Kelompok 6 : 1. Fikri Bukusu 2. Nandar P. Putra Ladja 3. Melisawati Saini 4. Diyan Andika Igirisa 5. Desri Landa Singal
Kelas 1.2 Standar Profesi GIZI
Undang-undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1963 tentang
tenaga kesehatan menyatakan profesi yang termasuk didalam tenanga kesehatan yakni dokter, apoteker, dan sarjana kesehatan lainnya termasuk salah satunya profesi gizi. Secara umum, tenaga kesehatan diartikan sebagai setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan. Maka dari pengertian itulah dibuat peraturan mengenai standar profesi gizi untuk menjaga serta meningkatkan kualitas saat melakukan pelayanan kesehatan. Lanjutan…
Standar Profesi Gizi ini diatur dalam Keputusan menteri
Kesehatan Republik Indonesia (KEPMENKES RI) Nomor 374/MENKES/SK/III/2007. Definisi Profesi gizi adalah suatu pekerjaan dibidang gizi yang dilakukan keilmuan, memiliki kode etik, dan bersifat melayani publik. Prinsip-prinsip kode etik yang harus dimiliki seorang ahli gizi maupun ahli gizi madya : a. Kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh akan kewajiban terhadap bangsa dan negara. b. Keyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satru unsur pentiing dalam upaya mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat. c. Tekad bulat untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi tercapainya masyarakat adil, makmur dan sehat sentosa. Hubungan Etika dan Hukum
1. Etika dan Hukum saling melengkapi
Pada dasarnya dalam pelayanan kesehatan khususnya pada profesi GIZI, sudah memiliki yang standar yang mengatur. Contohnya disetiap tempat mereka mengabdikan diri ada yang namanya etika yang diberlakukan dan etika tersebut tidak lari dari hukum yang sudah mengatur standar profesi gizi. 2. Hukum membutuhkan etika/moral sebagai kekuatan jiwa Seperti yang tertuang dalam KODE ETIK AHLI GIZI “Ahli gizi dalam menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila, Undang- Undang Dasar 1945 serta AD dan ADRT Persatuan Ahli gizi Indonesia serta etik profesinya. Lanjutan… 3. Hukum sebagian besar intinya merupakan kristalisasi dari nilai moral Karena pada intinya diterbitkan hukum yang mengatur tentang standar profesi gizi bertujuan untuk menegaskan etika-etika yang sudah disebtukan sebelumnya sebagai KEKUATAN JIWA.
4. Pelaksanaan hukum harus disertai dengan pelaksanaan norma
etika/moral Penerapan atau pelaksanaan HUKUM dalam standar profesi gizi tentunya akan berbarengi contohnya seperti dalam KODE ETIK AHLI GIZI dimana pada salah satu poin dalam Kewajiban Umum “Ahli gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan”. 5. Etika/moral memerlukan hukum sehingga memiliki kekuatan yang lebih formal Bentuk formal yang dimaksud seperti pada penjelasan sebelumnya yaitu Standar Profesi Gizi yang diatur dalam SK MENKES RI Nomor 374/MENKES/SK/III/2007. Maka kita ketahui suatu hukum yang mengatur atau Surat Keterangan sah yang menyatakan suatu Standar operasional akan memiliki kekuatan secara legalitas.
6. Norma moral perlu dilembagakan dalam hukum sehingga lebih kuat mengikatnya Ini bermaksud bahwa etika dalam hukum profesi gizi benar-benar sah dan bisa diterapkan. Maka hal ini diperkuat dalam bentuk Keputusan yang diterbitkan dan di sahkan sesuai dengan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI GIZI.
7. Undang-undang/hukum tanpa moral tidak ada artinya
Dari keenam poin diatas sudah sangat jelas dapat disimpulkan bahwa profesi gizi pun sangat memperhatikan nilai etika/moral mulai dari kode etik sampai dengan kewajiban umum hingga kewajiban terhadap profesi dan diri sendiri. Perbedaan Etika dan Hukum
1. Etika kesehatan hanya berlaku di lingkungan masing-masing profesi kesehatan,
sendangkan hukum kesehatan berlaku untuk umum Profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejatraan rakyat melalui upaya perbaikan gizi. Sendangkan hukum kesehatan yaitu mereka yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan seperti yang tercantum dalam UU 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan.
2. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan anggota masing-masing
profesi, sendangkan hukum kesehatan disusun oleh pemerintah baik legislatif maupun eksekutif Berdasarkan etika yang berlaku maka masing-masing profesi membuat kesepakatan yang di sepakati oleh ruang lingkup profesi tersebut terutama profesi gizi Dan hukum kesepakatan di sususn oleh pemerintah baik legislatif maupun eksekutif di atas dari tenaga kesehatan tujuan untuk mengatur. Lanjutan… 3. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum kesehatan tercantum atau tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran negara Karena etika hanya mengatur di lingkungan masing-masing lebih mendasar ke sikap atau kebiasaan yang tidak baik dalam pelayanan, sendangkan hukum bersifat umum berdasarkan undang-undang dengan tujuan mengantur semua profesi kesehatan dan tenaga kesehatan.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etika kesehatan berupa tuntunan dan biasanya
berasal dari organisasi profesi, sendangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan berupa tuntunan yang berujung pada pidana atau hukuman Hal ini tentu sangat berbeda karena etika yang diberlakukan hanya pada organisasi profesi gizi saja, pengambilan tindakannya hanya dari ruang lingkup organisasi profesi tersebut. Tetapi pelanggaran hukum maka pengambilan tindakannya lebih diatas lagi seperti pihak kejaksaan tinggi. 5. Pelanggaran etika kesehatan di selesaikan oleh majelis kehormatan etika profesi, sendangkan pelanggaran hukum kesehatan di selesaikan lewat pengadilan Karena etika hanya bersifat di lingkungan masing-masing profesi jadi apabila ada kesalahan atau pelanggaran etika itu belum di kaitkan dengan hukum. Sendangkan pelanggaran hukum kesehatan di selesaikan lewat pengadilan karena pelanggaran hukum kesehatan di atur dalam undang- undang hukum kesehatan
6. Penyelesaian pelanggaran etika tidak selalu di sertai bukti fisik,
sendangkan pelanggaran hukum kesehatan memerlukan pembuktian dengan bukti fisik Karena pelanggaran etika hanya berdasarkan perilaku dan tindakan serta sikap yang melangar etika yang telah di sepakati. Sendangkan pelanggaran hukum kesehatan memerlukan bukti fisik karena sudah menjadi suatu tuntutan dalam persidangan untuk kelancaran proses. Terima kasih Any Question ?