Anda di halaman 1dari 25

Praktikum ke-4 April 2011 MK. Teknologi Industri Tumbuhan Laut : Dr. Ir. Joko Santoso, M.

Si KARAGINAN

Hari/Tanggal : Kamis/21 Dosen

Asisten : Nabila Ukhty Fitriany PodunggeRia Octavia Rumiantin Siti Anwariah Aristi Pramadita Putri Muhammad Gufron Sabri Sudirman Disusun oleh : Fitriany Faujiah Kelompok 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya perairan melimpah serta termasuk negara eksportir penting berbagai komoditas hasil perairan di Asia. Salah satu komoditas unggulan Indonesia yang memiliki tingkat permintaan tinggi yaitu rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan sebagai bahan makanan, dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, alginat dan karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri (Istini 1998 dalam Bawa et al. 2007). Produksi rumput laut secara nasional pada tahun 2005 mencapai 910.636 ton, dan meningkat menjadi 1.079.850 ton pada tahun 2006 (KKP 2009). Salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Eucheuma cottonii. Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas Rhodophyceae penghasil karaginan. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan C34080044

galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa. Karaginan terbagi menjadi 3 jenis yaitu kappa, iota dan lamda karaginan. Karaginan memiliki fungsi sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain (Suhaimi et al. 1985). Isolasi karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii telah banyak dikembangkan. Tahapan isolasi karaginan terdiri dari ekstraksi, penyaringan, dan pengendapan. Pada tahapan ekstraksi, kecepatan dan daya larut karaginan dalam air dipengaruhi oleh temperatur dan waktu proses bergabungnya seluruh fraksi karaginan dari rumput laut dengan fraksi air yang digunakan sebagai media pelarut (Bawa 2007). Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi kappa karaginan dan iota karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii. Setelah itu dilakukan beberapa analisis untuk menentukan kualitas karaginan yang dihasilkan. Parameter yang diuji meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar sulfat dan viskositas. 1.2 Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari proses-proses pembuatan dan pengolahan rumput laut Eucheuma cottonii menjadi kappa dan iota karaginan serta mempelajari karakterisasi dan pengaruh metode presipitasi terhadap karaginan yang dihasilkan. 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii atau yang juga dikenal dengan istilah Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) penghasil karaginan (Carragenophyte). Rumput laut ini berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappakaraginan. Secara taksonomi, algae ini disebut Kappaphycus alvarezii (Doty 1986). Klasifikasi Kappaphycus alvarezii atau Eucheuma cottonii menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta 2.1

Kelas Ordo Famili Genus Species

: Rhodophyceae : Gigartinales : Solieracea : Eucheuma : Eucheuma alvarezii Doty Kappaphycus alvarezii (doty) Doty Morfologi rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Rumput laut Eucheuma cottonii


Sumber : Evhy (2007)

Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan yang merupakan suatu proses adaptasi kromatik untuk menyesuaikan proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan 1998). Rumput laut ini memiliki penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Eucheuma cottonii dapat tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja 1996). Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii
Komposisi Air Protein Lemak Abu Serat Makanan Tidak Larut Serat Makanan Larut Serat Makanan Total Mineral Zn Satuan % % % % g/100g g/100g g/100g mg/g Nilai 93,30 0,70 0,20 3,40 58,60 10,70 69,30 0,01

Mineral Mg Mineral Ca Mineral K Mineral Na Sumber : Santoso et al. (2004)

mg/g mg/g mg/g mg/g

2,88 2,80 87,10 11,93

2.2

KOH dan NaOH Penggunaan alkali dalam ekstraksi karaginan mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk terhadap protein. Ekstraksi karaginan menggunakan KOH dapat berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu karaginan yang dihasilkan (Patria 2008). NaOH dan KOH berperan penting dalam pengikatan hemiselulosa, yaitu salah satu media penting pengikat serat. Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis oleh asam menjadi monomer-monomernya yang terdiri atas D-galaktosa, D-glukosa, D-manosa, L-arabinosa dan sejumlah kecil L-ramnosa. Ikatanikatan antara lignin dan selulosa berupa tipe ester atau eter bahkan glikosida terindikasi dapat dipecah oleh larutan alkali (Sjostrom 1993 dalam Pranata 2004). Rendemen karaginan mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi NaOH dan pengendap jenis Etanol. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak juga semakin besar. Semakin tinggi konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak rumput laut Kappaphycus alvarezii juga semakin besar dan kadar airnya menjadi berkurang. semakin pekat konsentrasi NaOH, menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dengan konsentrasi 0,3 % dalam mengekstrak semakin besar, sehingga akan membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna dan tingkat gelnya semakin besar (Patria 2008). Pelarut KOH dapat menghasilkan karagenan dengan sifat yang lebih unggul dibandingkan NaOH. Rumput laut yang telah dipucatkan memberikan sifat gel yang lebih rendah dibandingkan rumput laut eucheuma cottonii segar. Rendemen karaginan mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi NaOH.

Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak juga semakin besar. Kadar air karaginan mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi NaOH. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak rumput laut Eucheuma Cottoni juga semakin besar dan kadar airnya menjadi berkurang (Distantina et al. 2008). Kadar NaOH memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan dalam pembuatan karaginan. Abu yang terbentuk berasal dari garam dan mineral yang menempel pada rumput laut yaitu Na yang terkandung pada NaOH.Kandungan garam dan mineral lain yang menempel pada rumput laut seperti Mg dan Ca. Konsentrasi NaOH berpengaruh nyata terhadap titik gel karaginan, hal ini disebabkan oleh semakin pekat konsentrasi NaOH, menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dengan konsentrasi 0,3 % dalam mengekstrak semakin besar, sehingga akan membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna dan tingkat gelnya semakin besar (Distantina et al. 2008). 2.3 Deskripsi Kappa Karaginan Kappa-karaginan merupakan polisakarida yang tersusun dari D-galaktosa-4sulfat dengan ikatan 1,3 dan 3,6-anhidrousgalaktosa dengan ikatan atom C 1,4. Kappa- karaginan dari algae laut terbentuk dari mu-karaginan dengan cara menghilangkan sulfat pada atom C-6 dalam galaktosa 6-sulfat dengan ikatan atom C 1,4 dan membentuk 3,6-anhidrous-galaktosa (Glicksman 1983). Struktur kimia kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Struktur Kimia Kappa Karaginan


Sumber : cPKelco ApS (2004) dalam Santoso (2007)

Reaksi pembentukan kappa-karaginan dari mu-karaginan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan sebagian gugus

sulfat (OSO3-) dengan menggunakan borohidrida dalam kondisi alkali (Moirano 1977). Di samping menggunakan bahan kimia, gugus sulfat dapat pula dihilangkan dengan aktivitas enzim dekinase pada atom C 6 dari mu-karaginan menjadi 3,6 anhidrousgalaktosa pada kappa-karaginan (Glicksman 1983).Adanya gugus 6-sulfat pada kappa karaginan dapat menurunkan daya gelasi, namun dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidroD-galaktosa. Hal ini menyebabkan derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996). Peningkatan kandungan unit 3,6-anhidro-D-galaktosa juga akan menyebabkan peningkatan sensitivitas terhadap ion kalium yang pada akhirnya dapat meningkatkan kekuatan gel dari karaginan. Kappa karaginan yang baik mempunyai kandungan 3,6-anhidroD-galaktosa yang hampir mendekati 35% (Glicksman 1983). Kappa karaginan adalah jenis karaginan yang paling banyak digunakan. Sifat penting dari kappa karaginan adalah dapat membentuk gel yang kuat serta dapat berinteraksi dengan protein susu. Sebanyak 70% dari produksi karaginan di dunia adalah kappa karaginan (Phillips 2000 dalam Patria 2008). Karaginan merupakan salah satu contoh dari zat aditif yang sering ditambahkan dalam makanan. Food and Agricultural Organization (FAO), Food Chemical Codex (FCC) dan European Economic Community (EEC) menetapkan selang standar untuk produk karaginan. Standar muru karaginan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar Mutu Karaginan
Spesifikasi FAO FCC EEC Zat volatil (%) Maks. 12 Maks. 12 Maks. 12 Sulfat (%) 15-40 18-40 15-40 Kadar abu 15-40 Maks. 35 15-40 Viskositas (cp) Min. 5 Kadar abu tak larut asam Maks. 1 Maks. 1 Maks. 2 Logam berat Pb (ppm) Maks. 10 Maks. 10 Maks. 10 As (ppm) Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3 Cu (ppm) Maks. 50 Zn (ppm) Maks. 25 Kehilangan karena pengeringan Maks. 12 Maks. 12 (%) Sumber: A/S Kobenhvsn pektifabrik (1978) dalam Santoso (2007)

2.4

Deskripsi Iota Karaginan Iota karaginan adalah jenis karaginan dengan kandungan sulfat berada diantara lambda dan kappa karaginan. Iota karaginan dapat membentuk gel dengan sifat yang elastis (Phillips

2000 dalam Patria 2008). Iota karaginan terdiri dari ikatan 1,3 DGalaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-Anhidro-DGalaktosa-2-Sulfat. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh pemberian prosesalkali seperti halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Glicksman 1983). Struktur kimia iota karaginan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur kimia iota karaginan


Sumber : cPKelco ApS (2004) dalam Santoso (2007)

Perbedaan utama antara iota karaginan dengan kappa karaginan adalah adanya gugus 2-sulfat pada 3,6-anhidro-Dgalaktosa pada iota karaginan yang mempengaruhi sensitivitas terhadap ion potasium. Peningkatan gugus 2-sulfat hingga 25-50 % menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap ion potasium yang juga mengakibatkan penurunan kekuatan gel yang terbentuk. Namun demikian, adanya gugus 2-sulfat ester hingga 80 % akan menyebabkan peningkatan sensitivitas terhadap ion kalsium. Hal inilah yang menyebabkan iota karaginan akan membentuk gel yang kuat bila dicampur dengan ion kalsium dan akan menjadi gel yang keras dan rapuh bila dicampur dengan ion potasium (Glicksman 1983). 2.3 Sifat Fisik dan Kimia Kappa Karaginan Kappa karaginan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada saat larutan panas mendingin. Proses ini bersifat reversible, gel akan mencair pada pemanasan dan cairan membentuk gel kemballi pada saat pendinginan. Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan tipe karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid. Semua karaginan, kappa

karaginan memberikan gel yang paling kuat. Adanya ion monovalen yaitu K+, NH4+, Rb+, dan Cs2+ membantu pembentukan gel kappa. Adanya ion K+, kappa karaginan membentuk gel yang keras dan elastis. Ion Na+ dilaporkan menghambat pembentukan gel karaginan jenis kappa. Kappa karaginan tidak membentuk gel atau formasi double helliks dengan ion Na+. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion kalsium, sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk gel (Sukri 2006). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karaginan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono 2000). Kappa karaginan jika dimasukkan ke dalam air dingin akan membesar membentuk sebaran kasar yang memerlukan pemanasan sampai 70 oC untuk melarutkannya. Suhu pembentukan gel dan kualitas gel dipengaruhi oleh konsenterasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti K+, NH4+, Ca++, Sr++, dan Ba++. Dalam larutan garam kation lainnya seperti K atau Ca, kappa karagenan tersebut tidak dapat larut dan hanya menunjukkan pengembangan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis dan konsentrasi kation, densitas karagenan, suhu, pH, adanya ion penghambat dan lain-lain. Kelarutan karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6anhidro-D-galaktosa (Santoso et al. 2004). Kelarutan kappa karaginan pada berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 sifat kelarutan kappa karaginan dalam berbagai media pelarut
Pelarut Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula Larutan garam Larutan organik Sumber : Gliksman (1983) Sifat kelarutan Larut pada suhu > 60 oC Larut Na Larut Kental Larut (panas) Tidak larut Tidak larut

2.4

Sifat Fisik dan Kimia Iota Karaginan Iota karaginan merupakan jenis karaginan dengan kandungan sulfat berada di antara lamda dan kappa karaginan. Iota karaginan dapat membentuk gel dengan sifat yang elastis. Iota karaginan ditandai dengan adanya ikatan 1,3-D-galaktosa-4-

sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat. Iota karaginan terbentuk karena hilangnya sulfat pada atom C6 dari (nu) karaginan sehingga terbentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa yang selanjutnya menjadi iota karaginan (Ulfa 2009). Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfta ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1996). Iota karaginan akan membentuk gel yang kuat bila dicampur dengan ion kalsium dan akan menjadi gel yang rapuh bila dicampur dengan ion potasium. Iota karaginan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+, dan Cs+. Struktur iota karaginan memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk doble heliks yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel (Sukri 2006). Iota karaginan stabil terhadap perubahan pH, terhidrolisis pada larutan yang memiliki pH netral dan alkali serta stabil dalam keadaan gel. Iota karaginan juga larut pada air diatas suhu 60 C seperti kappa karaginan. Iota karaginan memiliki efek kation yang kuat dengan ion kalium, memiliki tipe gel yang elastis dan kohesif tanpa sineresi, memiliki efek sinergis dengan locus gum yang tinggi, serta stabil pada kondisi freezing thawing. Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik sedangkan guugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik (Winarno 1996). Kelarutan iota karaginan pada berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 sifat kelarutan iota karaginan dalam berbagai media pelarut
Pelarut Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula Larutan garam Larutan organic Sumber : Gliksman (1983) Sifat kelarutan Larut suhu >60 oC Larut Na+ Larut Kental Susah larut Tidak larut Tidak larut

3 3.1

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Praktikum pembuatan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 21 April 2011. Praktikum ini bertempat di Laboratorium Membran dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk praktikum ini meliputi rumput laut jenis Eucheuma cottonii, KOH, NaOH 0.5 %, akuades, IPA, HCl 0.2 %,BaCl2 dan H2O2. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain timbangan, blender, kompor listrik, termometer, saringan nilon 150 mesh dan gelas ukur. 3.2 3.3 Prsedur Kerja Praktikum pembuatan tepung karaginan ini dimulai dengan perendaman rumput laut Eucheuma cottonii selama 24 jam dengan akuades lalu dihancurkan. Selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan larutan KOH untuk mendapatkan kappa karaginan dan NaOH untuk iota karaginan selama 3 jam dengan perbandingan 1:20 pada suhu 90 C dan pada pH 9-10. Selanjutnya disaring menggunakan nilon Pengekstrakian dengan KOH 150 mesh sehingga menghasilkan filtrat. Lalu 0.5 % (kappa) dan NaOH 0.5 filtrat rumput laut tersebut diendapkan menggunakan IPA dan KCl % (iota) 1:20 selama 3 jam dengan perbandingan 1:1.5. Setelah itu, dijemur serta dilakukan proses penepungan sehingga menghasilkan tepung karaginan Rumput laut kering 100 murni. Diagram alir prosedur kerjag pembuatan karaginan dapat penyaringan dilihat pada Gambar 4.
Perendaman 24 jam filtrat dengan air

Pengendapan penghancuran dengan IPA 1:15

penjemuran

penepungan

Tepung karaginan murni

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan tepung karaginan a. Metode Analisis Rendemen Rendemen sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering. Perhitungan rendemen disajiksan dalam rumus berikut.
Rendemen = Berat alginat yang dihasilkan x 100% Berat awal rumput laut

b.

Kadar Air Uji kadar air dimulai dengan mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 20 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 110 oC selama 8 jam. Sampel yang telah diproses kemudian

dimasukkan ke dalam desikator dan didiamkan sampai dingin untuk selanjutnya ditimbang kembali. Diagram alir uji kadar air disajikan dalam Gambar 5.
Persiapan alat dan bahan

Pengeringan cawan ke dalam oven (105 oC selama 20 menit) Pendinginan cawan dalam desikator Penimbangan 1-2 gram sampel Pemasukkan sampel ke dalam cawan Pengeringan sampel di dalam oven (110 oC selama 8 jam)

Pendinginan dalam desikator

Penimbangan sampel

Perhitungan kadar air

Gambar 5 Diagram alir uji kadar air Penentuan kadar air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Kehilangan berat = sampel awal (g) sampel setelah dikeringkan (g) Kadar air = Kehilangan berat (g) x 100 % Berat sampel awal (g)

Kadar Abu Uji kadar abu dilakukan untuk mengetahui banyaknya mineral yang terkandung dalam sampel. Pertama-tama, cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang. 2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan hingga tidak berasap lagi. Setelah itu c.

dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 6 jam dan ditimbang. Diagram alir uji kadar abu disajikan dalam Gambar 6.

Pengeringan cawan ke dalam oven (105 oC selama 1 jam) Pendinginan cawan dalam desikator Penimbangan cawan Pemasukkan sampel ke dalam cawan Pemijaran hingga tak berasap Proses tanur (600 oC selama 6 jam) Penimbangan sampel

Perhitungan kadar abu

Gambar 6 Diagram alir uji kadar abu Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) berat cawan kosong (g) Kadar abu = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g)

d.

Kadar Sulfat Uji kadar sulfat dilakukan dengan memasukkan 1 gram sampel ke dalam labu Erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 ml HCl dan direfluks sampai mendidih selama 1 jam. Sebanyak 25 ml larutan H2O2 ditambahkkan ke dalamnya dan direfluks selama 6 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan ke dalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya

ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 di atas penangas air selama 2 jam. Endapan yang terbentuk kemudian disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan akuades mendidih hingga bebas klorida serta ditetes AgNO3. Kertas saring dikerigkan ke dalam oven pengering kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai didapat abu berwarna putih. Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Selanjutnya dilakukan dengan perhitungan kadar sulfat. Diagram alir uji kadar sulfat disajikan dalam Gambar 7.

1 gram sampel Penambahan 50 ml HCl dan perefluksan Penambahan 25 ml larutan H2O2 (1:10) dan perefluksan selama 6 jam Pemanasan hingga mendidih dan penambahan 10 ml larutan BaCl2 Penyaringan Pengabuan kertas saring Perhitungan kadar sulfat

Gambar 7 Diagram alir penentuan kadar sulfat Perhitungan kadar sulfat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Kadar sulfat = P x 0,4116 x 100% Berat sampel Keterangan P = Berat endapan BaSO4

e.

Viskositas Larutan alginat dengan konsentrasi 1,5% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 76-77 oC. Selanjutnya dilakukan pengukuran viskositas dengan menggunakan viskometer. Diagram alir pengukuran viskositas larutan alginat disajikan pada Gambar 8.

Larutan karaginan

Pemanasan sampai suhu 76-77 oC

Pengukuran dengan viskometer

Gambar 8 Diagram alir pengukuran viskositas

4 4.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Karaginan merupakan polisakarida linear atau lurus dengan unit utama penyusunnya adalah galaktosa. Kappa karaginan dan iota karaginan adalah jenis karaginan yang dihasilkan rumput laut merah jenis E. cottonii. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer (Doty 1985 dalam Sukri 2006). Pada praktikum kali ini, diekstraksi kappa karaginan dan iota karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii. Tepung karaginan yang dihasilkan diuji karakteristik fisika dan kimianya dengan parameter yang diuji meliputi kadar air, kadar
parameter Kadar air Kadar abu Kadar sulfat viskositas Kappa karagenan 18% 23.5% 5.15 % 354.64 cps Iota karagenan 12.42% 30% 7.82 % 541.58 cps

abu, kadar sulfat dan viskositas. Data hasil karakterisasi sifat fisika dan kimia tepung karaginan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Data hasil karakterisasi kappa dan iota karaginan Tabel 5 menunjukkan bahwa kappa karaginan dan iota karaginan memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda. Kadar air kappa karaginan sebesar 18 %, sedangkan kadar air iota karaginan sebesar 12.42 %. Kadar abu kappa karaginan sebesar 23.5 % dan iota karaginan sebesar 30 %. Kadar sulfat kappa karaginan yaitu 5.15 % dan iota karaginan sebesar 7.18 %. Karakteristik kelarutan (viskositas) kappa karaginan yaitu 354.64 cps sedangkan iota karaginan sebesar 541.58 cps. 4.2 Pembahasan Karaginan merupakan jenis polisakarida linear yang terdiri dari lebih dari 1.000 residu galaktosa sehingga memiliki variasi yang banyak sekali. Karaginan dibagi atas tiga kelompok utama yaitu kappa, iota dan lambda karaginan yang memiliki bentuk dan struktur yang jelas. Karaginan bersifat hidrofilik dan tersusun dari disakarida berulang dengan unit galaktosa dan 3,6 anhidrogalaktosa (3,6 AG) yang terdiri dari gugus sulfat dan nonsulfat yang bergabung dengan rantai glikosidik dengan -(1,3) dan -(1,4) yang saling bertukar (Imeson 2000). Kualitas karaginan dapat dilihat dari karakteristik sifat fisik dan kimianya. Karakterisasi karaginan meliputi kadar air, kadar abu, kadar sulfat dan viskositas.

Kadar air pada rumput laut merupakan jumlah air yang terkandung dalam rumput laut dan merupakan suatu parameter yang penting untuk diuji karena berhubungan dengan mutu rumput laut (Andriani 2006). Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba (Winarno 2008). Pada praktikum kali ini, kappa karaginan memiliki kandungan air sebesar 18 % sedangkan iota karaginan memiliki kandungan air 12.42 %. Hasil tersebut masih memenuhi standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO, EEC dan FCC yaitu kadar air maksimum sebesar 12%. Kadar air dari kappa karaginan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan iota karaginan. Kappa karaginan memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan karaginan jenis iota sehingga molekul yang terikat pada sejumlah gugus sulfat lebih banyak dibandingkan jenis iota. Faktor terpenting yang mempengaruhi kelarutan karaginan adalah sifat hidrofilik molekul yaitu pada ester sulfat dan unit galaktopiranosa, sedangkan unit 3,6anhidrogalaktopiranosa bersifat hidrofobik (Glicksman 1983). Kadar air sangat dipengaruhi oleh jenis rumput laut yang digunakan, umur panen dan habitat. Kandungan air dalam tepung karaginan bervariasi tergantung pada kelembaban lingkungannya. Semakin tinggi kelembaban lingkungannya, maka semakin tinggi pula kandungan air dalam alginat (Yunizal 2004). Kadar air juga dipengaruhi oleh jenis rumput laut yang digunakan, umur panen dan habitat. Selain itu, faktor penyimpanan yang terlalu lama juga akan mempengaruhi rendahnya kadar air. Semakin lama waktu penyimpanan, maka kadar air yang terdapat pada suatu bahan pangan akan semakin rendah (Purwaningsih et al. 2008). Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik, kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pembuatannya. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Bahan-bahan yang menguap selama proses pembakaran berupa air dan bahan volatil lainnya akan mengalami oksidasi dengan menghasilkan CO2. Proses pembakaran menyebabkan zat-zat organik pada bahan akan terbakar dan menyisakan abu (Kadi 1990). Berdasarkan Tabel 5, kadar abu kappa karaginan yaitu sebesar 23.5 % sedangkan iota karaginan sebesar 30 %. Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur

logam yang tidak larut dalam air terutama Ca yang menempel pada bahan (rumput laut) (Sudarmadji 1984). Menurut Suryaningrum et al. (2003) kadar abu tepung karaginan berkisar antara 14,06-15,11 %, sedangkan standar FAO dalam Suryaningrum et al. (2003) kadar abu tepung karaginan disyaratkan sebesar 15 - 40 %. Kadar abu yang diperoleh relatif cukup tinggi karena rumput laut termasuk bahan pangan yang mengandung mineral cukup tinggi seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, S dan trace element terutama Iodium. Hal inilah yang menyebabkan rumput laut mengandung kadar abu cukup tinggi. Selain itu, rumput laut tumbuh di atas karang-karang batu dengan lingkungan perairan bersalinitas tinggi. Perairan dengan salinitas tinggi ini akan menyebabkan rumput laut banyak mengandung garam-garam mineral (Sukri 2006). Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis polisakarida yang terdapat dalam alga merah (Winarno 2008). Hasil ektraksi rumput laut dibedakan berdasarkan kandungan sulfatnya (Moirano 1977 dalam Sukri 2006). Kappa karaginan memiliki kandungan sulfat sebesar 5.15 %, sedangkan iota karaginan memilii kandungan sulfat sebesar 7.82 %. Besarnya kadar sulfat berbanding terbalik dengan kekuatan gel dan berbanding lurus dengan viskositas. Kandungan sulfat dipengaruhi oleh tipe karaginan, konsentrasi, kadar air, jenis dan umur panen. Tingginya kadar sulfat disebabkan oleh kurang sempurnanya proses eliminasi sulfat sehingga tidak semua sulfat dapat dikonversi. Selain itu, diduga adanya endapan lain yang ikut mempengaruhi berat sulfat (Ulfa 2009). Iota karaginan memiliki kadar sulfat yang lebih tinggi dibandingkan kappa karaginan. Hal tersebut karena Iota karaginan memiliki gugus 2-sulfat ester yang tidak dapat dihilangkan oleh pemberian proses alkali seperti halnya kappa karaginan. Hal inilah yang menyebabkan kandungan sulfat pada iota karaginan lebih tinggi daripada kandungan sulfat kappa karaginan. Adanya gugus sulfat pada karaginan dapat menurunkan daya gelasinya, tetapi pemberian alkali dapat menyebabkan terjadinya transeliminasi gugus sulfat tersebut sehingga terbentuk 3,6 anhidro-D-galaktosa. Hal tersebut akan meningkatkan derajat keseragaman molekul dan daya gelasi karaginan (Winarno 2008). Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir, dimana

makin tinggi kekentalan maka makin besar hambatannya. Kekentalan didefenisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lain dalam kondisi tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya. Viskositas juga merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas tepung karaginan (Ulfa 2009). Berdasarkan hasil pada Tabel 5, viskositas kappa karaginan adalah 354.64 cps, sedangkan viskositas iota karaginan adalah 541.58 cps. Iota karaginan memiliki viskositas yang lebih rendah karena lebih bersifat hidrofilik dibandingkan dengan kappa karaginan. Hal ini dikarenakan adanya gugus 2-sulfat pada iota karaginan. Moirano (1977) dalam Winarno (1996) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositas karaginan juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Nilai viskositas karaginan berkisar antara 5800 cps (FAO 1990 dalam Uju 2005). Hal ini berarti viskositas tepung karaginan yang dihasilkan masih berada dalam kisaran normal standar. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan sebagai polielektrolit. Gaya tolak menolak (repulsion) antara grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) di sepanjang rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga molekul-molekul air terikat pada molekul karaginan karena sifat hidrofiliknya, sehingga viskositasnya meningkat (Uju 2005). Viskositas merupakan faktor kualitas penting untuk zat cair dan semi cair (kental), hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas produk akhir (Joslyn 1970 dalam Wadli 2005). Menurut Ostwal (1992) dalam Wadli (2005) viskositas hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi dan suhu. Menurut Anggadiredja (2000), semakin tinggi suhu pengeringan nilai viskositasnya semakin tinggi. Hal ini diduga bahwa dengan kenaikan suhu pengeringan akan meningkatkan terbentuknya jumlah ester sulfat sehingga meningkat pula viskositasnya. Pendinginan iota dan kappa karaginan akan meningkatkan viskositas, khususnya jika mendekati suhu pempentukan gel dan adanya kation K dan Ca karena mulai terjadi interaksi antar rantai molekul (Giseley et. al. 1980 dalam Ulfa 2009). Viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi, kandungan sulfat, inti elektrik, keberadaan

elektrolit dan non elektrolit, teknik perlakuan, tipe dan berat molekul (Towle 1973 dalam Sukri 2006).

5 5.1

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Karaginan merupakan polisakarida linear atau lurus dengan unit utama penyusunnya adalah galaktosa. Karaginan dapat dibedakan menjadi kappa karaginan, iota karaginan dan iota karaginan. Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi kappa karaginan dan iota karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Proses pembuatan kappa dan iota karaginan terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu perendaman, penghancuran, pengekstrasian, penyaringan, pengendapan, penjemuran dan penepungan. Tepung karaginan yang dihasillkan dapat dikarakterisasi melalui parameter kadar air, kadar abu, kadar sulfat dan viskositas. Kappa karaginan memiliki kadar air sebesar 18 %, kadar abu sebesar 23.5 %, kadar sulfat 5.15 % dan viskositas 345.64 cps. Iota karaginan memiliki kadar air sebesar 12.42 %, kadar abu sebesar 30 %, kadar sulfat 7.82 % gram dan viskositas 541.58 cps. 5.2 Saran Pada praktikum pembuatan karaginan selanjutnya sebaiknya dilakukan pengekstraksian ketiga jenis dari karaginan, yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Selain itu, rumput laut yang digunakan juga lebih beragam sehingga dapat diketahui perbedaan karakteristik tepung karaginan yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA Andriani D. 2006. Pengolahan rumput laut (Eucheuma cottonii) menjadi tepung ATC (Alkali Treated Carrageenophyte) dengan jenis dan konsentrasi larutan alkali yang berbeda. [skripsi]. Makasar: Deprtemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian dan Kehutanan. Universitas Hassanudin. Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, InstitutPertanian Bogor. Aslan LM. 1999. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Atmadja WS. ,Kadi A., Sulistijo dan Satari R. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanologi LIPI. Bawa IG, Putra AA, Laila IR. 2007. Penentuan pH optimum isolasi karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Dalam Jurnal Kimia 1: 15-20. Distantina S, Fadilah, Danarto YC, Wiratni, dan Fahrurozzi M. 2008. Efek Bahan Kimia Pada Proses Pengolahan Eucheuma cotonii terhadap Rendemen dan Sifat Gel Karagenan. [Prosiding] dalam Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008, Universitas Diponegoro, Semarang, 1088-1 1088-5. Doty MS. 1986. Biotechnological and Economic Approaches to Industrial Development Based on Marine Algae in Indonesia. Whorkshop on Marine Algae Biotechnology. Summary Report. Washington DC: National Academic Press. p 31-34. Evhy. 2007. Beragam Jenis Rumput Laut Kelompok Rhodophyceae. http://www.jasuda.net /index_free.php? pageNum_brt=0&totalRows_brt=69&page=litbang.[14 Mei 2011]. Glicksman. 1983. Food Hydrocolloid. Vol II. CRC Press, Bocaratin Florida. 183 pp. Imeson A. 2000. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. English: Blackwell Publishing. Kadi A. 1990. Pasca Panen Rumput laut. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Mengenal Rumput Laut. http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id/. [10 Maret 2010]. Moirano, A.L., 1977. Sulphate polysaccharides. In Graham, H.D. (ed). Food Colloids. The AVI Oublishing Company Inc. Westport, Connecticut. p. 347-381. Patria A. 2008. Pemanfaatan karaginan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii pada pembuatan dodol kentang [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pranata AS. 2004. Faktor modifikasi larutan dan waktu perendaman oleh NaOH dan KOH terhadap mutu permen jelly alga merah (Kappphycus alvarezii) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Santoso J, Yumiko Y, Takeshi S. 2004. Mineral, Fatty acid and dietary fiber compositions in several Indonesian seaweeds.

Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11:4551. Santoso. 2007. Pemanfaatan karaginan pada pembuatan sosis dari surimi ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji, S, H, Bambang dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Yogyakarta : Liberty. Sukri N. 2006. Karakteristik Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii pada umur panen yang berbeda [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suryaningrum D, Murdinah, Erlina MD. 2003. Pengaruh perlakuan alkali dan volume larutan pengekstrak terhadap mutu karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii. Dalam Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 9:5. Uju. 2005. Kajian Proses Pemurnian dan Pengkonsentrasian Karaginan dengan Membran Mikrofiltrasi [tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Ulfa M. 2009. Pemanfaatan iota karaginan (Eucheuma spinosum) dan kappa karaginan (Kappaphycus alvarezii) sebagai sumber serat untuk meningkatkan kekenyalan mie kering. [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wadli. 2005. Kajian pengeringan rumput laut menggunakan alat pengering efek rumah kaca [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno F G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. __________. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi. Bogor : M-Brio Press. Yunizal 2004. Teknik pengolahan alginat. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

LAMPIRAN 1. Kadar sulfat - bobot abu atau endapan BaSO4 (P) 0,25 (kappa) - bobot sampel = 2 gram

= 0,38 gram (iota) dan

2. Viskositas - k (konstanta) = 3.3 - Pf (Densitas bola) = 8.02 g/ml - P (Densitas akuades) = 1 g/ml - t (waktu) = 3.25 s

3. kadar air Kehilangan berat (g) = sampel awal (g) sampel setelah dikeringkan (g) Kadar air (berat bersih) = kehilangan berat (g) x 100% Berat sampel awal (g) = 24,84 x 100% = 12,42% 2 4. kadar abu Berat abu (g) = Berat sampel dan cawan akhir (g) cawan kosong (g) = 25,84-25,24 = 0,6 g Kadar abu = berat abu (g) x 100% Berat contoh (g) = 0,6 gx 100% = 30% 2g

Anda mungkin juga menyukai