Anda di halaman 1dari 19

BAB III

LANDASAN TOERI

III. 1. Lingkungan Hidup

III. 1. 1. Definisi Lingkungan Hidup

Menurut Undang - Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain. Dalam Undang - Undang tersebut dinyatakan bahwa lingkungan

hidup yang sehat dan bersih merupakan hak asasi setiap orang, sehingga

diperlukan kesadaran pribadi dan lembaga baik lembaga pemerintah maupun

non pemerintah agar tercipta lingkungan yang nyaman dan layak terhadap

penghidupan manusia. Kebijakan pengelolaan lingkungan secara menyeluruh

perlu diterapkan dari sisi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam

secara bijak menuju lingkungan yang berkelanjutan.

Danu saputro (1985) menyatakan bahwa lingkungan hidup

merupakan harta pusaka bagi seluruh dan segenap insani sepanjang

zaman, yang harus senantiasa dijaga kelestariaanya secara turun temurun,

Memang tiap insani boleh dan dapat memanfaatkan lingkungan hidup, tetapi

siapapun tidak diwenangkan untuk merusak atau menanggung akibatnya,

sebaliknya setiap pihak justru memikul kewajiban untuk selalu


memeliharanya dengan baik dan menjaganya secara tertib dengan

menghindarkan segala ancaman atau gangguan, yang mungkin dapat

menimpanya. Sementara itu, menurut Irwan (2007), Lingkungan adalah suatu

sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan organisme. Lingkungan merupakan ruang

tiga dimensi, dimana organism merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan

bersifat dinamis, perubahan dan perbedaan yang terjadi baik secara mutlak

maupun relatif dari faktor-faktor lingkungan terhadap tumbuh - tumbuhan

akan berbeda - beda menurut waktu, tempat dan keadaan.

Mengelola lingkungan hidup berarti mengelola lingkungan alam,

yang berarti mengelola lingkungan alam sekitar, agar mampu menunjang

kehidupan dan kesejahteraan ekologi. Perlindungan terhadap ekologi, menjadi

bagian penting dalam pengelolaan lingkungan hidup, saling menunjang,

saling membutuhkan, dan saling menjaga ekologi dengan caranya masing-

masing.

III. 1. 2. Dampak Lingkungan

Soemarwoto (2003), memberikan pengertian mengenai dampak sebagai

suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas. Aktivitas

tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun biologi. Dampak

dapat bersifat positif berupa manfaat, dapat pula bersifat negatif berupa

resiko, kepada lingkungan fisik dan non fisik termasuk sosial budaya.

Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, misalnya semburan asap beracun dari
kawah gunung berapi, gempa bumi, pertumbuhan massal eceng gondok.

Aktivitas dapat pula sebagai hasil dari suatu kegiatan manusia, misalnya

pembangunan industri kimia, bendungan, pencetakan sawah dan sebagainya.

Dampak lingkungan (environmenta impact) adalah perubahan

lingkungan yang diakibatkan oleh suatu aktivitas. Berdasarkan definisi ini,

berarti perubahan lingkungan yang terjadi langsung mengenai komponen

lingkungan primernya, sedang perubahan lingkungan yang disebabkan oleh

berubahnya kondisi komponen lingkungan dikatakan bukan dampak

lingkungan, melainkan karena pengaruh perubahan komponen lingkungan atau

akibat tidak langsung dapat disebut juga sebagai pengaruh (environmental

effect). (Soemarwoto, 2003)

Menurut Sudrajat (2010), berdasarkan identifikasi dan pengalaman

dampak lingkungan yang disebabkan oleh adanya aktivitas industri

pertambangan antara lain : berubahnya morfologi alam, ekologi, hidrologi,

pencemaran air, udara dan tanah. Perubahan morfologi atau bentang alam

misalnya kegiatan eksplo penggalian maka akan berubah menjadi dataran,

kubangan atau kolam - kolam besar. perubahan morfologi menjadi lubang

besar dan dalam, tentu saja akan menyebabkan terjadinya perubahan sistem

ekologi dan hidrologi di daerah tersebut. Sedangkan pencemaran air, udara dan

tanah dapat disebabkan oleh debu dari aktivitas penggalian, debu dari aktivitas

penghancuran atau pengecilan ukuran bijih dan limbah logam berat dan

bahan beracun lainnya dari buangan proses pengolahan dan pemurnian.


Menurut Carley dan Bustelo (1984), ruang lingkup aspek sosial paling

tidak mencakup aspek demografi, sosial ekonomi, institusi dan psikologis dan

sosial budaya. Dampak demografis meliputi angkatan kerja dan perubahan

struktur penduduk, kesempatan kerja, pemindahan dan relokasi penduduk.

Dampak sosial ekonomi terdiri dari perubahan pendapatan, kesempatan berusaha,

pola tenaga kerja. Dampak institusi meliputi naiknya permintaan akan fasilitas

seperti perumahan, sekolah, sarana rekreasi. Dampak psikologis dan sosial budaya

meliputi integrasi sosial, kohesi sosial, keterikatan dengan tempat tinggal.

Dampak sosial menurut Hadi (2002), dikategorikan dalam dua kelompok

yakni real impact dan perceived impact. Real atau standard impact adalah

dampak yang timbul akibat dari aktivitas proyek : pra konstruksi, konstruksi dan

operasi misalnya pemindahan penduduk, bising dan polusi udara. Perceived atau

special impact adalah suatu dampak yang timbul dari persepsi masyarakat

terhadap resiko dari adanya proyek. Beberapa contoh dari perceived impact

diantaranya stress, rasa takut maupun bentuk concerns yang lain. Tipe respon

masyarakat dapat berbentuk :

a. Tindakan (action) seperti pindah ke tempat lain, tidak bersedia lagi ikut

terlibat dalam kegiatan masyarakat. Tindakan ini diambil karena

masyarakat tidak nyaman tinggal di pemukiman karena akan adanya

proyek yang merusak dan mencemari. Action juga dapat berupa tindakan

menentang kehadiran proyek berupa protes, unjuk rasa atau demonstrasi.

b. Sikap dan opini yang terbentuk karena persepsi masyarakat. Sikap dan
opini itu misalnya dalam bentuk pendapat tentang pemukiman

mereka yang tidak lagi nyaman, pendeknya tidak ada lagi kebanggaan

untuk tinggal di pemukiman tersebut.

c. Dampak psikologis misalnya stress, rasa cemas dan sebagainya.

III. 1. 3. Kerusakan Lingkungan

Undang - Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa kerusakan lingkungan hidup

merupakan perubahan langsung dan atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,

dan atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya tindakan

yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan/atau

hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang

pembangunan berkelanjutan . Kerusakan lingkungan hidup terjadi di darat,

udara, maupun di air. (KLH, 2002).

III. 1. 4. Dampak yang Ditimbulkan dari Adanya Kegiatan Penambangan

Pasir

Kerusakan lingkungan adalah perubahan langsung atau tidak langsung

terhadap sifat fisik, kimia atau hayati lingkungan hidup yang melampaui

kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kegiatan penambangan khususnya

pasir dan lain - lain dikenal sebagai kegiatan yang dapat merubah permukaan

bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan kerusakan

lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui


bahwa banyak sekali kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan

kerusakan di tempat penambangannya.

Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa dilain pihak kualitas

lingkungan di tempat penambangan meningkat dengan tajam. Bukan saja

menyangkut kualitas hidup manusia yang berada di lingkungan tempat

penambangan itu, namun juga alam sekitar menjadi tertata lebih baik,

dengan kelengkapan infrastrukturnya. Karena itu kegiatan penambangan

dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk banyak yang berpindah

mendekati lokasi penambangan tersebut.

Dampak penambangan pasir ini, mengakibatkan dampak positif dan

dampak negatif terhadap kondisi lingkungan, dampak positif diantaranya

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan membuka

lapangan pekerjaan, sedangkan dampak negatifnya terdiri dari meningkatnya

polusi udara, dan kerusakan pada tanggul sungai.

1. Dampak positif

Dampak positif adalah manfaat yang di hasilkan dari kegiatan

penambangan bahan galian golongan c yaitu:

a. Terserapnya tenaga kerja, yaitu masyarakat memiliki pekerjaan untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

b. Menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kewajiban pengusaha

membayar pajak dan retribusi bahan galian golongan C.


c. Memperlancar transportasi. Karena yang tadinya hanya jalan penduduk

menjadi jalan yang layak.

2. Dampak Negatif

Dampak negatif yang di akibatkan karena penambangan bahan

galian golongan C, adalah terjadinya lubang - lubang yang besar yang

menyebabkan lahan menjadi tidak produktif. Sehingga pada waktu musim

hujan lubang - lubang itu akan menjadi sarang nyamuk yang mengakibatkan

penyakit pada masyarakat setempat. Dampak negatif ini tentunya menjadi

perhatian pemerintah daerah untuk melakukan reklamasi tambang setelah

akhir kegiatan penambangan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

Deskriptif Persentase. Metode ini digunakan untuk mengkaji variabel yang ada

pada penelitian yaitu Studi pengelolahan lingkungan akibat penambangan pasir

di keluraha fitu kecamatan kota ternate.

III. 1. 5. Kerusakan Lingkungan

Menurut Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi perusakan lingkungan hidup adalah

tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap

sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak

berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan sektoral selama ini terus memperbesar eksploitasi

sumber daya alam, sementara itu kebutuhan untuk melakukan konservasi


dan perlindungan sumber daya alam tidak dapat dijalankan sebagaimana

mestinya. Akibatnya adalah semakin banyaknya kerusakan lingkungan, banjir,

longsor, pencemaran air sungai, dan lain - lain.

Masih banyak manusia yang bersikap tidak tahu atau tidak mau peduli

dan tidak butuh pandangan dan manfaat jangka panjang sumber daya alam,

sekaligus tidak peduli dengan tragedi kerusakan lingkungan yang terjadi.

Bagimereka, kesejahteraan material sesaat menjadi kepedulian utama dan pada

saat yang sama mengabaikan berbagai tragedi kerusakan lingkungan yang

umumnya padahal justru mendatangkan kerugian bagi mereka juga dan

bahkan bagi orang lain yang tidak tahu menahu (Kartodihardjo, dkk., 2005).

Anggapan bahwa lingkungan itu milik publik, menyebabkan orang pada

umumnya tidak merasa bersalah mengeksploitasi sebesar - besarnya sumber

daya alam dan membuang limbah kemedia lingkungan (Hadi, 2006). Kerusakan

lingkungan berkaitan erat dengan daya dukung alam. Daya dukung alam dapat di

artikan sebagai kemampuan alam untuk mendukung kehidupan manusia

(Wardhana,2004). Daya dukung alam perlu dijaga karena daya dukung alam

dapat berkurang atau menyusut sejalan dengan berputarnya waktu dan pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan industri

Kerusakan lingkungan akan menyebabkan daya dukung alam berkurang atau

hilang.

III. 2. 1. Definisi Pertambangan

Dalam Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah

sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan,

dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan

umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

III. 2. 2. Usaha pertambangan

Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 Usaha pertambangan adalah

kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kostruksi,

penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,

serta pasca tambang. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

usaha pertambangan bahan - bahan galian dibedakan menjadi 8 (delapan)

macam yaitu:

1. Penyelidikan umum, adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk

mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya

mineralisasi.

2. Eksplorasi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk

memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,

bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari

bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan

lingkungan hidup.

3. Operasi produksi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan


yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian,

termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian

dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.

4. Konstruksi, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan

pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian

dampak lingkungan.

5. Penambangan, adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk

memproduksi mineral dan atau batu bara dan mineral ikutannya.

6. Pengolahan dan pemurnian, adalah kegiatan usaha pertambangan

untuk meningkatkan mutu mineral dan atau batu bara serta untuk

memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

7. Pengangkutan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk

memindahkan mineral dan atau batu bara dari daerah tambang dan atau

tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.

8. Penjualan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil

pertambangan mineral atau batubara.

Usaha pertambangan ini dikelompokkan atas :

1. Pertambangan mineral ; dan

2. Pertambangan batubara.

Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki

sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang

membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. Pertambangan


mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau

batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.

Pertambangan mineral digolongkan atas :

1. Pertambangan mineral radio aktif;

2. Pertambangan mineral logam;

3. Pertambangan mineral bukan logam ;

4. Pertambangan batuan.

Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk

secara alamiah dari sisa tumbuh - tumbuhan. Pertambangan batubara adalah

pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk

bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

III. 2. 3. Konsep Pengelolaan Pertambangan

Menurut Sudrajat (2010), cap atau kesan buruk bahwa pertambangan

merupakan kegiatan usaha yang bersifat zero value sebagai akibat dari

kenyataan berkembangnya kegiatan penambangan yang tidak memenuhi

kriteria dan kaidah - kaidah teknis yang baik dan benar, adalah anggapan yang

segera harus segera diakhiri. Caranya adalah melakukan penataan konsep

pengelolaan usaha pertambangan yang baik dan benar. Menyadari bahwa

industri pertambangan adalah industri yang akan terus berlangsung sejalan

dengan semakin meningkatnya peradaban manusia, maka yang harus

menjadi perhatian semua pihak adalah bagaimana mendorong industri

pertambangan sebagai industri yang dapat memaksimalkan dampak positif dan


menekan dampak negatif seminimal mungkin melalui konsep pengelolaan usaha

pertambangan berwawasan jangka panjang. Berdasarkan pada pengamatan dan

pengalaman Sudrajat (2010), yang bergelut dalam dunia praktis di lapangan,

munculnya sejumlah persoalan yang mengiringi kegiatan usaha

pertambangan di lapangan diantaranya :

III. 3. 4. Terkorbankannya pemilik lahan

Kegiatan usaha pertambangan adalah kegiatan yang cenderung

mengorbankan kepentingan pemegang hak atas lahan. Hal ini sering terjadi

lantaran selain

kurang bagusnya administrasi pertanahan di tingkat bawah, juga karena

faktor budaya dan adat setempat. Kebiasaan masyarakat adat di beberapa

tempat dalam hal penguasaan hak atas tanah biasanya cukup dengan

adanya pengaturan intern mereka, yaitu saling mengetahui dan

menghormati antara batas - batas tanah. Keadaan tersebut kemudian

dimanfaatkan oleh sekelompok orang dengan cara membuat surat tanah dari

desa setempat.

III. 3. 4. Kerusakan lingkungan

Kegiatan usaha pertambangan merupakan kegiatan yang sudah

pasti akan menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan adalah fakta

yang tidak dapat dibantah. Untuk mengambil bahan galian tertentu, dilakukan

dengan melaksanakan penggalian. Artinya akan terjadi perombakan atau

perubahan permukaan bumi, sesuai karakteristik pembentukan dan keberadaan


bahan galian , yang secara geologis dalam pembentukannya harus memenuhi

kondisi geologi tertentu.

III. 3. 4. Ketimpangan sosial

Kebanyakan kegiatan usaha pertambangan di daerah terpencil dimana

keberadaan masyarakatnya masih hidup dengan sangat sederhana, tingkat

pendidikan umumnya hanya tamatan SD, dan kondisi sosial ekonomi

umumnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Di lain pihak, kegiatan

usaha pertambangan membawa pendatang dengan tingkat pendidikan cukup,

menerapkan teknologi menengah sampai tinggi, dengan budaya dan kebiasaan

yang terkadang bertolak belakang dengan masyarakat setempat. Kondisi ini

menyebabkan munculnya kesenjangan sosial antara lingkungan pertambangan

dengan masyarakat di sekitar usaha pertambangan berlangsung.

Berangkat dari ketiga permasalahan pertambangan tersebut, Sudrajat

(2010), menyatakan bahwa dalam menjalankan pengelolaan dan pengusahaan

bahan galian harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar (good mining

practice). Good mining practice meliputi :

1. Penetapan wilayah pertambangan,

2. Penghormatan terhadap pemegang hak atas tanah,

3. Aspek perizinan,

4. Teknis penambangan,

5. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3),

6. Lingkungan,
7. Keterkaitan hulu - hilir/konservasi/nilai tambah,

8. pengembangan masyarakat/wilayah di sekitar lokasi kegiatan,

9. Rencana penutupan pasca tambang,

10. Standardisasi.

III. 3. 4. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berprikemanusiaan.

Ketersediaan sumberdaya alam dalam meningkatkan pembangunan sangat

terbatas dan tidak merata, sedangkan permintaan sumber daya alam terus

meningkat, akibat peningkatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan

penduduk. (Syahputra,2005)

Syahputra (2005), menambahkan pula bahwa dalam rangka upaya

mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat pembangunan

maka, perlu dilakukan perencanaan pembangunan yang dilandasi prinsip

pembangunan berkelanjutan. Prinsip pembangunan berkelanjutan dilakukan

dengan memadukan kemampuan lingkungan, sumber daya alam dan

teknologi ke dalam proses pembangunan untuk menjamin generasi masa ini

dan generasi masa mendatang.

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun

2010 tentang reklamasi dan pasca tambang prinsip perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup pertambangan meliputi :


1. Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut,

dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria

baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang- undangan;

2. Perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati;

3. Penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan

penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang, dan struktur buatan

lainnya;

4. Pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya;

5. Memperhatikan nilai - nilai sosial dan budaya setempat

6. Perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang - undangan.

Kebijakan lingkungan berlandaskan pada manajemen lingkungan dan

tergantung pada tinggi rendahnya orientasi. Orientasi kebijakan lingkungan

yang umum dikenal adalah `orientasi kebijakan memenuhi peraturan

lingkungan (compliance oriented) dan yang berusaha melebihi standar

peraturan tersebut (beyond compliance). Para pemangku kepentingan dalam

kegiatan penambangan mineral bukan logam adalah para pengambil kebijakan

yang sudah seharusnya memprioritaskan pengelolaan lingkungan pada level

tertinggi.

Kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan peraturan perundang-

undangan (regulation compliance) merupakan awal pemikiran manajemen


lingkungan. Perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari

penalti - denda lingkungan, klaim dari masyarakat sekitar, dll. Kebijakan ini

menggunakan metoda reaktif, ad-hoc dan pendekatan end of pipe

(menanggulangi masalah polusi dan limbah pada hasil akhirnya, seperti lewat

penyaring udara, teknologi pengolah air limbah dll). (Purwanto, 2002)

Kebijakan yang berorientasi setelah pemenuhan berangkat dari cara

tradisional dalam menangani isu lingkungan karena cara reaktif, ad-hoc dan

pendekatan end of pipe terbukti tidak efektif. Seiring kompetisi yang semakin

meningkat dalam pasar global yang semakin berkembang, hukum lingkungan

dan peraturan menerapkan standar baru bagi sektor bisnis diseluruh bagian

dunia. (Purwanto 2002).

Soerjani (2007), menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan ditujukan

kepada perilaku dan perbuatan yang ramah lingkungan dalam semua sektor

tindakan. Jadi, istilah lingkungan tidak boleh diobral sehingga maknanya menjadi

kabur atau bahkan hilang artinya. Teknologi harus ramah lingkungan, jadi tidak

perlu ada teknologi lingkungan, karena teknologi memang sudah harus

ramah lingkungan. Demikian pula dengan kesehatan lingkungan. Perilaku

ekonomi juga harus ramah lingkungan, artinya hemat sumber daya (tenaga,

pikiran, materi dan waktu dengan hasil kegiatan yang optimal).

III. 3. 5. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam penjelasan umum Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 09 Tahun


2000 tentang Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dijelaskan bahwa

RKL merupakan dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan

dan menanggulangi dampak besar dan penting lingkungan hidup yang bersifat

negatif dan meningkatkan dampak posisif yang timbul sebagai akibat dari suatu

rencana usaha dan/atau kegiatan.

Uraian secara singkat dan jelas jenis masing-masing dampak yang ditimbulkan baik

oleh satu kegiatan atau lebih dengan urutan pembahasan sebagai berikut :

1. Dampak penting pada komponen atau parameter lingkungan hidup yang

diprakirakan mengalami perubahan mendasar menurut ANDAL dan sumber

dampak besar dan penting yang timbul sebagai akibat langsung dari rencana

usaha dan/atau kegiatan,

2. Tolok ukur dampak yang digunakan untuk mengukur komponen lingkungan

hidup yang akan terkena dampak akibat rencana usaha dan/atau kegiatan

berdasarkan baku mutu standar yang telah ditetapkan,

3. Tujuan upaya pengelolaa lingkungan hidup, menurut KEP 51/MENLH/10/1995

adalah mengendalikan mutu limbah cair yang dibuang ke sungai.

4. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup dapat dilakukan melalui

pendekatan teknologi, dan atau sosial ekonomi, dan atau institusi,

5. Lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan sifat

persebaran dampak besar dan penting yang dikelola dengan dilengkapi

peta/sketsa/gambar dengan skala yang memadai,

6. Kapan dan berapa lama kegiatan pengelolaan lingkungan dilaksanakan dengan


memperhatikan sifat dampak besar dan penting yang dikelola (lama berlangsung,

sifat kumulatif, dan berbalik tidaknya dampak), serta kemampuan

pemrakarsa (tenaga, dana),

7. Pembiayaan untuk melaksanakan RKL merupakan tugas dan tanggung jawab dari

pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

8. Pada setiap rencana pengelolaan lingkungan hidup cantumkan institusi atau

kelembagaan yang berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan

pengelolaan lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku ditingkat nasional maupun daerah.

III. 3. 6. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup

Penjelasan umum Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 09 Tahun 2000

menerangkan bahwa Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) dapat

digunakan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi pada berbagai

tingkatan, mulai tingkat proyek sampai ke tingkat kawasan atau bahkan regional

tergantung pada skala keacuhan terhadap masalah yang dihadapi.

Adapun uraian secara singkat dan jelas jenis masing-masing dampak

yang ditimbulkan baik oleh satu kegiatan atau lebih adalah sebagai berikut :

1. Dampak besar dan penting yang dipantau adalah jenis komponen atau

parameter lingkungan hidup yang dipandang strategis dan indikator dari

komponen dampak besar dan penting,

2. Sumber dampak dari jenis usaha dan/atau kegiatan yang merupakan penyebab
timbulnya dampak besar dan penting,

3. Parameter lingkungan hidup yang dipantau pada aspek biologi, kimia, fisika

dan aspek sosial ekonomi dan budaya,

4. Tujuan rencana pemantauan lingkungan hidup secara spesifik adalah

memantau mutu limbah cair yang dibuang ke sungai sebagaimana ditetapkan

KEP 51/MENLH/10/1995,

5. Metode yang akan digunakan untuk memantau indikator dampak besar dan

penting, yang mencakup metode pengumpulan dan analisa data, lokasi

pemantauan lingkungan hidup, jangka waktu dan frekwensi.

6. Pada setiap rencana pemantauan lingkungan hidup cantumkan institusi atau

kelembagaan yang berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan

pemantauan lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku ditingkat nasional maupun daerah.

Anda mungkin juga menyukai