Anda di halaman 1dari 20

Pasir dan kerikil merupakan salah satu bahan/material utama dalam

kegiatan konstruksi jalan, bangunan bertingkat tinggi ataupun perumahan

sederhana. Bahan galian tersebut termasuk dalam bahan galian golongan C, yaitu

bahan galian yang tidak termasuk bahan galian strategis

(A) dan bahan galian vital

(B), namun merupakan sumberdaya alam yang memiliki peran penting

dalam mendukung kegiatan pembangunan suatu wilayah. Aktivitas penambangan

pasir dan/atau kerikil memiliki potensi untuk merusak lingkungan yang hampir

sama dengan bahan galian yang lain, hal ini dikarenakan penambangan pasir

dan/atau kerikil adalah penambangan yang secara teknis mudah dilakukan karena

dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana (manual) hingga menggunakan

alat berat (mekanik). Begitu pula jika ditinjau dari luas area tambang yang dapat

dilakukan dari skala perorangan (<100 m2) hingga industry (>1.000 Ha).

Sumberdaya yang melimpah dan dapat dieksploitasi dengan mudah sehingga tidak

diperlukan modal besar untuk dapat melakukan kegiatan penambangan

mengakibatkan harga bahan galian ini dinilai dengan harga murah, selain itu juga

mengakibatkan penambangan pasir menjadi penambangan yang paling

berkembang luas di banyak tempat di Indonesia, baik yang memilki izin (legal)

maupun yang tanpa izin (illegal). Sehingga seringkali menyulitkan dalam

pengawasan dan terabaikan dalam pembinaan kegiatan penambangan yang

berwawasan lingkungan. Masalah lain yang dapat timbul adalah ketika

penambang hanya meninggalkan kawasan penambangan tersebut begitu saja, atau


hanya melakukan pemulihan sekedarnya, dan pada akhirnya dampak kerusakan

lingkungan akan menjadi beban dan ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah

daerah.

Pada saat ini peraturan yang digunakan sebagai acuan untuk kegiatan

penambangan galian C khususnya pasir dan kerikil adalah Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria

Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian

Golongan C Jenis Lepas Di Daratan dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral Nomor 555.K/26/M.PE/1995. Mengingat berbagai potensi dampak

lingkungan yang timbul dari kegiatan ini, maka sebagai upaya dalam melakukan

pengendalian dampak lingkungan, baik pada saat pra konstruksi (tahap

perencanaan kegiatan), konstruksi, dan operasi kegiatan pembangunan kawasan

penambangan pasir tersebut, diperlukan perencanaan pengelolaan dan pemantauan

lingkungan yang dapat dipertanggung jawabkan dalam suatu dokumen

pengelolaan lingkungan (dokumen AMDAL maupun UKL/UPL). Keterkaitan

antara pembangunan kawasan penambangan pasir dengan kegiatan disekitarnya

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perencanaan tata ruang wilayah,

sehingga dalam pelaksanaanya harus selalu mengacu pada Rencana Tata Ruang

Wilayah baik Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Sebagai salah satu

acuan dalam melakukan penyusunan dokumen pengelolaan lingkungan maupun

dalam melakukan penilaian, Kementerian Negara Lingkungan Hidup menerbitkan

Pedoman Penilaian AMDAL atau UKL/UPL Untuk Kegiatan Penambangan Pasir


dan Kerikil. Sebagai gambaran awal proses kegiatan pembangunan kawasan

penambangan pasir mempunyai potensi dampak sebagai berikut :

1. Perubahan Fungsi Dan Tata Guna Lahan

Kegiatan penambangan bahan galian C akan merubah tata guna lahan serta

produktivitas lahan di lingkungan sekitar kawasan penambangan.

2. PENINGKATAN EROSI DAN SEDIME NTASI

Kegiatan pembukaan lahan, pembangunan jalan operasional, dan tahap

operasional khusus untuk penambangan pasir di darat akan mengakibatkan

terjadinya erosi dan sedimentasi. Penempatan tanah penutup pada tahap

pembangunan jalan operasional dan tahap operasi yang tidak dilakukan dengan

baik akan mudah tererosi air hujan dan akhirnya akan terbawa aliran air hujan ke

daerah yang lebih rendah sehingga akan menimbulkan sedimentasi pada daerah

tersebut.

3. PENURUNAN KUALITAS AIR

Penambangan pasir akan menimbulkan penurunan kualitas air. Terutama

pada tahap operasi (penambangan).

4. PENURUNAN KUALITAS UDARA DAN PENINGKATAN KEBISINGAN

Mobilisasi truk pengangkut pada saat pengangkutan material sebelum

konstruksi, pembuatan jalan operasional, pembangunan sarana pendukung dan

pada saat pengangkutan bahan galian pada tahap operasi merupakan sumber
kegiatan yang dominan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas udara akibat

debu dan emisi gas dari truk pengangkut serta terjadinya peningkatan kebisingan.

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DAN BATU TERHADAP

LINGKUNGAN SOSIAL KEMASYARAKATAN DI WILAYAH LERENG

GUNUNGAPI MERAPI

ABSTRAK

Lingkungan sosial masyarakat di wilayah lereng gunungapi Merapi sangat

kompleks dan menimbulkan perbedaan persepsi terhadap penambangan pasir dan

batu. Dampak penambangan terhadap lingkungan sosial menciptakan keresahan,

konflik dan ketidakharmonisan dalam kehidupan. Kajian terhadap dampak

tersebut diawali dengan melihat ciri-ciri struktur sosial yang dapat digambarkan

melalui posisi, peran dan bentuk hubungan sosial di antara institusi-institusi yang

terkait dengan kegiatan penambangan pasir dan batu, yaitu pemerintah, pelaku

bisnis, masyarakat sekitar areal pertambangan dan organisasi-organisasi sosial

yang perduli lingkungan hidup. Interaksi antarpelaku terkait dengan kegiatan

penambangan tersebut akan menciptakan model pengelolaan lingkungan suatu

areal wilayah pertambangan. Dukungan pemerintah dalam menciptakan peraturan

perundang-undangan diperlukan sebagai landasan dasar dalam rangka pengelolaan

lingkungan areal pertambangan yang berwawasan lingkungan. Situasi dan kondisi

lingkungan sosial pada wilayah areal pertambangan pasir dan batu yang terjaga

interaksi positifnya, akan menghasilkan manfaat peningkatan pendapatan asli

daerah (PAD), kehidupan masyarakat yang tenang serta konflik dapat segera
teratasi.

Kata kunci: lingkungan sosial, kompleks, dampak, persepsi, pemerintah,

masyarakat, organisasi sosial, pengusaha, PAD, konflik, berwawasan lingkungan

PENDAHULUAN

Proses penambangan selalu dikonotasikan dengan merusak ekologi.

Keaneragamanhayati menjadi terganggu baik dalam pendistribusiannya maupun

kemelimpahan spesies-spesies yang ada di sekitar areal pertambangan, khususnya

di sekitar wilayah areal pertambangan. Interaksi antar manusia dengan alam

menjadi tidak harmonis, dalam arti manusia melakukan eksploitasi yang melebihi

kapasitas atau daya dukung alam yang mengkibatkan pencemaran atau kerusakan

dari sistem ekologi pada ekosistem di sekitar areal wilayah pertambangan.

Faktor manusia dalam proses penambangan yang tidak memperhatikan

lingkungan tentu akan membawa dampak kerusakan lingkungan baik pada faktor

sosial dan budaya, faktor fisik maupun faktor biotiknya. Faktor sosial dan budaya

yang dapat mempengaruhi tingkat dampak kegiatan penambangan pasir dan batu,

diantaranya tingkat sosial masyarakat, tingkat pendapatan, pendidikan, pekerjaan

serta persepsi masyarakat. Dampak sosial budaya penambangan terhadap wilayah

di sekitar areal penambangan, umumnya terletak pada permasalahan yang sama

yaitu jalur lintasan penambangan yang harus melewati tanah dengan kepemilikan

pribadi (private property), bangunan jalan sebagai sarana transportasi menjadi

rusak, hasil pemasaran bahan tambang hanya sedikit yang sampai kepada

masyarakat lokal, sehingga kurang mengangkat pertumbuhan ekonomi daerah

sekitar lokasi penambangan. Dampak terhadap faktor fisik yang mungkin terjadi
adalah mempengaruhi tingkat kualitas air, kebisingan dan debu, sedangkan

dampak terhadap faktor biotik akibat penambangan adalah menyebabkan

terganggunya keberadaan jenis tumbuhan maupun hewan yang ada, misalnya

berpindah tempat atau berkurangnya pohon pinus, lumut hijau, alang-alang,

rumput-rumputan, ikan, ular dan sebagainya. Permasalahan sosial masyarakat

akibat adanya kegiatan penambangan pasir dan batu merupakan suatu fenomena

sosial yang terjadi terus menerus. Fenomena ini menyangkut kepentingan

masyarakat luas dan dampaknya mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat

terutama yang berada di sekitar wilayah areal penambangan pasir dan batu.

Lingkungan sosial masyarakat lereng Merapi sangat kompleks, sehingga

menimbulkan berbagai macam permasalahan sosial dan berpengaruh terhadap

situasi dan kondisi kehidupan masyarakat. Adapun latar belakang sehingga

permasalahan tersebut timbul diantaranya adalah sebagai berikut.

1.Penambangan pasir dan batu di wilayah lerang Gunungapi Merapi selalu

mendapatkan persesi dari masyarakat dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.

2.Pasir batu sangat diperlukan dalam setiap kegiatan konstruksi bangunan.

3.Penambangan pasir batu dapat memberikan PAD bagi Pemerintah Daerah.

4.Penambangan pasir batu merupakan mata pencaharian sebagian masyarakat

yang dapat menambah penghasilan.

5.Sering terjadi konflik sosial antara pemerintah, organisasi-organisasi sosial yang

perduli lingkungan, masyarakat dan investor penambangan pasir batu.

PENDEKATAN ANALISIS DESKRIPTIF DAMPAK LINGKUNGAN SOSIAL


KEMASYARAKATAN

Untuk mengetahui dampak penambangan pasir dan batu di wilayah lereng

Merapi terhadap lingkungan sosial kemasyarakatan terutama di sekitar areal

pertambangan, diperlukan pendekatan analisis data secara deskriptif yang

bertujuan sebagai berikut.

1.Inventarisasi dampak sosio-kultural akibat penambangan pasir batu.

2.Mengetahui keinginan masyarakat penambang dan masyarakat lokal dalam

penambangan pasir dan batu.

3.Mengurangi kecenderungan terjadinya konflik sosial akibat penambangan pasir

dan batu.

4.Pemberdayaan masyarakat dalam proses penambangan pasir batu

5.Mengurangi dan menekan sekecil mungkin dampak yang terjadi akibat proses

penambangan pasir dan batu.

6.Memberikan masukan kepada pemerintah dalam kebijakan pengelolaan

lingkungan penambangan pasir batu yang berwawasan lingkungan

7.Model pengelolaan lingkungan areal pertambangan pasir batu yang berwawasan

lingkungan.

Penganalisisan dilakukan berdasarkan ciri-ciri struktur sosial yang berkembang

dalam kehidupan masyarakat. Ciri-ciri struktur sosial itu dapat digambarkan

melalui posisi, peran dan bentuk hubungan sosial di antara institusi-institusi yang

terkait dengan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam, yaitu: 1) pemerintah; 2)

pelaku bisnis, terutama pada pengusaha dan investor yang menanamkan usahanya

di sektor sumberdaya alam; 3) masyarakat sekitar daerah eksploitasi sumberdaya


alam; dan 4) organisasi-organisasi sosial yang memiliki kepedulian terhadap

kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumberdaya alam (Usman, S., 2004).

Pemerintah sebagai salah satu unsur penting dalam pengendalian kegiatan

penambangan pasir dan batu, perlu juga dianalisis sejauh mana peran kebijakan

penambangan pasir dan batu pemerintah sudah dilaksanakan. Analisis terhadap

kebijakan pemerintah sebagai variabel independen mempengaruhi variabel

terpengaruh, yaitu asal kebijakan, mekanisme, finansial, kelembagaan,

sumberdaya aparatur pemerintah, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan

masyarakat, jumlah penambangan tanpa izin serta bangunan check dam.

Masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap penambangan pasir

dan batu, sehingga diperlukan pendekatan khusus terhadap permasalahan yang

ada dalam bentuk analisis situasi dan kondisi yang dipengaruhi oleh persepsi

masyarakat tersebut. Persepsi ini berkecenderungan akan menciptakan konflik

apabila akar permasalahan tidak segera ditelusuri dan diatasi sedini mungkin.

Pelaku bisnis selalu berorientasi ekonomi, artinya berusaha memperoleh

keuntungan semaksimal mungkin dengan modal yang terbatas. Pandangan

semacam itu sangat riskan dan menyebabkan dampak yang berujung penurunan

tingkat kualitas lingkungan hidup. Pendayagunaan sumberdaya alam harus tetap

memperhatikan asas konservasi, namun tidak hanya cukup dengan menyebut

pengelolaan konservasi tetapi menjadi pengelolaan bisnis konservasi (Marsono,

D: 1999). Organisasi sosial peduli lingkungan berfungsi sebaga sarana kontrol,

yang perlu dianalisis keterkaitannya dengan stake holders yang lain.

Selain itu untuk memperdalam pembahasan setiap komponen permasalahan,


tinjauan analisis disertai dengan studi literature, survei kondisi sosio-kultural

masyarakat di lapangan serta data masyarakat di sekitar wilayah areal

pertambangan pasir batu. Kajian mengenai analisis kebijakan publik yang telah

dikeluarkan oleh Pemerintah diperlukan pula sebagai upaya pengendalian atau

kontrol seberapa jauh peran pemerintah terhadap kegiatan penambangan pasir dan

batu.

Rekayasa Manusia dalam Pengendalian Material Gunungapi Merapi

Gunung Merapi sebagai salah satu gunungapi teraktif di dunia, aliran lava pijar

terbentuk dari puncak kubah aktif sering terlihat, membangkitkan awan panas

yang mengiringi lahar. Ahli-ahli mancanegara dari Perancis, Jepang, Amerika,

Jerman dan negara-negara lain aktif melakukan penelitian terhadap Gunung

Merapi, karena merupakan fenomena alam yang sangat menarik untuk dijadikan

bahan penelitian. Salah satu produk Gunungapi Merapi yang bermanfaat adalah

material vulkanik yang berupa pasir, kerikil, kerakal dan batu-batu berukuran

sampai dengan bongkah. Material vulkanik ini merupakan hasil erupsi dari

Gunung Merapi kemudian sebagian tertransportasi dengan media air dan

terendapkan di sungai (Purbawinata, M.A, dkk. 1997). Aliran lahar dari

Gunungapi Merapi ini apabila tidak dikendalikan akan dapat membahayakan

masyarakat di sepanjang aliran sungai, sehingga diperlukan adanya dam-dam

penahan banjir lahar dari Gunung Merapi yang telah dibuat oleh Proyek

Pengendalian Banjir Lahar Gunung Merapi yang disebut dengan bangunan Sabo.

Kondisi lingkungan sosial masyarakat di sekitar lereng gunungapi Merapi menjadi


sangat rentan dan menyebabkan kecemasan masyarakat, karena setiap saat

bencana alam tersebut dapat terjadi. Akan tetapi faktor kecintaan pada tempat

kelahiran atau kampung halaman yang sangat kuat menyebabkan mereka tetap

berkeinginan menempati wilayahnya, meskipun terletak pada daerah rawan

bencana.

Fungsi bangunan Sabo dalam buku Manual Perencanaan Sabo (2000) adalah

mampu mengendalikan angkutan sedimen sehingga tercapai kondisi sungai yang

aman, seimbang dan akrab dengan lingkungan sekitarnya, selain itu dapat

dimanfaatkan untuk memperoleh nilai tambah sebagai tempat penampungan

bahan galian golongan C. Akan tetapi fungsi bangunan Sabo tersebut dalam

penerapannya belum optimal karena sifatnya yang temporal, mengingat sumber

material yang terangkut aliran lahar berhubungan langsung dengan arah erupsi

dari Gunung Merapi. Adanya perubahan arah erupsi dari Gunung Merapi

menyebabkan keterbatasan jumlah material pasir dan batu. Dengan demikian pada

saat ini di beberapa alur sungai fungsi bangunan Sabo tersebut belum

termanfaatkan dan kurang efektif. Manfaat dan Dampak Penambangan Bahan

Galian Pasir dan Batu Pasir dan batu hasil endapan aliran lahar tersebut dari segi

sosial ekonomi menjadi primadona pengusaha yang memanfaatkannya sebagai

bahan bangunan karena kualitasnya yang sangat baik. Dari pasir dan batu ini

masyarakat dapat memperoleh kesejahteraan, pengusaha memperoleh keuntungan

dengan cara menambang bahan galian tersebut. Dari hasil Pajak Bahan Galian

Golongan C dapat memberikan Pendapatan Asli Daerah bagi Pemerintah Daerah

Kabupaten Sleman Berbagai upaya dilakukan untukmengeksploitasi/mendapatkan


pasir dan batu Merapi, gejala tersebut harus cepat ditangkap dan diwaspadai oleh

Pemerintah Daerah, para pakar lingkungan hidup dan masyarakat, untuk

kemudian diantisipasi sedini mungkin segala kemungkinan dampak yang akan

ditimbulkan.

Aktivitas penambangan yang tidak terkontrol akan dapat mengakibatkan

permasalahan-permasalahan lingkungan. Rusaknya jalan akibat lalu-lintas

transportasi pengangkutan material hasil tambang. Di antaranya adalah rusaknya

dam pengendali banjir lahar G. Merapi, terjadi proses tanah longsor di kanan kiri

tebing S. Boyong, dari pendataan yang dilakukan oleh Badan Pertambangan dan

Energi, Dinas Pengairan Pertambangan dan Penanggulangan Bencana Alam,

Kabupaten Sleman (2005) banyak dijumpai adanya penambangan tanpa izin,

lokasi penambangan sepanjang S. Boyong merupakan daerah bahaya G. Merapi.

Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan

agar kondisi lingkungan pada saat sekarang ini tidak berkembang menjadi

semakin parah lagi. Secara garis besar perlu upaya penanganan permasalahan-

permasalahan tersebut secara terpadu, meliputi aspek peraturan dan perundang-

undangan, manajemen/pengelolaan sumberdaya alam yang profesional meliputi

tahapan perencanaan desain penambangan yang berwawasan lingkungan, proses

penambangan yang dapat mengupayakan sekecil mungkin terjadinya kerusakan

lingkungan serta pengendalian lingkungan dan pencemaran akibat eksploitasi

sumberdaya alam mineral tersebut. Selain itu dari aspek sosial budaya perlu upaya

penanggulangan/pengendalian kemungkinan terjadinya konflik sosial

kemasyarakatan akibat penambangan sirtu tersebut. Faktor manusia dalam proses


penambangan yang tidak memperhatikan lingkungan tentu akan membawa

dampak kerusakan lingkungan baik pada faktor fisik maupun faktor biotiknya.

Interaksi antarmanusia dengan alam menjadi tidak harmonis, dalam arti manusia

melakukan eksploitasi yang melebihi kapasitas atau daya dukung alam yang

mengkibatkan pencemaran atau kerusakan pada sistem ekologi. Rencana

pengembangan Taman Nasional Gunung Merapi, merupakan suatu upaya untuk

tetap mempertahankan keanekaragaman hayati dan mempersempit lahan

penambangan pasir dan batu. Faktor manusia ini sangat kompleks sehingga

banyak menghasilkan persepsi-persepsi dari masyarakat yang beraneka ragam dan

berkecenderungan menimbulkan konflik. Demikian juga faktor pemerintah dalam

upaya pengelolaan lingkungan pertambangan pasir dan batu perlu dianalisis untuk

mendapatkan suatu keadaan yang sedang terjadi pada saat ini serta keadaan yang

diinginkan di masa mendatang.

Analisis Deskriptif Variabel Faktor-faktor Pengaruh Dampak Lingkungan

Proses eksploitasi/penambangan pasir batu di wilayah lerang Gunungapi Merapi

Kabupaten Sleman perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam upaya

pengelolaan lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan

hidup yang dapat memberikan dampak negatif di kemudian hari. Dalam proses

pengelolaan penambangan pasir Gunung Merapi, harus diperhatikan antara

persediaan pasir batu dengan permintaan pasir batu. Artinya eksploitasi dapat

dilakukan secara optimal sesuai dengan kapasitas atau batas daya dukung yang

ada. Karena pasokan material pasir dari Gunung Merapi sangat terbatas, maka

penambangan perlu diatur agar terjadi keseimbangan antara pasokan material


dengan pengambilan material. Dalam pendekatan analisis terhadap permasalahan

dampak penambangan pasir batu khususnya terhadap aspek sosio kultural, dapat

ditinjau dari 2 faktor independent yaitu:

1.Kebijakan Pemda, pada waktu sebelum otonomi daerah dan sesudah otonomi

daerah.

2.Persepsi Masyarakat, pada kondisi keadaan yang sekarang sedang terjadi dan

kondisi keadaan yang akan datang.

Dari ke_dua variabel/kategori independen tersebut kemudian dibandingkan

dengan variabel/kategori dependen yang mempunyai keterkaitan hubungan satu

dengan yang lain, kemudian didiskripsikan dalam bentuk narasi (data kualitatif).

Variabel dependen yang dapat dijadikan dasar untuk menganalisa permasalahan

dampak akibat penambangan pasir batu adalah sebagai berikut.

1.Sumber

2.Mekanisme

3.Finansial

4.Kelembagaan

5.Sumberdaya Manusia Aparatur

6. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

7.Masyarakat

8.Pendapatan Masyarakat

9.Jumlah penambangan tanpa izin


10.Bangunan Check Dam Deskripsi hubungan antar variabel independen dan

dependen dapat dianalisis satu persatu menurut dasar variabel dependen, dalam

pembahasan sebagai berikut.

1.Sumber

Kebijakan pemerintah pada waktu sebelum otonomi daerah bersifat

sentralisasi, kemudian karena tuntutan masyarakat kebijakan tersebut berubah

menjadi desentralisasi. Dimana memberikan kewenangan penuh kepada

pemerintah daerah untuk mengeluarkan kebijakan di sektor pertambangan bahan

galian golongan c. Hal ini menguntungkan pemerintah daerah untuk dapat

mengeluarkan kebijakan secara langsung pada saat ada kegiatan penambangan

yang telah melebihi kapasitas daya dukung lingkungan yang ada.

Persepsi masyarakat terhadap penambangan pasir dan batu pada saat sekarang ini

biasanya dipelopori oleh LSM atau sekelompok komunitas masyarakat yang ada

di sekitar wilayah penambangan. Sehingga dapat dijadikan kesimpulan sementara

bahwa persepsi ini merupakan cerminan dari keseluruhan masyarakat, akan tetapi

perlu tindak lanjut harapan pada masa yang akan datang persepsi ini dapat tumbuh

langsung dari masyarakat luas.

2.Mekanisme

Tidak ada perubahan mendasar dalam hal petunjuk pelaksanaan dan petunjuk

teknik dalam pengelolaan penambangan pasir dan batu. Akan tetapi yang perlu

diperhatikan disini adalah pemerintah harus lebih konsekuen dalam melaksanakan

peraturan perundang - undangan yang ada. Masyarakat dalam menyalurkan

aspirasinya pada saat ini sudah dilakukan secara demokratis tetapi cenderung
tidak terkontrol. Perlunya pengendalian dalam penyaluran aspirasi masyarakat,

agar tidak ada pihak ke tiga yang memanfaatkannya.

3.Finansial

Dengan kewenangan penuh pemerintah daerah, otomatis segala pembiayaan

menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Hal ini berpengaruh pada kenaikan

APBD untuk membiayai sarana dan prasarana dalam rangka manajemen

sumberdaya alam yang efektif dan efisien. Dari sudut finansial bagi pengusaha

pasir dan batu pada prinsipnya pengusaha selalu mendapatkan keuntungan. Akan

tetapi masyarakat setempat untuk mengaplikasikan konsep pemberdayaan

masyarakat, dalam kegiatan penambangan masyarakat setempat harus

mendapatkan skala prioritas dalam pekerjaan yang tentu saja berakibat pada

peningkatan pendapatan masyarakat.

4.Kelembagaan

Banyaknya perubahan yang terjadi dalam kebijakan pada waktu otonomi

daerah dan setelah otonomi daerah yang berkaitan dengan aspek-aspek sosio

kultural masyarakat. Contohnya dengan adanya kelembagaan khusus yang

menangani Bidang Pertambangan dalam pengelolaan penambangan pasir batu di

wilayah lerang Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman. Berakibat positif terhadap

dampak penambangan pasir batu yaitu kontrol semakin efektif.

5.Sumberdaya Manusia

Aparatur Sumberdaya manusia aparatur perlu peningkatan kualitas keahlian,

penunjukan pimpinan instansi memegang teguh asas profesionalisme sesuai

dengan keahliannya. Dengan SDM yang profesional maka kebijakan yang akan
dikeluarkan pemerintah dapat berjalan dengan baik. SDM aparatur perlu

melakukan kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat terhadap kegiatan

penambangan pasir dan batu, responsif terhadap berbagai keluhan masyarakat di

sekitar wilayah areal pertambangan.

6.Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah setelah otonomi daerah terus meningkat. Perubahan

retribusi bahan galian golongan c menjadi pajak bahan galian golongan c

membuat wajib pajak yaitu para pengusaha pertambangan tidak dapat mengelak

lagi dari keharusan membayar pajak. Akan tetapi PAD yang meningkat tersebut

tidak dapat dinikmati masyarakat sekitar areal pertambangan secara langsung,

sehingga perlu upaya pembagian prosentase pendapatan pajak dengan skala

prioritas memihak kepada masyarakat di sekitar areal pertambangan.

7.Masyarakat

Masyarakat sekarang cenderung eksplosif apabila ada sedikit saja

permasalahan lingkungan sosial di wilayahnya. Masyarakat bebas mengeluarkan

pendapat, bahkan akibat penambangan pasir dan batu ini pernah terjadi konflik

antara masyarakat pro penambangan dan anti penambangan. Demonstrasi

dilakukan di depan gedung DPRD Kabupaten Sleman. Adanya perbedaan persepsi

ini perlu langkah sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus untuk

meredamkan konflik sosial yang dapat terjadi lagi. Masyarakat harus lebih

diberdayakan dalam setiap proses kegiatan penambangan, mulai dari tahapan

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun pengendalian.

8.Pendapatan Masyarakat
Hubungan pendapatan masyarakat terutama masyarakat penambang setelah

otonomi daerah menjadi sedikit berkurang akibat terbebani pajak. Walaupun pada

prakteknya masyarakat biasanya tidak terkena langsung penarikan pajak, tetapi

karena pembeli pasir dan batu terkena pajak mengakibatkan pembeli membeli

pasir dan batu dari penambang dengan harga relatif lebih murah.

Sebagian masyarakat melakukan kegiatan penambangan untuk mendapatkan

tambahan pendapatan, dan ada yang sebagai mata pencaharian pokok. Oleh

karena keterbatasan jumlah material pasir dan batu yang makin lama makin kecil,

maka perlu dipikirkan upaya alternatif pekerjaan lain yang lebih menguntungkan.

9.Jumlah penambangan tanpa izin

Penambangan tanpa izin pada saat ini mudah dikontrol, terutama penambangan

dalam skala besar dengan mempergunakan back hoe. Hal tersebut karena adanya

kebijakan pelarangan pengambilan material pasir dan batu kecuali pada aliran atau

alur-alur sungai. Persepsi penambang menambang tanah miliknya sendiri,

menyebabkan mereka kurang sadar untuk mengurus perizinan, selain itu efek

setelah mempunyai izin akan berkelanjutan dengan kewajiban secara rutin

membayar pajak, membuat penambang tanpa izin tidak membutuhkannya dan

berkecenderungan menghindarinya.

10.Bangunan Check Dam hubungan antara bangunan check dam dengan sumber

material Pasokan yang melebihi kapasitas harus cepat-cepat dimanfaatkan

sehingga masyarakat dapat secara langsung menikmati hasilnya untuk

peningkatan kesejahteraan dan meningkatkan perekonomiannya. Hal tersebut

yaitu penambangan pasir batu perlu dilakukan dengan catatan harus dilaksanakan
desain penambangan yang baik agar tidak merusak lingkungan.

Selain itu agar tidak mengganggu fungsi dari dam penahan banjir lahar Gunung

Merapi. Perlu diketahui bahwa apabila dam terisi penuh oleh material Gunung

Merapi, maka fungsi dam sebagai penahan sedimen tidak dapat berlangsung

secara efektif karena apabila ada erupsi Gunung Merapi lagi maka aliran lahar

yang mengangkut material lahar dingin tersebut akan langsung bergerak ke arah

hilir sungai dengan tanpa adanya penahan. Sehingga perlu pengelolaan lebih

lanjut untuk perbaikan langkah selanjutnya dalam tahapan proses hasil dari

penilaian output yang dihasilkan.

KESIMPULAN

Dari pembahasan dan analisis mengenai dampak penambangan pasir dan

batu terhadap lingkungan sosial masyarakat di wilayah lereng gunungapi merapi

kabupaten sleman, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1.Persesi masyarakat terhadap penambangan pasir dan batu di wilayah lerang

Gunungapi Merapi sangat beragam, pada satu sisi ada yang menolak, mendukung

dan netral. Sehingga perlu sosialisasi terhadap masyarakat bahwa persep

penambang pasti selalu mendapatkan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan

perlu diluruskan. Artinya selama penambangan dilakukan dengan aturan yang

benar dan memperdulikan kondisi lingkungan hidup, maka kegiatan penambangan

tersebut tentu akan memberikan keuntungan bersama.

2.Kebutuhan akan material pasir dan batu yang sangat diperlukan dalam setiap

kegiatan konstruksi bangunan, maka perlu diupayakan optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya alam sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungannya. Dengan


teknologi, perlu dibuat mesin pemecah batu (crusher), agar material batu yang

keras dapat diolah menjadi pasir atau split yang sangat berguna bagi pembuatan

jalan atau bidang konstruksi lainnya. Kondisi sosial masyarakat dapat terangkat

karena adanya peluang pekerjaan baru.

3.Penambangan pasir batu memberikan manfaat peningkatan PAD bagi

Pemerintah Daerah tetap dipertahankan. Kemudian pemanfaatannya harus

memprioritaskan masyarakat setempat, baik untuk keperluan pembangunan jalan,

selokan, jaringan listrik, telepon serta bantuan sosial kemasyarakatan.

4.Konflik sosial antara pemerintah, organisasi-organisasi sosial yang perduli

lingkungan, masyarakat dan investor penambangan pasir batu merupakan suatu

fenomena yang terus berlangsung. Upaya yang dapat dilakukan adalah

menerapkan model pengelolaan lingkungan areal pertambangan pasir dan batu

yang berwawasan lingkungan.


REFERENSI

Marsono, D. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. PT.

Bayu Grafika dan Bigraf Publising bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknik

Lingkungan (STTL) Yogyakarta.

Purbawinata, M.A., Ratdomopurbo, A., Sinulingga, I.K.,Sumarti, S., Suharno.

1997. Merapi Volcano A Guide Book. The Volcanological Survey of Indonesia,

Directorate General of Geology and Mineral Resources, Departemen of Mines and

Energy. Bandung.

Usman, S. 2004. Jalan Terjal Perubahan Sosial. Center for Indonesian

Research and Development dan Jejak Pena. Yogyakarta.

Usman, S. 2004. Sosiologi, Sejarah, Teori dan Metodologi. Center for

Indonesian Research and Development. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai