Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL PENGEMBANGAN RESEP

MAKANAN TINGGI PROTEIN

Dosen Pembimbing: Zulfiana Dewi, SKM., MP.

Disusun oleh :

Bahjatannor Layyina P07131215088

Dwi Amalia Lestari P07131215094

Muhammad Hafie P07131215106

Rosalina P07131215119

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

DIPLOMA IV

JURUSAN GIZI

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekurangan vitamin A atau KVA merupakan salah satu masalah gizi
yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA
balita tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain seperti Afrika, Amerika,
Eropa, Timur Tengah dan Pasifik Barat. Di Indonesia masalah kekurangan
vitamin A pada tahun 2011 sudah dapat dikendalikan, namun secara subklinis
prevalensi kekurangan vitamin A terutama pada kadar serum retinol dalam
darah kurang dari 20µg/dl masih mencapai 0,8% (Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi, 2012).
Kekurangan vitamin A disebabkan karena kurangnya intake vitamin A
dalam tubuh. Intake vitamin A didapatkan dari asupan makanan yang
mengandung vitamin A dari sumber hewani atau pro-vitamin A dari sumber
nabati. Makanan yang mengandung vitamin A tergolong mahal dipasaran,
sehingga sebagian besar masyarakat miskin sangat sulit untuk mendapatkan
makanan sumber vitamin A untuk mencukupi kebutuhan akan vitamin A
sehari-hari (Nadimin, 2011).
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat
digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan
jaringan tubuh. Fungsi lain dari protein adalah untuk mengatur keseimbangan
air, pembentukan ikatan-ikatan essensial tubuh, memelihara netralitas tubuh,
sebagai pembentuk antibodi, mengatur zat gizi dan sebagai sumber energi
(Almatsier, 2001). Protein dikatakan sebagai sumber energi yang ekivalen
dengan karbohidrat karena menghasilkan 4 kkal/g protein (Barasi, 2007).
Kekurangan protein dapat menyebabkan penyakit yang dinamakan
kwashiorkor yang biasanya banyak menyerang anak-anak bawah umur lima
tahun atau balita (Almatsier, 2001).
Wortel merupakan sayuran yang mempunyai banyak khasiat. Selama
ini wortel belum dimanfaatkan secara optimal, wortel hanya dimanfaatkan
dalam pengolahan sayur seperti sup, urap, trancam, dan lain-lain. Rasa wortel
yang tidak disukai khususnya oleh anak-anak, mengakibatkan jenis sayuran
ini jarang dikonsumsi oleh anak-anak. Wortel sarat dengan karoten total, beta
karoten serta air. Beta karoten di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin
A, zat gizi yang penting untuk fungsi retina (Khomsan, 2007). Selain itu
kandungan isocoumarin pada wortel segar mengakibatkan wortel mempunyai
aroma langu dan rasa pahit yang kurang disukai konsumen. Wortel dapat
diolah lebih lanjut antara lain yaitu mie basah wortel (Nasution, 2006),
kerupuk wortel (Retnaningrum, 2006), dodol wortel (Hastuti, 2005), biskuit
dari tepung wortel (Astuti, 2004).
Tahu merupakan makanan tradisional bagi masyarakat Indonesia
sebagai makanan sumber protein yang bermutu tinggi karena banyak terdapat
asam amino esensial (Harmayani, 2009). Tahu memiliki kandungan protein
nabati yang lebih baik dibandingkan protein hewani yang bersumber dari
daging, susu maupun telur dan tahu memiliki protein yang hampir setara
dengan daging. Tahu sangat digemari oleh semua kalangan masyarakat, selain
itu tahu juga dapat dibuat dengan mudah tanpa harus memerlukan keahlian
khusus dari seseorang dengan latar belakang ilmu pengetahuan tertentu
(Supriatna, 2007).
Selain tahu, Indonesia menyimpan potensi sumberdaya kelautan yang
berlimpah, baik potensi hayati maupun non-hayati yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia sebagai usaha perikanan, pertambangan, objek wisata, dan jasa
transportasi guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Wilayah perairan
Indonesia yang meliputi dua pertiga bagiannya berpotensi dalam memajukan
peluang usaha pada sektor perikanan khususnya sebagai sumber pangan dan
komoditas perdagangan (Sinar Tani, 2006).
Cumi-cumi atau dalam bahasa latin Loligo sp. merupakan sumber
makanan yang bergizi tinggi. Kandungan protein cumi-cumi sekitar 67%,
selain itu terdapat asam amino esenssial dan non-esenssial serta mengandung
unsur-unsur mineral makro dan mikro serta berbagai kandungan nutrisi lain
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh (Astawan, 2009). Ikan rucah memiliki
kandungan protein sekitar 60%, selain itu kandungan asam lemak yang tinggi
pada ikan rucah memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan dan
pertahanan sistem imun tubuh (Alimuddin, 2005).
Oleh karena itu, diharapkan kombinasi antara bahan makanan sumber
protein dan vitamin A dapat mengurangi dampak kejadian kekurangan
vitamin A pada anak.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah bagaimana
pengembangan resep untuk makanan tinggi protein.

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk menghasilkan produk baru yang tinggi protein berdasarkan
resep yang telah ada.
1.3.2 Untuk mengetahui daya terima produk baru yang tinggi protein
berdasarkan resep yang telah ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Resep


Pengembangan resep adalah kegiatan untuk meningkatkan menu
sehingga lebih berkualitas dalam aspek rasa, aroma, penampilan dan nilai
gizi dengan tetap memperhatikan prinsip dasar dari resep awalnya. Selain
itu, pengembangan resep jugamerupakan cara untuk menambah variasi
menu dan bertujuan untuk meningkatkandaya terima pasien terhadap
menu yang disajikan.
Tujuan dari pengembangan resep adalah untuk menjamin bahwa
makanan yang disajikan selalu konsisten jualitas dan kuantitasnya, sebagai
panduan kerja bagi juru masak agar menghasilkan kualitas masakan yang
sama, dan juga sebagai alat kontrol produksi. Pengembangan resep
diperlukan untuk meningkatkan daya terima pasien terhadap menu yang
disajikan.
Modifikasi resep sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citarasa
makanan. Menu yang telah ada dimodifikasi, sehingga dapat mengurangi
rasa bosan/jenuh pasien terhadap masakan yang sering disajikan. Demikian
pula pengembangan resep untuk meningkatkan nilai gizi masakan, sekaligus
meningkatkan daya terima pasien. Modifikasi resep dapat berupa modifikasi
bahan pendukungnya, modifikasi bentuk, atau cara pengolahannya. Dengan
demikian, modifikasi resep dimaksudkan untuk : (1) Meningkatkan
keanekaragaman masakan bagi pasien ; (2) Meningkatkan nilai gizi pada
masakan; dan (3) Meningkatkan daya terima pasien terhadap masakan
(Aritonang, 2014).

2.2 Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling
erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal
dari bahasa Yunani (Greek) proteus yang berarti “yang pertama” atau “yang
terpenting”. Seorang ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi
susunan tubuh yang mengandung nitrogen dan menamakannya protein,
terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga unit
pembangun protein) (Suhardjo dan Clara, 1992).

Kebutuhan protein tubuh sekitar 1 g protein/kg berat badan perhari.


Bila dua jenis protein yang memiliki asam amino essensialpembatas yang
berbeda dikonsumsi bersama-sama, maka kekurangan asam amino dari satu
protein dapat ditutupi oleh asam amino sejenis yang berlebihan pada protein
yang lain, sehingga protein tersebut saling mendukung, karenanya perlu
sekali pengetahuan mengenai gizi dan susunan asam amino makanan.

2.3 Kekurangan Vitamin A


Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di
seluruhduniatama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur
terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan
berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related Diseases” yang
dapat berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel
kulit.Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang
umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab
utama kebutaan di negara berkembang (Depkes, 2003).
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang
Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat
kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang
menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan
anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada
keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan orang tua/ ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan
pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang
terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan
akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena
kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup
(Depkes, 2003).
Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan
perhatian yang serius. Meskipun hasil survei Xeroftalmia (1992)
menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria WHO secara Klinis KVA di
Indonesia sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (<0,5%).
Namun pada survei yang sama menunjukkan bahwa 50% balita masih
menderita KVA Sub Klinis (serum retinol< 20 ug/dl). Hal tersebut
seyogyanya menjadi perhatian kita bahwa separuh dari jumlah balita di
Indonesia masih terancam kebutaan karena KVA (Depkes, 2003).
Pencegahan kekurangan vitamin A diberikan tinggi untuk mengoreksi
defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan, hati, susu, telur terutama kuning
telur, sayuran hijau (bayam, daun singkongatuk, kangkung), buah berwarna
merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi
jalar kuning, dan jagung kuning (Depkes, 2003).

2.4 Cumi-cumi
Cumi-cumi merupakan produk laut yang banyak terdapat di perairan
Indonesia. Sebagian besar cumi diolah menjadi bahan makanan protein
tinggi. Cumi-cumi memiliki sifat mudah mengalami penurunan mutu
sehingga perlu dilakukan pengolahan agar cita rasanya tidak berkurang.
Jenis produk olahan cumi-cumi sebagai konsumsi lokal masih terbatas
antara lain cumi-cumi kertas, cumi-cumi kering asin, cumi-cumi asap dan
cumi-cumi kaleng. Cumi-cumi memiliki daging putih yang merupakan salah
satu kelebihan tersendiri dan disukai oleh masyarakat. Cumi-cumi adalah
jenis chepalopoda yang dikenal dalam dunia perdagangan disamping sotong
dan gurita. Di bidang perikanan komersial, cumi-cumi merupakan salah satu
komoditas perikanan yang cukup penting dan menempati urutan ketiga
setelah ikan dan udang (Okuzumi dan Fuji, 2000 dalam Pricilia, 2011).
Di Indonesia tidak semua jenis cumi-cumi disukai oleh masyarakat
untuk di konsumsi segar, karena mempunyai daging yang sangat tebal. Oleh
karena itu perlu pengolahan yang menjadikan produk ini lebih menarik.
Cumi olahan merupakan salah satu alternatif yang dapat dibuat dalam
pengembangan produk makanan berbahan baku cumi-cumi. Cumi-cumi
yang telah mengalami perebusan, pengeringan dan dilanjutkan dengan cara
menggoreng agar supaya cumi-cumi tersebut memiliki penampakkan yang
menarik dan aromanya yang khas. Konsumsi makanan yang berasal dari laut
seperti cumi-cumi semakin meningkat, setelah adanya kesadaran akan
pentingnya bahan makanan tersebut sebagai sumber nutrisi bagi tubuh.
Protein, lemak dan komponen lain yang berasal dari makanan hasil laut
memiliki keistimewahan tersendiri. Pada cumi-cumi selain dagingnya yang
mudah dicerna, juga mengandung asam amino esensial serta kaya akan
mineral seperti fosfor dan kalsium yang berguna untuk pertumbuhan dan
pembangunan tulang (Pricilia, 2011).
Karakteristik dari cumi-cumi adalah adanya kantung tinta yang
terdapat di atas usus besar dan bermuara di dekat anus. Bila cumi-cumi
diserang musuh, kantung tinta akan berkontraksi melalui pipa.Hal ini
menyebabkan pembentukan awan hitam di sekililingnya
yangmemungkinkan terhindar dari serangan musuh. Cumi-cumi
mengandung 78,1-82,5 % air, 0,2-1,4% lemak,14,8-18,8% protein dan 1,2-
1,7 % abu, dan bagian yang dapat dimakan meliputi badan, kepala, dan
tentakel (Pricilia, 2011).
Analisis asam aminonya menggunakan alatanalisisino Beckman 6300
dan ternyata glisin mempunyai kandungan terbesar diikuti prolin dan
arginin. Kandungan protein dalam cumi-cumi memang cukup tinggi. Dalam
100 g daging cumi-cumi mengandung 15,3 g protein, 1,0 g lemak,79,3 g air,
1,8 g abu, 3 g karbohidrat dan menghasilkan energi sebesar 89 kalori,
sedangkan kolesterol tidak ditemukan (Pricilia, 2011).
Penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Konusu
dalam Borgstrom (1965) menunjukkan bahwa komponen asam amino
penyusun protein dalam 100 gr cumi-cumi, mempunyai kandungan prolin
yang terbesar (67,3 mg %), diikuti histidin, arginin, gliski dan alanin.
2.5 Wortel
Wortel (Daucuscarota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang
biasanya berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan
tekstur serupa kayu (Malasari 2005). Bagian yang dapat dimakan dari wortel
adalah bagian umbi atau akarnya. Cadangan makanan tanaman ini disimpan
didalam umbi. Kulit umbi wortel tipis dan jika dimakan mentah terasa
renyah dan agak manis (Makmun 2007).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tanaman wortel memiliki
kandungan senyawa aktif, yaitu: protein, karbohidrat, lemak, serat, gula
alamiah, pektin, glutatin, asparaginin, geraniol, flavonoida, pinena,
limonena dan beta karoten. Karoten memberikan karakteristik warna jingga
pada wortel. Warna umbi kuning kemerah-merahan, mempunyai karoten A
yang sangat tinggi, Umbi wortel juga mengandung vitamin B, Vitamin C
dan mineral. Wortel ini juga kaya akan vitamin A, B kompleks, C, D, E, K,
dan antioksidan (Muchtadi, 2000).
Wortel merupakan sayuran yang multi khasiat bagi pelayanan
kesehatan masyarakat luas. Di Indonesia wortel dapat dianjurkan sebagai
bahan pangan potensial untuk mengentaskan masalah penyakit kurang
vitamin A karena kandungan karoten (pro vitamin A) pada wortel dapat
mencegah penyakit rabun senja (buta ayam) dan masalah kurang gizi. Beta
karoten di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A, zat gizi yang sangat
penting untuk fungsi retina. Dalam setiap 100 gram wortel mengandung
12.000 SI vitamin A (Berlian dan Rahayu, 1995).
Menurut Muchtadi (2000), sayuran yang tergolong memiliki kadar
serat pangan tinggi, baik serat pangan larut maupun serat pangan tidak larut
adalah wortel. Serat pangan larut lebih efektif dalam mereduksi plasma
kolesterol yaitu lowdensity lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar
highdensity lipoprotein (HDL). Serat pangan larut juga dapat membantu
mengurangi terjadinya obesitas, penyakit jantung dan mencegah penyakit
divertikulosis. Serat pangan tidak larut sangat penting peranannya dalam
pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi (susah buang air
besar), ambeien, kanker usus besar dan infeksi usus buntu.
2.6 Tahu
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycinesp.) dengan cara pengendapan
proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (Badan
Standarisasi Nasional, 1998). Tahu merupakan bahan pangan yang bertahan
hanya selama 1 hari saja tanpa pengawet. Tahu terdiri dari berbagai jenis,
yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori.
Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya
dan jenis penggumpal yang digunakan (Sarwono dan Saragih, 2004). Bahan
– bahan dasar pembuatan tahu antara lain kedelai, bahan penggumpal dan
pewarna (jika perlu). Kedelai yang dipakai harus bermutu tinggi (kandungan
gizi memenuhi standar), utuh dan bersih dari segala kotoran. Senyawa
penggumpal yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat (CaSO4), asam
cuka, dan biang tahu, sedangkan zat pewarna yang dianjurkan dipakai
adalah kunyit. Tahap-tahap dalam pembuatan tahu antara lain merendam
kedelai, mengupas, menggiling, menyaring, memasak, menggumpalkan,
mencetak dan memotong (Santoso, 2005).
Tahu seringkali disebut sebagai daging tidak bertulang karena
kandungan gizinya, terutama mutu proteinnya yang setara dengan daging
hewan. Mutu protein suatu bahan pangan juga bisa dilihat dari kandungan
asam amino penyusunnya. Tahu merupakan produk olahan kedelai yang
kandungan asam aminonya paling lengkap bila dibandingkan dengan
produk olahan kedelai lainnya. Bila dibandingkan dengan susunan dan
jumlah asam amino yang disarankan FAO/WHO, tahu mampu memenuhi
70-160% dari kebutuhan tubuh (Sarwono dan Saragih, 2004).
Sumber : Purawisastra, dkk., 1993.

2.7 Telur
Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan yang
memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi
masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena
mengandung zat – zat gizi yang sangat baik & mudah dicerna. Oleh
karenanya telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak –
anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam
jumlah banyak dan juga dianjurkan diberikan kepada orang yang sedang
sakit untuk mempercepat proses kesembuhannya. Telur merupakan sumber
gizi yang sangat baik. Satu butir telur mengandung sekitar 6 gram protein,
sejumlah vitamin (A, B, D, K), kolin, selenium, yodium, fosfor, besi, &
seng. Memiliki vitamin A untuk pengelihatan, pertumbuhan sel, & kulit
yang sehat.
Hasil penelitian pada 1 butir telur ayam ras (57 gram) menunjukkan
kandungan asam amino sebanyak 17 macam dengan kadar masing-masing
sebagai berikut : asam aspartat 0,87%, treonin 0,30%, serin 0,48%, asam
glutamat 1,05%, glisin 0,27%, alanin 0,47%, valin 0,27%, metionin 0,12%,
isoleusin 0,26%, leusin 0,60%, tiroksin 0,23%, fenilalanin 0,40%, lisin
0,42%, histidin 0,14%, arginin 0,47% dan prolin 0,28% (sistein rusak pada
saat hidrolisis).

2.8 Uji Organoleptik melalui Uji Hedonik


Penilaian organoleptik adalah suatu disiplin ilmu yang digunakan
untuk mengungkap, mengukur, menganalisa dan menafsir reaksi indera
penglihatan, perasa, pembau dan peraba ketika menangkap karakteristik
produk. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis berdasarkan faktor
kesukaan.
Karakteristik pengujian organoleptik menurut Bambang Kartika,
(1988) adalah penguji cenderung melakukan penilaian berdasarkan
kesukaan, penguji tanpa melakukan latihan, penguji umumnya tidak
melakukan penginderaan berdasarkan kemampuan seperti dalam pengujian
inderawi, pengujian dilakukan di tempat terbuka sehingga diskusi
kemungkinan terjadi.
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan
adalah mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan indera perabaan
atau sentuhan. Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan
dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah kesan
adalah gambaran dari sebaran atau cakupan alat indera yang menerima
rangsangan. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan
kemampuan alat indra memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima.
Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendeteksi (detection),
mengenali (recognition), membedakan (discrimination), membandingkan
(scalling) dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (hedonik).
Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat sulit
untuk dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih
sulit untuk dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga sulit atau dari
yang paling sederhana sampai yang komplek (rumit).
Pengujian organoleptik atau sensory test didefinisikan sebagai metode
untuk mengukur, menganalisa dan menginterprestasikan reaksi dari
karakteristik bahan pangan yang diterima melalui penglihatan, bau, rasa,
sentuhan dan pendengaran atau suara. Penilaian atau uji organoleptik
dikenal juga dengan penilaian sensori atau penilaian inderawi dimana secara
tradisional sudah berkembang sejak zaman dahulu, yakni di saat manusia
sudah mulai memperhatikan kualitas lingkungan disekitarnya. Uji sensori
merupakan suatu cara penilaian subjektif tertua yang sangat umum
digunakan untuk memilih hampir semua komoditi terutama hasil pertanian
dalam arti luas, seperti buah – buahan, ikan, rempah – rempah, minyak dan
lain – lain.
Penilaian organoleptik dimanfaatkan oleh industri terutama industri
pangan dan juga penelitian unutuk pengukuran atribut – atribut mutu dengan
menggunakan manusia sebagai alat pengukuran. Berdasarkan kemampuan
penginderaannya (mata, hidung, telinga, lidah dan kulit). Tujuan
organoleptik adalah untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan –
pertanyaan menyangkut mutu produk yang berkaitan dengan pembedaan
(untuk membedakan mutu organoleptik baik satu atau beberapa atribut
organoleptik maupun secara keseluruhan), afektifitas (untuk mengukur
preferensi dan penerimaan) dan deskriptif (untuk mendeskripsikan atribut –
atribut organoleptik).
Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan
(discriminative test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective
test). Pada praktikum ini dilakukan uji organoleptik melalui uji afektif. Uji
afektif digunakan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap
produk berdasarkan sifat-sifat organoleptik. Hasil yang diperoleh adalah
penerimaan (diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka/tidak suka),
pilihan (pilih satu dari yang lain) terhadap produk. Metode ini terdiri atas
Uji Perbandingan Pasangan (Paired Comparation), Uji Hedonik dan Uji
Ranking. Dan uji afektif yang digunakan adalah uji hedonik.
Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan
untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini
disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak
suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat
direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki.
Dalam analisis datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala
angka dengan angka manaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7 atau 9
tingkat kesukaan). Dengan data ini dapat dilakukan analisa statistik.

2.9 Uji Fisik


Uji Fisik adalah uji dimana kualitas produk diukur secara objektif
berdasarkan hal-hal fisik yang nampak dari suatu produk. Prinsip uji fisik
yaitu Pengujian dilakukan dengan cara kasat mata, penciuman, perabaan dan
pengecapan dan alat-alat tertentu yang sudah di akui secara
akademis. (Kartika, 1998).
Pertama, menggunakan indera manusia, dengan cara menyentuh,
memijit, menggigit, mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita
sampaikan apa yang kita rasakan. Ini yang disebut dengan analisa sensori.
Karena reaksi kita sebagai manusia yang menguji berbeda-beda, maka
diperlukan analisa statistik untuk menyimpulkan skala perbedaan ataupun
tingkat kesukaan penguji terhadap produk tersebut. Cara uji kedua dengan
pendekatan fisik, menggunakan instrument atau peralatan tertentu, (Kartika,
1998).
Uji morfologi adalah uji yang dilakukan terhadap produk pangan
seperti bentuk, ukuran dan warna atau faktor-faktor luaran dari produk
pangan. (Prabaningtyas 2003).

2.10 Uji Kimia dengan Metode Ninhydrin (Uji Protein)


Cara untuk mengklasifikasikan asam amino ada beberapa cara antara
lain cara mendasar pada jumlah gugus karboksilat dan gugus asam amino
yang terkandung oleh senyawa itu. (Bayu. D, 2002)
Semua asam amino, atau peptida yang mengandung α amino bebas
akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna
biru-ungu. Namun prolin dan hidroksipolin menghasilkan senyawa
berwarna kuning. (Berry. S, 2000).
Protein bersifat amfoter, yaitu dapat beraksi dengan larutan asam
maupun basa. Daya larut protein berbeda didalam air, asam dan basa
sebagian ada yang mudah larut . dan ada pula yang sukar laut. Apabila
protein tidak larut lemak seperti eter atau kloroform. Apabila protein
dipanaskan atau diditambahkan etanol absolut maka protein menggumpul
(terkoagulasi). Hal ini diaebabkan etanol menarik mental air yang
melengkapi molekul-molekul protein.
Uji ninhidrin adalah uji umum untuk protein dan asam amino.
Ninhidrin dapat mengubah asam amino menjadi suatu aldehida. Ninhidrin
dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes larutan ninhidrin yang
terlihat tidak warna kedalam sampel, kemudian dipanaskan beberapa menit.
Adanya protein ditandai dengan adanya perubahan warna ungu.
Protein memiliki molekul besar dengan berat molekul yang bervariasi
antara 5000 hingga jutaan dengan hidrolisis oleh asam atau oleh enzim
protein akan menghasilkan asam amino, ada 20 jenis asam amino yang
terdapat dalam molekul protein. (Riawan, 1990)
Ninhidrin bereaksi dengan asam amino bebas dan protein
menghasilkan warna biru. Reaksi yang paling umum digunakan untuk
analisis kualitatif protein dan produk hasil hidroplisisnya. Reaksi ninhidrin
dapat pula dilakukan terhadap urin untuk mengetahui adanya asam amino
atau mengetahui adanya pelepasn protein oleh cairan tubuh.

2.11 Uji Biologis


Pengujian dilakukan dengan pemberian perlakuan uji coba pada
makhluk hidup, biasanya pada hewan seperti tikus atau mencit.
2.12 Uji Mikrobiologi
Prinsip dari metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC)
adalah menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media
agar, sehingga mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop.
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus
dikuasai. Tujuan dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah
kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan
diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan
perhitungan yang tepat. Pengenceran memudahkan dalam perhitungan
koloni (Fardiaz, 1993). Setelah dilakukan pengenceran, kemudian dilakukan
penanaman pada media lempeng agar. Setelah diinkubasi, jumlah koloni
masing-masing cawan diamati dan dihitung. Koloni merupakan sekumpulan
mikroorganisme yang memiliki kesamaan sifat seperti bentuk, susunan,
permukaan, dan sebagainya. Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap
cawan petri dengan jumlah koloni bakteri antara 30-300. Perhitungan Total
Plate Countdinyatakan sebagai jumlah koloni bakteri hasil perhitungan
dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari metode TPC adalah dapat
mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat
diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Pengembangan resep dilakukan pada hari Senin tanggal 26 Maret
2018 di Laboratorium ITP Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan Gizi.
Pengembangan resep ini dimulai dari persiapan bahan makanaan,
pengolahan bahan makanan hingga penyajian makanan dan penilaian
subjektif panelis terhadap makanan.

3.2 Kasus
An.Ab, laki-laki, usia 6 tahun, BB 14 kg, TB 108 cm, LILA 15 cm,
MRS di ruang perawatan kelas III RSUD dr. Saiful Anwar Malang, dengan
keluhan utama demam, disertai diare, dengan manifestasi klinik KVA
dengan tanda bitot spot (XIB), Ab masuk RS sudah dua hari ini, saat ini
mengalami diare sebanyak 4 kali sehari, rewel, nafsu makan berkurang dan
demam. Riwayat penyakit dahulu : pasien sering mengeluhkan sakit pada
matanya.
An. Ab adalah seorang siswa SD kelas satu, anak keempat dari lima
bersaudara. Orang tua (ayah) bekerja sebagai buruh pada suatu pabrik
rokok, dengan rata-rata penghasilan per bulan Rp. 900.000, dan ibu sebagai
IRT.
Kebiasaan makan pasien sebelum MRS, ia makan utama sebanyak 2-3
kali sehari, tanpa sarapan pagi. Pasien tidak memiliki alergi dan pantangan
makanan tertentu. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pola
makan pasien adalah sebagai berikut : konsumsi nasi, 2-3 kali sehari @ ¼
gelas, lauk hewani (telur/ikan 1 kali sehari, @ 1 butir/1 potong sedang,
ayam 1-2 kali seminggu, @1 potong sedang), lauk nabati (tempe/tahu, 1-2
kali sehari, @ 1 potong sedang), sayuran (biasanya mengkonsumsi
kangkung, bayam, rata-rata @ ¼ gelas/hari), buah (mangga, rambutan,
tergantung musim, @ 1 kali/hari).
Konsumsi makan pasien ketika di RS : nafsu makan kurang baik,
jarang menghabiskan makanan yang diberikan oleh RS, hasil recall
konsumsi makan 24 jam pasien adalah : energi 1297,9 kalori, protein 38,9 g,
lemak 28 g, dan KH 183 g, dan saat ini pasien diberikan diet TETP. Hasil
pemeriksaan fisik : KU lemah, ditemukan bercak putih pada mata.
Kesadaran CM (composmentis), Klinis : TD 110/70 mmHg, T 380C, N
129x/menit, laboratorium :
Hb 9 g/dl
Leukosit 13.000 mm3
LED 5 mm/jam
Kadar vitamin A serum 300 µg/I
Rencanakan diagnosis gizi dan terapi gizi pada kasus tersebut
berdasarkan NCP !

I. Identitas Pasien/Klien
Nama : An. Ab
Umur : 6 tahun
Tinggi Badan : 108 cm
Berat Badan : 14 kg
LILA : 15 cm
Jenis Kelamin : laki-laki
Keluhan : mengalami diare sebanyak 4 kali sehari, rewel,
nafsu makan berkurang dan demam.
Kebiasaan/perilaku : Makan utama sebanyak 2-3 kali sehari, tanpa
sarapan pagi.
Medis : KVA dengan tanda bitot spot (XIB)
II. Skrinning Gizi

Jawaban
No Kriteria
Ya Tidak
1 Apakah IMT normal (-2 SD sampai dengan 1 SD) √
2 Apakah pasien kehilangan BB dalam 3 minggu terakhir? √
3 Apakah asupan makan pasien menurun 1 minggu terakhir? √
Apakah pasien dengan penyakit berat dan atau membutuhkan terapi
4 √
gizi?
 Jika tidak untuk semua kriteria Skrining diulang 1 minggu kemudian
 Jika ada 1 atau lebih kriteria dengan jawaban Ya Konsul ahli gizi

III. Nutrition Assessment

·
Antropometri BB = 14 kg
· TB = 108 cm
14
· IMT = = 12,06
1,082
𝐼𝐼𝐼−𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼
Z Z Score = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼−(−1 𝐼𝐼)
12,06−14,1 2,04
= = = - 1,7
15,3−14,1 1,2

Menurut Z-Score : > 2 SD (gemuk)


A : < -3 SD (sangat kurus)
: - 3 SD sampai dengann< -2 SD (kurus)
: -2 SD sampai dengan 1 SD (Normal)
: >1 SD sampai dengan 1 SD (

Status Gizi Pasien : Normal


Biokimia · Pemeriksaan biokimia An. Ab
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan
Hb 9 g/dl 11 – 16 gr/dl Rendah
Leukosit 13.000 mm3 5.000 – 10.000 mm3 Tinggi
LED 5 mm/jam 3 – 13 mm/jam Normal
Kadar Vitamin A 300 mcg 450 mcg Rendah
Kesimpulan :
Pasien menderita Anemia, infeksi,
Fisik : KU lemah, ditemukan bercak putih pada mata. Kesadaran CM
Fisik&Klinis (composmentis)
Klinis : Tekanan Darah 110/70 mmHg (Rendah)
Suhu 380C (Tinggi)
Nadi 129x/menit (Tinggi)
Kesimpulan :
Pasien Menderita KVA dengan tanda bitot spot (XIB) dengan ditemukannya
bercak putih pada mata, KU lemah, nadi yang tinggi, serta mengalami kenaikan
suhu tubuh.
Dietary Kebiasaan Makan :
History konsumsi nasi, 2-3 kali sehari @ ¼ gelas, lauk hewani (telur/ikan 1 kali sehari, @
1 butir/1 potong sedang, ayam 1-2 kali seminggu, @ 1 potong sedang), lauk nabati
(tempe/tahu, 1-2 kai sehari, @ 1 potong sedang), sayuran (biasanya mengkonsumsi
kangkung, bayam, rata-rata @ ¼ gelas/hari), buah (mangga, rambutan, tergantung
musim, @ 1 kali/hari).

Client Riwayat penyakit :


History a. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sering mengeluhkan sakit pada
matanya
b. Riwayat Penyakit Keluarga :-
c. Riwayat Penyakit Sekarang : KVA dengan tanda bitot spot (XIB)
d. Kebiasaan hidup : Pasien makan utama sebanyak 2-3 kali sehari, tanpa
sarapan pagi

IV. Nutrition Diagnosis


 Domain Asupan
NI.1.4. Asupan energi tidak adekuat berkaitan dengan nafsu makan
kurang baik serta diare yang ditandai dengan asupan energi
1297,9 kal (69,65%).
 Domain Klinis
NC.2.2. Perubahan nilai lab yang terkait gizi berkaitan dengan KVA
dengan tanda bitot spot (XIB) yang ditandai dengan rendahnya
kadar vitamin A yaitu 300 mcg.
a. Domain Perilaku
NB.1.2. Perilaku dan kepercayaan yang salah terkait dengan makanan
atau gizi berkaitan dengan kebiasaan tidak sarapan pagi yang
ditandai dengan kadar Hb rendah yaitu 9 g/dl

V. Nutrition Intervention
a. Jenis Diet dan Bentuk Makanan
1. Diet : TETP I
2. Bentuk Makanan : Lunak
3. Frekuensi : Porsi kecil tapi sering (makanan utama 3x
dan selingan 3x)
4. Rute : Makan dan Minum Oral

b. Tujuan Diet
1. Memberikan makanan untuk penyembuhan penyakit akibat
kekurangan vitamin A hingga terapi keadaan normal.
2. Memberikan makanan tinggi zat besi untuk mencegah anemia.
c. Prinsip Diet
1. Energi tinggi
2. Protein tinggi
3. Lemak cukup
4. Karbohidrat cukup
5. Vitamin dan mineral cukup, kecuali vitamin A tinggi
6. Bentuk makanan lunak

d. Syarat Diet
1. Energi 1863,4 kkal
2. Protein Tinggi yaitu 15% dari kebutuhan energy atau 69,87 gram
3. Lemak cukup yaitu 25% dari kebutuhan energy atau 51,76 gram
4. Karbohidrat cukup yaitu 60% dari kebutuhan energy atau 279,51
gram
5. Rendah serat yaitu 8 gram per hari
6. Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu
asam dan berbumbu tajam.
7. Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak
terlalu panas dan dingin.
8. Makanan sering diberikan dalam porsi kecil.

e. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Sehari


Rumus Nelson :
BBI = (Umur x 2) + 8
= (6 tahun x 2) + 8
= 20 kg

3 MB = 50 x BBI = 50 x 20 kg = 1000 kkal


4 Kenaikan Suhu = 10% x 1000 = 100 kkal
1000 kkal + 100 kkal = 1100 kkal
5 Pertumbuhan = 12% x 1100 = 132 kkal
1100 + 132 = 1232 kkal
6 Aktivitas = 25% x 1232 = 308 kkal
1232 + 308 = 1540 kkal
7 SDA = 10% x 1540 = 154 kkal
1540 + 154 = 1694 kkal
8 Feses = 10% x 1694 = 169,4 kkal
1694 + 169,4 = 1863,4 kkal
(±10% 1863,4 Kkal 1677,06 Kkal – 2049,74 Kkal)

Jadi Kebutuhan energi yang dibutuhkan adalah 1863,4 kkal

Kebutuhan Protein
Protein = 15% x 1863,4 = 279,51 Kkal
= 279,51 Kkal/4 gram = 69,87 gram
(± 2 gram 67,87gram – 71,87 gram)

Kebutuhan Lemak
Lemak = 25% x 1863,4 = 465,85 Kkal
= 465,85 Kkal/9 gram = 51,76 gram
( + 10% 31,05 gram = 46,58 gram – 56,37 gram )

Kebutuhan Karbohidrat
KH = 60% x 1863,4 = 111.804 Kkal
= 1118,04 Kkal/4 gram = 279,51 gram
( + 10% 326,09 gram = 251,56 gram – 307,46 gram)
3.3 Identifikasi Resep Lama dan Resep Baru
Resep Lama
Oseng Cumi Tahu

Bahan :
 1 kg cumi
 300 gr tahu cina, dihaluskan
 2 butir telur ayam
 300 ml Santan
 1 L air
 1 ruas kunyit
 2 lembar daun salam
 2 cm lengkuas, memarkan
 Garam sckp
 ½ sdt merica putih bubuk
 ½ sdt pala bubuk
 1 sdt gula pasir
 6 butir bawang merah
 2 siung bawang putih

Cara Membuat :
1. Bersihkan bahan-bahan yang akan digunakan, dan haluskan bumbu yang
hendak dipakai
2. Potong cumi dan tahu sesuai selera
3. Panaskan minyak goreng, lalu masukkan bumbu yang telah disiangi
sampai berubah warna coklat dan bau harum
4. Masukkan bumbu yang lain lalu tambahkan sedikit air setelah mendidih
masukkan telur dan cumi tunggu sampai matang
5. Masukkan tahu tunggu hingga masakan matang dan air sedikit berkurang
6. Sajikan
Diagram Alir
Cumi dan tahu dipotong

Siapkan bumbu yang akan digunakan

Panaskan sedikit minyak

Masukkan bumbu-bumbu

Tambahkan sedikit air lalu tunggu hingga mendidih

Masukkan telur dan potongan cumi

Masukkan tahu yang telah dipotong-potong

Tunggu hingga benar-benar matang

Sajikan
Resep Baru

Squid Tofu

Bahan :
 1 kg cumi
 1 sdt air jeruk nipis
 ½ sdt garam

Isian cumi :

 300 gr tahu cina, dihaluskan


 250 gr wortel
 1 btg daun sop
 2 butir telur ayam
 1 sdt kecap ikan
 ¼ sdt pala bubuk
 ¼ sdt garam
 ¼ sdt gula pasir
 ¼ sdt merica putih bubuk

Kuah Semur:

 1 ½ L air
 2 lembar daun salam
 2 cm lengkuas, memarkan
 2 cm jahe, memarkan
 2 sdt air asam jawa (dari 1 sdt asam jawa yang dilarutkan dengan 2 sdm
air)
 12 sdm Kecap Manis
 1 sdt garam
 ½ sdt merica putih bubuk
 ½ sdt pala bubuk
 1 sdt gula pasir
Bumbu, haluskan:

 6 butir bawang merah


 2 siung bawang putih
 3 butir cengkeh

Cara Membuat Squid Tofu :


1. Lumuri cumi dengan air jeruk nipis dan garam. Diamkan 15 menit.
2. Ambil 1 ekor cumi, isi dengan bahan isian. Tempelkan kepala di badan
cumi, rapatkan. Sematkan tusuk gigi di atasnya. Sisihkan.
3. Di dalam panci, masukkan air dan bumbu halus. Didihkan. Masukkan
daun salam, lengkuas, jahe, dan air asam, didihkan kembali.
4. Masukkan Kecap Manis Bango, garam, merica, pala bubuk, dan gula
pasir. Aduk rata. Masak hingga mendidih.
5. Tambahkan cumi isi, aduk. Masak di atas api kecil hingga kuah
mengental dan cumi kecokelatan.
Diagram Alir Membuat Semur squid tofu :
Cuci tahu dan cumi

Lumuri cumi dengan air jeruk nipis dan garam, diamkan 15 menit.

Haluskan tahu dan masukkan telur, aduk sampai menyatu


Panaskan sedikit minyak goreng, tumis bumbu pala bubuk, merica halus,
garam, gula pasir, kecap ikan hingga tercium harum

Masukkan adonan tahu dan telur yang telah dihaluskan, masak hinnga
matang

Masukkan tumisan tahu kedalam tubuh cumi

Panaskan sedikit minyak goreng, tumis bumbu, bawang merah, bawang
putih, cengkih,daun salam,lengkuas,asam jawa,kecap manis,garam,merica
bubuk,pala bubuk dan gula pasir. Tumis sampai tercium harum, masukkan
sedikit air

Masukkan cumi yang telah diisi, tunggu sampai bumbu mengental dan
masak hingga cumi berwarna kecoklatan.

Sajikan
3.4 Analisis Nilai Gizi
3.4.1 Resep Lama
Energi Protein (g) Lemak HA Vit. A
Bahan Makanan Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g) (SI)
Cumi-Cumi Segar 1000 1467,0 250,0 0,0 22,0 50,0 80,0
Tahu 300 204,0 0,0 23,4 13,8 4,8 0,0
Telur ayam 120 194,4 15,4 0,0 13,8 0,8 1080,0
Kecap 120 55,2 0,0 6,8 1,6 10,8 0,0
Gula pasir 10 36,4 0,0 0,0 0,0 9,4 0,0
Kecap 10 4,6 0,0 0,6 0,1 0,9 0,0
Jumlah/10 Porsi 1961,6 296,2 51,3 76,7 1160,0
Jumlah/Porsi 196,16 29,617 5,129 7,674 116

3.4.2 Resep Baru


Energi Protein (g) Lemak HA Vit. A
Bahan Makanan Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g) (SI)
Cumi-Cumi Segar 1000 1467,0 250,0 0,0 22,0 50,0 80,0
Tahu 300 204,0 0,0 23,4 13,8 4,8 0,0
Telur ayam 120 194,4 15,4 0,0 13,8 0,8 1080,0
Kecap 120 55,2 0,0 6,8 1,6 10,8 0,0
Gula pasir 10 36,4 0,0 0,0 0,0 9,4 0,0
Kecap 10 4,6 0,0 0,6 0,1 0,9 0,0
Wortel 250 105,0 0,0 3,0 0,8 23,3 30000,0
Jumlah/10 Porsi 2066,6 299,2 52,0 100,0 31160,0
Jumlah/Porsi 206,66 29,917 5,204 9,999 3116
3.5 Analisis Biaya
3.5.1 Analisis Biaya Resep Lama
Resep Lama
Nama Bahan Berat (gr) Harga/satuan Harga total
Cumi 1000 Rp. 50.000/1 kg Rp. 50.000,-

Tahu 300 Rp. 6.000/ bj Rp. 6.000,-

Telur 120 Rp. 2.000/ bj Rp. 4.000,-

Harga 10 porsi Rp. 60.000,-


Harga 1 porsi Rp. 6.000,-

3.5.2 Analisis Biaya Resep Baru


Resep Lama
Nama Bahan Berat (gr) Harga/satuan Harga total
Cumi 1000 Rp. 50.000/kg Rp.50.000,-

Tahu 300 Rp. 6.000/butir Rp. 6.000,-

Telur 120 Rp. 4.000/ bj Rp. 4.000,-

Wortel 250 Rp. 12.000/kg Rp. 3.000,-

Harga 10 porsi Rp. 63.000,-


Harga 1 porsi Rp. 6.300,-

3.6 Uji Organoleptik melalui Uji Hedonik


Panelis : 10 orang
Bahan : Semur Cumi Isi Tahu
Alat :
 Piring 2 buah
 Kuesioner 10 lembar (Lampiran 1)
 Pulpen 10 buah
Cara Kerja :
1. Semua panelis dikumpulkan disuatu tempat yang telah ditentukan dan
diberi penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian kuesioner.
2. Sampel disiapkan di dalam pring yang sudah disediakan.
3. Panelis diminta mengemukakan pendapatnya secara spontan pada data
kuesioner
4. Setelah panelis selesai mencicipi satu sampel, panelis diharapkan minum
air putih yang telah disediakan disetiap meja untuk menetralkan rasa.
5. Data dianalisis secara deskriptif kemudian membuat kesimpulan dari uji
daya terima yang telah dilakukan.

Diagram Alir :
Semua panelis dikumpulkan disuatu tempat

Penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian kuesioner

Sampel disiapkan di dalam pring yang sudah disediakan

Panelis mengisi kuesioner

Setelah mencicipi satu sampel, panelis diharapakan minum air putih

Data dianalisis

3.7 Uji Fisik


a. Bahan : Squid Tofu
b. Alat :
 Neraca analitik 1 buah
c. Cara Kerja :
1. Mengamati bentuk Squid Tofu
2. Menimbang berat Squid Tofu
3.8 Uji Kimia dengan Metode Ninhydrin (Uji Kadar Protein)
a. Alat
Beaker glass Corong
Labu iod Lampu Bunsen
Labu ukur Kaki tiga
Buret Botol semprot
Pipet volume Neraca analitik
Pipet ukur Pipet tetes

b. Bahan
Squid Tofu
Pereaksi Ninhydrin 0.1 %

c. Cara Kerja
1. Masukkan 2 ml larutan protein ke dalam tabung reaksi, kemudian
tambahkan 7 tetes larutan ninhydrin.
2. Letakkan pada penangas air mendidih selama 10 menit.
3. Amati perubahan warna yang terjadi.

3.9 Uji Biologis


a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah Squid Tofu
b. Hewan Uji
Penelitian menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
galur wistar, dengan usia kurang lebih 2-3 bulan dengan berat badan kira-
kira 150-200 gram.
c. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 25 tikus yang dibagi
dalam 5 kelompok.
3.10 Uji Mikrobiologi
a. Alat
Cawan petri Pipet volumetrik
Coloni counter Tabung reaksi
Inkubator Batang L
Lampu bunsen Vortex

b. Bahan
Alkohol 70%
Aquadest
Media PCA
1 gr Squid Tofu

c. Cara Kerja
Sebelum melakukan langkah – langkah di bawah ini, siapkan sampel
padat dengan melarutkannya di dalam aquadest steril dengan
perbandingan 1 : 10
1. Hitungan Cawan
Metode : Cawan Sebar
 Siapkan empat buah cawan petri steril berisi agar beku
 Siapkan sampel yang sudah dalam bentuk larutan
 Ambil 1 ml larutan sampel dan pindahkan ke tabung pengenceran
pertama, homogenkan
 Ambil 1 ml larutan dari tabung pengenceran pertama, lalu
pindahkan ke tabung pengenceran ketiga, homogenkan
 Lanjutkan proses pengenceran sampai mencapai faktor
pengenceran yang diinginkan(104)
 Teteskan 1 ml larutan hasil pengenceran dari tiga tabung terakhir
ke dalam cawan petri yang sudah diisi media agar PCA. Ratakan
dengan batang L
2. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah biakan dalam cawan petri
diinkubasikan dalam keadaan cawan petri yang terbalik selama 24
jam, 370C. Langkah- langkah pengamatan adalah sbb.
 Keluarkan biakan dalam cawan dari incubator
 Amati pertumbuhan biakan secara mikroskopis, lalu ambil hasil
gambar
 Letakkan biakan cawan di dalam colony counter, lalu tutup dengan
kaca penutupnya
 Nyalakan colony counter
 Perkirakan jumlah koloni yang ada, bila sekiranya lebih dari 300
koloni, jumlah koloni dinyatakan TBUD (Terlalu Banyak Untuk
Dihitung) dan tidak dipakai dalam perhitungan.
 Hitung koloni yang tumbuh mulai dari baris kiri paling atas ke
kanan, begitu selanjutnya sampai baris berikutnya hingga ke baris
paling bawah
Untuk menghitung koloni bakteri digunakan rumus sebagai berikut
:

3. Pengolahan data
Pengolahan data dengan cara melakukan perhitungan koloni bakteri
pada cawan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1 Nama Produk
Nama produk baru tinggi protein yang dibuat adalah Squid
Tofu.

4.1.2 Bahan yang Digunakan


 1 kg cumi
 1 sdt air jeruk nipis
 ½ sdt garam

Isian cumi :

 300 gr tahu cina, dihaluskan


 250 gr wortel
 1 btg daun sop
 2 butir telur ayam
 1 sdt kecap ikan
 ¼ sdt pala bubuk
 ¼ sdt garam
 ¼ sdt gula pasir
 ¼ sdt merica putih bubuk

Kuah Semur:

 1 ½ L air
 2 lembar daun salam
 2 cm lengkuas, memarkan
 2 cm jahe, memarkan
 2 sdt air asam jawa (dari 1 sdt asam jawa yang dilarutkan dengan 2
sdm air)
 12 sdm Kecap Manis
 1 sdt garam
 ½ sdt merica putih bubuk
 ½ sdt pala bubuk
 1 sdt gula pasir

Bumbu, haluskan:

 6 butir bawang merah


 2 siung bawang putih
 3 butir cengkeh

4.1.3 Alat yang Digunakan


 Pisau
 Wajan
 Sutil
 Baskom
 Grinder
 Piring
 Sendok
 Garpu
 Cobek dan ulekan

4.1.4 Cara Membuat

1. Lumuri cumi dengan air jeruk nipis dan garam. Diamkan 15 menit.
2. Ambil 1 ekor cumi, isi dengan bahan isian. Tempelkan kepala di
badan cumi, rapatkan. Sematkan tusuk gigi di atasnya. Sisihkan.
3. Di dalam panci, masukkan air dan bumbu halus. Didihkan.
Masukkan daun salam, lengkuas, jahe, dan air asam, didihkan
kembali.
4. Masukkan Kecap Manis Bango, garam, merica, pala bubuk, dan gula
pasir. Aduk rata. Masak hingga mendidih.
5. Tambahkan cumi isi, aduk. Masak di atas api kecil hingga kuah
mengental dan cumi kecokelatan.

4.2. Porsi dan Nilai Gizi


4.2.1 Jumlah Porsi yang Dihasilkan
10 Porsi
4.2.2 Berat Per Porsi
55 gram
4.2.3 Nilai Gizi Per Porsi
Tabel 4.1 nilai Gizi Per Porsi Squid Tofu
Energi Protein (g) Lemak HA Vit. A
Bahan Makanan Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g) (SI)
Cumi-Cumi Segar 1000 1467,0 250,0 0,0 22,0 50,0 80,0
Tahu 300 204,0 0,0 23,4 13,8 4,8 0,0
Telur ayam 120 194,4 15,4 0,0 13,8 0,8 1080,0
Kecap 120 55,2 0,0 6,8 1,6 10,8 0,0
Gula pasir 10 36,4 0,0 0,0 0,0 9,4 0,0
Kecap 10 4,6 0,0 0,6 0,1 0,9 0,0
Wortel 250 105,0 0,0 3,0 0,8 23,3 30000,0
Jumlah/10 Porsi 2066,6 299,2 52,0 100,0 31160,0
Jumlah/Porsi 206,66 29,917 5,204 9,999 3116
4.3. Penyajian
4.3.1 Cara Penyajian
Squid Tofu disajikan di piring saji berbentuk oval.
4.3.2 Gambar Produk
Gambar 4.1 Squid Tofu

4.4. Hasil Organoleptik


Tabel 4.2 Hasil Organoleptik Squid Tofu

Uji Organoleptik
Warna Warna pada dagingnya coklat muda dan kuah semur
berwarna coklat tua.
Rasa Daging agak hambar dan kuah gurih
Tekstur Kenyal khas cumi
Aroma Khas cumi
4.4.1. Hasil Uji Daya Terima Warna
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi hasil uji organoleptik warna

UjiOrganoleptik_Warna

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Sangat Suka 2 20,0 20,0 20,0

Suka 7 70,0 70,0 90,0

Agak Suka 1 10,0 10,0 100,0

Total 10 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa frekuensi suka


sebesar 70%.

4.4.2. Hasil Uji Daya Terima Aroma


Tabel 4.4 Distribusi frekuensi hasil uji organoleptik aroma

UjiOrganoleptik_Aroma

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Suka 8 80,0 80,0 80,0

Agak Suka 2 20,0 20,0 100,0

Total 10 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar


sebesar 80,0% menyatakan suka dan dengan frekuensi yang terkecil
sebesar 20,0% dengan kategori agak suka terhadap aroma squid tofu.
4.4.3. Hasil Uji Daya Terima Tekstur
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi hasil uji organoleptic tekstur

UjiOrganoleptik_Tekstur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Sangat Suka 1 10,0 10,0 10,0

Suka 4 40,0 40,0 50,0

Agak Suka 2 20,0 20,0 70,0

Agak Tidak Suka 1 10,0 10,0 80,0

Tidak Suka 2 20,0 20,0 100,0

Total 10 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar


sebesar 40,0% menyatakan suka.

4.4.4. Hasil Uji Daya Terima Rasa


Tabel 4.6 Distribusi frekuensi hasil uji organoleptik rasa

UjiOrganoleptik_Rasa

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Sangat Suka 3 30,0 30,0 30,0

Suka 4 40,0 40,0 70,0

Agak Suka 3 30,0 30,0 100,0

Total 10 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar


sebesar 40,0% menyatakan suka.
4.5. Pembahasan
Dalam pengembangan resep squid tofu dilakukan uji organoleptik dan
uji cita rasa terhadap 10 panelis. Berikut distribusi respon panelis terhadap
produk yang dihasilkan :

4.5.1. Hasil Uji Daya Terima Warna


Berdasarkan hasil praktikum pengembangan formula tinggi
protein terhadap daya terima warna pada produk squid tofu
menyatakan bahwa sebanyak 70,0% panelis memilih “suka” dan
20,0% memilih “sangat suka”. hal ini menunjukkan bahwa warna
squid tofu dapat diterima. Hal ini disebabkan karena warna produk
yang dihasilkan sudah menarik yaitu berwarna coklat hasil dari
pemasakan dengan campuran kecap.

4.5.2. Hasil Uji Aroma


Berdasarkan hasil praktikum pengembangan formula tinggi
protein terhadap daya terima aroma pada produk squid tofu
menyatakan bahwa sebanyak 80,0% menyatakan “suka” dan 20,0%
menyatakan “agak suka”. Secara umum aroma dari produk squid tofu
ini sudah cukup dapat diterima. Peranan aroma suatu produk sangat
penting karena menentukan daya terima konsumen terhadap produk.
Aroma juga menentukan kelezatan suatu produk pangan, serta cita
rasa yang terdiri dari 3 komponen, yaitu bau, rasa dan rangsangan
mulut. (Winarno,2004)

4.5.3. Hasil Uji Daya Terima Tekstur


Berdasarkan hasil praktikum pengembangan formula tinggi
protein terhadap daya terima tekstur pada produk squid tofu
menyatakan bahwa sebanyak 40,0% menyatakan “suka”. Hal ini
terjadi karena produk squid tofu yang dibuat memiliki tekstur yang
kenyal. Hal ini karena pemasakan cumi yang sudah tepat. Sehingga
produk squid tofu dapat diterima.
4.5.4. Hasil Uji Rasa
Berdasarkan hasil praktikum pengembangan formula tinggi
protein terhadap daya terima rasa pada produk squid tofu menyatakan
bahwa sebanyak 40,0% panelis memilih “suka”. Rasa yang dihasilkan
oleh squid tofu ini sudah cukup dapat diterima.

4.5.5. Analisis Biaya


Harga bahan makanan (Food Cost) adalah seluruh biaya bahan
makanan (cost) yang dikeluarkan untuk dapat menghasilkan suatu
menu makanan dan minuman dengan standart resep tertentu mulai
bahan, pengolahan hingga menjadi menu makanan atau minuman siap
jual per satu porsi.

Bahan Banyaknya
No Harga / Satuan Harga
Makanan (gr)
1 Cumi 1000 Rp. 50.000/kg Rp.50.000,-

2 Tahu 300 Rp. 6.000/butir Rp. 6.000,-

3 Telur 120 Rp. 4.000/ bj Rp. 4.000,-

4 Wortel 250 Rp. 12.000/kg Rp. 3.000,-

Jumlah Rp. 63.000


Bumbu 10% Rp. 630
Total Rp. 63.630
Untuk 10 porsi
Per porsi = Rp. 63.630/10 = Rp. 6.363
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hasil Uji Organoleptik terhadap tingkat kesukaan (daya terima) pada
produk pengembangan formula berupa squid tofu yang kaya akan protein
diperoleh bahwa sebesar 70,0% menyatakan suka. Sebanyak 80% suka
terhadap aroma yang dihasilkan. Sebanyak 40% menyatakan suka terhadap
tekstur yang dihasilkan. Sebanyak 40% menyatakan suka terhadap rasa yang
dihasilkan squid tofu.

5.2 Saran
Lebih diperhatikan resep pada pembuatan squid agar bahan yang
mengandung protein hewani dan nabati tidak digabung agar didapat produk
yang dapat memiliki daya terima yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Nur Berlian Venus dan Rahayu, Estu. 1995. Wortel dan Lobak. Jakarta:
Penebar Swadaya

Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-3142-1998.Standar mutu tahu. BSN.


Jakarta

Bayu. D, 2002. Dasar- dasar Dalam Memahami Biokimia. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi. Semarang

Berry. S, 2000. Dasar Kimia SMU III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakartra.

Depkes RI. 2003. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia. Departemen


Kesehatan: Jakarta.

Makmun C. 2007. . Wortel Komoditas Ekspor yang Gampang Dibudidayakan.


Hortikultura

Malasari. 2005. Sifat Fisik dan Organoleptik nugget Ayam dengan Penambahan
Wortel (Daucuscarota L.) [skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor.

Muchtadi, D. (2000)Sayur-sayuran; Sumber Serat dan Antioksidan; Mencegah


Penyakit Degeneratif. Bogor : FATETA

Pricila. 2011. CumiPipirijin. https://www.scribd.com/doc/82267918/jurnal-cumi-


pipirijiin. Diakses tanggal 23 Maret 2018.

Santoso. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori Dan Praktek). Malang :


Fakultas Pertanian Universitas Widyagama.
Sarwono, B. dan Saragih,Y.P. 2004. Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhardjo dan Clara M.K. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.

Riawan. 2007 . Kimia Organic. Binarupa Aksara : Jakarta.


Lampiran 1

Nama :

Produk : Squid Tofu

Tanggal : 2 April 2018

Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berilah tanda (√ ) pada kolom di bawah
ini sesuai dengan pilihan anda.

Tingkat Kesukaan Warna Aroma Tekstur Rasa


Sangat suka
Suka
Agak suka
Agak tidak suka
Tidak suka

Komentar

...................................................................................................................................

..................................................................................................................................

...................................................................................................................................
Lampiran 2

DAFTAR BELANJA

(Kelompok 9)

No. Nama Bahan Banyaknya (gr) Harga (Rp)


1 Cumi-cumi 1 kg (20 ekor) 40.000
2 Tahu cina 300 6.000
3 Wortel 250 3.000
4 Telur ayam 2 butir 4.000
5 Daun sop 1 btg 500
6 Kecap ikan 1 sdt 500
7 Kecap manis 12 sdm 4.000
8 Bawang merah 6 siung 1.000
9 Bawang putih 2 siung 500
10 Cengkeh 3 btr 500
11 Daun salam 2 lbr 1.000
12 Lengkuas 2 cm 500
13 Jahe 2 cm 500
14 Asam jawa 1 sdt 500
15 Merica putih bubuk ¾ sdt 1.000
16 Pala bubuk ½ sdt 500
17 Garam 1¾ sdt 1.000
18 Gula pasir 1¼ sdt 1.000
19 Jeruk nipis 1 btr 1.000
Jumlah 67.000

Anda mungkin juga menyukai