Anda di halaman 1dari 31

KONSEP URBAN FARMING

SOLUSI KOTA HIJAU


• Akhir-akhir ini urban farming sudah menjadi trend di kota-kota besar di dunia, dan tidak ketinggalan Jakarta. Berbagai komunitas
dan penggiat urban farming telah lahir untuk menginisasi kegiatan-kegiatan positif yaitu memanfaatkan ruang terbuka menjadi
lahan hijau produktif. Ya, dengan kata lain “Urban Farming” atau sering pula disebut dengan pertanian perkotaan merupakan
suatu kegiatan yang memanfaatkan baik lahan maupun ruang untuk memproduksi hasil pertanian di wilayah perkotaan.
• Sudah menjadi salah satu tugas dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jakarta yang bekerjasama dengan Dinas
Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) Provinsi DKI Jakarta, untuk mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian
perkotaan, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Contoh nyata dalam pengaplikasian pertanian perkotaan di wilayah Jakarta adalah
di Rusun Marunda dan Rusun Besakih. Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian di sekitar rumah susun yang masih relatif
luas dapat menjadi solusi alternatif dalam penyediaan pangan sehat bagi keluarga. Manfaat yang diperoleh dengan mengelola
lahan di sekitar rusun untuk kegiatan pertanian, sudah sangat dirasakan oleh warga rusun. Kemudahan dalam penyediaan pangan
sehat, merupakan salah satu manfaat. Berbagai macam sayuran seperti bayam, kangkung, sawi, selada, pakchoy, kemangi serta
umbi-umbian seperti ubi, ketela, singkong, dan talas menjadi produk pertanian yang mudah dan murah untuk diakses oleh
warga  rusun. Selain itu manfaat yang juga dirasakan langsung adalah pengurangan pengeluaran untuk belanja kebutuhan dapur,
dan bahkan menambah pendapatan bagi yang mengusahakannya, karena hasil panen dapat dijual kepada warga sekitar. Manfaat
lain adalah lingkungan menjadi hijau, sehat, asri serta menambah estetika.     
• Introduksi inovasi teknologi pertanian perkotaan yang telah dilakukan oleh BPTP Jakarta mencakup sub sistem budidaya,
sub sistem peternakan, sub sistem perikanan dan , sub sistem komposting, sehingga pertanian perkotaan ke depannya tidak
hanya berkaitan dengan sub sistem budidaya tanaman saja, tetapi nantinya akan dikembangkan secara holistik. Hal ini
bukanlah tidak mungkin, mengingat di wilayah perkotaan terdapat sumber daya yang mendukung, meskipun perlu sentuhan
teknologi dikarenakan di wilayah perkotaan mempunyai karakteristik yang khas baik dari segi sumber daya manusia maupun
sumber daya alamnya.
• Sub Sistem Budaya, merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan cara memproduksi tanaman dengan berbagai
teknik, meliputi :
• Vertikultur. Teknis budidaya secara vertical atau disebut dengan sistem vertikultur, merupakan salah satu strategi untuk
mensiasati keterbatasan lahan, terutama dalam rumah tangga. Vertikultur ini sangat sesuai untuk sayuran seperti bayam,
kangkung, kucai, sawi, selada, kenikir, seledri, dan sayuran daun lainnya. Namun demikian, untuk budidaya vertikultur yang
menggunakan wadah talang/ paralon, bamboo kurang sesuai untuk sayuran buah seperti cabai, terong, tomat, pare dan
lainnya. Hal ini disebabkan dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup kuat menahan tumbuh tegak tanaman.
• Hidroponik.; Hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media
tanam. Berdasarkan media tumbuh yang digunakan, hidroponik dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu a) kultur air yakni
hidroponik yang dilakukan dengan menumbuhkan tanaman dalam media tertentu yang dibagian dasar terdapat larutan hara,
sehingga ujung akar tanaman akan menyentuh laruan yang mengandung nutrisi tersebut, b) hidroponik kultur agregat,
yaitu metode hidroponik yang dilakukan dengan menggunakan media tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam pasi, dan
lain-lain. Pemberian hara dilakukan dengan cara mengairi media tanam atau dengan cara menyiapkan larutan hara dalam
tangki lalu dialirkan ke tanaman melalui selang plastik, dan c) Nutrient Film Technique (NFT) adalah metode hidroponik
yang dilakukan dengan cara menanam tanaman dalam selokan panjang yang sempit yang dialiri air yang mengandung
larutan hara. Maka di sekitar akar akan terbentuk film (lapisan tipis) sebagai makanan tanaman tersebut.
• Faktor penting yang perlu diperhatikan pada hidroponik adalah unsure hara, media tanam, oksigen dan air. Hara akan
tersedia bagi tanaman pada pH 5.5-7.5, sedangkan yang terbaik adalah pada pH 6.5. Jenis larutan hara pupuk yang sudah
sangat dikenal untuk tanaman sayuran hidroponik adalah AB mix solution. Sedangkan untuk kualitas air yang sesuai
adalah yang tidak melebihi 2500 ppm atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung
logam berat dalam jumlah besar.
VERTIKULTUR DALAM KAJIAN
Vertikultur sebagai model budi daya tanaman yang unik mulai diaplikasikan masyarakat.
Meskipun demikian, sejauh ini di Indonesia, kajian yang berkaitan dengan vertikultur
masih sangat terbatas. Kebanyakan hasil penelitian yang dipublikasikan adalah model
bertanam secara konvensional (horizontal) dengan beragam permasalahannya.
Sebagian besar prinsip budidaya tanaman horizontal tetap menjadi patokan dalam
vertikultur, namun beberapa hal ada permasalahn yang berbeda. Permasalahan itu
seringkali menjadi topik kajian yang menarik untuk diteliti ataupun didiskusikan sehingga
muncul berbagai solusi kraetif yang mendorong pengembangan vertikultur. Kajian ini
menjadi penting terutama ketika vertikultur telah menjadi salah satu kebutuhan
masyarakat.
Permasalahan seputar teknologi budidaya tanaman yang perlu
dikaji dalam vertikultur antara lain:

- Jenis tanaman yang sesuai


- Media tanam yang sesuai
- Teknik penyiraman, pemupukan, drainase yang sesuai
- Teknik pengendalian hama dan penyakit tanaman
- Pengaturan tanaman dan kepadatan populasi
- Sifat sifat wadah yang sesuai
- Ketinggian yang ideal
- Potensi hasil dari tiap model
Selain permasalahan teknik budidaya, beberapa hal penting
yang perlu dikaji dalam vertikultur antara lain :

• Peluang dan potensi pengembangannya di Indonesia


• Dukungan pemerintah terkait pengembangannya
• Ketersediaan sarana pendukung untuk penerapannya
• Kemampuan sumber daya manusia dalam penerapannya
• Minat masyarakat untuk menerapkannya
• Tingkat efisiensi penggunaan lahan dan sumber daya lainnya
• Pengaruh vertikultur terhadap kualitas udara
• Pengaruh vertikultur terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat
• Sustainabilitas vertikultur
Hasil penelitian atau pemikiran para peneliti atau
pemerhati vertikultur:
• Hatta, dkk., (2009) mengkaji pengaruh media tanam dan frekuensi
penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil selada yang ditanam
dengan sistem vertikultur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
media tanam dan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, panjang, dan lebar daun serta berat tanaman. Media
tanam terbaik adalah tanah, sementara frekuensi penyiraman yang
terbaik adalah satu hari dua kali. Tidak ada interaksi yang nyata antara
media tanam dengan frekuensi penyiraman untuk seluruh variabel yang
diamati.
Maryam, dkk., (2013)
• Melakukan kajian yang berjudul implementasi Ecoeducation di
sekolah perkotaan melalui budidaya vertikultur tanaman hortikultura
organik. Mereka berkesimpulan bahwa :
a. Tersedia media untuk pembelajaran yang berwawasan ecoeducation
berupa tanaman vertikultur.
b. Wawasan para peserta dalam pengelolaan lingkungan yang sehat dan
manfaat mengonsumsi makanan sehat dan ramah lingkungan
meningkat.
Saran dari kajian yang dilakukan adalah:
a.Bagi sekolah : menugaskan para peserta didik baik dalam kegiatan
kurikuler maupun ekstrakurikuler untuk tetap merawat, memperbaharui
dan menambah jenis tanaman vertikultur.
b. Bagi guru, agar menghimbau peserta didik untuk melakukan praktik
vertikultur di lingkungan tempat tinggalnya.
Mahdavi, dkk., (2012)
• Mengkaji pengaruh pola penyinaran pada sistem bertanam vertikultur
terhadap pertumbuhan tanaman bunga potong gerbera (Gerbera
Jamesonii cv. Antibes), hasilnya menunjukan bahwa sistem budidaya
vertikal meningkatkan hasil secara efektif karena meningkatnya
jumlah tanaman/m2. Sistem vertikal menyebabkan paparan cahaya
menjadi lebih efektif mencapai permukaan tanaman, dibandingkan
sistem lain yang ditanam secara horizontal, efeknya terutama pada
peningkatan jumlah daun serta kualitas bunga potong gerbera.
Nirwana, dkk., (2013)
Mengkaji populasi tanaman terhadap hama dan penyakit tanaman tomat yang dibudidayakan secara
vertikultur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perlakuan populasi empat tanaman / paralon
menunjukkan hasil terbaik pada semua parameter pertumbuhan tanaman, namun perlakuan
populasi 12 tanaman / paralonmenunjukkan hasil terbaik pada produksi tanaman tomat. Perlakuan
populasi tanaman yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh terhadap populasi kutu kebul
(B.tabaci) pada tanaman tomat. Perlakuan populasi empat tanaman / paralon menunjukkan populasi
kutu kebul terendah dengan rata rata 2 ekor / tanaman dan populasi tertinggi terdapat pada
perlakuan 12 tanaman / paralon dengan rata rata delapan ekor/tanaman. Populasi tanaman yang
berbeda pada setiap perlakuan tidak menunjukkan pengaruh terhadap serangan penyakit tobacco
crinkle virus, tetapi berpengaruh terhadap serangan penyakit tobacco Crincle virus, tetapi
berpengaruh terhadap serangan penyakit tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) dengan intensitas
serangan terendah 0% pada perlakuan populasi empat tanaman / paralon.
Kamilah dan Melda (2013)
Mengkaji komposisi media tanam organik dalam budidaya sawi pakchoy
(Brassica chinensis) secara vertikultur. Hasilnya menunjukkan bahwa
komposisi tanah, pupuk kandang, arang sekam, dan kompos dengan
perbandingan 2 : 1 : 1 : 1 merupakan komposisi yang baik dari semua
perbandingan yang dicoba, yang mana menghasilkan tinggi tanaman,
jumlah daun, panjang daun, lebar daun, dan berat basah sawi pakchoy
yang lebih besar dibanding komposisi lainnya, sedangkan komposisi
media tanam berupa campuran tanah, arang sekam, cocopeat dan kompos
(2: 1:1:1) memberikan hasil yang paling rendah.
Ratih , dkk., (2014)
Menulis tentang evaluasi termal dinding bangunan dengan taman vertikal,
penelitian ini merupakan hasil studi dari pengaruh taman vertikal terhadap
kondisi termal bangunan PT. Pertamina Semarang. Profil suhu permukaan
dinding interior ruangan dengan taman vertikal lebih rendah bila dibandinhkan
dengan ruangan tanpa taman vertikal. Rata – rata selisih profil suhunya adalah
1,4 oC – 2,1 oC. Selisih minimum terjadi pada awal pengukuran sedangkan
selisih maksimum terjadi pada akhir pengukuran dengan suhunya semakin ke
atas profil suhunya semakin panas. Dari hasil studi juga diketahui bahwa taman
vertikal mampu menurunkan suhu permukaan dinding pada satu area.
Davis., dkk., (2015)
Dalam artikelnya yang berjudul vertical gardens as swamp coolers, mengkaji
potensi taman vertical sebagai pendingin udara, berfungsi seperti AC didaerah
beriklim panas dan kering. Taman vertikal mengonversi energi panas udara
menjadi panas laten yang dibutuhkan untuk menguapkan air ke udara. Konsep ini
menjelaskan mengapa keberadaan taman vertikal bisa menurunkan suhu
lingkungan sehingga menjadi lebih sejuk. Elemen tanaman beserta media
tanamnya yang lembap bagaikan sebuah rawa yang akan menyerap energi panas
lingkungannya dan digunakannya untuk menguapkan air melalui evapotranspirasi
dan melembapkan udara sekitarnya sehingga menjadi lebih sejuk.
Kohler., (2008)
Menulis tentang green facades – a view back and some visions, terutama meninjau kegiatan
penelitian seputar dinding hijau (green facades) dan teknologi fasad di jerman. Ia menyebutkan
bahwa green facades sebenarnya bukan suatu teknologi baru tetapi menawarkan berbagai
keuntungan sebagai komponen dari disain perkotaan saat ini. Potensi fasad hijau untuk
meningkatkan iklim mikro perkotaan, mengurangi debu, sebagai penyekat, menimbulkan efek
menyejukkan udara, dan penciptaan habitat satwa liar perkotaan, termasuk burung, laba laba,
dan kumbang. Seringkali menjadi kajian di negera ini, termasuk didalamnya tentang green
facades yang setiap hari dipengaruhi oleh lingkungan seperti sinar matahari dan hujan asam
yang akhirnya bisa merusakkannya. Potensi dinding hijau untuk menyejukkan lingkungan
mikro sangat tinggi namun belum berkembang luas diluar jerman karena kurannya panduan
implementasi dan kurangnya penghargaan bagi yang melakukannya.
Perini (2012)
artikelnya yang berjudul the integration of vegetation in architecture, vertical and horizontal
greened surfaces, mengulas manfaat lingkungan yang diperoleh dari pengintegrasian
elemen tanaman kedalam arsitektur. Suatu permukaan yang tertutup tanaman dibuat untuk
meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan, karena kota – kota eropa yang cenderung
padat, surat dengan isu lingkungan terutama polusi udara. Adanya vegetasi memungkinkan
terjadinya peningkatan kualitas udara, meningkatkan keanekaragaman hayati dan
mengurangi panas udara perkotaan akibat dari efek mendinginkan dan menyegarkan dari
vegetasi, disamping ada nilai estetika di sana. Integrasi vegetasi atau elemen tanaman
kedalam arsitektur memungkinkan pemanfaatan bangunan secara vertikal maupun
horizontal menjalankan fungsinya dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan
mendukungkesejahteraan masyarakat perkotaan.
Weinmaster (2009)
Dalam artikel berjudul Are green walls as “green as they look?an introduction to
the various technologies and ecological benefits of green walls, menjelaskan
tentang dinding hijau, berbagai teknologinyang berkembang tentang dinding hijau,
pro dan kontra, manfaat ekologi, sosial dan ekonomi dari karya seni teknologi
dinding hijau. Diperkirakan tahun 2050 sekitar 70% dari populasi dunia akan
tinggal di kota sehingga wilayah perkotaan menjadi semakin tercemar, ramai,
bising, panas, berdebu. Diperlukan cara cara baru yang inovatif untuk lebih
mengintegrasikan alam ke wilayah perkotaan. Salah satu caranya adalah
menggunakan teknologi teknologi atap hijau, taman vertikal, dinding hijau, melalui
pengintegrasian elemen tanaman kedalam desain interior dan desain bangunan.
Perini dan Rosasco (2013)
Dalam artikel berjudul Cost benefit Analysis for green facades and living wall systems,
menyebutkan bahwa sistem penghijauan vertikal bisa digunakan untuk memperbaiki
kondisi lingkungan daerah perkotaan yang pada penduduk. Artikel tersebut menyajikan
analis biaya manfaat dari sistem penghijauan vertikal, yaitu fasad hijau (green facades)
dan dinding hirup (Living Wall). Biaya instalasi, pemeliharaan setiap sistem dianalisis,
dibandingkan dengan manfaat pribadi dan sosial yang terkait (misalnya, terjadi
peningkatan nilai real estate, menghemat biaya untuk pemanas dan pendingin udara,
peningkatan kualitas udara, penghalang angin, dengan menggunakan indikator Net
present value, internal rate of return dan pay back period. Analis cost benefit
menunjukkan bahwa sistem penghijauanvertikal tersebut secara ekonomi berkelanjutan.
Perez – Urrestarazu, dkk., (2014)
Dalam artikel berjudul irrigation systems evaluation for living walls mengkaji pengaruh variabel seperti
jenis media yang digunakan, laju aliran emitor, kecepatan tetes dan jarak emitor pada kinerja sistem
irigasi pada living wall terhadap kehilangan air dan keseragaman irigasi. Saat ini living wall menjadi
solusi populer untuk mengurangi efek negatif dari pembangunan perkotaan. Dengan sistem penghijauan
vertikal dimungkinkan vegetasi menyebar di seluruh permukaan dinding bangunan. Namun untuk
mempertahankan living wall diperlukan pengelolaan irigasi secara teratur. Karena infrastruktur yang
digunakan dalam living wall ada banyak pilihan, termasuk irigasinya, maka perbedaan tersebut akan
memengaruhi efektivitas pengairan. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan terjadi terutama karena jenis
media yang digunakan dan laju aliran emitor. Aliran yang lebih cepat dianjurkan bila menggunakan
sistem resirkulasi, untuk mencapai keseragaman pengairan disamping kehilangan akibat air limpasan
lebih tinggi. Dalam sistem run – to – waste, disarankan untuk menggunakan kekuatan aliran yang lebih
rendah dan jarak waktu irigasi yang singkat atau meningkatkan frekuensi pengairan.
Manfaat green wall
Dampak : efek “pulau panas” diwilayah urban
• URAIAN • KEUNTUNGAN
Peningkatan suhu udara di wilayah urban Mendorong proses pendinginan
disebabkan oleh penggantian elemen vegetasi alami
alamiah
menjadi paving, bangunan dan struktur lain yang
dibutuhkan untuk mengakomodasi pertumbuhan Menurunkan suhu ruangan diwilayah
penduduk. urban
Hasilnya adalah konversi dari sinar matahari
menjadi energi panas yang tersimpan pada benda
Mematahkan aliran udara vertikal,
dan udara dipermukaan bumi. Vegetasi dari green mendinginkan udara
wall akan mendinginkan bangunan dan lingkungan
Menangui permukaan tanah atau
sekitarnya melalui proses penaungan, mengurangi
pemantulan panas dan evapotranspirasi. manusia.
Dampak : memperbaiki kualitas udara eksterior
(diluar bangunan)
• Peningkatan suhu dilingkungan • Menangkap polutan udara
urban akibat moderenisasi dengan
dan debu udara pada
meningkatnya jumlah emisi dari
kendaraan, AC dan industri telah permukaan daun
menyebabkan meningkatnya • Menyaring gas beracun dan
nitrogen oksida, sulfur oksida,
partikel kecil
senyawa senyawa organik yang bisa
menguap, karbon monooksida dan
pertikel partikel kecil seperti debu.
Dampak : meningkatkan keindahan (estetika)

• Keuntungan :
• Uraian : • Menciptakan pemandangan visual
• Green wall menyediakan berbagai yang menarik
keindahan dalam suatu lingkungan • Menyembunyikan / menghalangi
tempat manusia melakukan aktivitas pemandangan yang tidak
sehari hari. menyenangkan
• Berbagai kajian telah • Meningkatkan nilai properti (lahan)
menghubungkan pengaruh tanaman • Menyediakan elemen – elemen
terhadap peningkatan kesehatan penyusun tegakan bebas yang menarik
jasmani dan rohani manusia.
Dampak : meningkatkan efisiensi energi
• Uraian : • Keuntungan :
• Menyerap suatu lapisan udara kedalam masa tanaman.
• Meningkatnya kapasitas meredam • Membatasi pergerakan panas melewati masa vegetasi
panas melalui pengaturan suhu diluar. yang tebal.

• Besarnya penghematan bergantung • Menurunkan suhu ruangan melalui penangungan dan


proses evapotranspirasi tanaman.
pada berbagai faaktor seperti iklim, • Dapat menciptakan suatu penahan (buffer) melawan
jarak dari bangunan, tipe selubung gerakan angin selama bulan bulan dingin.
penutup bangunan dan kepadatan • Jika sebagai interior, dapat mengurangi energi yang
tanaman penutup kerangka green wall. berkaitan dengan pendinginan dan pemanasan udara
diluar gedung (outdoor) untuk penggunaan didalam
Pengaruhnya adalah pada pendinginan gedung (indoor).
dan pemanasan.
Dampak : melindungi struktur bangunan
• Uraian : • Keuntungan :
Bangunan terpapar oleh cuaca Melindungi cat pelapis eksterior
dan dengan berjalannya waktu, dari radiasi UV, dan fluktuasi
kontruksi bahan akan rusak suhu yang bisa memudarkan cat
karena mengalami kontraksi dan pelapis tersebut.
pemuaian akibat siklus dingin Dapat bermangaat sebagai
panas dan terpapar oleh sinar penahan angin pada pintu dan
ultraviolet. jendela.
Dampak : memperbaiki kualitas udara di dalam
ruangan (indoor)
• Uraian : • Keuntungan :
Sebagai interior, green wall Menyerap polutan dalam
mampu menyaring kontaminan
udara seperti debu dan polen.
(polutan) yang secara rutin
dikeluarkan oleh bangunan melalui Menyaring gas beracun dan
sistem ventilasi tradisional. debu dari karpet, perabotan,
Penyaringan itu dilakukan oleh bahan pembersih lantai dan
tanaman dan sebagai bio-filtration. elemen bangunan lainnya.
Dampak : Menurunkan kebisingan
Uraian : • Keuntungan : Apresiasi positif
Media tanam dalam sistem living wall Peranan green wall secara langsung
berperan menurunkan tingkat kebisingan adalah untuk mendapatkan apresiasi atau
yang diredam atau dipantulkan dari lebih bisa diterima ketika digunakan
sistem living wall itu. Faktor yang sebagai komponen penyusun sistem living
mempengaruhi penurunan kebisingan wall dan keseluruhan penutupan tanaman.
meliputi ketebalan dari media tanam, Pemasaran (marketing) : meningkatnya
bahan yang digunakan sebagai keindahan dapat membantu pemasaran
komponen penyusun sistem living wall proyek dan menyediakan fasilitas ruang
dan keseluruhan penutupan tanaman. yang bernilai.
Konsep yang diterapkan dalam berkebun secara
vertikal adalah :
• Mengubah cara membudidayakan tanaman dalam bedengan ataupun guludan
yang menyebar atau membentang di permukaan tanah secara horizontal.
• Berkebun secara vertikal adalah sistem berkebun yang inovatif, hemat
tenaga, sangat produktif, menggunakan penyangga tanaman dari bawah ke
atas dan dari atas kebawah, baik dalam kebun yang sempit maupun luas, ada
banyak sekali jenis tanaman sayuran, buah buahan, obat obatan serta
tanaman hias yang dapat tumbuh ke atas, berdiri bebas atau memerlukan
penyangga yang menempel di dinding atau dalam aneka wadah.
Vertikultur sebagai komponen urban farming
Kehadiranurban farming suatu aktivitas pertanian yang dilakukan di wilayah perkotaan dipandang
oleh sebagian masyarakat membawa angin segar dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi
akibat arus urbanisasi ke wilayah perkotaan. Ada kegiatan dalam urban farming, antara lain berkebun
dihalaman sempit. Secara naluriah, pada hakikatnya manusia mempunyai ketertarikan yang
tingginterhadap alam sehingga terus berusaha menghadirkan suasana alami di lingkungannya. Salah
satu elemen alam yang sangat penting dan sering dihadirkan untuk melampiaskan kerinduan pada
suasana alami adalah tanaman.
Masyarakat perkotaan banyak yang prihatin karena rumahnya tidak mempunyai halaman atau
pekarangan yang cukup luas sementara mereka senang berkebun. Bahkan banyak diantara masyarakat
kota yang rumahnya benar benar tidak mempunyai halaman sehingga harus meninggalkan hobi
berkebunnya. Hal ini berarti bahwa sebagian besar masyarakat perkotaan semakin sulit untuk
bersentuhan dengan kegiatan pertanian karena kegiatan ini membutuhkan lahan yang subur.
• Konsep berkebun yang diusung sistem vertikultur adalah efisiensi
penggunaan ruang dan bisa dilakukan pada lahan yang tidak subur
maupun halaman yang sudah diperkeras. Dengan demikian vertikultur
sesuai untuk diterapkan didaerah perkotaan. Model berkebun secara
vertikal ini bersifat inovatif dan sangat ekspresif sehingga cocok
dengan tipe masyarakat perkotaan yang dinamis. Walaupun model
berkebun secara vertikal ini kurang berkelanjutan sifatnya, namun
secara ekologis sangat membantu untuk meningkatkan kenyamanan.

Anda mungkin juga menyukai