Anda di halaman 1dari 10

FORTIFIKASI TEPUNG

TERIGU
Kelompok 1
PENDAHULUAN

Fortifikasi ialah penambahan gizi pada makanan yang ditujukan untuk


meningkatkan kualitas pangan suatu kelompok masyarakat.Dalam fortifikasi
banyak hal yang dipertimbangkan dahulu, mulai dari target fortifikasi hingga
fortifikannya(zat yang akan diberikan). Pertama dapat di pelajari terlebih dahulu
tentang keadaan suatu masyarakat, apakah mereka kekurangan zat gizi tertentu.
Misalnya saja ada kelompok masyarakat yang banyak mengalami anemia. Lalu
setelah dipelajari ternyata penyebab anemia yang terjadi disana ialah kekurangan
zat besi. Maka yang harus di fortifikasi pada makanan ialah zat besi.

Syarat – syarat makanan yang akan di fortifikasi yaitu:

Distribusi makanan luasMakanan biasa dimakan dalam masyarakat target


fortifikasi Syarat untuk fortifikannya diantaranya: Tidak terlalu merubah rasa,
warna dan aroma Harga tidak terlalu mahal Tidak merubah komposisi gizi lain
yang tidak ditargetkan didunia ini telah banyak dilakukan fortifikasi berbagai jenis
gizi pada berbagai jenis makanan pula, dan dilakukan studi tentang
keberhasilannya.

Contoh studi tentang fortifikasi yang telah dilakukan,yaitu:

Fortifikasi Zn(Zinc) pada susu sapi,Fortifikasi Fe(besi) pada pangan


berbasis kedelai seperti tahu dan tempe,Fortifikasi minyak ikan pada
keju,Fortifikasi Asam Folat pada tepung,Fortifikasi Fe(besi) pada cereal.

JENIS-JENIS FORTIFIKASI

1.Fortifikasi sukarela oleh industri pangan kemasaan untuk meningkatkan


nilai tambah bahan pangan.

2.Fortifikasi wajib yang bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan


gizi masayarakat, khususnya masyarakat miskin.
3.Fortifikasi Khusus yang sasarannya kelompok masyarakat tertentu,
seperti anak-anak, balita atau anak sekolah.
4. fortifikasi Vitamin A : Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang
peranan penting untuk mengatasi problem kekurangan vitamin A
5. Fortifikasi Yodium
6. Fortifikasi Besi : fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa
peneliti merupakan strategi termurah untuk memulai, mempertahankan,
mencapai/mencakup jumlah populasi yang terbesar, dan menjamin
pendekatanjangka panjang. Fortifikasi Zat besi tidak menyebabkan efek
samping pada saluran pencernaan.

Pengertian Pangan

Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat
mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha   pemenuhan
kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar. Dalam
kaitan ini, penjelasan Undang-undang Republik Indonesia No. 7  Tahun 1996
tentang Pangan, bahkan secara tegas  menyatakan bahwa “Pangan sebagai
kebutuhan dasar manusia yang  pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat
Indonesia harus   senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi,
dan  beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat”.

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus


tergantung proses penggilingannya. Tepung bisa berasal dari
bahan nabati misalnyatepung
terigu dari gandum, tapioka darisingkong, maizena dari jagung atau hewani
misalnya tepung tulang dan tepung ikan.
Tepung Terigu - adalah tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan
digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi, roti, dan pasta. Kata terigu
dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugistrigo yang berarti gandum.

FORTIFIKASI PANGAN

Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizimikro adalah
salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status
mikronutrien pangan. Fortifikasi harus dipandang sebagai upaya (bagian dari
upaya) untuk memperbaiki kualitas pangan selain dari perbaikan praktek-praktek
pertanian yang baik (good agricultural practices ), perbaikan pengolahan dan
penyimpangan pangan ( good manufacturing practices ), dan memperbaiki
pendidikan konsumen untuk mengadopsi praktek-praktek penyediaan pangan
yang baik.

Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atan lebih zat gizi  (nutrien)
kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat
gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Harus
diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan
detisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa
kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian,
fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi
zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.

Keuntungan Fortifikasi Pangan Dibandingkan dengan Suplementasi Dosis


Tinggi :

efektif

Efektif untuk jangka menengah dan panjang

Tidak memerlukan kerja sama yang inisiatif dan kerelaan pribadi masing-masing
individu.

Biaya Pemeliharan

Biaya Rendah

Teknologi yang memadai dan mudah di transfer

Fortifikasi (senyawa fortifikasi) mungkin perlu di import

Fortifikasi dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut:

•Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki


defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).

•  Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang


siquifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.

·Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang
digunakan sebagai sumber pangan bergizi misalnya susu formula bayi.
1. FORTIFIKASI TEPUNG TERIGU

(Keputusan Menkes RI No.632/Menkes/SK/VI/1998 Tentang Fortifikasi


Tepung Terigu)

Dasar pertimbangan ditetapkannya Syarat dan Ketentuan ini adalah dalam


rangka penanggulangan kekurangan zat gizi mikro serta untuk menimbangkan
mutu pangan terutama tepung terigu,perlu dilakukan fortifikasi khususnya
dengan zat besi,seng,vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat.

Dalam keputusan ini ditetapkan bahwa,tepung terigu yang diproduksi


dan diedarkan di indonesia harus mengandung fortifikan sebagai berikut:

a. Zat besi : 60 ppm


b. Seng : 30 ppm
c. Vitamin B1(tiamin) : 2,5 ppm
d. Vitamin B2 (riboflavin) : 4 ppm
e. Asam folat : 2 ppm

Menurut FAO pada Technical Consultation on Food Fortification: Technology


and Quality Control  di Roma pada tahun 1995, makanan yang difortifikasi
idealnya harus:

Umumnya dikonsumsi oleh populasi sasaranMemiliki pola konsumsi yang


konstan oleh msyarakat dan berisiko rendah bila dikonsumsi dalam jumlah
berlebih.Memiliki stabilitas ynag baik dalam penyimpanan.Relatif rendah dalam
baiaya.Diproses terpusat dengan stratifikasi minimal.Tidak terjadi interaksi
anatara fortifikan dengan vehicle.Ketersediannya tidak berhubungan dengan status
sosio-ekonomi.Dikaitkan dengan asupan energi.

Industri pangan/makanan memegang peranan kunci dalam setiap program


fortifikasi di setiap negara Kekurangan zat gizimikro adalah problem kesehatan
masyarakat. Beberapa aspek program fortifikasi pangan, bagaimanapun, seperti
penentuan prevalensi kekurangan, pemilihan intervensi yang tepat, penghitungan
taraf asupan makanan (zat gizi), konsumsi pangan pembawa sehari-hari dan
fortifikan yang akan ditambahkan, dan juga teknologinya (pengembangan
teknologi), harus dievaluasi oleh otoritas ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat dan pertanian, dan yang lainnya.
FORTIFIKASI PANGAN

A.Fortifikasi Yodium

Defisiensi Yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversiber itu


sebabnya, penganekaragaman makanan dengan menggunakan pangan yang
tumbuh di daerah dengan tipe tanah dengan menggunakan pangan yang sama
tidak dapat meningkatkan asupan Yodium oleh individu ataupun komunitas.
Diantara strategi-strategi untuk penghampusan GAKI, pendekatan jangka panjang
adalah fortifikasi pangan dengan Yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara
suplementasi yodium dalam dies yang telah diusulkan berbagai jenis pangan
pembawa seperti garam, roti, susu, gula, dan air tela dicoba Iodisasi garam
menjadi metode yang paling umum yang diterima di kebanyakan negara di dunia
sebab garam digunakan secara luas dan serangan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal. Fortifikasi yang biasa digunakan
adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium Iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam 
‘impure salt ‘ pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembaban) yang buruk
penambahan tidak menambah warna, penambahan dan rasa garam. Negara-negara
yang dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan
yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI. (Siagian, 2003)

Contoh : Beras Fortifikasi Iodium

Kebutuhan iodium untuk setiap kelompok umur berbeda-beda. Kebutuhan iodium


untuk anakanak adalah 40-120 μg/hari, orang dewasa 150 μg/hari, sedangkan
untuk ibu hamil dan menyusui ditambah masing-masing 25 μg/hari dan 150
μg/hari. Pembuatan beras beriodium sangat sederhana karena tidak perlu
menggunakan peralatan khusus. Dengan penambahan alat pengkabut fortifikan
iodium pada komponen alat penyosoh akan diperoleh hasil beras giling yang
mengandung iodium. Fortifikan yang digunakan adalah iodat 1 ppm. Larutan
fortifikan dikabutkan dengan bantuan tekanan udara 40 psi yang berasal dari
kompresor, sehingga terjadi kabut fortifikan iodium. Debet fortifikan yang
digunakan 4-5 l/jam tergantung pada kekeringan beras yang di
fortifikasi(DEPTAN,2008) .

B. Fortifikasi Besi

Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemi gizi
besi, Inilah keuntungan pokok dalam hal keterterimaannya oleh konsumen dan
pemasaran produk-produk yang diperkaya dengan besi. Penetapan target penerima
fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan defisie zat besi, merupakan strategi
yang aman dan efektif untuk mengatasi masalah anemi besi (Ballot, 1989). Pilihan
pendekatan ditentukan oleh prevalensi dan beratnya kekurangan zat besi (INAAG,
1977). Tahapan kritis dalam perencanaan program fortifikasi besi adalah
pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan dapat diserap (Cook and Reuser,
1983). Harus diperhatikan bahwa wanita hamil membutuhkan zat besi sangat
besar selama akhir trimester kedua kehamilan. Terdapat beberapa iortifikan yang
umum digunakan untuk fortifikasi besi seperti  besi sulfat besi glukonat, besi
laktat, besi ammonium sulfat, dan lain-lain. (Siagian, 2003) Fortifikasi zat besi
pada mie kering yang dibuat dari campuran tepung terigu dan tepung singkong.
C. Fortifikasi Vitamin A

dengan menjembatani jurang antara asupan vitamin A dengan kebutuhannya.


Fortifikasi dengan vitamin A adalah strategi jangka panjang untuk
mempertahankan kecukupan vitamin A. Kebanyakan vitamin yang diproduksi
secara komersial (secara kimia) identik dengan vitamin yang terdapat secara alami
dalam bahan makanan. Vitamin yang larut dalam lemak (seperti vitamin A)
biasanya tersedia dalam bentuk larutan minyak (oil solution), emulsi atau kering,
keadaan yang stabil yang dapat disatukan/digabungkan dengan campuran
multivitamin-mineral atau secara langsung ditambahkan ke pangan. Bentuk
komersial yang paling penting dari vitamin A adalah vitamin A asetat dan vitamin
A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retionol  atau karoten (sebagai beta-karoten
dan beta-apo-8’ karotenal) dapat dibuat secara komersial untuk ditambahkan ke
pangan. Pangan pembawa seperti gula, lemak, dan minyak, garam, the, sereal, dan
monosodium glutamat (MSG) telah (dapat) difortifikasi  oleh vitamin A. (Siagian,
2003).

Anda mungkin juga menyukai