Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

TEKNOLOGI BAHAN PANGAN


(SUPLEMENTASI, FORTIFIKASI,
ENRICHMENT, DAN KOMPLEMENTASI)

Oleh:

1. Arina Hidayati (1314004)


2. Rizky Bagus (1314011)
3. Waelmy Artiana P. (1314035)
4. Mayang Pesona S. (1314078)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat
mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha   pemenuhan
kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar. Dalam
kaitan ini, penjelasan Undang-undang Republik Indonesia No. 7  Tahun 1996
tentang Pangan, bahkan secara tegas  menyatakan bahwa “Pangan sebagai
kebutuhan dasar manusia yang  pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat
Indonesia harus   senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi,
dan  beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat”.
Pangan yang tersedia haruslah pangan yang aman untuk
dikonsumsi,  bermutu dan bergizi karena berhubungan dengan Pertumbuahan
yang erat kaitannya dengan kecukupan asupan nutrisi dalam tubuh. Pertumbuahan
tubuh membutuhkan nutrisi mikro dan makro. Nutrisi makro adalah Zat gizi
Makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram.
Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak dan
protein. sedangkan nutrisi mikro adalah Zat gizi mikro adalah zat gizi yang
dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tapi ada dalam makanan. Zat
gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. Zat gizi
mikro menggunakan satuan mg untuk sebagian besar mineral dan vitamin.
Namun, selama Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan
sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizinya, yang sebagain besar tidak
diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada
sebagaian besar proses pengolahan karena sensitif terhadap pH, oksigen, sinar dan
panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi mikro terutama tembaga dan zat besi
serta enzim kemungkinan sebagai katalis dalam proses tersebut(Palupi, 2007).
Dengan demikian Penduduk dunia, dengan proporsi yang signifikan, beresiko zat-
zat Gizi Mikro.
Dampak dari kekurangan zat mikro ialah ketidakmampuan belajar secara
baik, penurunan produktivitas kerja, kesakitan, dan bahkan kematian. Kekurangan
zat gizi mikro esensial mengakibatkan ketidakmampuan belajar dengan baik,
keterlambatan mental, kesehatan yang buruk, kapasitas kerja yang rendah,
kebutaan, dan kematian yang prematur. Hal ini mengakibatkan kehilangan potensi
sosial ekonomi dari masyarakat. Menurut publikasi Bank Dunia (World Bank,
1994), Kekurangan vitamin A, iodium, dan besi dapat menghabiskan 5% dari
produk domestik bruto (PDR) suatu negara (bandingkan dengan hanya 0.3% PDR
untuk penanggulangannya).
Kekurangan zat gizi mikro harus diatasi salah satunya adalah teknologi
pangan dalam memperkaya kandungan gizi yaitu teknologi fortifikasi,
suplementasi, enrichment dan komplementasi pangan. Dengan zat gizimikro
sebagai salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status
mikronutrien pangan. Ini upaya untuk memperbaiki kualitas pangan selain dari
perbaikan praktek-praktek pertanian yang baik (good agricultural practices),
perbaikan pengolahan dan penyimpangan pangan (good manufacturing practices),
dan memperbaiki pendidikan konsumen untuk mengadopsi praktek-praktek
penyediaan pangan yang baik.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari fortifikasi, suplementasi, enrichment dan komplementasi ?
2. Apa tujuan fortifikasi, suplementasi, enrichment dan komplementasi?
3. Apa saja langkah-langkah fortifikasi, suplementasi, enrichment dan
komplementasi?
4. Apa saja pengaruh terhadap mutu dengan proses yang terjadi?
5. Apa saja contoh produk yang dihasilkan dari proses tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Fortifikasi, Suplementasi, Enrichment, dan Komplementasi


Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) pada
taraf yang lebih tinggi daripada yang ditemukan pada pangan asal/awal. Tujuan
utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang
ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi.
Enrichment (pengkayaan) biasanya mengacu kepada penambahan satu atau
lebih zat gii pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar
internasional
Suplementasi pangan ditujukan untuk menambah konsumsi pangan sehari-
hari yang kurang yang diakibatan oleh berbagai hal seperti kurangnya pengertian,
lemahnya ekonomi, dan sebagainya Penanganan defisiensi zat besi melalui
suplementasi tablet zat besi merupakan cara yang paling efektif untuk
meningkatkan kadar zat besi dalam jangka pendek. Suplementasi biasanya
ditujukan pada golongan yang rawan mengalami defisiensi besi seperti ibu hamil
dan ibu menyusui. Di Indonesia, pemerintah melakukan program suplementasi
gratis pada ibu hamil melalui Puskesmas dan Posyandu, dengan menggunakan
tablet besi folat (mengandung 60 mg elemental besi dan 0,25 mg asam folat).
Komplementasi (food suplement) pencampuran 2 atau lebih bahan makanan
sehingga kekurangan zat gizi pada bahan makanan dilengkapi dari bahan makanan
lain yang ditambahkan.
Harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan
defisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa
kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian,
fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi
zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.
2.2. Tujuan Fortifikasi, Suplementasi, Enrichment, dan Komplementasi
Tujuan dasar dari semua program-program fortifikasi, suplementasi,
enrichment, dan komplementasi adalah untuk manjamin bahwa zat gizimikro yang
dibutuhkan tersedia dan dikonsunsi dalam jumlah yang cukup, oleh penduduk
(terutama penduduk yang rentan terhadap kekurangan zat gizimikro tersebut).
Strategi-strategi yang digunakan harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus
menggunakan sistem dan teknologi yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi
mencakup promosi pemberian ASI, modifikasi makanan (misalnya meningkatkan
ketersediaan pangan dan meningkatkan konsumsi pangan)
2.3. Langkah-langkah Fortifikasi, Suplementasi, Enrichment dan Komplementasi
Langkah-langkah pengembangan program fortifikasi, suplementasi, enrichment dan
komplementasi pangan, antara lain adalah:
a) Menentukan prevalensi defisiensi mikronutrien
b) Segmen populasi (menentukan segmen)
c) Tentukan asupan mikronutrien dari survey makanan
d) Dapatkan data konsumsi untuk pengan pembawa (vehicle) yang
potensial
e) Tentukan availabilitas mikronutrien dari jenis pangan
f) Mencari dukungan pemerintah (pembuat kebijakan dan peraturan)
g) Mencari dukungan industri pangan.
h) Mengukur (Asses) status pangan pembawa potensial dan cabang industri
pengolahan(termasuk suplai bahan baku dan penjualan produk)
i) Memilih jenis dan jumlah campurannya
j) Kembangkan teknologi fortifikasi, suplementasi, enrichment dan
komplementasi
k) Lakukan studi pada interaksi, potensi stabilitas, penyimpangan dan
kualitas organoleptik dari produk
l) Tentukan bioavailabilitas pangan hasil fortifikasi, suplementasi, enrichment
dan komplementasi
m) Lakukan pengujian lapangan untuk menentukan efficacy dan kefektifan
n) Kembangkan standar-standar untuk pangan hasil fortifikasi, suplementasi,
enrichment dan komplementasi
o) Defenisikan produk akhir dan keperluan-keperluan penyerapan dan
pelabelan
p) Kembangkan peraturan-peraturan untuk mandatory compliance
q) Promosikan (kembangkan) untuk meningkatkan keterterimaan oleh
konsumen.
2.4. Pengaruh Terhadap Mutu
Perbaikan pangan/makanan dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan
(availability) makanan, akses reguler, dan konsumsi pangan yang kaya vitamin
dan mineral pada kelompok beresiko dan kelompok yang defisien di negara-
negara berkembang.
Pengaruh dari proses fortifikasi, suplementasi, enrichment dan
komplementasi yaitu memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk
memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang akan ditambahkan), mengembalikan
zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang signifikan dalam pangan akan
tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan, untuk meningkatkan kualitas
gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan
bergizi, untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang
menggantikan pangan lain.
2.5. Contoh Produk
 Golden rice
Golden Rice adalah kultivar (varietas) padi transgenik hasil rekayasa genetika
yang berasnya mengandung beta-karoten (pro-vitamin A) pada bagian
endospermanya. Kandungan beta-karoten ini menyebabkan warna berasnya
tersebut tampak kuning-jingga sehingga kultivarnya dinamakan ‘Golden Rice’
(“Beras Emas”). Pada tipe liar (normal), endosperma padi tidak menghasilkan
beta-karoten dan akan berwarna putih hingga putih kusam. Di dalam tubuh
manusia, beta-karoten akan diubah menjadi vitamin A. Kultivar padi ini dibuat
untuk mengatasi defisiensi atau kekurangan vitamin A yang masih tinggi
prevalensinya pada anak-anak, terutama di wilayah Asia dan Afrika. Nasi menjadi
pangan pokok bagi sebagian besar warga di sana, dan kemiskinan sering kali tidak
memungkinkan penyediaan sayuran atau buah-buahan yang biasa menjadi sumber
provitamin-A dalam menu makanan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) pada taraf
yang lebih tinggi daripada yang ditemukan pada pangan asal/awal. Tujuan utama
adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan
untuk meningkatkan status gizi populasi.
Enrichment (pengkayaan) biasanya mengacu kepada penambahan satu atau
lebih zat gii pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar
internasional
Suplementasi pangan ditujukan untuk menambah konsumsi pangan sehari-
hari yang kurang yang diakibatan oleh berbagai hal
Perbaikan pangan/makanan dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan
(availability) makanan, akses reguler, dan konsumsi pangan yang kaya vitamin
dan mineral pada kelompok beresiko dan kelompok yang defisien di negara-
negara berkembang.
Daftar Pustaka

Bauernd, JC. 1994. Nutrification of Foods. In Shils, MD.; Olsm, JA.; Shike, M.
Ed. Modern nutrition in health an disease. Lea and Febiger, 8th Edition, Chaper
Harris, RS. 1968. Attitudes and approaches to supplementation offoods with
nutrients. J. Agr. Food Chern. 16(2), 149-152.
INNAG. 1993. Iron EDTA for food fortifikation. A report of the INAAG.
Wahongton, DC. USA.

Anda mungkin juga menyukai