti spons. Hal ini dapat mencegah
bencana banjir, apabila digunakan sebagaimestinya. Namun apabila digunakan untuk
kepentingan/kegiatan lain maka dapat mengakibatkan bencana banjir saat musim
hujan;
 Tempat berlindung berbagai spesies langka, baik spesies tumbuhan maupun hewan;
 Sebagai penyimpan karbon. Hal ini penting bagi kelangsungan hidup manusia,
dimana hutan gambut juga berfungsi sebagai tempat penghasil oksigen.

Adapun apabila terjadi kerusakan lahan gambut di Indonesia dapat mengakibatkan:

 Kehancuran keanekaragaman hayati lahan gambut; dimana akan merusak kawasan


hutan sehingga akan menyebaban rusaknya tatanan lingkungan seperti, bencana banjir
dan menipisnya lapisan oksigen, dan lain sebagainya;
 Kerusakan tata air kawasan; dimana hutan lahan gambut berfungsi sebagai tempat
resapan air dan apabila rusak maka akan menyebabkan bencan banjir pada musim
hujan;
 Lepasnya jutaan ton karbon ke udara; dimana hutan gambut menjadi tempat cadangan
penangkap karbon, sehingga apabila hutan/lahan gambut rusak maka bertambahnya
kandungan karbon akan di udara dan menipisnya lapisan oksigen di udara.

Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam melindungi dan mengelola lahan
gambut adalah membuat kebijakan berkenaan dengan perlindungan dan pengelolaan lahan
gambut seperti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut yang dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun
2016, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dan kebijakan lain yang tidak hanya berupa hukum normatif namun juga
memiliki sanksi bagi pelanggar ketentuan tersebut agar dapat mencegah terjadinya
pelanggaran yang sama berulang-ulang kali, mengatur mengenai perizinan dan pengawasan
pengelolaan lahan gambut yang sesuai dengan ketentuan dan norma yang baik sehingga tidak
adanya unsur kepentingan di dalam kebijakan ataupun di dalam praktik seperti di dalam
pemberian perizinan pengelolaan lahan gambut.

Pemerintah ataupun para terpelajar dapat melakukan sosialisasi ataupun memberikan


wawasan dengan metode lainnya baik secara langsung maupun melalui media sosial
mengenai pentingnya lahan gambut bagi keseimbangan lingkungan, dampak dari rusaknya
lahan gambut, peraturan atau kebijakan mengenai perlindungan dan pengelolaan lahan
gambut, serta tata cara mengelola lahan gambut yang baik dan benar bagi masyarakat umum.

Pemerintah dapat membuat lembaga-lembaga yang khusus berupaya dalam perlindungan


dan pengelolaan lahan gambut seperti Badan Restorasi Gambut dan Mangrove yang diatur di
dalam Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan
Mangrove yang bertugas untuk melaksanakan percepatan restorasi gambut dan mangrove.

Dan yang tidak kalah penting adalah dilakukannya pengawasan oleh pemerintah terhadap
jalannya perizinan, pengelolaan, dan perlindungan lahan gambut sehingga tidak terjadinya
penyimpangan-penyimpangan baik di dalam proses perizinan, pengelolaan, maupun
perllindungan lahan gambut di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai