Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TEKNOLOGI PANGAN

PEMBUATAN IKAN ASAP

Dosen Pembimbing : - Zulfiana Dewi, SKM., MP.


- Ir. Hj. Ermina Syainah, MP.
- Rahmani, STP., MP.

Disusun Oleh :
Dwi Amalia Lestari
P07131215094

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN


JURUSAN GIZI
DIPLOMA IV
2017

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang tidak asing lagi bagi masyarakat
Indonesia, bahan makanan ini memiliki kelebihan yaitu mengandung asam amino essensial
yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringan
pengikat sedikit sehingga mudah dicerna, selain itu harganya jauh lebih murah dibandingkan
sumber protein lainnya (Adawyah, 2007).
Menurut (Moeljanto, 1992), hasil perikanan merupakan komoditi yang cepat mengalami
kemunduran mutu, atau mengalami pembusukan, karena ikan mempunyai kandungan protein
(18-30 %) dan air yang cukup tinggi (70-80%) sehingga merupakan media yang baik bagi
perkembangan bakteri pembusuk. Disisi lain di Indonesia letak pusat-pusat produksi Ikan,
sarana distribusi dan pola penyebaran konsumen serta pabrik-pabrik penghasil olahan
perikanan menuntut agar ikan dapat bertahan hingga 3 hari (Murniyati dan Sunarman 2000).
Salah satu jenis pengolahan yang dapat digunakan untuk menghambat kegiatan zat-zat
mikroorganisme adalah pengasapan ikan, selain bertujuan memberikan manfaat untuk
mengawetkan ikan pengolahan ikan dengan cara pengsapan juga memberi aroma yang sedap,
warna kecoklatan atau kehitaman, tekstur yang bagus serta cita rasa yang khas dan lezat pada
daging ikan yang diolah (Wibowo, 1996). Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen
untuk mengkonsumsi olahan tersebut, sehingga pengolahan ikan asap bisa menjadi usaha
yang mempunyai prospek yang bagus dan menguntungkan untuk ditekuni.
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan
kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran
bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan
butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan
terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan
rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Wibowo,
1996).
Menurut Afrianto, dan Liviawati (1991) dalam proses pengasapan ikan, unsur yang
paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Berdasarkan penelitian
laboratorium, asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut : air, asam asetat, alkohol,
aldehid, keton, asam formiat, phenol, karbon dioksida.
Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan
asap, melainkan unsurunsur kimia yang terkandung dalam asap. Unsur kimia itu dapat
berperan sebagai :
Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab
pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan.
Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses
pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen.
Menurut Oki dan Heru (2007) kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi
mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat
yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan
lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk
berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam
asap itu sendiri.
Bahan pengawet, karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu memberikan
kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri penyebab ketengikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengasapan?
2. Apa saja fakor yang memperngaruhi pengasapan ikan?
3. Apa saja jenis-jenis pengasapan?
4. Apa saja bahan yang diperlukan untuk membuat ikan asap?
5. Apa saja senyawa kimia dalam pengasapan?
6. Apakah ada karsinogenik pada proses pengasapan?
7. Bagaimana SNI pengasapan ikan?
8. Bagaimana cara membuat ikan asap?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang pengasapan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang fakor yang memperngaruhi pengasapan ikan.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis pengasapan.
c. Untuk mengetahui bahan yang diperlukan untuk membuat ikan asap.
d. Untuk mengetahui senyawa kimia dalam pengasapan.
e. Untuk mengetahui karsinogenik pada proses pengasapan.
f. Untuk mengetahui SNI pengasapan ikan.
g. Untuk mengetahui cara pembuatan ikan asap.
TINJAUAN PUSTAKA

Subsektor perikanan dan peternakan merupakan andalan utama sumber pangan dan gizi
bagi masyarakat indonesia. Ikan, selain merupakan sumber protein, juga diakui sebagai
"functional food" yang mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak
tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin,serta
makro dan mikro mineral. Dibandingkan negara lain, sumbangan perikanan dalam penyediaan
protein di indonesia termasuk besar, yakni 55% . Namun demikian, jumlah ikan yang tersedia
belum memenuhi kondisi ideal kecukupan gizi sebesar 26,55 kg ikan/kapita/tahun. Dengan
produksi ikan sebesar 4,80 juta ton, maka jumlah ketersediaan ikan hanya 19,20 kg/kapita pada
tahun 1998. Diperkirakan angka konsumsi ikan secara aktual berada di bawah angka
ketersediaan tersebut, karena masih tingginya angka susut hasil ("loss") baik kuantitas, kualitas,
maupun nilai gizinya (Heruwati, 2002).
Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di
Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik.
Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara tradisional
menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis
sehingga dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan
yang ditimbulkan oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus
sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi) (Swastawati , 2011).
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang
dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma
spesifik umur simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis
pada ikan sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu
umumnya berupa fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil,
hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang
menempel pada permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan (Isamu,2012).

A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengasapan Ikan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengasapan (Wibowo, 1996), antara lain :
1. Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah dan permukaan kulitnya diselimuti
lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel pada lapisan air permukaan
ikan. Agar penempelan dan pelarutan asap dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal
sebaiknya rendah. Jika dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh
ikan akan cepat menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan
menghambat proses penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma asap
kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat
dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.
2. Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70%
dan suhunya sekitar 29C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama
pengasapan berjalan lambat karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu
mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan
terlalu cepat matang.
3. Jenis Kayu
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan
mutu ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari
jenis kayu keras sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan
kayu keras dari jenis separo kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau
damar seperti kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit
pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
4. Perlakuan sebelum pengasapan
Biasanya dengan penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain
yang berpengaruh adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap.
Mutu ikan akan berpengaruh karena bila ikan yang diasap sudah mengalami kemunduran
mutu maka produk yang dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan
jumlah asap dan ketebalan asap akan berpengaruh pada cita rasa, bau dan warna.
Semakin tebal asap semakin baik pula produk yang akan dihasilkan.

B. Jenis-jenis Pengasapan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cold smoking), namun dewasa
ini seiring dengan perkembangan jaman pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan
elektrik serta pengasapan cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah
sebagai berikut :
a. Pengasapan Panas
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses
pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap.Suhu
sekitar 70100 oC, lamanya pengasapan 2 4 jam.
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu
80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan
bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan
perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga
dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap.
Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah
dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).
b. Pengasapan Dingin
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses
pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap
(tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 50 oC dengan lama proses
pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan pengertian tersebut
pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi
dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu.
Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau
protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih
tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah
kembali menjadi produk siap santap (Adawyah, 2007).
Dari tulisan di atas maka dapat disimpulkan perbedaan antara pengasapan panas
dan pengasapan dingin, adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa perbedaan pengasapan panas dan pengasapan dingin

Jenis pengasapan Temperetur Waktu Daya awet


Pengasapan dingin 40-50C 1-2 minggu 2-3 minggu sampai bulan
Pengasapan panas 70-100C Beberapa jam Beberapa hari
Sumber : (Murniyati dan Sunarman, 2000)

c. Pengasapan Elektri
Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang dilewatkan
medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk
mempersiapkan permukaan ikan menerima partikel asap, kemudian tahap pengasapan,
dan tahap pematangan. pada ruang pengasap dipasang kayu melintang dibagian atas dan
dililiti kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut
(Adawyah, 2007).
d. Pengasapan cair
Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan (2009) proses pengasapan secara
langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan asap memiliki kelemahan, di antaranya
produksi asap sulit dikendalikan dan pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan
pekerja dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses
pengasapan yang aman dan bebas pencemaran, tetapi tujuan proses pengasapan tetap
tercapai. Salah satu alternatif ialah pengasapan menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap
dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis kayu. Menurut (Mubarokhah,
2008) asap cair atau liquid smoke merupakan kondensat alami bersifat cair dari hasil
pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan
bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang
diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu
dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur
secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa jam.
Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu
larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan dikeringkan ditempat teduh
(Adawyah, 2007). Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair merupakan kelompok
fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat antioksidasi
dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pem-bentukan spora dan
pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta
menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan
makanan (Waluyo, 2002). Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah:
Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi
yang lebih tinggi
Lebih intensif dalam pemberian aroma
Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
Polusi lingkungan dapat diperkecil
Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan,
atau dicampurkan langsung kedalam makanan
Menurut Pakan dalam Adawyah (2007), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari
dua buah drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum
tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga
dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk
membantu proses pendinginan asap.

C. Senyawa Kimia dalam Pengasapan


Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komponen-komponen asap yang merupakan
bahan pengawet adalah sebagai berikut:
a. Alcohol (metil alcohol dan etil alcohol)
b. Aldehid (formaldehid dan asetaldehid)
c. Asam-asam organic (asam semut dan asam cuka).
Menurut Komar (2001), Reaksi kimia secara alami, terjadi senyawa formaldehid
dengan phenol yang menghasilkan damar tiruan pada permukaan ikan, untuk itu
diperlukan suasana asam sebagaimana tersedia dalam komponen asap itu sendiri. Perubahan
warna ikan asap menjadi kuning kecoklatan, warna ini akibat reaksi kimia phenol
dengan oksigen dari udara hasil pembakaran secara langsung dalam bentuk bara dari
pembakaran tak semporna (in-complite). Oksidasi akan berjalan dengan laju lebih tinggi
bila pada lingkungan asam, hal ini juga sudah tersedia pada tubuh ikan itu sendiri.
Selain studi tentang toksisitas, keamanan dari asap cair tersebut tidak terlepas dari
komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Asap cair yang berasal dari bahan
baku berbeda dan metode pirolisis yang berbeda, akan menghasilkan komponen kimia yang
berbeda. Asap cair komersial yang banyak digunakan dalam skala industri maupun
laboratorium, telah diteliti komposisinya, aktivitas antimikrobialnya, dan pengaruhnya
terhadap sifat organoleptik produk perikanan. Komposisi dari asap cair sangat kompleks dan
terdiri dari komponen yang berasal dari kelompok senyawa kimia yang berbeda, seperti
aldehid, keton, alkohol, asam, ester, turunan furan dan pyran, turunan fenolik, hidrokarbon,
dan nitrogen (Budijanto et al., 2008).

D. Bahan-bahan Pengasapan Ikan


Proses pengasapan ikan pada mulanya masih dilakukan secara tradisional yang ditujukan
untuk pengawetan. Dalam perkembangannya asap cair ditujukan untuk memberikan efek
terhadap aroma, rasa dan warna yang spesifik. Beberapa jenis limbah pertanian seperti
bonggol jagung, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, tempurung dan sabut kelapa,
perdu, kayu mangrove, sejenis pinus, dan lain-lain, berpotensi memiliki kandungan senyawa
antioksidan fenol dan antibakteri yang dapat mengawetkan dan memberi rasa sedap spesifik
pada produk ikan asap (Swastawati, 2011).
Komposisi asap dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu, kadar air kayu
dan suhu pembakaran yang digunakan (Girard, 1992; Maga, 1987). Jenis kayu yang
mengalami pirolisis menentukan komposisi asap. Kayu keras pada umumnya mempunyai
komposisi yang berbeda dengan kayu lunak. Kayu keras (misalnya kayu oak dan beech)
adalah paling umum digunakan karena pirolisis terhadap kayu keras akan menghasilkan
aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan senyawa aromatik dan senaywa asamnya
8dibandingkan kayu lunak (kayu yang mengandung resin) (Yulstiani, 2008).
Warna kuning emas pada ikan asap disebabkan oleh reaksi antara fenol dan oksigen dari
udara, yang kemungkinan terjadi setelah unsur asap tersebut mengalami pengendapan saat
pengasapan. sedangkan warna mengkilat pada ikan asap disebabkan lapisan damar tiruan yang
dihasilkan oleh reaksi fenol dari golongan pirigalol dengan oksigen dari udara. Proses
oksidasi ini akan lebih cepat terjadi apabila keadaan sekeliling bersifat alkalis. Senyawa
fenolik yang terkandung dalam daun sirih. dapat menghambat oksidasi lemak sehingga
mencegah kerusakan lemak. Kandungan senyalva fenolik pada ekstrak daun sirih seperti
eugenol, kavikol dan hidrokavikol dapat menghambat oksidasi lemak (Sanger, 2010).
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang
dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma
spesifik umur simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis
pada ikan sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu
umumnya berupa fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil,
hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang
menempel pada permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan (Isamu, 2012).

E. Proses Pembuatan Ikan Asap


Poernomo (2002) mengatakan bahwa secara umum proses pengasapan ikan adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan Bahan Baku
Untuk memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga harus
bermutu tinggi, diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih dalam
keadaan segar (Poernomo, 2002). Banyak jenis ikan yang biasa diasap menurut Moeljanto
(1992), diantaranya jenis ikan yang berukuran kecil (ikan teri, dan sejenisnya); ikan yang
berukuran sedang (bandeng, belanak, dan sebagainya); ikan yang berukuran besar (Tuna,
Tenggiri, Kakap, dan lain-lain). Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan
diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memeperhatikan
faktor kebersihan dan kesehatan (Munzir, 2009).
Menurut Junianto (2003) penanganan ikan segar harus menggunakan suhu rendah
(dingin/beku) sehingga proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang
mengarah kepada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat, selain itu pada suhu rendah
pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat sehingga
kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan.
2. Penyiangan dan Pencucian
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) Penyiangan ikan bertujuan untuk
menghilangkan sebagian besar bakteri pembusuk yang terdapat pada tubuh ikan.
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau
sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau
dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang
harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan
sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya (Fhara, 2009).
Sebelum diasapi ikan dicuci lebih dahulu untuk menghilangkan sisik, kotoran dan
lendir. Kemudian ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut sampai dekat anus, bila
perlu kepala ikan dipotong dan bagian perut dicuci untuk menghilangkan kotoran, darah
dan lapisan dinding perut yang berwarna hitam. Kemudian ikan dicuci kembali sampai
bersih lalu direndam dalam larutan garam (Wibowo, 1996). Mendukung pendapat tersebut
bahwa ikan ikan yang akan diasap, harus bersih dari kotoran-kotoran yang dapat
mencemari produk, dengan cara dicuci dengan air bersih dan disiangi. Cara pencucian
0
yang baik adalah menggunakan air dingin bersuhu < 5 C dan bersih, mengalir yang
memenuhi persyaratan air minum, hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang
terikut pada bahan baku.(Suseno, 2008).
3. Penggaraman
Dalam hal penggaraman biasanya menggunakan garam dapur NaCI. Menurut
Moeljanto (1992) konsentrasi garam dan lama perendaman dalam proses penggaraman
atau perendaman dalam brine (brinning) tergantung pada keinginan pengolah yang
sebenamya sehingga dapat disesuaikan dengan selera konsumen atau permintaan pasar.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan Banten (2007) tahapan penggaraman ikan
yang sudah bersih kemudian direndam dalam larutan garam 10%, kunyit dan daun salam
selama 30 menit, perbandingan ikan dan air yang digunakan untuk merendam adalah 1 : 1.
Penggaraman ini dimaksudkan untuk mencegah atau menghambat proses
pembusukan. Karena proses pengasapan sebagai saran pengawetan berjalan lambat, maka
sebelum asap itu dapat menghentikan proses pembusukan terlebih dahulu ikan diawetkan
dengan cara penggaraman.
4. Penirisan
Ikan yang sudah digarami diangkat dari bak perendaman, terlebih dahulu harus
dikeringkan supaya larutan garamnya tidak ada lagi yang menetes. Ikan harus dikeringkan,
tetapi tidak boleh dengan cara dijemur langsung dibawah terik sinar matahari. Ikan
digantung ditempat yang kering dan teduh selama 1-2 jam dengan mengunakan rangkaian
bambu atau para-para agar lebih maksimal para-para ditata dengan ketinggian 1-1,5 meter
dari tanah. Apaila memungkinkan, di tempat terbuka yang tertiup angin. Bertujuan untuk
mengeringkan bagian permukaan ikan hingga terbentuk pellicle, yaitu permukaan ikan
yang licin dan elastis, terutama ikan-ikan yang tidak bersisik. Alat penggantung ikan yang
dipakai dalam pengeringan tersebut biasanya penggantung ikan yang dipakai pada proses
pengasapan. Timbulnya pellicle mempercepat penempelan partikel-partikel asap pada ikan
(Murniyati dan Sunarman, 2000).
Setelah itu ikan ditiriskan, yaitu diletakkan berjajar-jajar diatas rak atau hamparan
sebidang tempat yang dibuat dari anyaman bambu atau daun kelapa hingga ikan tersebut
kering dan siap diasapi.
5. Pengasapan
Proses pengasapan meliputi pemilihan bahan bakar, penggantungan dan penyusunan
ikan, serta pengasapan (Wibowo, 1996).
a. Bahan bakar
Tahap penting lain dalam pengasapan adalah memilih jenis bahan bakar biasanya
kayu yang akan digunakan. Bahan bakar lain sebagai alternatif berupa serbuk gergaji,
serutan kayu, tempurung, sabut kelapa, dan sebagainya. Kayu, serutan dan serbuk
gergaji merupakan pilihan yang baik asalkan dari jenis kayu keras, tidak banyak
mengandung resin, getah, atau damar.
b. Penggantungan dan Penyusunan Ikan
Ikan yang sudah tiris disusun di dalam alat pengasap. Cara penyusunan ikan,
misalnya mendatar di atas rak, akan menentukan ikan asap yang dihasilkan. Cara
tersebut cocok untuk ikan-ikan kecil atau fillet ikan. Namun, dengan posisi itu kontak
antar asap dan ikan kurang merata. Bagian bawah akan lebih banyak menerima panas
dan asap sehingga ikan perlu dibalik.
c. Pengasapan
Pengasap panas pada dasarnya terdiri atas tiga tahapan. Tahap pertama merupakan
tahap pengeringan awal yang berlangsung sedikit diatas ruang. Tahap kedua merupakan
tahap pematangan pertama, sedangkan tahap ketiga merupakan pematangan akhir. Perlu
diperhatikan bahwa sebaiknya tidak mengasapikan secara langsung pada suhu tinggi
sebab daging ikan akan cepat matang, tetapi teksturnya masih lunak. Akibatnya,
pengeringan berjalan lambat dan ikan mudah patah.
d. Pendinginan dan Pengemasan
Setelah pengasapan selesai ikan dibiarkan dingin dulu sampai suhunya sama dengan
suhu ruangan. Sebaiknya tidak mengemas produk selagi panas atau hangat karena dapat
mengakibatkan pengembunan dan cepat rusak sehingga akan ditumbuhi jamur. Ikan
asap harus dibiarkan dingin dengan cara ditempatkan pada ruangan terbuka yang bersih.
Kipas angin dapat digunakan untuk membantu mendinginkan ikan asap, asalkan
terjadinya kontaminasi oleh kotoran dapat dicegah. Melalui cara itu, ikan asap sudah
cukup dingin dalam waktu 1 sampai 2 jam.
Kemasan yang digunakan sebaiknya kuat, higienis, dan menarik. Kotak kayu cocok
sebagai kemasan. Pada dasar kotak kayu dialasi kertas yang bersih dan ikan asap
disusun secara rapih didalamnya. Pengemasan dengan kertas dan kotak kayu yang
diikuti dengan penyimpanan pada suhu ruang yang memadai akan lebih baik disimpan
pada ruangan yang bersuhu rendah (3-10 C) (Adawyah, 2007).

F. Karsinogenik pada Pengasapan


Perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker (karsinogen) dan perubahan
gen (mutagen) semakin marak. Asap, tidak hanya asap rokok, tetapi juga asap paga daging
ikan yang dipanggang, dibakar, atau diasap, dicurigai sebagai agen kanker yang berbahaya.
Ada tiga kelompok senyawa piliciclic aromatic hydrocarbon (PAH), N-nitroso compound
(NNC), dan heterocyclic aromatic amine (HAA). Senyawa PAH biasanyaditemukan pada ikan
asap, NNC pada daging asap, dan HHA pada ikan dan daging bakar atau panggang.
G. SNI Pengasapan Ikan
Menurut Nastiti (2006), nilai organoleptik ikan asap menurut SNI No. 01-2725-1992
adalah > 7 dengan kriteria kenampakan menarik dan bersih, bau asap cukup tanpa ada
tambahan mengganggu, rasa enak, konsistensi padat, kompak serta kering antar jaringan.
Persyaratan mutu ikan asap menurut SNI No. 01-2725-1992 tercantum dalam Tabel :
Tabel 4. SNI Pengasapan
Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
A. Organoleptik
Nilai minimum
Kapang
7
Tidak tampak
B. Cemaran Mikroba
ALT, maksimum
Escheriscia coli
Salmonella sp.* CFU / gram 5x105
Stapilococus aureus*
APM / gram <3
Per 25 gram Negatif
Per 25 gram Negatif
C. Cemaran Kimia
Air, maksimum
% b/b 60
Garam, Maksimum
Abu, tidak larut dalam % b/b 4
Asam, maksimum
% b/b 1,5

H. Penyimpanan
Penyimpanan ikan asap akan sangat berperan penting dalam distribusi dan pemasarannya,
jika pengemasan dan penyimpanannya baik, maka ikan tidak akan rusak.
Menurut Wibowo (1996) ikan asap yang berlemak sebaiknya disimpan pada suhu 3 C
masih tetap kondisinya meskipun sudah tersimpan selama 6 hari, sedangkan ikan asap yang
berdaging putih istilah lain untuk ikan yang berlemak rendah dapat bertahan hingga 8 hari.
Selama pada penyimpan, suhu harus dipertahankan stabil rendah sehingga daya awet dan
mutu ikan terjamin dan tidak mudah busuk.

I. Mutu, Sanitasi, dan Higienitas Ikan Asap


Cara paling mudah untuk menilai ikan asap, yaitu dengan menilai mutu sensoris atau
mutu organoleptiknya. Cara lain dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang
tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus yang tidak mudah dan tidak
murah. Penilaian mutu secara sensoris sudah sangat memadai jika dilakukan dengan baik dan
benar (Wibowo, 1996).
Ada lima para meter sensoris utama yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau,
rasa dan tekstur. Adanya jamur dan lendir juga perlu diamati. Kriteria dan deskripsi mutu
sensoris ikan asap dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 : Kriteria Mutu Sensoris Ikan Asap
Parameter Diskripsi mutu ikan asap
Penampakan Permukaan mutu ikan asap, cerah, cemerlang, dan mengkilap.
Apabila kusam dan suram menunjukkan bahwa ikan yang
diasap sudah kurang bagus mutunya atau karena perlakuan dan
proses pengasapan tidak dilakukan dengan baik dan benar.
Tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang mongering,
sisa isi perut, abu, atau kotoran lainnya. Adanya kotoran
semacam itu menjadi indikasi kalau pengolahan dan
pengasapan tidak baik. Apabila pada permukaan ikan terdapat
deposit kristal garam maka hal itu menunjukkan bahwa
penggaraman terlalu berat dan tentu rasanya sangat asin
Pada ikan asaptidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau
lendir.
Warna Ikan asap berwarna cokelat keemasan, cokelat kekuningan,
atau coklat agak gelap. Warna ikan asap tersebar merata.
Adanya warna kemerahan di sekitar tulang atau berwarna gelap
di bagian perut menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah
bermutu rendah.
Bau Bau asap lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik,
tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, dan tanpa
bau apek.
Rasa Rasa lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa
rasa getir atau pahit, dan tidak berasa tengik.
Tekstur Tekstur kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali
produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh,
dan tidak lengket. Hendaknya kulit ikan tidak mudah dikelupas
dari dagingnya.
Sumber : Wibowo, 1996
Masalah sanitasi dan higienitas sering menjadi anak tiri atau dikesampingkan dalam
industri perikanan di Indonesia, terutama industri skala rumah tangga atau skala kecil. Akan
tetapi, untuk mendapatkan produk bermutu tinggi yang higienis, masalah itu tidak dapat
diabaikan.
METODE

A. Alat
Lemari asap
Baskom
Panci
Pisau
Kompor gas

B. Bahan :
Ikan 1 kg
Garam 1/6 kg
Air secukupnya
Bawang goreng secukupnya

C. Prinsip Kerja
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan
kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran
bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan
butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan
terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan
rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Bloom, 2006).
Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan asap,
melainkan unsurunsur kimia yang terkandung dalam asap. Unsur kimia itu dapat berperan
sebagai :
- Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab
pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan.
- Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses
pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen.
Menurut Adawyah (2007) kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap.
Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat
dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan dammar
tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini
diperlukan suasana asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
- Bahan pengawet, karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu memberikan
kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri penyebab ketengikan.
D. Prosedur Kerja
a. Siang ikan, cuci, dan kelompokan menurut ukuran
b. Masukkan garam ke dalam liter air dan didihkan, kemudian dinginkan.
c. Rendam ikan selam 15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai permukaan kering
d. Ikat satu persatu kemudian :
1. Gantung dalam ruang pengasapan, dengan jarak masing-masing 1 cm atau
2. Gantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke atas dengan
menggunakan kaitan kawat, atau
3. Susun satu persatu di atas anyaman bambu , kemudian disusun dalam lemari
pengasapan secara berlapis-lapis. Antara masing masing lapisan diberi jarak kira-kira
sama dengan rata-rata panjang ikan. Agar pengasapan merata ikan harus di bolak balik
e. Siapkan bahan bakar berupa arang atau potongan-potongan kayu di bawah ruang pengasap,
kemudian bakar;
f. Bubuhkan ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul asap :
1. Panas diatur pada suhu 70-80C. Selama 2-3 jam (harusdijaga agar panas merata
dan ikan tidak sampai hangus)
2. Panas diatur pada suhu 30-40C selama 4 jam terus menerus. Hasil pengasapan
ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan asap
g. Keluarkan ikan asap dari lemari pengasapan, lalu bungkus atau kemas dalam kantong
plastik

Catatan :
1. Ciri-ciri khas ikan asap yang baik adalah :
A. Rupa dan warna : produk harus halus, mengkilat, dn berwarna emas muda
B. Bau dan rasa : produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap (bau asap
yang sedap dan merangsang selera)
C. Berair
2. Dengan cara pengasapan pada suhu 70C 80C ian tahan lama disimpan kurang dari 1
bulan dibandingkan dengan pengasapan pada suhu 20-30C (sampai 1 bulan
3. Selain bandeng, ikan yang biasa diasap adalah ikan tembang, lemuru, kembung, selar,
tongkol, dan cakalang
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1991. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Bloom, P.N dan Boone, L.N. 2006. Strategi Pemasaran Produk. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Budijanto, Slamet., Rokhani Hasbullah., Sulusi Prabawati., Setyadjit., Sukarno., Ita Zuraida.
2008. Identifikasi Dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk Produk
Pangan. Ipb. Bogor

Djatmika, D. H., Farlina, Sugiharti E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. Cv Simplex.
Jakarta.
Faiz, A. 2008. Resep Masakan Khas Pembuatan Ikan Asap.
http://cuek.wordpress.com/category/non-kolesterol/. Diakses pada 6 Mei 2017.
Heruwati, endang sri. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek dan peluang
pengembangan. Pusat riset pengolahan produk dan sosial ekonomi kelautan dan
perikanan, Jakarta.
Isamu Kobajashi T., Hari Purnomo Dan Sudarminto S. Yuwono. 2012. Karakteristik Fisik,
Kimia, Dan Organoleptik Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Asap Di
Kendari. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 2 [Agustus 2012] 105-110

Kusmajadi, S., Lilis S., Dan Balqis B. 2011. Keempukan Dan Akseptabilitas Daging Ayam
Pada Berbagai Temperatur Dan Lama Pengasapan. Jurnal Ilmu Ternak. Volume 11
Nomor 1
Komar, Nur. 2001. Penerapan Pengasap Ikan Laut Bahan- Bakar Tempurung Kelapa
(Applied Of Sea Fish Curing In Sawdust Fuel) . Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2,
No. 1, April 2001 : 58-67
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Munzir. 2009. Penanganan Ikan Segar.
http://duniaperikanan.wordpress.com/2009/10/14/penanganan-ikan-segar/. Diakses
pada 6 Mei 2017.
Murniyati, A. S Dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan Dan Pengawetan Ikan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Nastiti, Dwi. 2006. KAJIAN PENINGKATAN MUTU PRODUK IKAN MANYUNG (Arius
thalassinus) PANGGANG DI KOTA SEMARANG. TESIS. Program Studi Magister
Manajemen Sumberdaya Pantai. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang
Poernomo, H.S. 2002. Teknologi Pengolahan Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.
Sanger, Grace. 2010. Oksidasi Lemak Ikan Tongkol (Auxfs Thazardl Asap Yang Direndam
Dalam Larutan Ekstrak Daun Sirih. Pacific Journal Juli 2010 Vol 2 (5) : 870 -873
Suseno, A. 2008. Diktat Penanganan Hasil Perikanan. Akademi Perikanan Sidoarjo.
Sidoarjo
Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan. 2009. Teknologi Alat Pengolah Bahan Pangan.
Swastawati, Fronthea. 2011. Studi Kelayakan Dan Efisiensi Usaha Pengasapan Ikan Dengan
Asap Cair Limbah Pertanian. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro. Semarang
Waluyo. 2002. Asap Cair dan Oven Pengasap Mekanis untuk Meningkatkan Mutu Ikan Asap.
http://www.iptekda.lipi.go.id/root/buletin.asp. Diakses pada 6 Mei 2017.
Wibowo, S. 1996. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta
Yulstiani, Ratna. 2008. Monograf Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet Alami Pada Produk
Daging Dan Ikan.Upn Veteran Jawa Timur.
Yusroni, Nanang. 2009. Analisis Profit Margin Untuk Meningkatkan Nilai Tambah
Pendapatan Antar Pengrajin Pengasapan Ikan Manyung, Ikan Tongkol Dan Ikan
Pari Di Bandarharjo Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Wahid Hasyim.
Semarang

Anda mungkin juga menyukai