Anda di halaman 1dari 11

Kawasan Tambang Galian C Singgosari Malang

In Uncategorized on February 23, 2010 at 08:55


KAWASAN PERTAMBANGAN

Kawasan pertambangan pada tuisan ini berada di wilayah Desa Toyomerto,


Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang secara umum adalah merupakan lahan
bukaan oleh aktifitas/kegiatan penambangan. Pengusahaan penambangan dilakukan
pada dataran dan lereng Gunung Arjuno untuk mengambil material pasir dan batu
(sirtu).
Bahan galian sirtu ini terbentuk sebagai hasil / produk aktifitas volkanisme kompleks
gunungapi G. Arjuno-Welirang. Material sirtu yang merupakan endapan lahar dan
piroklastik ini telah dimanfaatkan oeh penduduk disekitar untuk ditambang sebagai
bahan baku kegiatan pembangunan. Material ini berupa asosiasi hasil pembatuan
fragmen batuan beku andesit-riolit (berukuran kerakal hingga bongkah) dalam massa
dasar pasiran. Sehingga bahan galian sirtu ini bersifat mudah lepas dan berpotensi
untuk longsor. Dalam kegiatan penambangannya perlu diperhatikan tinggi jenjang
galian dan sudut lereng galian untuk menghindari terjadinya runtuhan dan longsoran
yang dapat mengakibatkan terjadinya korban jiwa.
Penambangan sirtu didaerah penelitian diusahakan secara berkelompok, dimana
masing-masing kelompok diketuai oleh juragan yang juga bertindak sebagai pemilik
lahan. Pengusahaan tambang dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana
(cangkul, linggis, sekop, keranjang) dan minim perlatan keselamatan tambang.
Lokasi tambang dan lahan bekas tambang menghasikan bentuk galian yang dalam
(hingga > 50m), yang beberapa berubah menjadi kubangan. Sistem teras yang
diterapkan dalam pengambilan bahan galian sirtu perlu diperhatikan sudut lerengnya.

BEBERAPA ASPEK KEGIATAN PERTAMBANGAN

Sejarah Penambangan di Kecamatan Singosari


Bidang usaha pertambangan dan bahan galian di desa Toyomarto merupakan bidang usaha
yang telah lama ada yaitu sekitar tahun 60-an, awalnya bahan yang di tambang adalah hanya
batu gunung dengan pola penambangan sumuran. Bahan batu gunung ini dijadikan sebagai
bahan produksi cobek untuk home industry yang banyak diusahakan oleh masyarakat. Untuk
penambangan pasir batu seperti yang ada saat ini baru berkembang sejak tahun 80-an untuk
memenuhi kebutuhan urugan proyek-proyek pembangunan di Kota Malang dan sekitarnya.

Luas, metode dan pengusahaan tambang


Usaha penambangan galian pasir batu sesuai data monografi desa meliputi area dengan luas
lahan 20 Ha dan mempunyai kapasitas produksi tiap tahun 4000 Ton/Ha, dan mampu
menghasilkan sekitar 1.5 M/tahun. Saat ini usaha penambangan diusahakan oleh 14 orang
sebagai pemilik usaha/juragan tambang dengan melibatkan sekitar 350 orang buruh tambang.
Secara umum pola pertambangan dilakukan secara tradisional/manual dengan menggunakan
alat ganco, sekop dan linggis. Alat berat seperti bego baru mulai dikenal oleh masyarakat
sekitar tahun 2000-an. Penggunaan alat berat karena adanya permintaan bahan galian pasir
batu dalam jumlah besar separti untuk proyek-proyek pembangunan. Penggunaan alat berat
ini seringkali memicu terjadinya konflik di tingkat buruh pertambangan dan pemilik lahan
pertambangan. Kasus konflik perihal pemakaian alat berat oleh salah satu juragan terjadi
tahun 2008.
Sementara pola kepemilikan usaha pertambangan merupakan lahan milik sendiri dan
diusahakan sendiri oleh para pemiliknya. Pemilik lahan pertambangan cenderung masih satu
garis keturunan karena adanya warisan, sehingga usaha pertambangan yang dilakukan oleh
masyarakat sudah turun temurun, bersifat tradisional, sehingga seringkali mengalami kendala
untuk identifikasi keabsahan dari ijin KP pertambangan pasir batu khususnya pemilik lahan
yang berasal dari desa toyomarto. Namun, ada juga orang di luar desa yang membeli lahan
untuk dijadikan kawasan pertambangan.
Untuk dapat membuka lahan pertambangan ada alur birokrasi yang harus di penuhi oleh
juragan tambang, seperti yang terlihat pada bagan di bawah ini :

Alur birokrasi pembukaan lahan pertambangan

Pola Kerja Penambang


Aktivitas kerja penambang galian sirtu penduduk desa Toyomarto dari hasil survei di
lapangan diketahui bahwa para penambang umumnya bekerja pada seorang jurangan
tambang sebagai pemilik lahan dengan cara berkelompok antara 3 5 orang, dalam satu
lahan (babakan) biasanya terdiri dari 5 15 kelompok penambang. Penambang mulai kerja
jam 06:00 pagi menggali lahan untuk menyiapkan bahan galian sambil menunggu armada
truk pembeli datang atau bila bahan galian sudah terkumpul namun belum ada truk pembeli
yang datang, penambang akan keluar lokasi untuk menghentikan truk yang lewat dan
menawarkan bahan galian yang telah dikumpulkan. Proses transaksi jual beli bahan galian
adalah antara supir truk dengan para pekerja penambang secara langsung langsung tanpa
perantara, sedang juragan tambang hanya memberi arahan dan menerima bagiannya (komisi)
sesuai dengan kesepakatan dengan buruh tambang.

Pola Pengupahan dan Kelompok Kepentingan


Untuk upah kepada penambang sebagai imbalan jasa adalah dibagi rata oleh sesama
penambang sendiri (3 5 orang) setelah di potong uang untuk jeragan tambang (komisi).
Selengkapnya rincian dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Besaran upah

Sumber : Hasil Riset (diolah)

Usaha penambangan sirtu di desa Toyamarto melibatkan beberapa pihak terkait dengan
berbagai kepentingan sesuai dengan kedudukan dan perannya di masyarakat. Selengkapnya
rincian dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Identifikasi kelompok kepentingan pertambangan

Sumber : Hasil Riset (diolah)

Persepsi terhadap kawasan pertambangan

Dari hasil survei lapangan untuk pertanyaan yang terkait dengan persepsi masyarakat
terhadap kawasan pertambangan teridentifikasi 94,0% responden menyatakan setuju atau
mendukung keberadaan pertambangan, peryataan tidak mendukung tidak ada atau 0,0%
sedang 6,0% menjawab tidak tahu. Tingginya dukungan terhadap keberadaan penambangan
berkorelasi dengan jawaban responden dimana sebanyak 98,0% menyatakan penambangan
memberi manfaat kepada masyarakat dan tidak ada jawaban yang menyatakan tidak, sedang
2,0% menjawab tidak tahu. Hal itu juga ditegaskan lagi dengan rendahnya prosentase
jawaban responden yang menyatakan bahwa pertambangan berdampak terhadap lingkungan
yaitu sekitar 12,0% saja sedang jawaban pertambangan tidak berdampak ada 86,0% dan
sisanya 2,0% menjawab tidak tahu. Selengkapnya rincian dapat dilihat pada Tabel berikut ini
:

Persepsi terhadap kawasan pertambangan

Sumber : Hasil Riset (diolah)


Rendahnya kesadaran akan dampak pertambangan adalah sesuai dengan jawaban responden
terhadap pertanyaan berapa lama lagi bahan tambang akan habis ditambang. Ada 8%
responden menjawab bahan tambang akan habis 5 s/d 10 tahun lagi, 30% responden
menjawab lebih dari 10 tahun dan yang paling banyak adalah responden yang menjawab
tidak tahu yaitu sebanyak 62%, Selengkapnya rincian dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Prediksi Bahan Tambang akan Habis


lima
Sumber : Hasil Riset (diolah)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kawasan
pertambangan adalah positif dan dibutuhkan oleh mereka. Namun hal itu tidak didukung
dengan kesadaran akan dampak yang ada terkait dengan pelestarian lingkungan kawasan
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat
yang menyatakan bahwa kawasan pertambangan merupakan sumber utama mata pencaharian
masyarakat yang dapat secara langsung dinikmati sehingga mereka dapat melupakan beratnya
beban kehidupan yang harus mereka jalani.

Persepsi terhadap kegiatan pertambangan

Persepsi masyarakat terkait kegiatan pertambangan dari survei lapangan teridentifikasi 98,0%
menjawab pernah terjadi kecelakaan kerja dari kegiatan pertambangan, menjawab tidak 0,0%
dan 2,0% menjawab tidak tahu. Untuk pertayaan keamanan bekerja di pertambangan
teridentifikasi 72,0% menjawab aman, menjawab tidak aman 12,0% sedang 16,0% menjawab
tidak tahu. Sedang untuk pertayaan peluang pindah profesi sebagai penambang bila ada
peluang usaha lain, sebanyak 36,0% responden menjawab ya, menjawab tidak 22,0% dan
sebanyak 42,0% responden lainnya menjawab tidak tahu. Selengkapnya rincian dapat dilihat
pada Tabel berikut ini :

Persepsi terhadap kegiatan pertambangan

Sumber : Hasil Riset (diolah)

Tingkat resiko kecelakaan kerja pertambangan yang pernah terjadi teridentifikasi sebanyak
64% responden menjawab berkibat paling fatal yaitu meninggal dunia, sebanyak 22%
menjawab luka parah (cacat fisik) dan hanya 14% saja yang menjawab luka biasa (tidak
cacat).
Tingkat Resiko Kecelakaan Pertambangan

Sumber : Hasil Riset (diolah)


Dari pengalaman terjadinya kecelakaan yang pernah ada, berdasarkan jawaban responden
teridentifikasi sebanyak 64% menyatakan faktor alam sebagai penyebab kecelakaan yaitu
musim hujan dan longsor, 28% responden menyatakan penyebabnya adalah faktor dari
penambang sendiri yang kurtang hati-hati dan takdir dan yang lain sejumnlah 8% menyatakan
faktor peralatan pertambangan yang sederhana sebagai penyebab kecelakaan.
Jawaban Responden terhadap Penyebab Kecelakaan
Sumber : Hasil Riset (diolah)

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa persepsi terhadap kegiatan pertambangan
mengambarkan sikap yang saling bertolak belakang disatu sisi menyatakan kegiatan
pertambangan rawan terhadap kecelakaan namun juga menyatakan kalau kegiatan tersebut
adalah aman. Mayoritas responden juga dengan sadar memahami resiko terburuk yang di
hadapi yaitu kematian dengan sadar pula mengidentifikasi penyebab dari kecelakaan yang
pernah terjadi. Hal ini adalah cerminan kepasrahan masyarakat terhadap kenyataan realita
yang mereka hadapi atas pilihan yang tersedia. Yang dengan jelas ternyatakan pada peryataan
seorang tokoh masyarakat yang mengatakan bila orang kaya untuk bertahan hidup dengan
menagandalkan kekayaannya (modal) maka untuk orang miskin, apalagi kalau bukan
mengandalkan kenekatanya sebagai pegangan untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya.

UPAYA PEMANTAUAN DAN PENGELOLAAN KEGIATAN


PERTAMBANGAN

Landasan Hukum
Peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar hukum yang mengatur dan
merupakan landasan dalam pengelolaan lingkungan pertambangan ini antara lain :
a) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan
b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11
Tahun 1967.
d) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian
golongan C.
e) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan
Pemerintahan di Bidang Pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I.
f) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
g) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12/MENLH/3/1994 tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan.
h) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3/MENLH/2000 tentang
Kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL.
i) Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 388.K/008/MPE/1995 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan untuk Kegiatan Pertambangan Bahan Galian Golongan C.
j) Intruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 1989 tentang Pengelolaan Lingkungan Lahan
Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C.
k) Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1995 tentang Pertambangan Bahan Galian
Golongan C di Jawa Timur.
l) Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur Nomor 155 Tahun 1994 tentang
Pedoman Umum Penyusunan Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
m) Keputusan Kepala Dinas Pertambangan Daerah Propinsi Daerah tingkat I Jawa
Timur Nomor 06 Tahun 1997 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen UKL dan
UPL Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Jawa Timur.

Komponen Lingkungan dan Dampak akibat Pertambangan


Kegiatan penambangan dengan melakukan pengambilan pasir kuarsa akan berdampak
terhadap lingkungan hidup baik dampak positif maupun negatif.
Karena kegiatan penambangan yang akan dilakukan merupakan kelanjutan kegiatan
penambangan sebelumnya, maka akan terjadi pada setiap tahapan kegiatan
penambangan yang akan dilakukan di masa mendatang yaitu :
a. Tahap Pra penambangan
Erosi
Terbuka lapangan kerja
b. Tahap pelaksanaan penambangan
perubahan bentuk lahan
polusi udara
erosi
pendapatan masyarakat
kerusakan jalan
Kemampuan lahan menurun
c. Tahap pasca penambangan
perbaikan fungsi lahan
pendapatan masyarakat
pemutusan hubungan kerja

Komponen Lingkungan
Secara umum wilayah Kecamatan Singosari dan sekitarnya mempunyai iklim tropis
dengan musim penghujan dan kemarau secara bergantian. Curah hujan rata rata
antara 1800 2105 mm/tahun dengan suhu udara antara 28 33o C. Di lokasi rencana
penambangan tingkat kebisingan dan pendebuan sangat tinggi dan berarti.
Penumpukan debu ini terlihat pada jalan akses (makadam) yang menuju lokasi
tambang, dimana ketebalan debu penutup mencapai 5-10cm.
Topografi lokasi penambangan sirtu dan sekitarnya merupakan perbukitan
bergelombang/berelief kuat dengan kemiringan lereng antara 15 90o. Litologi utama
penyusun daerah tersebut adalah batuan endapan / sedimen piroklastik yaitu berupa
endapan lahar dingin dari Gunung Arjuno-Welirang. Terdiri dari kesatuan material
bongkah batuan beku dalam masa dasar pasir-kerikilan.
Penggunaan lahan pada dan disekitar lokasi penambangan adalah sebagai lahan
pertanian, perkebunan teh, dan perladangan. oleh pemilik lahan diharapkan bentuk
akhir penambangan berupa lahan/tanah yang datar, sehingga akan memudahkan
dalam pemanfaatan dan pengolahannya. Di sekitar lokasi rencana penambangan tidak
terdapat adanya bangunan penting.
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi wilayah pertambangan dan sekitarnya jenis
serta jumlah tanaman dan hewan yang terdapat di lokasi tersebut sangat terbatas dan
tidak dijumpai jenis tanaman maupun hewan yang dilindungi. Jenis tanaman yang ada
adalah tanaman budidaya dan beberapa tanaman keras lain. Sedang fauna atau hewan
yang ada berupa hewan liar seperti aneka burung, aneka serangga dan lain lain.
Mata pencaharian penduduk di daerah pertambangan adalah sebagai petani dan buruh
tani, pengrajin batu cowek, buruh perkebunan teh dan pedagang, serta ada sebagian
kecil sebagai PNS. Penghasilan penduduk yang bekerja sebagat petani khususnya di
sekitar daerah rencana penambangan sangat kecil dan tidak tetap setiap hari, karena
kegiatan pertanian yang berupa sawah dan tegalan tidak dapat dilakukan sepanjang
tahun, sehingga banyak tenaga kerja yang tidak dapat terserap pada sektor pertanian
tersebut. Dengan adanya kegiatan penambangan tersebut dapat membuka lapangan
kerja baru bagi penduduk yang belum bekerja atau petani yang berminat bekerja di
bidang pertambangan untuk meningkatkan/menambah penghasilan.
Sarana dan prasarana kesehatan dilokasi penambangan dan sekitamya terdapat di
permukiman / desa berupa unit Puskesmas Pembantu dan bidan desa, sehingga
masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara cepat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa dan masyarakat sekitar lokasi
wilayah pertambangan diketahui bahwa masyarakat setuju dengan adanya kegiatan
penambangan Pasir Kuarsa di daerah tersebut. Persetujuan masyarakat tersebut
karena kegiatan penambangan mempunyai dampak positif yang cukup besar
khususnya dapat membuka lapangan kerja sehingga meningkatkan penghasilan dan
kesejahteraan, penduduk.

Prakiraan Dampak Yang Akan Terjadi


Komponen komponen lingkungan yang diperkirakan terkena darnpak dari kegiatan
penambangan sirtu do Kecamatan Singosari adalah sebagai berikut :
A. Aspek Fisik Teknis
A.1. Bentuk Lahan
Kegiatan penambangan sirtu di Singosari akan berdampak terhadap bentuk lahan,
kegiatan yang menjadi sumber dampak adalah kegiatan penggalian, kegiatan tersebut
akan berdampak positif yang dapat dikategorikan dampak positif karena dampaknya
akan tetap selamanya karena bentuk akhir penambangan akan menguntungkan, lahan
tersebut menjadi rata dan dapat ditanami tanaman produktif dengan baik.

A.2. Kualitas udara


Kegiatan pembersihan lahan, penggalian dan pengangkutan akan berdampak negatif
terhadap udara karena debu dan kebisingan yang ditimbulkan. Prakiraan tingkat
pendebuan yang terjadi pada kegiatan pembersihan lahan tersebut sangat besar,
demukian juga pada kegiatan pengangkutan sepanjang jalur jalan desa yang dilewati
truk pengangkut pendebuannya akan relatif besar. Dampak dari pendebuan ini dapat
diklasifikasikan menjadi dampak penting, karena akan berlangsung terus-menerus
pada saat kendaraan pengangkut lewat, dan frekuensinya tinggi.
Kebisingan diperkirakan akan terjadi pada kegiatan penambangan dan pengangkutan.
diperkirakan tingkat kebisingan yang kurang berarti karena lokasi penambangan jauh
dari pemukiman dan kepadatan pengangkutan relatif kecil.
A.3. Erosi
Sumber dampak terjadinya erosi adalah kegiatan pembersihan lahan dan penggalian
yang akan menyebabkan dampak negatif. Erosi tersebut dapat mengotori dan
mendangkalkan saluran-saluran air yang ada.
A.4. Kemampuan tanah
Kemampuan tanah akan tergantung pada terganggunya struktur dan tekstur tanah,
sehingga kegiatan penggalian akan berdampak negatif karena lahan selama
penambangan tidak dapat dimanfaatkan, sedang kegiatan reklamasi karena akan
memperbaiki struktur dan kesuburan tanah berdampak positif.

B. Aspek Biologi
B.1. Flora dan fauna
Dampak yang terjadi terhadap tanaman dan hewan yang ada dapat dikategorikan
sangat kecil karena tanaman yang ada hanya merupakan tanaman budidaya dan
sedikit tanaman keras dengan kondisi lahan tidak subur serta satwa yang ada tidak
terdapat jenis yang dilindungi, sehingga dampaknya dikategorikan negatif tidak
penting.

C. Aspek Sosekbud
C.1. Kesempatan Kerja
Kegiatan penambangan sirtu di Singosari akan berdampak positif terhadap terbuka
lapangan kerja.Kegiatan kegiatan yang diperkirakan akan menyerap tenaga kerja
tersebut adalah persiapan lahan, penambangan, dan pengangkutan serta reklamasi.
Disamping itu juga akan terbuka peluang usaha lain yang terkait baik langsung
maupun tidak langsung terhadap kegiatan penambangan. Dampak tersebut dapat
dikategorikan dampak positif dan akan berlangsung selama kegiatan penambangan.
C.2. Pendapatan
Pendapatan penduduk di sekitar lokasi penambangan diperkirakan akan meningkat
dengan adanya kegiatan penambangan sirtu yang akan dilakukan. Kegiatan yang
berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat adalah penambangan,
pengangkutan, dan reklamasi serta peluang usaha lain yang sangat terkait dengan
kegiatan penambangan tersebut. Adanya perubahan lahan pasca penambangan yang
dapat berubah menjadi lahan perkebunan mangga juga berdampak positif terhadap
pendapatan penduduk. Dampak tersebut termasuk dampak positif dan akan
berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas. Sedang diakhir penambangan
pemutusan hubungan kerja akan berdampak negatif terhadap pendapatan masyarakat
khususnya pekerja tambang dan pekerjaan informal baik secara langsung maupun
tidak langsung terkait dengan kegiatan penambangan.
C.3. Persepsi Masyarakat
Tanggapan masyarakat terhadap kegiatan penambangan selama ini sangat positif.
Persepsi masyarakat yang positif tersebut dapat tercapai karena prioritas kerja
diberikan kepada penduduk setempat serta terbinanya hubungan baik antara
penambang dengan aparat dan penduduk setempat disamping upaya pengelolaan
lingkungan hidup yang baik.

C.4. Kesehatan
Dampak terhadap kesehatan masyarakat kemungkinan dapat terjadi khususnya
terhadap para pekerja tambang. Dampak yang kemungkinan dapat mengganggu
kesehatan antara lain terjadinya pendebuan akibat kegiatan pembersihan lahan dan
penambangan. Namun sampai dengan saat ini belum ada keluhan sakit para pekerja
tambang yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan.

C.5. Kerusakan jalan


Kerusakan jalan diperkirakan dapat terjadi yangdiakibatkan oleh kendaraan
pengangkut. Dampak terhadap kerusakan jalan tersebut kemungkinan akan terjadi
pada jalan desa. Untuk lebih jelasnya prakiraan dampak yang terjadi dapat dilihat
pada tabel 5.1 berikut.
Identifikasi dampak yang diperkirakan akan terjadi
Sumber : Hasil Survey

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMANTAUAN


LINGKUNGAN

Upaya Pengelolaan Lingkungan


Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dalam kegiatan pertambangan bertujuan untuk
mencegah terjadinya atau menekan sekecil mungkin dampak negatif terhadap lingkungan
hidup yang terjadi di lokasi dan sekitar lokasi kegiatan pertambangan. Upaya tersebut
dilakukan untuk menjaga kelestarian kemampuan lingkungan dalam mendukung kehidupan
manusia secara berkesinambungan. Disamping itu juga bertujuan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan hidup.
Salah satu upaya teknis dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pertambangan
yang akan dilakukan adalah melakukan penambangan dan reklamasi secara bertahap sesuai
dengan blok blok penambangan yang telah direncanakan sesuai dengan kaidah kaidah yang
benar. Pembagian rencana blok blok penambangan dapat dilihat pada peta pembagian blok
blok rencana penambangan terlampir. Sedang upaya pengelolaan lingkungan yang akan
dilaksanakan secara lengkap dapat dilihat pada uraian tabel di bawah.
Upaya Pengelolaan Lingkungan dilokasi rencana kegiatan penambangan pasir-batu (sirtu) di
wilayah Kecamatan Singosari ditekankan pada upaya mencegah terjadinya dampak negatif
yang diperkirakan akan terjadi untuk masing masing. Tahap kegiatan pertambangan dan
mengembangkan dampak positif yang terjadi akibat kegiatan penambangan. Upaya
pengelolaan lingkungan yang direncanakan akan dilakukan adalah sejak perencanaan
kegiatan sampai dengan akhir dari kegiatan pertambangan. Adapun kegiatan yang akan
dilakukan sebagaimana tercantum pada tabel 5.2 berikut.
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)

Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)


Upaya Pemantauan Lingkungan dimaksudkan sebagai instrumen pihak pemrakarsa untuk
mengetahui adanya perubahan lingkungan hidup akibat kegiatan penambangan serta untuk
pengawas dalam melakukan pengawasan dan pengendalian, sehingga tidak terjadi dampak
negatif dari kegiatan penambangan yang dilakukan oleh pemrakarsa.
Prakiraan dampak lingkungan yang perlu mendapatkan pemantauan pada kegiatan
penambangan sirtu di wilayah Kecamatan Singosari adalah dampak yang dapat dikategorikan
dalam dampak negatif. Adapun upaya pemantauan yang direncanakan akan dilakukan adalah
pemantauan dampak dari setiap tahap kegiatan. Pemantauan dilakukan pada lokasi
penambangan dan sekitarnva. Dengan kegiatan pemantauan tersebut apabila benar benar
terjadi dampak akan segera diketahui sehingga dapat segera diarnbil tindakan
penanggulangannya dan mengupayakan pencegahan terjadinya dampak lebih lanjut.

Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)

UPAYA PENATAAN KAWASAN BEKAS KEGIATAN PERTAMBANGAN

Tahapan Analisa Kawasan Pertambangan


Tahapan analisa dalam kegiatan Evaluasi Dampak Lingkungan Pertambangan di
Kabupaten Malang (di Kecamaan Singosari) ini dibagi menjadi 2 (dua) langkah
analisa, yaitu :
a. Penentuan zona layak industri tambang berdasarkan faktor-faktor internal dan
eksternalnya. Faktor-faktor ini antara lain adalah :
Keterdapatan bahan galian industri
Lokasi yang berpotensi bagi pengembangan industri berbasis bahan galian
Penggunaan Lahan
Keberadaan lahan kritis (hasil analisa spasial dari faktor lereng (morfologis), jenis
batuan (geologis), kerapatan vegetasi, jenis dan tebal tanah serta curah hujan).
Dalam analisa spasial, kesemua faktor ini diolah dan disarikan dalam 3 (tiga) bentuk
peta, yaitu :
Peta Sebaran Bahan Galian di Kecamatan Singosari
Peta Lahan Kritis yang merupakan hasil analisa dari kondisi morfologis, geologis
dan iklim.
Peta Penggunaan Lahan (Landuse)

b. Overlay zona layak industri tambang tersebut dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Lamongan untuk menghasilkan area/wilayah yang sesuai untuk
kegiatan pertambangan.
Alur pengolahan data spasial dalam tahapan analisa penataan kawasan pertambangan
ini dapat dirumuskan dalam bentuk diagram berikut :

Gambar 5.10. Skema analisa penataan kawasan pertambangan.

Anda mungkin juga menyukai