Anda di halaman 1dari 27

TOPIK 9.

FORTIFIKASI DAN
SUPLEMEN ZAT GIZI
BERBAGAI ISTILAH

RESTORASI: Menambahkan zat gizi


yang hilang selama
proses pengolahan pangan
sehinggakembali ke kadar semula
Contoh: penambahan vitamin C pada
pembuatan jus
ENRICHMENT (MEMPERKAYA):
penambahan zat gizi spesifik kedalampangan
dalam jumlah tertentu yang awalnyaterdapat
dalam jumlah sedikit dalam bahan
 FORTIFIKASI:
penambahan zat gizi spesifik ke dalam
pangan dalam jumlah tertentu yang awalnya
terdapat dalam jumlah sedikit dalam bahan.
Contoh: Fortifikasi garam dengan yodium
Fortidikasi tepung susu dengan Ca
 FORTIFIKASI ada 2 jenis:
Wajib (mandatory): yakni fortifikasi yang harus dilakukan bila memproduksi
pangan
 Sukarela (volunteer): yakni tergantung keinginan dari industri pangan
 NUTRIFIKASI: Praktek penambahan sejumlah
vitamin dan mineral terhadap :
 a. makanan formula atau makanan pabrik
 b.kelompok makanan yang dijual sebagai“meal”
misalnya: formula bayi
 KOMPLEMENTASI (FOOD SUPLEMENT):
pencampuran 2 atau lebih bahan makanan sehingga kekurangan zat gizi pada
bahan makanan dilengkapi dari bahan makanan lain yang ditambahkan.
 CONTOH KOMPLEMENTASI (FOOD SUPLEMENT):
Beras kekurangan asam amino lysin dan kelebihan asam amino metionin dapat
dicampurkan dengan kedelai dalam bentuk tepung karena kedelai kekurangan
metionin dan kelebihan lysin
 PANGAN FUNGSIONAL:
Pangan yang selain mengandung zat gizi juga mengandung komponen non gizi
yang bermanfaat bagi kesehatan.
 ADA 2 ALASAN FORTIFIKASI
PANGAN SECARA ALAMIAH DEFISIEN AKAN ZAT GIZI YANG DIPERLUKAN DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI YANG TIDAK DAPAT DIPENUHI DARI PANGAN
LAINNYAMENINGKATKAN KONSUMSI ZAT GIZI SPESIFIK PADA MASYARAKAT
PERSYARATAN FORTIFIKASI


1. Untuk meningkatkan nilai gizi bahan makanan :zat gizi yang ditambahkan
tidak mengubah warna dan citarasa bahan makanan.Zat gizi tersebut stabil
selama penyimpanan.Tidak menyebabkan timbulnya interaksi negatif dengan
zat gizi lain yang terkandung dalam bahan makanan.Jumlah yang
ditambahkan tidak akan menimbulkan efek toksik/merugikan kesehatan.
 2. Untuk meningkatkan konsumsi zat gizi:
 Pemilihan bahan makanan yang akan difortifikasi (carier)
 - dikonsumsi secara merata oleh masyarakat sasaran.
 - Diproduksi secara terpusat
 - Harga terjangkau oleh masyarakat sasaran
PROSEDUR FORTIFIKASI

 I. UJI COBA DI LABORATORIUM


Menetapkan pada tahap produksi mana fortifikasi akan dilakukan.
 Menetapkan bentuk vitamin yang akan difortifikasi.
 Uji organoleptik produk
 Uji kestabilan vitamin selama proses pengolahan dan penyimpanan.
 II. UJI COBA SKALA “PILOT PLAN” DAN UJI DI LAPANGAN
 Produksi pada skala yang lebih besar.
 Uji organoleptik oleh calon konsumen

 III. PRODUKSI YANG SEBENARNYA


FORTIFIKASI VITAMIN A

 Vitamin A palmitat paling banyak digunakan


disintetis sebagai minyak kental- mudah teroksidasi
 Pada margarin stabil walau tanpa penambahan antioksidan
 Bila diemulsikan dengan minyak dan digunakan dalam minuman buah-buahan
perlu penambahan antioksidan
 Banyak digunakan untuk fortifikasi susu cair , susu bubuk maupun “Instant
breakfast mixes”.Di Indonesia untuk tujuan menanggulangi KVA.
FORTIFIKASI VITAMIN D

 Seringkali difortifikasi bersama-sama vitamin A.


Dosis vitamin D yang difortifikasi harus benar-benar diperhitungkan.
 Sulit memonitor kestabilan vitamin D dalam makanan karena rendahnya
ketepatan metode analysis yang digunakan.
FORTIFIKASI VITAMIN B

 Vitamin B stabil dalam bentuk kering dan dalam makanan kering.Secara


komersial vitamin B1 tersedia dalam bentuk garam mononitrat dalam
hidroklorida.
 Vitamin B1 mononitrat lebih tidak higroskopis sehingga lebih baik digunakan
dalam produk kering.
 Riboflavin (B2) kurang larut dalam air dan kadang-kadang menimbulkan
masalah karena warnanya sangat kuning
FORTIFIKASI VITAMIN B

 Niasin asam nikotinat Nikotinamid (niasinamid)


 flavor pahit
 penggunaan banyak karena lebih mudah larut dalam air
 Piridoksin hidroklorida bentuk vitamin B6 yang terdapat secara
komersial.stabil selama pengolahan pada pemanggangan roti yg hilang sekitar
5-10 %
FORTIFIKASI ASAM AMINO


Di Indonesia pernah ditambahkan L-Lisin pada beras tetapi tdk dapat
dipertahankan karena biaya tinggi sehingga shg daya beli konsumen rendah
 Penambahan DL-Metionin pada kedelai, meningkatkan nilai gizi protein
kedelai tetapi tidak dapat dicerna dengan baik (daya cerna rendah) sebab
terdapat anti tripsin dan sifat protein kedelai mentah sulit di hidrolisis oleh
enzim protease.
 Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam fortifikasi asam amino:
 1. Daya cerna atu nilai cerna bahan pangancontoh: pe + an DL-Met pada
kedelai
 2. Ketersediaan asam amino essensial untuk sintesis protein di dalam
tubuhSintesis protein dalam tubuh dibutuhkan asam amino essensial dan non
essensial secara bersama-sama.
 Bahan makanan yang difortifikasi ( DL-Metionin,dll) asam amino tersebut lebih
cepat diserap di usus dibanding asam amino lain.
 Asam amino lain diperoleh melalui pemecahan protein.
 Harus mengalami pencernaan terlebih dahulu.
 Akibatnya : Asam-asam amino untuk sintesis protein tidak tersedia pada
waktu yang sama
PROGRAM INTERVENSI ZAT BESI

 Pemberian tablet besi kepada ibu hamil melalui posyandu dan puskesmas
 Penyuluhan gizi
 Fortifikasi makanan dengan zat besi.
  KANDUNGAN PIL BES I60 mg besi elemental atau setara dengan 200 mg ferro
sulfat, dan 0.25 ug asam folat.
 PERMASALAHAN
 Efek samping berupa gangguan pencernaan sehingga cakupan program
rendah.
 Belum ada sistem monitoring untuk menilai keberhasilan cakupan program
 Belum ada sistem monitoring untuk konsumsi pil besi yang telah diberikan
KESUKSESAN FORTIFIKASI ZAT BESI

1. Pemilihan bahan makanan pembawa (carier atau food vehicle)


2. Memperhatikan pola konsumsi sasaran
3. Dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berbeda antar individu
4. Tidak berpotensi untuk dikonsumsi berlebihan
5. Bahan sedikit mengandung seny.penghambat penyerapan besi (tanin atau fitat)2.
6. Pemilihan senyawa sebagai sumber zat besi yang akan difortifikasi (fortificant).
 SENYAWA BESI YANG SERING DIGUNAKAN
Ferro sulfat
 Ferro fumarat
 Ferro glukonat
 Ferri ammonium sitrat
 Ferri ortofosfat
 Ferri pirofosfat
 Natrium ferri firofosfat
 PENINGKATAN PENYERAPAN ZAT BESI
 Tambah zat fasilitator (Vitamin C)
 Kurangi sifat reaktif zat besi dangan me + kan senyawa stabilisator
misalnya fosfat
FORTIFIKASI IODIUM

 1. Iodinasi (iodination) : fortifikasi dengan semua senyawa iodium


 2. Iodisasi (iodization) : fortifikasi dengan kalium atau natrium iodida
 (NaI dan KI)
 3. Iodasi (iodation) : fortifikasi dengan kalium dan natrium iodat (NaI03 dan KI03)
 PERSYARATAN PANGAN YG DIFORTIFIKASI
 Dikonsumsi dalam jumlah cukup besar dan secara teratur
 Diproduksi secara terpusat (atau beberapa pusat)
 Rasa dan mutu organoleptik lain tidak berubah setelah difortifikasi
 Stabil selama penyimpan
 Tidak menyebabkan kenaikan harga
 Bentuk garam adalah kristal dan halus atau garam meja.
 PerMen Perindustrian tanggal Nomor 42 tahun 2005 di Indonesia garam
beriodium harus mengandung kalium iodat (KI03) sebanyak 30 ppm/30 mg/kg
 Bentuk garam adalah kristal dan halus atau garam meja

Anda mungkin juga menyukai