Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

PENGOLAHAN PENGASAPAN IKAN CAKALANG FUFU


(KATSUWONUS PELAMIS) DI PT. SARI CAKALANG BITUNG,
SULAWESI UTARA

DISUSUN OLEH:
NAMA : DEVITA FEBRIANA
NIS : 5538

AGRITEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DAN


AGRIBISNIS PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
SMK NEGERI 1 PURING
PURING
2023

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pengolahan Pengasapan Ikan Cakalang Fufu


(Katsuwonus Pelamis) di PT. Sari Cakalang Bitung,
Sulawesi Utara
Nama : Devita Febriana
NIS : 5538
Bidang Studi : Agribisnis dan Agriteknologi
Konsentrasi Keahlian : Agribisnis Pengolahan Hasil Perikanan

Menyetujui,

Ketua Program Keahlian APHPi Guru Pembimbing

SIGFRIET HURSEPUNY BUSRO CAHYO BEKTI,S.Pi,M.Pd


NIP. 19700921 202221 1 001 NIP.19810614 200604 1008

Mengetahui,
Kepala Sekolah

UMI ROKHAYATUN, S. Pd., M. Si., Ak., CA.


NIP. 19710509 199903 2 006

Hari/Tanggal Pengesahan:

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan bagi
kami sehingga kami akan menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan juga
dapat menyelesaikan ini dengan baik. Maksud dan tujuan penyusunan proposal ini
adalah sebagai pemenuhan tugas yang dimaksud untuk ujian praktek SMK N 1
Puring paket keahlian APHPi.
Dengan rasa syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunianya akhirnya kami dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “
PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN PENGOLAHAN PENGASAPAN
IKAN CAKALANG FUFU (KATSUWONUS PELAMIS)” DI PT. SRI HARTATI
SAMUDRA JAYA, REMBANG-JAWA TENGAH.
Karena bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moral maupun materi
mendorong semangat penulis sehingga proposal prakerin ini terwujud tepat waktu.
Proposal praktekkerja lapangan ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Ibu Umi Rokhayatun, S. Pd., M. Si., Ak., CA, selaku Kepala Sekolah
SMK N 1 Puring.
2. Bapak Sigfriet Hursepuny, S. Pi, selaku ketua parodi jurusan
Agribisnis Pengolahan Hasil Perikanan (APHPi).
3. Ayah dan ibu selaku orang tua yang telah mendukung dan
membimbing kami
4. Semua pihak yang telah membantu terwujudnya penyusunan proposal
prakerin ini.
Penyusun menyadari bahwa proposal praktek kerja lapangan ini masih jauh
dari kata sempurna baik dari segi penulisan maupun isi proposal.Oleh karena itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Penyusun berharap dengan adanya proposal praktek kerja lapangan ini akan
bermanfaat bagi semua pihak, baik itu penyusun, pembaca, maupun adik – adik
kelas yang juga akan melakukan Praktek kerja Lapangan dan membuat proposal
praktek kerja lapangan.
Puring, 27 Juli 2023
Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... viii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
1.3 Batasan masalah.............................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Tinjauan Umum Ikan Cakalang...................................................... 3
2.1.1. Klasifikasi Ikan..................................................................... 3
2.1.2. Morfologi Ikan ..................................................................... 4
2.1.3. Komposisi Gizi Ikan............................................................. 5
2.2 Pengawetan Dengan Pengasapan.................................................... 6
2.2.1. Suhu Panas............................................................................ 6
2.2.2. Suhu Dingin.......................................................................... 7
2.3 Penurunan Mutu Hasil Perikanan.................................................. 8
2.3.1. Kemunduran Mutu Secara Autolisis..................................... 8
2.3.2. Kemunduran Mutu Secara Kimiawi..................................... 8
2.3.3. Kemunduran Mutu Secara Mikroorganisme........................ 9
2.4 Pengolahan Cakalang Fufu............................................................ 9
2.5 Pemanfaatan Limbah Cakalang Fufu............................................ 12
BAB 3. METODE PRAKTEK KERJA INDUSTRI................................... 13
3.1 Alat dan Bahan............................................................................... 13
3.1.1. Alat...................................................................................... 13
3.1.2. Bahan................................................................................... 13
3.2 Metode Kerja.................................................................................. 13

4
3.2.1. Pengamatan Alur Proses....................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
LAMPIRAN.................................................................................................... 16

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)............ 5


Tabel 2. Perbedaan Pengasan Panas dan Pengasapan Dingin.......................... 8

6
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan Cakalang............................................................................... 3

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penilaian Organoleptik Ikan Segar............................................... 16


Lampiran 2. Proses Pengolahan........................................................................ 17

8
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara maritim dengan laut yang cukup luas.Laut
Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang besar terutama potensi
perikanan laut dari segi jumlah dan keragaman jenis.Pada dasarnya ikan
merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan biologis oleh
enzim atau mikroorganisme pembusuk, oleh sebab itu, ikan memerlukan
penanganan khusus untuk mempertahankan mutunya. Proses kerusakan ikan
yang paling umum terjadi adalah pembusukan yang disebabkan oleh bakteri
(Supardi dan Sukamto, 1999).
Ikan yang layak konsumsi adalah ikan yang kaya akan protein dimana
dapat memperbaiki dan memenuhi gizi, salah satunya adalah ikan cakalang
(katsuwonus pelamis). Ikan Cakalang merupakan ikan yang mudah ditemukan
hampir di seluruh perairan Indonesia. Menurut Yanglera, dkk, ( 2016) ikan
cakalang menjadi komoditi ekspor yang tinggi baik dalam bentuk segar, beku,
maupun olahan, sehingga ikan cakalang banyak disukai dan dikonsumsi
masyarakat karena memiliki banyak kelebihan diantaranya rasanya yang
enak, memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, dan banyak dimanfaatkan untuk
produk olahan seperti cakalang fufu. Kandungan protein yang ada pada ikan
sangat tinggi, termasuk protein didalam ikan cakalang (Prasetiawan, 2013).
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa
kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami (Adawyah, 2007). Di
Sulawesi Utara khususnya kota Manado terkenal dengan produk ikan
cakalang asap atau dengan nama lokal, yaitu cakalang fufu. Cakalang asap
yang berkualitas dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama, bisa bertahan
sampai 1 minggu. Biasanya ikan Cakalang yang diasap memiliki ukuran
sedang, memiliki panjang sekitar 30 – 50 cm. Bahan bakar untuk pengasapan
adalah sabut kelapa yang dipilih karena asapnya tebal, sehingga proses

1
pengasapan relatif lebih cepat. Pengasapan dihentikan jika ikan berwarna
kemerah – merahan, teksturnya empuk, kering (Anonimous, 2013).
Pada umumnya cakalang asap banyak terdapat di pasar tradisional dan
ada juga sebagian sudah terjual di supermarket. Sebagai produk akhir, ikan
asap diperoleh belahan memanjang berwarna coklat kemerahan, mengkilap,
berbau khas ikan bakar, daging bagian luar agak keras, dan mempunyai daya
awet 2 – 3 hari, hal ini dikarenakan suhu penyimpanan dilakukan pada suhu
kamar yaitu 25 – 32°C dan daya tahannya tidak lama karena sudah
mengalami pembusukan dan ditumbuhi kapang (Dundu, 1986). Kemunduran
mutu ikan disebabkan oleh aksi enzimatis dan bakteri, kedua aksi ini
mengurai komponen penyusun jaringan tubuh ikan sehingga menghasilkan
perubahan fisik seperti daging ikan menjadi lunak dan perubahan kimia
menghasilkan senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk (Hadiwiyoto,
1993).
1.2. Tujuan
1. Mengetahui dan mengamati alur proses pengolahan ikan cakalang fufu
2. Mengetahui mutu pada ikan ikan cakalang fufu
3. Mengembangkan variasi produk ikan asap.
4. Mengembangkan produk ikan asap yang memiliki nilai jual tinggi dengan
kemasan yang higienis,praktis, dan menarik.
5. Menjadi perusahaan ikan asap kemasa yang mendunia.
6. Menjaga supaya produk tradisional tetap terjaga meski berganti masa.
7. Memberikan cita rasa yang khas agar lebih disukai konsumen dan dapat
disimpan lebih lama.
8. Mengetahui GMP dan SSOP serta mengetahui penanganan limbah hasil
produksi
1.3. Batas masalah
1.Pengamatan terhadap alur proses produksi
2. Mengetahui mutu bahan baku dan produk ikan cakalang fufu meliputi
hasil uji organoleptik
3.Mengetahui suhu proses, suhu air dan suhu ruang produksi.
4.Mengetahui cara penanganan limbah.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Ikan Cakalang

Gambar 1. Ikan Cakalang


Sumber:tokopedia.com

2.1.1 Klasifikasi Ikan Cakalang


Klasifikasi ikan cakalang menurut Zipcodezoo (2018) adalah sebagai
berikut:
Phylum : Vertebrata
Sub phylum : Craniata
Series : Pisces
Class : Teleostomi
Subclass : Actinopterygii
Superclass : Gnatnostomata
Order : Perciformes
Suborder : Scombroidei
Family : Scombridae
Subfamily : Scrombinae
Tribe : Thunnini
Genus : Katsuwonus
Spesies : Katsuwonus pelamis
Nama inggris : Skipjack tuna
Nama Indonesia : Blereng, kausa, cakalan, kamboko, karamojo,dan
turingan.

3
2.1.2 Morfologi Ikan Cakalang
Menurut Collete (1983), Ikan Cakalang mempunyai ciri – ciri
sebagai berikut: tubuh berbentuk torpedo(fusiform), rata – rata
panjangnya sekitar 60 cm. Namun, pernah ditemukan cakalang dengan
ukuran yang lebih besar, yaitu dengan berat mencapai 18 kg dan
panjangnya 1 m. Tapis insang (gill rakes) berjumlah 53 – 63 pada helai
pertama.
Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah.Ikan Cakalang
memiliki tubuh yang padat, penampang bulat, leteral line melengkung
ke bawah tepat dibawah sirip punggung kedua, sirip dada pendek dan
berbentuk segitiga.
Pada perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara
kelimpahan cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton. Semakin
banyaknya ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul
untuk mencari makan.Ikan cakalang biasanya akan membentuk
gerombolan (schooling) pada saat ikan tersebut mencari makanan.
Ikan cakalang sering membentuk schooling di sekitar
permukaan dan schooling ini dapat diketahui dengan memperhatikan
tanda – tanda alam seperti burung – burung yang terbang rendah, benda
– benda terapung, hiu dan paus, serta sering menunjukan tingkah laku
yang unik dengan cara meloncat ke udara, memburu mangsa,
membentuk buih, dan lain – lain (Ismunandar, 2018).
Ikan cakalang hidup pada range kedalaman hingga 260 m dan
daerah tropis pada suhu 15 – 30°C. Ikan cakalang dewasa dapat
mencapai panjang 40 – 45 cm, dengan panjang maksimum 110 cm dan
berat hingga 34,5 kg. Jari – jari keras sirip punggung 14 – 16, jari – jari
sirip punggung lemah pada sirip dubur 14 – 15.Bagian belakang
berwarna biru keunguan, sisi bawah bagian perut berwarna silver. Pada
bagian perut terdapat garis melintang sebanyak 4 sampai 5 buah
(Fishbase, 2018).
Ikan cakalang pada umumnya hidup di laut tropis dan subtropis.
Misalnya di Samudra Hindia, Samudra Atlantik, dan Samudra Pasifik.

4
Ikan ini dikenal sebagai perenang yang cepat, terutama di area lautan
yang tidak terlalu dekat dengan dasar laut.Ikan Cakalang hidup secara
bergerombol dan bergerak bersama kawanannya.Dalam 1 kawanan
bahkan jumlahnya bisa mencapai 50.000 ekor.Seperti ikan tuna, ikan
cakalang juga sangat populer sebagai menu kuliner.
Misalnya di Jepang, Cakalang yang disebut sebagai katsuo ini
diolah menjadi katsuobushi yang merupakan bahan utama kaldu ikan
untuk berbagai bumbu masakan Jepang. Di Indonesia, cakalang banyak
terdapat di perairan Manado dan Maluku. Aneka kuliner dari kedua
daerah banyak yang berasal dari olahan ikan cakalang.Contohnya
adalah rica – rica, hingga diolah menjadi sambal dan abon.
Salah satu menu paling khas adalah cakalang asap yang biasa
disebut cakalang fufu. Oleh karena itu, cakalang merupakan jenis ikan
dengan nilai komersial tinggi, maka ikan cakalang juga banyak
dibudidayakan.Bahkan ikan cakalang juga menjadi salah satu ikan
sumber devisa bagi Indonesia. Selain rasanya yang lezat, kandungan
omega 3 dan protein yang kaya pada dagingnya menjadikan ikan ini
sangat diminati negara tujuan ekspor.Peminat ikan kebanyakan berasal
dari kalangan menengah ke atas.
2.1.3 Komposisi Gizi Ikan Cakalang
Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis)
Kandungan Jumlah
Air 73,03%
Protein 20,15%
Lemak 3,39%
Karbohidrat 2,35%
Abu 1,94%
Sumber: (Intarasirisawat dkk., 2011)

5
2.2 Pengawetan Dengan Pengasapan
2.2.1 Suhu Panas
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dengan suhu panas
adalah proses pengasapan dimana ikanakan di asapi diletakkan
cukup dekat dengan sumber asap dengan suhu sekitar 70 - 85°C,
sama dengan pemanggangan. Suhu dinaikkan secara perlahan –
lahan hingga suhu mencapai 140°C selama 2 – 4 jam sampai
penurunan bobot ikan ≤ 30%.
Kadar air produk ini cukup tinggi sehingga hasil produknya
tidak dapat disimpan untuk jangka waktu lama.Kelebihan dari
pengasapan suhu panas adalah waktu yang dibutuhkan lebih
singkat. Sedangkan kekurangannya adalah daging ikan pada bagian
luar akan lebih cepat kering. Pengasapn panas lebih dirancang
untuk meningkatkan aroma melalui aroma dari asap itu sendiri,
dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap.
Pengasapan suhu panas dilakukan dengan menyusun ikan pada
rak – rak pengasapan.Penyusunan dilakukan sedemikian rupa
sehingga seluruh bagian permukaan memungkinkan untuk
mendapatkan intensitas asap yang cukup. Suhu pengasapan yang
tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat
mencegah kebusukan.
Alat pengasapan panas terbuat dari drum besi yang
dimodifikasi menjadi alat pengasapan. Pada pengasapan panas
dibagian dinding bawah drum dibuat pintu yang berfungsi sebagai
tempat untuk masuknya bahan bakar dan untuk mengeluarkan abu
sisa pembakaran. Dibagian dalam drum dibuat rak untuk
meletakkan ikan yang akan diasapi.
Bagian penutup atas drum dibuat 2 lubang. Lubang pertama
digunakan sebagai tempat untuk thermometer yang berfungsi untuk
mengukur suhu selama pengasapan. Lubang kedua adalah cerobong
asap fungsinya untuk mengeluarkan asap apabila suhu didalam
drum terlalu tinggi.

6
Pengasapan panas biasanya menghasilkan ikan asap yang
mempunyai rasa yang baik. Untuk memperoleh rasa ikan asap yang
diinginkan, perlu dilakukan variasi pada penggaraman dan
perlakuan – perlakuan pendahuluannya.
2.2.2 Suhu Dingin
Menurut Abu Faiz (2008), pengasapan dengan suhu dingin
adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan
diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran) dengan
suhu 15 – 35 ° C atau 40 – 50 ° C dengan lama proses pengasapan
1 – 2 minggu. Kelembaban nisbi (RH) yang terbaik antara 60 –
70%. Di atas 70% proses pengeringan yang berlangsung sangat
lambat dan dibawah 60% permukaan ikan akan mongering terlalu
cepat.
Kelebihan dari metode ini adalah pada saat pengasapan,
terjadi penyerapan panas dengan waktu yang cukup lama sehingga
kadar air dalam daging menjadi lebih berkurang dan ikan akan
lebih tahan lama, sedangkan kekurangan metode pengasapan
dingin adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama dan menggunakan
bahan baku pembakaran yang lebih banyak dibandingkan dengan
pengasapan panas.
Kadar air ikan asap yang dihasilkan dengan cara pengasapan
dingin relative rendah, sehingga pengasapan terutama diterapkan
untuk tujuan pengawetan ikan (ikan asapnya lebih awet daripada
yang dihasilkan dengan cara pengasapan panas). Apabila ikan telah
berubah warna menjadi kuning keemasan atau kuning kecoklatan,
maka proses pengasapan dianggap telah selesai.
Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak
menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi.
Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah
masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah
kembali menjadi produk siap santap.

7
Pengasapan dingin dilakukan dengan menyusun ikan pada
rak-rak pengasapan. Didalam alat pengasapan hanya terdapat asap
yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa yang dialirkan
dengan menggunakan pipa besi kemudian masuk kealat
pengasapan. Pengasapan dingin dilakukan dengan suhu 40-50° C
sampai penurunan bobot ikan ≤ 30%.
Tabel 2. Perbedaan Pengasapan Panas dan Pengasapan Dingin
Jenis Suhu Waktu Daya awet
Pengasapan Pengasapan
Pengasapan 70 – 85 ° C/≥ Beberapa jam Beberapa hari
Panas 100 ° C
Pengasapan 15 – 35 ° C/40 1 – 2 minggu 2 – 3 minggu
Dingin – 50 ° C sampai bulan
Sumber: (Murniyati dan Sunarman, 2000)
2.3 Penurunan Mutu Hasil Perikanan
2.3.1 Kemunduran Mutu Secara Autolisis (Aktivitas Enzim)
Autolisis adalah proses perombakan sendiri,yaitu
perombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari produk
perikanan tersebut.Pada fase ini proses autolysis terjadi pada saat
ikan memasuki fase post rigor mortis.( Nurjanah,dkk,2004).proses
autolysis ditandai dengan melemasnya daging ikan. Lembeknya
daging ikan disebabkan aktifitas enzim yang semakin meningkat
sehingga terjadi pemecahan daging ikan.
2.3.2 Kemunduran Mutu Secara Kimiawi
Perubahan kimia yang terjadi sebelum ikan menjadi kaku
( keras ) yang paling banyak mengalami perubahan adalah
pembongkaran ATP dan keratin fosfat yang akan menghasilkan
tenaga.Glikogen juga akan mengalami pembokaran secara asam
laktat melalui proses glikolisa menyebabkan keadaan daging
menjadi asam sehingga aktivitas enzim ATP – ase dan
kreatinfosfokinase meningkat. Daging ikan menjadi lebih keras
daripada keadaan sebelumnya karena terjadi penggabungan protein

8
aktin dan protein myosin menjadi protein komplek aktomiosin.
Pada tahap selanjutnya daging ikan menjadi lunak secara perlahan.
Setelah ikan mati terjadi proses pembongkaran komponen
komponen yaitu protein,lemak,glikogen, dan senyawa lainnya. Ini
disebabkan karena enzim yang terdapat dalam daging ikan masih
aktif. Disamping itu berlangsung pertumbuhan bakteri dan mikroba
yang juga dapat menghasilkan enzim yang dapat mempercepat
kerusakan komponen daging ikan . ( Hadiwiyoto,1993 )
2.3.3 Kemunduran Mutu Secara Mikroorganisme
Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi dibandingkan
dengan autolysis.setelah ikan mati, system kekebalan ikan tideak
berfungsi lagi dan baktri dapat berkembang dengan bebas. Jumlah
mikroorganisme yang menyerang sangat tak terbatas dan
pertumbuhan bakteri sebagian besar berlangsung dipermukaan
tubuh. Proses pembusukan terjadi akibat adanya enzim yang
dihasilkan bakteri yang merusak bahan gizi daging ikan (FAO
1979 ). Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan
biokimiawi dan fisikawi yang pada akhirnya menjurus kepada
kerusakan secara menyeluruh yang disebut sebagai “ busuk”.
( zakaria,2008).
2.4 Pengolahan Ikan Cakalang Fufu
Pada tahun 1969, ikan cakalang hanya ditangkap di sekitar perairan
pesisir Sulawesi Utara sampai radius 60 mil dari Aertembaga, termasuk
sangat banyak di sekitar selat Lembeh dan teluk Manado.
Cara pengasapan ikan cakalang di Sulawesi Utara khususnya
Minahasa, adalah sangat khas yaitu ikan cakalang diasapi panas selama
2-3 jam, dan produknya disebut “Cakalang Fufu”, yang sudah masak dan
dapat langsung dimakan. Selanjutnya dikatakan berhimpon (1974),
bahwa motorisasi perikanan cakalang dimulai tahun 1928 oleh perusahan
Jepang dengan menggunakan alat pole and line seperti yang digunakan
dewasa ini. Usaha ini berhenti pada tahun 1945, karena Jepang kalah
perang. Dengan penggantian kekuasaan kepada pemerintah Indonesia

9
dengan menggunakan sisa peralatan yang ditinggalkan oleh Jepang. Pada
tahun 1946, pemerintah Indonesia mendirikan Station voor de Zee
Visserij, dan pada tahun 1950 station itu dirubah menjadi Yayasan
Perikanan Laut. Pada tahun 1960, yayasan tersebut berubah nama
menjadi Perusahaan Negara Perikani Aertembaga, yang pada waktu itu
sudah mempunyai 25 kapal pole and line yang berukuran 15-20 GT. Pada
waktu itu, semua kapal penangkap cakalang beroperasi secara harian,
sehingga setiap sore sekitar jam 15.00-18.00, kapal mendaratkan hasil
tangkapannya di Pelelangan Ikan Aertembaga Bitung, dan sebagian kecil
di Pelelangan ikan Girian dan Manado untuk ikan selain cakalang.
Produksi ikan cakalang Kabupaten Minahasa pada tahun 1966 sudah
mencapai 3.000 ton per tahun atau sekitar 6-10 ton per hari. Jumlah
industri rumah tangga pengasapan ikan di Bitung, Girian, dan Manado
pada waktu itu hampir mencapai 100 rumah pengasapan ikan, karena
waktu itu belum ada pabrik es sehingga sehingga tidak tersedia es untuk
mengawet ikan, dan belum ada cold storage untuk menyimpan ikan. Cold
Storage dan pabrik es pertama nanti mulai dibangun oleh P.N Perikani
Aertembaga Bitung pada Tahun 1972. Karena sudah merupakan industri,
maka untuk memudahkan proses pengasapan dan untuk mendapatkan
ikan asap yang baik, oleh masyarakat pengolah ikan dibelah dua dan
ditusuk dengan tusukan bamboo pada bagian tengah, dan dijepit dengan
bamboo, agar supaya ikan mudah diletakkan di atas para-para dengan
posisi tegak miring kira-kira 70-80o. Satu unit ikan Cakalang Fufu yang
terdiri dari separuh ikan cakalang yang telah dijepit disebut satu “kaki”.
Karena itu Teknik Pengolahan Cakalang Fufu dan Cakalang Fufu itu
sendiri adalah produk olahan ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L)
yang asli dank has Sulawesi Utara, dan yang termasuk tradisional, yang
mana teknologinya turun temurun sampai saat ini. Pada tahun 2017, Ikan
Cakalang Asap (fufu) sudah dipublikasikan dalam buku “Ensoklopedia
Produk Pangan Indonesia” (PATPI), sebagai makanan khas Sulawesi
Utara (Berhimpon, 2017 dalam Rahayu, dkk. Ed. 2017).

10
Pembuatan ikan Cakalang Fufu melalui beberapa tahap pengolahan
sebagai berikut:
1) Pertama, ikan dicuci kemudian disiangi;
2) Selanjutnya ikan dibelah menjadi dua bagian, tulang tengahnya
beserta ekor dipisahkan dan mata ikan juga dikeluarkan;
3) Setiap bagian kemudian diiris pada bagian tengahnya sepanjang
kira-kira 20 cm, tepat sepanjang garis lateral (lateral line), tetapi
dijaga bagian kepala dan ekor masih tetap tidak terpisah;
4) Daging ikan kemudian ditusuk dengan tusukan bambu yang sudah
dipersiapkan sebanyak empat sampai enam buah dan daging ikan
ditarik kearah samping sehingga ikan membentuk elips, kemudian
dijepit dan diikat.
5) Ikan yang telah siap kemudian diatur diatas para-para pembakaran
dengan posisi bagian daging ke arah api (bawah) dengan
kemiringan sekitar 70-80o. Selanjutnya kayu dibakar mengelilingi
ikan tetapi api tidak menyentuh ikan. Setelah api sudah membara,
api didorong secara merata ke bagian tengah sedikit demi sedikit;
6) Pengasapan dilakukan selama 2-3 jam tergantung ukuran ikan.
Temperatur pembakaran antara 120-150oC, dan temperatur
dibagian tengah ikan mencapai 80-100oC. Setelah ikan sudah
agak matang pemanasan dilanjutkan dengan bara api yang makin
lama mengecil sampai padam;
7) Ikan kemudian didinginkan dan siap untuk dipasarkan. Ikan
Cakalang Fufu dapat tahan sampai 3 (tiga) hari pada temperatur
ruang. Masalah adalah ikan cakalang fufu sulit dikemas, karena
masih ada tulang dan apabila dikemas vakum kemungkinan akan
bocor;
8) Ikan Cakalang Fufu dibawa ke pasar dengan menggunakan mobil,
tanpa wadah pengemasan. Di pasar, Ikan Cakalang Fufu dijajakan
juga seperti aslinya dan dijual dengan harga per kaki. Harga
dewasa ini untuk ikan Cakalang Fufu kualitas baik sekitar Rp.
60.000 – Rp. 80.000 per kaki ukuran besar. Setelah dibeli, atas

11
persetujuan pembeli penjepit serta bambu penusuk ikan dicabut
dan ikan dipotong sesuai permintaan pembeli dan dibungkus
dengan Koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik.
2.5 Pemanfaatan Limbah Cakalang Fufu
Tulang ikan salah satu limbah hasil perikanan, salah satunya limbah
ikan cakalang. Limbah cakalang fufu biasanya dibuat tepung tulang
ikan. Pemanfaatan tepung tulang ikan cakalang yang telah dikurangi
kandungan lemak dan protein ditambahkan ke dalam produk biskuit
agar mudah diserap oleh tubuh dan tidak menghasilkan bau tengik.
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai gizi biskuit adalah dengan
penambahan tepung tulang ikan cakalang yang kaya akan kalsium dan
fosfor (Thalib, 2009).

12
BAB 3
METODE PRAKTEK KERJA INDUSTRI

3.1 ALAT DAN BAHAN


3.1.1 ALAT
1.Pisau
2.Alat Penjepit
3.Wadah pengesapan
4.Kayu dan serabut kelapa
3.1.2 BAHAN
Ikan cakalang
3.2METODE KERJA
3.2.1 PENGAMATAN ALUR PROSES
Pembuatan ikan Cakalang Fufu melalui beberapa tahap pengolahan
sebagai berikut:
1) Pertama, ikan dicuci kemudian disiangi;
2) Selanjutnya ikan dibelah menjadi dua bagian, tulang tengahnya
beserta ekor dipisahkan dan mata ikan juga dikeluarkan;
3) Setiap bagian kemudian diiris pada bagian tengahnya sepanjang
kira-kira 20 cm, tepat sepanjang garis lateral (lateral line), tetapi
dijaga bagian kepala dan ekor masih tetap tidak terpisah;
4) Daging ikan kemudian ditusuk dengan tusukan bambu yang
sudah dipersiapkan sebanyak empat sampai enam buah dan
daging ikan ditarik kearah samping sehingga ikan membentuk
elips, kemudian dijepit dan diikat.
5) Ikan yang telah siap kemudian diatur diatas para-para
pembakaran dengan posisi bagian daging ke arah api (bawah)
dengan kemiringan sekitar 70-80o. Selanjutnya kayu dibakar
mengelilingi ikan tetapi api tidak menyentuh ikan. Setelah api
sudah membara, api didorong secara merata ke bagian tengah
sedikit demi sedikit;

13
6) Pengasapan dilakukan selama 2-3 jam tergantung ukuran ikan.
Temperatur pembakaran antara 120-150oC, dan temperatur
dibagian tengah ikan mencapai 80-100oC. Setelah ikan sudah
agak matang pemanasan dilanjutkan dengan bara api yang makin
lama mengecil sampai padam;
7) Ikan kemudian didinginkan dan siap untuk dipasarkan. Ikan
Cakalang Fufu dapat tahan sampai 3 (tiga) hari pada temperatur
ruang. Masalah adalah ikan cakalang fufu sulit dikemas, karena
masih ada tulang dan apabila dikemas vakum kemungkinan akan
bocor;
8) Ikan Cakalang Fufu dibawa ke pasar dengan menggunakan
mobil, tanpa wadah pengemasan. Di pasar, Ikan Cakalang Fufu
dijajakan juga seperti aslinya dan dijual dengan harga per kaki.
Harga dewasa ini untuk ikan Cakalang Fufu kualitas baik sekitar
Rp. 60.000 – Rp. 80.000 per kaki ukuran besar. Setelah dibeli,
atas persetujuan pembeli penjepit serta bambu penusuk ikan
dicabut dan ikan dipotong sesuai permintaan pembeli dan
dibungkus dengan Koran dan dimasukkan ke dalam kantong
plastik

14
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustak


Anonim. 2008. http//ww. Indoskripsi.Tepung tulang ikan.[Diakses 20 Maret
2010]
Gardjito M. 2009. Pengolahan Pangan dan Gizi, Pusat Kajian Makanan
Tradisional. Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

15
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 .Tabel Penilaian Organoleptik Ikan Segar
KODE CONTOH
SPESIFIKASI NILAI
1.Mata
Cerah, bola mata menonjol, kornea
9
jernih
Cerah, bola mata rata, kornea
8
jernih
Agak cerah, bola mata rata,pupil
agak ke abu abuan,kornea agak 7
keruh
Bola mata agak cekung, pupil
berubah ke abu abuan, kornea agak 6
keruh
Rerata
2.Insang
Warna merah cemerlang tanpa 9
lendir
Warna merah kurang cemerlang, 7
tanpa lendir
Merah agak kusam, sedikit lendir, 6
mulai ada diskolorisasi, merah
kecoklatan, berlendir
Rerata
3.Bau
Bau sangat segar, spesifik jenis 9
Segar, spesifik jenis 8
Netral 7
Bau amoniak mulai tercium, 5
sedikit bau asam
Rerata
4.Tekstur
Padat, elastis bila ditekan dengan 9
jari
Agak padat, elastis bila ditekan 8
dengan jari
Agak lunak, kurang elastis bila 7
ditekan dengan jari
Nota : Berdasarkan SNI──2729.1──2006

LAMPIRAN 2. Proses Pengolahan

16
Penerimaan Bahan Baku
Penerimaan Kemasan
/label

Seleksi Bahan Baku

Pencucian Bahan Baku

Penyimpanan
Pembelahan

Penyiangan

Pencucian

Penjempitan /Pencampitan

Penjempitan /Pencampitan

Pengasapan

Pendinginan

Pengemasan & Pelabelan

Distribusi / Pemuatan

17

Anda mungkin juga menyukai