INSTALASI GIZI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerahNya
yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Pedoman Pemberian Diit Pasien Rumah
Sakit Umi Barokah ini dapat selesai disusun.
Buku pedoman ini merupakan pedoman kerja bagi semua pihak yang terkait dalam
memberikan pelayanan gizi kepada pasien di Rumah Sakit Umi Barokah Boyolali.
Dalam pedoman ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana Pemberian Diit bagi
Pasien di Rumah Sakit Umi Barokah Boyolali.
Kami menyadari bahwa buku pedoman ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran sangat kami perlukan untuk menuju kearah kesempurnaan pedoman ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam mewujudkan visi dan misinya RS Umi Barokah Boyolali mempunyai sarana dan
prasarana penunjang kelangsungan usahanya, yang sudah bisa dikatakan lengkap dan bagus.
Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki adalah kamar VVIP, VIP, kamar kelas 1, kamar
kelas 2, kamar kelas 3, ruang operasi, ruang poliklinik umum, ruang IGD, ruang dokter, ruang
perawat, ruang instalasi Farmasi, laboratorium, peralatan kesehatan, oksigen, obat-obatan, mobil
ambulan, dokter spesialis, dan pelayanan konsultasi kesehatan. RS Umi Barokah Boyolali
menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan yang banyak digunakan oleh masyarakat karena
letaknya yang srategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat.
Pelayanan kesehatan rumah sakit yang paripurna bagi seorang pasien, baik rawat inap
maupun rawat jalan, memerlukan tiga jenis asuhan yaitu asuhan medik, asuhan keperawatan, dan
asuhan gizi. Tujuan utama asuhan gizi adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien secara
optimal, baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat inap maupun konseling gizi
pada pasien rawat jalan. Agar kegiatan asuhan gizi dapat berjalan dengan optimal, maka perlu
dukungan pimpinan rumah sakit, komite medik, dan staf serta adanya koordinasi dan komunikasi
antar anggota tim (DEPKES RI, 2005).
Peraturan pemberian makanan rumah sakit (PPRMS) merupakan suatu pedoman yang
ditetapkan Pimpinan Rumah Sakit sebagai salah satu acuan dalam memberikan pelayanan gizi
pada pasien dan karyawan yang memuat : pola makan sehari, nilai gizi yang mengacu pada
penuntun diet, standar makanan, dan jenis konsumen yang dilayani (DEPKES RI, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan gizi Rumah Sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien, berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme tubuh.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya
proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering
terjadi kondisi pasien semakin buruk, hal ini akibat tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi
tubuh, karena diet yang sudah diupayakan penyelenggaraannya oleh petugas tidak bisa
optimal (PGRS, 2003).
Menurut Moehyi (2002), beberapa faktor penyebab kekurangan gizi di Rumah
Sakit umumnya karena dua sebab, pertama asupan gizi yang kurang bias disebabkan oleh
nafsu makan yang kurang sehingga intake berkurang dan kedua karena infeksi penyakit.
Upaya pemenuhan zat gizi bagi pasien di Rumah Sakit adalah tanggung jawab
nutrisionis, preskripsi yang sesuai dengan tujuan pelayanan gizi Rumah Sakit akan
tercapai bila tim asuhan gizi dibantu oleh panitia asuhan gizi bekerja dengan sebaik –
baiknya (Catur, A 2003).
Tujuan khusus pelayanan gizi menurut PGRS (2003) adalah :
1. Penegakan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi berdasarkan
anamnesa, antropometri, gejala klinis dan biokimia tubuh.
2. Penyelenggaraan pengkajian dietetik dan pola makan berdasarkan anamnesis diet
dan pola makan.
3. Penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien.
4. Penentuan bentuk pembelian bahan makanan, pemilihan bahan makanan jumlah
pemberian serta cara pengolahan bahan makanan.
5. Penyelenggaraan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan sesuai
perubahan klinis, status gizi dan status laboratorium.
6. Penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan pasien.
7. Penyelenggaraan penelitian aplikasi dibidang gizi dan dietetik.
8. Penciptaan standar diet khusus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dapat membantu penyembuhan penyakit.
9. Penyelenggaraan penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet pada pasien
dan keluarganya.
Diet dalam istilah umum sesungguhnya memiliki dua makna, pertama sebagai
makanan dan kedua pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan setiap hari agar
kita tetap sehat, Bila diet dilakukan di Rumah sakit tujuannya adalah untuk meningkatkan
status nutrisi dan atau membantu kesembuhan pasien. Maka istilah yang lazim digunakan
adalah diet rumah sakit (Hartono, 2000).
Pengaturan makanan bagi orang sakit rawat inap di Rumah Sakit bukan
merupakan tindakan yang berdiri sendiri dan terpisah dari perawatan dan pengobatan,
akan tetapi ketiganya merupakan satu kesatuan dalam proses penyembuhan penyakit
pasien antara Dokter, Perawat dan Ahli Gizi (Moehyi,1992).
Di rumah sakit terdapat pedoman diet tersendiri yang akan memberikan
rekomendasi yang lebih spesifik mengenai cara makan yang bertujuan bukan hanya untuk
meningkatkan atau mempertahankan status nutrisi pasien tetapi juga mencegah
permasalahan lain seperti diare akibat inteloransi terhadap jenis makanan tertentu. Tujuan
selanjutnya adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan daya tahan tubuh dalam
menghadapi penyakit / cedera khususnya infeksi. Dan membantu kesembuhan pasien dari
penyakit / cideranya dengan memperbaiki jaringan yang aus atau rusak serta memulihkan
keadaan homeostasis yaitu keadaan seimbang dalam lingkungan internal tubuh yang
normal / sehat (Hartono, 2000). Untuk jenis diet yang diterapkan di Rumah Sakit Umi
Barokah Boyolali akan dibahas pada bab 3 dan bab 4.
Dengan memperhatikan tujuan diet tersebut Rumah Sakit umumnya akan
menyediakan (Hartono, 2000) adalah :
1. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik dan seimbang, menurut keadaan
penyakit dan status gizi masing – masing pasien.
2. Makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastro
intestinal dan penyakit masing – masing pasien.
3. Makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang, seperti misalnya tidak
mengandung bahan yang bisa mengandung bahan yang bias menimbulkan gas,
tidak mengandung bahan yang lengket, tidak terlalu pedas, asin, berminyak serta
tidak terlalu panas atau dingin.
4. Makanan yang bebas unsur aditif berbahaya misalnya pengawet dan pewarna.
Makanan alami jauh lebih baik daripada makanan yang diawetkan atau
dikalengkan.
5. Makanan dengan cita rasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien
yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indera pengecap atau
pembau.
Kebutuhan gizi adalah kebutuhan energi dan zat gizi minimal yang diperlukan
tubuh untuk hidup sehat (Krisnatuti dkk, 1999) .
Zat gizi yang penting bagi kesehatan adalah karbohidrat, protein, lemak vitamin
dan mineral. Semua ini dibutuhkan untuk membangun dan mengganti jaringan yang
rusak, memberi energi dan membuat zat – zat penting seperti enzim dan hormon. Zat gizi
tersebut dapat diperoleh melalui makanan dan proses pencernaan. Proses pencernaan
memecah zat gizi secara mekanis dengan mengunyah dan gerak peristaltik usus, dan
secara kimiawi dengan kelenjar mulut dan usus (Alisahbana, A 1995).
Kebutuhan gizi pasien terpenuhi melalui preskripsi diet yang terkonsumsi habis.
Penurunan sisa makanan dapat dilakukan dengan peningkatan manajemen, peningkatan
ketrampilan petugas pengolah, penerapan standar resep dan bumbu, penerapan jadwal
makan dan penyajian makanan yang menarik (Catur , 2003).
D. Waktu Makan
Pada manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3 – 4 jam makan,
sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapatkan makanan, baik dalam bentuk
makanan ringan atau berat (Almatsier S, 2002).
Jarak waktu antara makan malam dan bangun pagi sekitar 8 jam. Selama waktu
tidur metabolisme di dalam tubuh tetap berlangsung, akibatnya pada pagi hari perut
sudah kosong. Kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh. Keterlambatan
pemasukan zat gula ke dalam darah dapat menurunkan konsentrasi dan dapat
menimbulkan rasa malas, lemas, mengantuk dan berkeringat dingin (Muhilal, 1998).
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi faktor kepercayaan dan pemilihan
makanan (Khumaidi, 1994).
Selain makanan dari rumah sakit yang dimakan, pasien juga memakan makanan
dari luar rumah sakit ini sangat berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Dan
apabila hal ini selalu terjadi artinya pasien selalu makan makanan dari luar maka
makanan yang disajikan oleh rumah sakit selalu saja tidak termakan habis, akhirnya
berdampak pada sedikit banyak terjadinya sisa makanan (Catur, 2003).
Setiap bangsa mempunyai waktu makan yang berlainan. Hal ini adalah warisan
turun temurun dari nenek moyang sampai dengan sekarang. Yang dimaksud dengan
waktu makan adalah berapa kali orang lazim makan dalam sehari. Waktu makan orang
Eropa dan Amerika berlainan dengan waktu makan orang timur, karena akhir dan jam
kerja yang berlainan (Almatsier, 1999).
Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet, dan tepat jumlah. Apalagi
untuk pasien penderita diabetes mellitus. Waktu rawan yang seharusnya dimonitor
ketepatannya yaitu waktu makan pagi, dimana telah terjadi selang waktu yang panjang
antara makan waktu makan malam dan makan pagi. Di Indonesia umumnya tiga kali
waktu makan yaitu pagi, siang dan sore / malam (Krisnatuti, 1999).
Makanan yang memiliki cita rasa yang baik adalah makanan yang disajikan
menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. Waktu sajian
yang tepat menyebabkan temperatur makanan yang tepat pula. Makanan yang terlalu
panas atau terlalu dingin akan mengurangi sensitifitas syaraf pengecap terhadap rasa
makanan (Moehyi, 1999).
E. Penampilan Hidangan
Masalah penyajian makanan kepada orang sakit lebih komplek daripada makanan
untuk orang sehat. Hal ini disebabkan oleh nafsu makan, kondisi mental pasien yang
berubah akibat penyakit yang diderita, aktifitas fisik yang menurun dan reaksi obat –
obatan disamping sebagian pasien harus menjalani diet (Almatsier, 1992).
Menurut Martin dalam Yulianti N (1999), pelayanan yang baik harus
memperhatikan dimensi prosedural dan dimensi keramahtamahan. Dimana prosedural
meliputi ketepatan waktu, komunikasi dan respon konsumen. Sedangkan dimensi
keramahtamahan meliputi sikap, bahasa tubuh, perhatian, saran dan pemecahan masalah.
Hasil survei menyebutkan faktor utama kepuasan pasien terletak pada pramusaji.
Dimana pramusaji yang baik berkomunikasi, baik dalam bersikap, baik dalam
berekspresi, wajah dan senyum akan mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan
dan akhirnya dapat menumbuhkan rasa puas. Sebaliknya perhatian pramusaji dapat tidak
memuaskan pasien ketika pramusaji kurang perhatian dalam memberikan pelayanan dan
kurang memperlakukan pasien sebagaimana manusia yang ingin selalu diperhatikan dan
dipenuhi kebutuhannya (Wuryani dan Yuliati, 2004).
Pramusaji sebagai pegawai sebaiknya menghindari pemaksaan pelayanan
makanan kepada pasien akan tetapi harus berusaha untuk meningkatkan kesadaran pasien
terhadap hidangan makanan.
Tujuan akhir penyelenggaraan gizi kuliner berkaitan dengan kemampuan
menghidangkan makanan yang siap untuk disantap, yaitu makanan yang lezat, sehat dan
bergizi serta menarik. Untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan antara lain pengetahuan
tentang Ilmu Bahan Makanan, Ilmu Gizi, Ilmu Resep Makanan dan Ilmu pengetahuan
Tentang Alat Penyelenggaraan Makanan selain dituntut adanya ketrampilan seni
memasak dan menghidangkan makanan (Soejoeti, 1998).
Alat penghidang bahan makanan yaitu semua alat yang digunakan
menghidangkan makanan yang akan disajikan di meja penghidang atau meja makan.
Antara lain penutup dasar meja, taplak, perlengkapan penyajian hidangan makanan
seperti tempat nasi yang mempunyai bentuk berbeda beda dilengkapi sendok nasi dan
entong, pinggang cekung untuk makanan berkuah, pinggang agak cekung untuk makanan
yang agak berkuah, pinggang datar untuk makanan kering. Semua itu harus dilengkapi
dengan sendok atau garpu penghidang yang sesuai dan serasi (Soejoeti, 1998).
Sajian makanan rumah sakit paling tidak terdapat alat makan yang sesuai dengan
dietnya misalnya untuk makanan biasa ada tempat nasi,tempat lauk, tempat sayur dan
tempat buah serta sendok dan garpu.Tidak kalah penting yaitu adanya tutup makan,
mengingat tidak semua pasien langsung menyantap sajian makanan karena keadaannya
(Soejoeti, 1998).
Di Rumah Sakit perlu adanya penyelenggaraan gizi kuliner yang merupakan
perpaduan antara ilmu dengan seni. Yaitu ilmu gizi, ilmu bahan makanan dan
pengetahuan tentang alat-alat penyelenggaraan makanan serta seni mengolah bahan
makanan yang dimulai dari memilih bahan makanan, mempersiapkan bahan makanan,
memasak bahan makanan serta menyajikan makanan atau hidangan yang menarik,
menggugah selera dan lezat rasanya (Soejoeti, 1998).
Hal lain penyebab naiknya selera nafsu makan adalah cara menata, warna, jenis –
jenis potongan, besar porsi dan bahan makanan serta garmis (Wuryani dan Yuliati, 2004).
F. Sisa Makanan
Perubahan yang terjadi pada pasien dalam hal makanan bukan saja macam
makanan yang disajikan berbeda dengan makanan yang biasa dimakan di rumah, akan
tetapi juga cara makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, lingkungan
makan dan sebagainya. Semua keadaan ini sering menjadikan beban mental bagi orang
sakit yang apabila tidak diperhatikan justru merupakan penghambat dalam proses
penyembuhan penyakit. Faktor psikologis, sosial, budaya, keadaan jasmani dan keadaan
gizi penderita adalah beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian dalam
penyelenggaraan pengaturan makanan bagi pasien di Rumah Sakit (Moehyi, 1992).
Analisa sisa makanan merupakan salah satu cara untuk melakukan evaluasi
pelayanan gizi yang diberikan, terutama pelayanan makan. Penyelenggaraan makan di
Rumah Sakit lebih banyak dihadapkan pada beberapa masalah yang tidak ditemui pada
penyelenggara makanan di instansi lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
sisa makanan bisa berasal dari dalam diri pasien itu sendiri dan faktor yang berasal dari
luar yaitu makanan yang disajikan (Almatsier, 1992).
Sisa makanan adalah makanan yang tidak dimakan. Sisa makanan dibedakan
menjadi dua, yaitu waste dan platewaste :
a. Waste yaitu makanan yang hilang karena tidak dapat diperoleh/diolah atau
makanan hilang karena tercecer.
b. Platewaste yaitu makanan yang terbuang karena setelah dihidangkan tidak habis
dikonsumsi (Hirsch, 1999).
Cara penentuan sisa makanan menurut Aisah 2005 yaitu:
1. Weighed platewaste , cara ini biasanya digunakan untuk mengukur / menimbang
sisa makanan setiap jenis hidangan atau mengukur total sisa makanan pada
individu atau kelompok, cara ini mempunyai kelebihan dapat memberikan
informasi yang lebih akurat / teliti, kelemahan cara mengukur / menimbang ini,
yaitu memerlukan waktu, cukup mahal karena perlu peralatan dan tenaga
pengumpul data harus terlatih dan terampil.
2. Observasional method, pada cara ini sisa makanan diukur dengan cara menaksir
secara visual, banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran
bisa dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk
skor bila menggunakan skala pengukuran.
3. Self reported consumption, yaitu cara pengukuran sisa makanan individu dengan
menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan, pada cara ini
responden yang menaksir sisa makanan menggunakan skala taksiran visual.
Penilaian terhadap hidangan makanan merupakan salah satu evaluasi penting
untuk pelayanan gizi dan sisa makanan pasien dapat dijadikan indikator keberhasilan
pelayanan gizi sebuah rumah sakit (PGRS, 2003).
BAB III
4. Kelas II
Waktu Makanan Berat (gram)
Pagi (jam 06.00) Nasi 140
Lauk hewani 100
Lauk nabati 50
Sayur 75
Teh manis 100
Pukul 10.00 Snack 50
Teh manis 100
Siang (jam 12.00) Nasi 280
Lauk hewani 100
Lauk nabati 50
Sayur 75
Buah 100
Pukul 15.00 Snack 50
Teh manis 100
Sore (jam 18.00) Nasi 280
Lauk hewani 100
Lauk nabati 50
Sayur 75
Analisa zat gizi sehari : Energi : 2.291 kal
Protein : 64,5 gr
Lemak : 51,6 gr
Karbohidrat : 392 gr
5. Kelas III
Bahan makanan yang tidak dianjurkan yaitu gula pasir, gula jawa, sirup, madu,
susu kental manis, kue-kue manis, dodol, cake, abon, dendeng, sarden, kecap, dsb.
Pembagian Makanan Sehari menurut waktu makan :
Waktu Bahan makanan Kalori
1.500 1.700 1.900
Pukul 07.00 Nasi / penukar ¾ gls ¾ gls 1 ¼ gls
Daging / penukar 25 gr 25 gr 25 gr
Tempe / penukar 50 gr 50 gr 50 gr
Sayuran gol A Sesuka Sesuka Sesuka
Sayuran gol B - - -
Minyak 5 gr 5 gr 5 gr
Pukul 10.00 Buah / penukar 75 gr 75 gr 75 gr
▪ Protein dipilih yang bernilai biologi tinggi seperti yang terdapat dalam susu, telur dan
daging.
▪ Rendah garam.
Bahan makanan 20 30 40
(gram) (gram) (gram)
Beras 50 75 150
Maezena 40 40 20
Daging 25 50 50
Telur 50 50 50
Sayuran A 150 100 150
Sayuran B - 50 100
Buah 200 200 200
Minyak 50 50 50
Gula pasir 120 100 100
Susu 100 200 400
Nilai gizi
Kalori (Kal) 1.575 1.713 2.015
Protein (gr) 21 32 41
Lemak (gr) 64 70 76
Hidrat arang (gr) 239 247 297
Kalsium (gr) 0,3 0,4 0,6
Besi (mg) 7 8,8 9,2
Vitamin A (SI) 6.664 8.676 8.679
Thiamin (mg) 0,4 0,5 0,6
Vitamin C (mg) 118 131 132
Natrium (mg) 172 262 282
Kalium (mg) 1.309 1.934 2.396
J. STANDAR FORMULA
Cara Pembuatan
a. Siapkan masing-masing bahan sesuai dengan jumlahnya
b. Tempe dipotong-potong kemudian direbus 10 menit lalu dihaluskan
c. Semua bahan dicampur kemudian ditambahkan air satu gelas belimbing kemudian
aduk
d. Masak diatas api kecil sambil diaduk-aduk selama 5-10 menit
e. Bubur tempe siap disajikan
Cara pembuatan :
1. Siapkan semua bahan sesuai jumlahnya, campur jadi satu kemudian diaduk rata.
2. Tambahkan air 1 gelas belimbing
3. Kemudian dimasak diatas api kecil sambil diaduk-aduk selama 5-10 menit.
4. Bubur susu siap disajikan.
3. Modisco
Kesimpulan
Diet adalah sebagai usaha seseorang dalam mengatur pola makan dan mengurangi makan
untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan berat badan yang ideal.
Diet penyakit adalah salah satu usaha mengatur pola makan yang sehat dengan penyakit
yang diderita agar cepat menuju angka kesembuhan dan mencegah penyakit itu kembali lagi.
Macam - macam standar makanan umum di rumah sakit Umi Barokah Boyolali antara
lain:
1. Standar makanan biasa
2. Standar makanan lunak
3. Standar makanan saring
4. Standar diit cair
Untuk macam- macam standar makanan khusus di rumah sakit Umi Barokah Boyolali
antara lain :
1. Standar diit rendah garam
2. Standar diit Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
3. Standar diit rendah sisa
4. Standar diit lambung
5. Standar diit hati
6. Standar diit rendah lemak
7. Standar diit Diabetes Mellitus (DM)
8. Standar diit jantung
9. Standar diit rendah protein
10. Standar formula