Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGARUH OBAT TERHADAP PENYERAPAN GIZI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ketahanan dan Keamanan Pangan yang di
ampu oleh Bapak Sunarto Kadir

OLEH

Kelompok VII

Kelas 5 GIZI

INDA SORAYA HAJARATI (811417157)

NURSINTAWATI S. YUNUS (811417037)

YUSRAN TAIB (811417114)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Salawat serta salam semoga tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga curahan Rahmat-Nya sampai kepada kita
semua.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman kelas 5
Gizi Jurusan Kesehatan Masyarakat serta bimbingan dari semua pihak sehingga makalah ini
dapat selesai.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk
itu kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunannya. Harapan kami
semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Gorontalo, September 2019

Penyusun
Kelompok VII
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.2 Interaksi Obat dan Kebutuhan Gizi .............................................................................. 3
2.2 Interaksi Obat dan Makanan ......................................................................................... 3
2.3 Interaksi Obat dengan Makanan yang Dapat Menurunkan Nafsu Makan,
Perubahan Pengecapan dan Gangguan Gastrointestinal .................................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 9
3.2 Saran ................................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebugaran manusia tidak lepas dari kesehatan. Kesehatan dibutuhkan untuk
melakukan aktifitas. Namun, tidak semua manusia memiliki tubuh yang prima. Tubuh
yang prima akan diperoleh bila tubuh manusia mendapatkan gizi yang cukup. Gizi adalah
suatu proses organism menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui
proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ-organ serta menghasilkan energy.
Macam-macam gizi yang dibutuhkan tubuh ialah karbohidrat sebagai sumber
energy, lemak sebagai cadangan makanan, protein sebagai zat pengatur sel-sel tubuh,
mineral sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh juga vitamin yang terdiri dari vitamin
A, vitamin B, vitamin C, vitamin D, vitamin E dan vitamin K.
Melihat fungsi dan macam-macam zat gizi diatas tentu kita tahu bahwa kebutuhan
tubuh akan berbagai zat gizi sangatlah penting, karena zat gizi adalah zat yang
membentuk tubuh sehat. Apabila manusia menginginkan tubuh yang sehat tentu mereka
harus mengonsumsi makanan dengan benar, karena kebutuhan gizi dalam tubuh harus
cukup tidak boleh kurang maupun lebih, kekurangan dan kelebihan zat gizi akan
menyebabkan penyakit.
Tak satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu
membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Untuk
mendapatkan kecukupan gizi yang dibutuhkan tubuuh, setiap orang perlu mengonsumsi
beranekaragam makanan. Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi
kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur
zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitas.
Hubungan dan interaksi antara makanan, nutrient yang terkandung dalam
makanan dan obat saling mendukung dalam pelayanan kesehatan dan dunia medis.
Makanan dan nutrient spesifik dalam makanan, jika dicerna bersama dengan beberapa
obat, pasti dapat mempengaruhi seluruh ketersediaan hayati, farmakokinetik,
farmakodinamik dan efek terapi dalam pengobatan. Makanan dapat mempengaruhi
absorpsi obat sebagai hasil dari pengubahan dalam saluran gastrointestinal atau interaksi
fisika atau kimia antara partikel komponen makanan dan molekul obat. Pengaruh
tergantung pada tipe dan tingkat interaksi sehingga absorpsi obat dapat berkurang,
tertunda, tidak terpengaruh atau meningkat oleh makanan yang masuk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu interaksi obat dan kebutuhan gizi?
2. Bagaimana interaksi obat dan makanan berdasarkan fase farmasetis, fase
farmakokinetik dan fase farmakodinamik?
3. Bagaimana interaksi obat terhadap kebutuhan gizi?
1.3 Manfaat
1. Mengetahui apa itu interaksi obat dan kebutuhan gizi.
2. Mengetahui bagaimana interaksi obat dan makanan berdasarkan fase farmasetis, fase
farmakokinetik dan fase farmakodinamik.
3. Mengetahui bagaimana interaksi obat terhadap kebutuhan gizi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Interaksi Obat dan Kebutuhan Gizi
Kenutuhan gizi adalah jumlah zat gizi minimal yang diperlukan seseorang untuk
hidup sehat. Banyaknya energy dan zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk
mempertahankan hidupnya serta melakukan berbagai kegiatan selama 24 jam untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Secara garis besar yang dimaksud dengan kebutuhan gizi
adalah jumlah zat gizi minimal yang diperlukan seseorang untuk hidup sehat.
Interaksi obat adalah kejadian dimana suatu zat mempengaruhi aktifitas obat. Efek-
efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang
tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terfikir oleh kita adalah antara satu obat dengan
yang lain. Tetapi interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal,
obat dengan mikronutrien dan obat injeksi dengan kandungan infus.
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut, seperti absorpsi, distribusi, metabolism dan eksresi (ADME)
obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sifat farmakodinamik obat
tersebut, missal pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor
yang sama.
Interaksi antara obat dengan kebutuhan gizi dapat berdampak pada berbagai macam
hal. Misalnya penggunaan obat tertentu, maka akan mengurangi nutrisi dalam tubuh sehingga
regulasi tubuh akan menurun, atau dengan mengonsumsi nutrisi tertentu akan meningkatkan
efek suatu obat lain sehingga dapat timbul efek yang berbahaya (Sinergisme).
Pemberian obat-obatan merupakan bagian dari terapi medis terhadap pasien. Ketika
dikonsumsi, obat dapat mempengaruhi status gizi seseorang dengan mempengaruhi makanan
yang masuk juga dapat mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan (food-drug interaction).
2.2 Interaksi Obat dan Makanan
a. Fase Farmasetis
Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut. Oleh karena itu, farmasetik
(disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-
obat perlu dilarutkan agar dapat di absorbsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil)
harus di disintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut kedalam cairan,
dan proses ini dikenal sebagai disolusi.
Tidak 100% dari sebuah tablet merupakan obat. Ada bahan pengisi dan
pelembam yang dicampurkan dalam pembuatan obat sehingga obat dapat mempunyai
ukuran tertentu dan mempercepat disolusi obat tersebut. Beberapa tambahan dalam
obat seperti ion kalium (K) dan natrium (Na) dalam kalium penisilin dan natrium
penisilin meningkatkan penyerapan dari obat tersebut. Penisilin sangat buruk
diabsorbsi dalam saluran gastrointestinal, karena adanya asam lambung. Denga
penambahan kalium atau natrium kedalam penisilin makan obat lebih banyak
diabsorpsi.
Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang
lebih kecil, dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam
cairan gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan
oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh
tubuh. Obat-obat dalam bentuk cair lebih cepat diserap oleh saluran gastrointestinal
daripada obat dalam bentuk padat. Pada umumnya, obat-obat berdisintegrasi lebih
cepat dan diabsorbsi lebih cepat dalam cairan asam yang mempunyai keasaman
lambuung yang lebih rendah sehingga pada umumnya absorbsi lebih lambat untuk
obat-obat yang diabsorbsi terutama melalui lambung.
Obat-obat dengan enteric-coated, EC (selaput enterik) tidak dapat disintegrasi
oleh asam lambung, sehingga disintegrasinya baru terjadi jika berada dalam suasana
basa di dalam usus halus. Tablet anti coated dapat bertahan dalam lambung untuk
jangka waktu lama, sehingga obat-obat demikian kurang efektif atau efek mulanya
menjadi lambat.
Makanan dalam saluran gastrointestinal dapat mengganggu pengenceran dan
absorbsi obat-obatan tertentu. Beberapa obat mengiritasi mukosa lambung, sehingga
cairan atau makanan diperlukan untuk mengencerkan konsentrasi obat.
b. Fase Farmakokinetik
Fase farmakokinetik adalah absorbsi, transport, distribusi, metabolism dan
ekskresi obat. Interaksi obat dan makanan paling signifikan terlibat dalam proses
absorbsi. Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah
obat-obatan yang memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastik,
antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotic diketahui memilik efek tersebut.
Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut meliputi: peningkatan antara obat
dan gizi (drug-nutrient binding) contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan
beberapa jenis antibiotik; mengubah keasaman lambung seperti pada antacid dan
antiulcer sehingga dapat mengganggu penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan
cara penghambatan langsung pada metabolism atau perpindahan saat masuk
kedinding usus.
Interaksi dalam proses absorbsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya
1) Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat
seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah
absorbsi obat-obat lain.
2) Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam
sehingga absorbsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa
kompleks yang tidak di absorbsi. Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan
senyawa-senyawa logam/ berat akan menurunkan absorbsi tetrasiklin.
3) Makanan juga dapat mengubah absorbsi obat-obat tertentu, misalnya:
umumnya antibiotika akan menurun absorbsinya bila diberikan bersama
dengan makanan.
Usus halus, organ penyerapan primer, berperan penting dalam absorbsi obat.
Fungsi usus halus seperti motilitas atau afinitas obat untuk menahan system karier
usus halus, dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorbsi obat. Makanan dan
nutrient dalam makanan dapat meningkatkan atau menurunkan absorbsi obat dan
mengubah ketersediaan hayati obat. Kecepatan pengosongan lambung secara
signifikan mempengaruhi komposisi makanan yang di cerna. Kecepatan pengosongan
lambung ini dapat mengubah ketersediaan hayati obat. Makanan yang mengandung
serat dan lemak tinggi diketahui secara normal menunda waktu pengosongan
lambung. Beberapa obat seperti nitrofurantoin dan hidralazin lebih baik diserap saat
pengosongan lambung tertunda karena tekanan pH rendah di lambung. Obat lain
seperti L-dopa, penicillin G dan digoxin, mengalami degradasi dan menjadi inaktif
saat tertekan oleh pH rendah dilambung dalam waktu lama. Obat di eliminasi dari
tubuh tanpa di ubah atau sebagai metabolit primer oleh ginjal, paru-paru atau saluran
gastrointestinal melalui empedu. Ekskresi obat juga dapat dipengaruhi oleh diet
nutrient seperti protein dan serat, atau nutrient yang mempengaruhi pH urin.
Obat-obatan dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di usus
dan hati. Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim yang
dibutuhkan untuk metabolism zat gizi. Sebagai contohnya penggunaan metotrexate
pada pengobatan kanker menggunakan enzim yang sama yang dipakai untuk
mengaktifkan folat.
Interaksi dalam proses metabolism dapat terjadi dengan dua kemungkinan,
yakni:
1) Pemacuan enzim (enzyme induction) suatu obat (presipitan) dapat memacu
metabolism obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat
tersebut. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolism obat disebut
sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat
pemacu enzim ini yakni Rifampisin, Antiepileptika, fenitoin,
karbamasepin dan fenobarbital.
2) Penghambatan enzim, obat-obat yang punya kemampuan untuk
menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai
penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan
metabolism obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan
segala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat.
Obat-obat yang dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolism
obat antara lain kloramferikol, isoniazid, simetidin, propanolol,
eritromisin, fenilbutason, alopurinol dan lain-lain.
Obat-obat dapat mempengaruhi dan mengganggu eksresi zat gizi dengan
mengganggu reabsorbsi pada ginjal dan menyebabkan diare atau muntah. Sehingga
jika dirangkum, efek samping pemberian obat-obatan yang berhubungan dengan
gangguan GI (gastrointestinal) dapat berupa terjadinya mual, muntah, perubahan pada
pengecapan, turunnya nafsu makan, mulut kering atau inflamasi/ luka pada mulut dan
saluran pencernaan, nyeri abdominal (bagian perut), konstipasi dan diare. Efek
samping seperti diatas dapat memperburuk konsumsi makanan si pasien. Ketika
pengobatan dilakukan dalam waktu yang panjang tentu dampak signifikan yang
mempengaruhi status gizi dapat terjadi.
c. Fase Farmakodinamik
Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia
selular dan mekanisme kerja obat. Respon obat dapat menyebabkan efek fisiologi
primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang di inginkan
dan efek sekunder bisa di inginkan atau tidak di inginkan.
Salah satu contoh dari obat dengan efek primer dan sekunder adalah
difenhidramin (Benadryl) suatu antihistamin. Efek primer dari difenhidramin adalah
untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya adalah penekanan susunan
saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak di inginkan jika
sedang mengendarai mobil, tetapi pada saat tidur, dapat menjadi di inginkan karena
menimbulkan sedasi ringan.
Penelanan tablet dengan air yang cukup atau cairan lain penting untuk
beberapa obat karena jika ditelan tablet tersebut cenderung merusak saluran
esophagus, tablet atau kapsul obat harus ditelan dengan segelas air oleh pasien dengan
posisi berdiri, misalnya untuk seperti analgesic (contohnya aspirin), NSAID
(phenylbutazone, oxyphenbutazone, indometacine), kloralhidrat, emepromium
bromide, kalium klorida, tetracylin (terutama Doxycyclin).
Obat diminum dengan atau tanpa makan. Interaksi obat makanan dalam
saluran gastrointestinal dapat bermacam-macam dan banyak alasan mengapa makanan
dapat berpengaruh pada efek obat. Contohnya obat mungkin terikat pada komponen
makanan, makanan akan mempengaruhi waktu transit obat pada usus, obat dapat
mengubah first-pass metabolism obat dalam usus dan dalam hati dan makanan dapat
meningkatkan aliran empedu yang mampu meningkatkan absorbsi beberapa obat yang
larut lemak.
Petunjuk pada pasien untuk mencegah interaksi tersebut adalah dengan
meminum obat dengan segelas air pada saat perut kosong, misalnya seperti pada obat-
obat sefalosporin (kecuali sefradin), dipyridamol, erythromycin, Isoniazid (INH),
lincomycin, penicillamin, pentaerithritel tetranitrat, rifampicin, penisilin oral dan
tetracycline.
Absorbsi semua penisilin oral optimal jika diminum pada saat perut kosong
dengan segelas air. Pivampicilin harus diminum bersama makanan karena dapat
mengiritasi lambung atau perut. Tetracyclin kadang kala menyebabkan mual dan
muntah jika diminum pada saat perut kosong. Meskipun makanan mengurangi
absorbsi tetracycline tetapi tidak terjadi pada doxycyclin dan minocyclin. Adanya
makanan juga dapat meningkatkan perubahan bentuk profil serum obat tanpa
mengubah ketersediaan hayati obat. Hal ini terlihat pada studi sefradin, makanan tidak
memiliki efek signifikan terhadap eskresi urin antibiotic tetapi pada nilai t-max.
Beberapa obat yang diminum bersama susu atau makanan berlemak antara lain
alafosfalin, griseofulvin dan vitamin D. Sedangkan obat yang tidak boleh diminum
bersama susu antara lain bisacodyl (dulcolax), garam besi, tetracycline (kecuali
doxycyclin dan minocyclin).
2.3 Interaksi Obat dengan Makanan yang Dapat Menurunkan Nafsu Makan,
Perubahan Pengecapan dan Gangguan Gastrointestinal
1. Obat dan Penurunan Nafsu Makan
Efek samping obat atau pengaruh obat secara langsung, dapat mempengaruhi
nafsu makan. Kebanyakan stimulasi CNS dapat mengakibatkan anorexia. Efek
samping obat yang berdampak pada gangguan CNS dapat mempengaruhi kemampuan
dan keinginan untuk makan. Obat-obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan berat badan yang tidak di inginkan dan ketidakseimbangan
nutrisi.
2. Obat dan Perubahan/ Pengecapan Penciuman
Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap kemampuan
merasakan/ dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau membaui.
Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-obatan yang umum
digunakan dan diketahui menyebabkan hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi
(captoril), antitetroviral ampenavir, antineoplastik, cisplastin dan antikonvulsan
phenytoin.
3. Obat dan Gangguan Gastrointestinal
Obat dapat menyebabkan perubahan pada fungsi usus besar dan hal ini dapat
berdampak pada terjadinya konstipasi atau diare. Obat-obatan narcosis seperti kodein
dan morfin dapat menurunkan produktivitas tonus otot halus dari dinding usus. Hal ini
berdampak pada penurunan peristalik yang menyebabkan terhjadinya konstipasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Interaksi antara obat dengan kebutuhan gizi dapat berdampak pada berbagai
macam hal. Misalnya penggunaan obat tertentu, maka akan mengurangi nutrisi
dalam tubuh sehingga regulasi tubuh akan menurun, atau dengan mengonsumsi
nutrisi tertentu akan meningkatkan efek suatu obat lain sehingga dapat timbul efek
yang berbahaya (sinergisme). Ketika dikonsumsi, obat dapat mempengaruhi status
gizi seseorang dengan mempengaruhi makanan yang masuk (drug-food
interaction). Hal sebaliknya juga dapat terjadi, makanan yang masuk juga dapat
mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan (food-drug interaction).
2. Interaksi antara obat dan makanan terjadi dalam tiga fase yaitu fase farmasetis,
fase farmakokinetik, fase farmakodinamik. Dengan mekanisme obat yang telah
diminum akan hancur dan obat terdisolusi (merupakan fase famasetis),
kemungkinan obat itu diabsorbsi, transport, distribusi, metabolism dan eksresi
oleh tubuh (merupakan fase farmakokinetik), setelah melewati fase
farmakokinetik maka obat tersebut dapat direspon secara fisiologis dan psikologis
(merupakan fase farmakodinamik).
3. Interaksi obat dengan makanan yang dapat menurunkan nafsu makan, perubahan
pengecapan dan gangguan gastrointestinal. Obat dan penurunan nafsu makan:
kebanyakan stimulant CNS dapat mengakibatkan anorexia. Obat dan perubahan
pengecapan/ pemciuman: obat-obatan yang umum digunakan dan diketahui
menyebabkan hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi (captopril), antiretroviral
ampenavir, antineoplastik cisplastin dan antikonvulsan phenytoin. Obat dan
gangguan gastrointestinal: obat-obatan narcosis seperti kodein dan morfin dapat
menurunkan produktivitas tonus otot halus dari dinding usus.
3.2 Saran
Adapun saran dari kami adalah kiranya mahasiswa lebih meningkatkan lagi
pengetahuan mengenai obat dan pengaruhnya terhadap penyerapan gizi.
DAFTAR PUSTAKA
De Bruyne. 2008. Nutrition & Diet Theraphy (Online Tanggal 10 September 2019): Pdf.
Pohan. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC.
Prabaningrum, dkk. 2018. Makalah Interaksi Obat dan Makanan. Banjarmasin: Poltekes
Banjarmasin.
Umar. 2003. Pengukuran Kepuasan Perilaku Konsumen. Jakarta: Ghalia.
Umar. 2005. Manajemen Apotik Praktis. Solo: Ar-Rahman.

Anda mungkin juga menyukai