1. Aulia Paramita N 2. Diah Puspitasari 3. Dwi Mursita 4. Linda Eka A 5. Mita Dewi Astuti 6. Musthika Dhea A 7. Nursiyam Hidayanti 8. Puput Aryani 9. Rina Yuliastuti Asmanto 10. Risczy Alfrida D 11. Vina Irhamna
Mampu menjelaskan peran dan kompetensi ahli gizi bidang gizi klinik Mampu memahami kode etik profesi gizi Mampu memahami pekembangan profesi gizi Mampu melaksanakan pelayanan gizi sesuai prinsip etika
Skenario
Seorang ahli gizi yang bekerja di Rumah Sakit Swasta bertugas diruang perawatan intensif (ICU) merawat seorang pasien kritis yang mendapat makanan lewat sonde (NGT) sebanyak 6 kali pemberian dalam sehari. Setelah 3 hari dirawat pasien meninggal dunia, kebetulan pada saat pasien meninggal ahli gizi sedang tidak bertugas. Dokter menyatakan pasien meninggal karena overfeeding. Maka dilakukan penelitian secara mendalam dan ternyata penyebabnya adalah karena makanan sonde diberikan lebih dari 7 kali, sehingga terjadi keadaan yang fatal tersebut. Akibat dari kejadian ini maka ahli gizi RS Swasta tersebut harus berulang kali diperiksa dan ini sangat mengganggu pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Hasil penyelidikan menyimpulkan kesalahan ahli gizi RS karena tidak melakukan monitoring dan koordinasi dengan cermat.
Unclear Term
1. Ruang Perawatan Intensif (ICU) 2. Makanan Lewat Sonde (NGT) 3. Overfeeding 4. Fatal 5. Dimintai Kesaksian 6. Monitoring dan Koordinasi
3. Overfeeding
Overfeeding merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan terlalu banyak mendapat asupan makanan sehingga terjadi gangguan metabolisme dalam pencernaan orang tersebut. Gangguan metabolisme ini akan merusak sistem pencernaan dan mengakibatkan masalah kesehatan akibat sulitnya menyerap kelebihan asupan energi dan zat gizi.
4. Fatal
Fatal adalah suatu keadaan disebabkan oleh prilaku manusia memiliki kontribusi terhadap kerusakan kesalahan dan mengakibatkan kondisi sulit bahkan tidak dapat diperbaiki lagi. yang yang atau yang
5. Dimintai Kesaksian
Dimintai kesaksian adalah keadaan dimana dilakukannya crosscheck atas hal yang sudah dilakukan seseorang oleh pengawas atau orang yang bersaksi karena adanya kemungkinan sesuatu hal yang tidak seharusnya. Pemeriksaan dilakukan untuk mengklarifikasi suatu masalah.
Cues
Tenaga gizi harus menjalankan tugas secara sungguh-sungguh dan profesional serta mampu berkomunikasi dengan baik sesama ahli gizi maupun profesi lain (hubungan antar manusia), mendahulukan kepentingan klien diatas kepentingan pribadinya dan mejunjung tinggi korps gizi sebaik-baiknya sesuai dengan etika profesi gizi.
Problem Identification
1. Apakah yang dimaksud dengan profesional? 2. Apa perbedaan antara profesional dan profesionalisme? 3. Apa yang dimaksud dengan tenaga gizi bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan gizi? 4. Bagaimana dengan kode etik profesi gizi? 5. Apa yang dimaksud dengan memberikan pelayanan gizi sesuai dengan prinsip etika profesi? 6. Bagaimana hak azazi klien yang harus dilindungi dan diperhatikan? 7. Apa yang saudara ketahui tentang perkembangan profesi?
3. Apa yang dimaksud dengan tenaga gizi bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan gizi?
JAWAB : Seorang ahli gizi memberikan pelayanan gizi kepada masyarakat umum khususnya tentang informasi yang salah dan praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan, termasuk makanan dan terapi diet.
Seorang tenaga gizi bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan gizi harus memenuhi watak profesionalisme, yaitu: Beritikat untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi gizi, dan oleh karenanya tidak mementingkan imbalan upah materil. Dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses penddidikan dan/atau pelatihan yang panjang, eksklusif dan berat.
Kerja diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral, harus menundukan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi. Memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi aktual, akurat, dan dapat dipertanggung jawabkan. Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah masalah gizi di masyarakat. Memberikan contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang seimbang sesuai nilai praktek gizi individu yang baik.
1.
2.
3.
4. 5.
6. Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan. 7. Melakukan profesinya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya. 8. Bekerjasama dengan para profesional lain dibidang kesehatan maupun lainnya, berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya. 9. Membantu pemerintah dalam melaksanakan upaya-upaya perbaikan gizi masyarakat. 10.Penyuluh kesehatan masyarakat.
5. Apa yang dimaksud dengan memberikan pelayanan gizi sesuai dengan prinsip etika profesi?
JAWAB : Pelayanan gizi sesuai dengan prinsip etika profesi adalah memberikan pelayanan di bidang gizi yang sesuai dengan tuntutan dan etika profesionalisme, seperti:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tidak merugikan dalam pelayanan gizi Membawa kebaikan dalam pelayanan gizi Menjaga kerahasiaan paisien Otonomi pasien Berkata benar Berlaku adil Menghormati privasi
6. Mengajukan pengajuan atas kualitas pelayanan yang didapatkan. 7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. 8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit. 9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya. 10. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternativ tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadapa tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. 11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhada penyakit yang dideritanya. 12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya. 14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit. 15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit atas dirinya. 16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. 17. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standart baik secara perdata atau pidana. 18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standart pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Agar hak azazi klien dapat terlindungi maka kita sebagai tenaga profesi gizi harus melakukan:
1. Pengembangan pendidikan dan penerapan IPTEK yang mutakhir, memadai, tepat guna, realistis sesuai situasi dan kondisi. 2. Memberikan pelayanan berdedikasi / semangat pengabdian / niat ibadah yang tinggi. 3. Mengembangkan upaya kreatif, inovatif, dan dinamis terhadap perubahan / kemajuan. 4. Mengembangkan sikap, pemikiran, perilaku terbuka, mau mendengarkan, mau menerima kritik dan masukan, jujur dan supel.
5. Mendorong keberanian, percaya diri dan konsisten, dalam menyampaikan ide-ide baru dan pelaksanaan berbagai tugas. 6. Mengembangkan budaya kerja keras, ulet, tahan banting, tidak cepat putus asa, tidak cepat puas. 7. Mengembangkan kondisi/iklim berusaha yang baik, semangat kebersamaan, mau bekerja sama, konsep bersama kita bisa. 8. Mengembangkan/mengadakan dan memantau terus-menerus berbagai program/proyek pemberdayaan terpadu dan berkelanjutan (problem solving cycle)
Ahli gizi Indonesia dalam mendarmabaktikan keahliannya tergabung dalam organisasi profesi Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Ahli gizi di Indonesia mulai berkiprah sejak tahun 1957 dengan dipelopori oleh dr. Poorwo Soedarmo yang melahirkan slogan 4 sehat 5 sempurna, seiring dengan kebutuhan program pembangunan kesehatan dan perkembangan ilmu gizi, tenaga gizi dididik pada akademi gizi dan bergelar Bachelor of Science.
Pada saat itu lulusan akademi gizi disetarakan dengan B.S dari luar negeri sehingga dapat melanjutkan pendidikan untuk jenjang yang lebih tinggi seperti mengikuti pendidikan Master di luar negeri, namun pada tahun 1986 akademi gizi diubah programnya menjadi diploma 3, akibatnya lulusan akademi gizi tidak mendapatkan kesetaraan pendidikan lagi untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Untuk menghindari hal itu maka PERSAGI berusaha keras untuk dapat berdiri sejajar dengan profesi gizi di luar negeri agar para ahli gizi yag tergabung dalam organisasi profesi gizi dapat ikut berperan aktif dalam era globalisasi dunia.
Hipotesis
Learning Issues
1. Ciri profesional dan peran tenaga gizi klinik 2. Perbrdaan antara profesional dan profesionalisme 3. Profesionalisme tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi 4. Kode etik profesi gizi 5. AD/ART PERSAGI 6. Hak azazi klien 7. Pelayanan gizi sedsuai dengan prinsip etika profesi 8. Perkembangan profesi gizi
a) Pengkajian gizi
Dimulai dengan pemeriksaan antropometri untuk mengetahui status gizi pasien dan disesuaikan dengan kondisi pasien melalui pengukuran tinggi badan, berat badan, panjang lengan, tinggi lutut, lingkar lengan atas, dan skin fold thickness. Data penunjang lain yang berasal dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit dan diagnosa gizi pasien. Data riwayat gizi untuk menegakkan masalah gizi pasien. Riwayat gizi pasien didapatkan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berfungsi untuk mendapatkan gambaran kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Sedangkan untuk data kuantitatif didapatkan dengan cara recall 24 jam dan diukur dengan menggunakan food model (Depkes, 2003).
Intervensi gizi disusun berdasarkan etiologi (penyebab) masalah gizi yang ada, baik dari domain intake, klinik maupun perilaku (Susilo, 2011).
Profesionalisme :
Kualitas yang dihasilkan dari ahli gizi tersebut kurang memuaskan, hal ini disebabkan karena kurang terampilnya ahli gizi tersebut dalam menjalankan tugasnya yang ditandai dengan ahli gizi tersebut menyebabkan pasien mengalami overfeeding karena pemberian makan kepada pasien melebihi dari kebutuhannya, tidak melakukan monitoring gizi dan tidak berkoordinasi dengan cermat, sehingga ahli gizi tersebut tidak memenuhi standarsebagai ahli gizi yang kompeten.
4.
5.
6. Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan. 7. Melakukan profesinya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya. 8. Bekerjasama dengan para profesional lain dibidang kesehatan maupun lainnya, berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-baiknya. 9. Membantu pemerintah dalam melaksanakan upaya-upaya perbaikan gizi masyarakat. 10.Penyuluh kesehatan masyarakat.
5. AD/ART PERSAGI
Ahli gizi pada kasus tersebut tidak sesuai dengan pasal 3 ayat 1 yang terdapat di dalam AD/ART PERSAGI mengenai Kewajiban Anggota yang berbunyi : Anggota PERSAGI mempunyai kewajiban : Mematuhi AD/ART dan kode etik ahli gizi serta keputusankeputusan yang dikeluarkan oleh PERSAGI. Sebagai ahli gizi yang terdaftar sebagai anggota PERSAGI, maka ahli gizi seharusnya melaksanakan kewajiban tersebut.
Namun pada kenyataannya, ahli gizi pada kasus tersebut melanggar peran dari PERSAGI yang disebutkan pada AD PERSAGI Pasal 10 Ayat 2 yaitu Peningkatan keadaan gizi perorangan dan masyarakat serta melanggar Kode Etik Ahli Gizi yang secara otomatis juga melanggar ART PERSAGI Pasal 3 Ayat 1 yang telah disebutkan diatas. Seharusnya, ahli gizi pada kasus tersebut dapat meningkatkan keadaan gizi kliennya di Rumah Sakit, bukan menghilangkan nyawa kliennya tersebut.
Apabila ahli gizi pada kasus tersebut mematuhi, melaksanakan, serta berpedoman teguh pada Kode Etik Ahli Gizi seperti contoh pada Bab II mengenai Kewajibab Terhadap Klien ayat 1 yaitu Ahli Gizi berkewajiban sepanjang waktu senantiasa berusaha memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum serta ayat 4 yaitu Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memberikan pelayanan gizi prima, cepat dan akurat dan ayat 6 yang berbunyi Ahli Gizi dalam melakukan tugasnya, apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian, maka kecil kemungkinan untuk terjadinya keteledoran sehingga dapat merugikan bahkan menghilangkan nyawa dari kliennya tersebut.
Selain itu, ahli gizi tersebut dapat diberhentikan dari keanggotaan PERSAGI seperti yang disebutkan pada ART PERSAGI Pasal 5 mengenai Pemberhentian Anggota yang berbunyi sebagai berikut :
1. Pemberhentian anggota atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Dewan Pimpinan Cabang. 2. Seseorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara oleh Dewan Pimpinan Cabang apabila melanggar ketentuan organisasi. 3. Paling lama 6 bulan sesudah pemberhentian sementara Dewan Pimpinan Cabang dapat merehabilitasi atau mengusulkan pemberhentian kepada Dewan Pimpinan Pusat untuk dikukuhkan melalui DPD. 4. Dalam hal-hal luar biasa, Dewan Pimpinan Pusat dapat melakukan pemberhentian langsung, dan memberitahukannya kepada Dewan Pimpinan Daerah.
Terkait hal diatas keluarga klien memiliki hak untuk menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standart baik secara perdata atau pidana. Gugatan tersebut dikarenakan klien tidak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
Selain itu persatuan Ahli Gizi Indonesia bersama dengan universitas terkemuka bekerjasama dalam menata pendidikan dan pengembangan kurikulum profesi gizi dimana para sarjana gizi yang akan memulai praktek diharapkan menempuh program pendidikan profesi gizi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi tenaga gizi dan mengantisipasi era globalisasi yang sudah dipelupuk mata serta merupakan keadaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dalam hal ini ahli gizi RS tersebut kurang berkompetensi dalam menjalankan tugasnya yang bisa dilihat karena tidak melakukan monitoring dan koordinasi dengan cermat .Mungkin karena ahli gizi RS tersebut belum bisa memahami dan mengembangkan pelajaran pelajaran yang didapat waktu menempuh pendidikan gizi.
Kesimpulan Diskusi
Kesalahan pemberian makan
Rekomendasi
Tidak teledor Menguasai kode etik Sesuai AD/ART
Ahli Gizi
Profesional