Anda di halaman 1dari 45

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI KOLAGEN DARI

KULIT IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis)

ARMAN HARTONO KOMALA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Ekstraksi dan


Karakterisasi Kolagen dari Kulit Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Arman Hartono Komala


NIM C34110009
ABSTRAK

ARMAN HARTONO KOMALA. Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen dari Kulit


Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan TATI
NURHAYATI.

Kolagen merupakan protein paling berlimpah yang terdapat didalam tubuh


makhluk hidup dan jumlahnya sekitar 30% dari total protein keseluruhan.
Pemanfaatan limbah kulit ikan tongkol menjadi kolagen adalah salah satu
alternatif untuk meningkatkan nilai ekonomis limbah. Proses pretreatment dalam
mengekstraksi kolagen sangat berpengaruh terhadap kualitas kolagen yang
dihasilkan. Pretreatment yang digunakan yaitu perbedaan konsentrasi NaOH
(0,05; 0,1; dan 0,2 M) dan lama perendaman (2, 4, 6, 8, 10, dan 12 jam). Hasil
pretreatment terbaik diperoleh dari perendaman kulit dalam larutan NaOH 0,05 M
selama 12 jam dengan nilai konsentrasi protein non-kolagen terlarut yang paling
rendah yaitu sebesar 0,140 mg/mL. Rendemen dan pH kolagen terbaik yang
diperoleh yaitu 7,46% dan 5,29. Kelarutan tertinggi kolagen sebesar 90,80% pada
pH 3. Analisis asam amino menunjukkan bahwa kolagen memiliki glisina,
prolina, arginina, dan alanina yang dominan. Analisis FTIR menunjukkan wilayah
penyerapan utama amida A, B, I, II, dan III dengan masing-masing bilangan
gelombang yaitu 3395 cm-1, 2929 cm-1, 1652 cm-1, 1543 cm-1, dan 1237 cm-1.

Kata kunci: asam amino, FTIR, ikan tongkol, kolagen, rendemen

ABSTRACT

ARMAN HARTONO KOMALA. Extraction and Characterization of Collagen


from the Skin of Eastern Little Tuna (Euthynnus affinis). Supervised by PIPIH
SUPTIJAH and TATI NURHAYATI.

Collagen is the most abundant protein in the living body and comprising
approximately 30% of the total protein content. Utilization of waste from the skin
of eastern little tuna to produce collagen is one alternative to increase the
economic value of its waste. Pretreatment process in extracting collagen affects
the quality of collagen that obtained. The different concentration of NaOH (0.05;
0.1; and 0.2 M) and soaking time (2, 4, 6, 8, 10, and 12 hours) were used as the
pretreatment step. The best result of pretreatment was obtained from soaking the
skin in a solution of 0.05 M NaOH for 12 hours with the lowest of soluble non-
collagen protein concentration was 0.140 mg/mL. The yield and pH of the best
collagen were 7.459% and 5.29, respectively. The highest solubility of collagen
was 90.80% at pH 3. Amino acid analysis showed that the collagen has a glycine,
proline, arginine, and alanine were dominant. FTIR analysis showed the major
absorption bands of amide A, B, I, II, and III were at wavenumber 3395 cm-1 ,
2929 cm-1, 1652 cm-1, 1543 cm-1, and 1237 cm-1, respectively.

Keywords: amino acid, collagen, eastern little tuna, FTIR, yield


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI KOLAGEN DARI
KULIT IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis)

ARMAN HARTONO KOMALA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen dari Kulit Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis)
Nama : Arman Hartono Komala
NIM : C34110009
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Dra Pipih Suptijah MBA Dr Tati Nurhayati SPi MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso MSi


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah “Ekstraksi
dan Karakterisasi Kolagen dari Kulit Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)”.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, yaitu:
1. Dr Dra Pipih Suptijah MBA dan Dr Tati Nurhayati SPi MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan banyak bantuan serta pengarahan
selama proses penelitian dan penulisan.
2. Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
3. Dr Mala Nurilmala SPi MSi selaku dosen penguji yang memberikan
masukkan kepada penulis.
4. Staf dosen, pegawai, dan staf tata usaha Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
5. Mama Ouw Yuli, (Alm.) Papa Khouw Sin Ing, dan keluarga yang selalu
memberikan semangat dan cinta yang luar biasa kepada penulis.
6. Nur Faizah, Wekson B, Iman D, Paula, dan Ayumi selaku teman
seperjuangan selama penelitian ini.
7. Krisye MS, Sara CW, Lina Y, dan geng biotek lainnya yang selalu
memberikan bantuan.
8. Teman-teman THP 48 untuk kebersamaan, bantuan, dan kerjasama selama
menempuh studi di THP.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

Arman Hartono Komala


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ii


DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ii
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2
Manfaat Penelitian......................................................................................... 2
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 2
METODE PENELITIAN ................................................................................... 3
Waktu dan Tempat ........................................................................................ 3
Bahan dan Alat .............................................................................................. 3
Prosedur Penelitian ........................................................................................ 3
Metode Analisis ............................................................................................ 4
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 11
Karakteristik Ikan Tongkol ............................................................................ 11
Pretreatment Kolagen ................................................................................... 12
Karakteristik Kolagen Kulit Ikan Tongkol Terbaik ........................................ 14
Rendemen kolagen terbaik ........................................................................ 14
Nilai pH kolagen terbaik ........................................................................... 15
Komposisi asam amino kolagen terbaik .................................................... 15
Kelarutan kolagen terbaik ......................................................................... 16
Gugus fungsi kolagen terbaik dengan FTIR .............................................. 17
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 20
Kesimpulan ................................................................................................... 20
Saran ............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20
LAMPIRAN ...................................................................................................... 25
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 29
DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya .............. 12
2 Rendemen kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya ........... 15
3 Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya .............. 15
4 Komposisi asam amino kolagen dari kulit ikan tongkol dan ikan lainnya ....... 16
5 Karakteristik gugus fungsi kolagen kulit ikan tongkol dan ikan lainnya ......... 18

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan kolagen kulit ikan tongkol (Euthynnus affinis)......... 5


2 Proporsi bagian tubuh ikan tongkol ( ) daging, ( ) jeroan, ( )tulang,
( ) kepala, ( ) kulit ..................................................................................... 11
3 Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan tongkol
berdasarkan hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi NaOH ............................. 13
4 Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan tongkol
berdasarkan hasil uji DMRT pengaruh lama perendaman .............................. 13
5 Kelarutan kolagen kulit ikan tongkol pada beberapa pH ................................ 17
6 Spektra inframerah kolagen kulit ikan tongkol ............................................... 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Morfometrik dan bobot ikan tongkol ............................................................. 26


2 Kurva regresi linear standar BSA................................................................... 26
3 Hasil analisis ragam (ANOVA) pretreatment kolagen kulit ikan tongkol ....... 26
4 Hasil uji DMRT untuk pengaruh konsentrasi NaOH terhadap nilai
konsentrasi protein larutan sisa perendaman .................................................. 26
5 Hasil uji DMRT untuk pengaruh lama perendaman terhadap nilai
konsentrasi protein larutan sisa perendaman .................................................. 27
6 Dokumentasi kolagen kulit ikan tongkol ........................................................ 27
7 Rekapan hasil analisis asam amino kolagen ................................................... 27
8 Hasil peak kromatogram analisis asam amino kolagen ................................... 28
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan ikan pelagis dari suku


Scombridae yang bernilai ekonomis tinggi dan satu kerabat dengan ikan tuna
maupun cakalang. Produksi ikan tongkol pada tahun 2014 mencapai 454.180 ton
dan mengalami peningkatan dibandingkan 4 tahun sebelumnya, yaitu tahun 2010
sebesar 390.595 ton, tahun 2011 sebesar 415.331 ton, tahun 2012 sebesar
432.138 ton, dan tahun 2013 sebesar 451.048 ton (KKP 2014). Ikan tongkol
banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk diolah dagingnya. Pemanfaatan
daging ikan tongkol tidak hanya sebatas dijadikan dalam bentuk pindang tongkol
maupun tongkol asap, namun sudah banyak masyarakat yang mengolahnya
menjadi produk olahan misalnya nugget, siomay, dan abon ikan. Pengolahan
tersebut tentunya menghasilkan limbah yang berupa kepala, tulang, jeroan, dan
kulit yang jumlahnya mencapai 50-70% dari total berat bahan baku
(Kittiphattanabawon et al. 2005). Limbah yang dihasilkan akan benilai ekonomis
jika dilakukan pengolahan lebih lanjut. Salah satu upaya untuk memanfaatkan
limbah tersebut adalah mengolah kulit ikan tongkol untuk dijadikan sebagai bahan
baku pembuatan kolagen.
Kolagen merupakan protein paling berlimpah yang terdapat di dalam tubuh
makhluk hidup dan jumlahnya sekitar 30% dari total protein keseluruhan
(Zhang et al. 2009). Lee et al. (2001) menyatakan kolagen merupakan biomaterial
yang penting dalam aplikasi medis karena memiliki karakteristik khusus, yaitu
bersifat biodegradable. Kolagen juga berperan penting dalam pembentukan
jaringan dan organ, serta terlibat dalam berbagai ekspresi fungsional sel.
Kittiphattanabawon et al. (2005) menyatakan bahwa selain untuk aplikasi medis,
kolagen juga sudah dimanfaatkan untuk industri film, farmasi, kosmetik, dan
makanan.
Industri kolagen sebenarnya saat ini sudah banyak dikembangkan, namun
sebagian besar kolagen tersebut diproduksi dari kulit dan tulang sapi maupun
babi. Kolagen dari sumber tersebut kurang sesuai dengan keyakinan agama
tertentu misalnya Islam, Yahudi, dan Hindu (Choi et al. 2013). Kolagen dari kulit
dan tulang sapi maupun babi juga dapat menimbulkan beberapa resiko penyakit
yaitu bovine spongiform encephalopathy (BSE), transmissible spongiform
encephalopathy (TSE), foot-and-mouth disease (FMD), dan flu babi
(Jongjareonrak et al. 2005). Kolagen dari sumber alternatif lain diperlukan untuk
mengatasi masalah ini. Kittiphattanabawon et al. (2010) menyatakan bahwa
kolagen alternatif dapat bersumber dari ikan terutama dari bagian kulit dan tulang
yang juga merupakan bagian dari limbah hasil pengolahan.
Kolagen ikan memiliki banyak keunggulan dibandingkan kolagen yang
bersumber dari sapi dan babi yaitu memiliki prospek dan potensi yang tinggi,
tidak ada resiko penyakit menular, serta tidak ada hambatan etnis dan kepercayaan
(Li et al. 2013). Kolagen ikan memiliki struktur molekul yang lebih kecil
dibandingkan dengan kolagen yang terbuat dari sapi atau babi sehingga lebih
mudah untuk diserap oleh tubuh. Kolagen ikan juga memiliki protein struktural
yang kompleks yang membantu untuk mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas
2

kulit, ligamen, tulang, sendi, otot, tendon, gusi, mata, pembuluh darah, kuku, dan
rambut (Kumar et al. 2011).
Proses ekstraksi kolagen kulit dan tulang ikan dapat dilakukan dengan tiga
metode umum yaitu neutral salt-solubilized collagen, acid-solubilized collagen,
and pepsin-solubilized collagen (Aberoumand 2012). Kolagen dari kulit ikan lebih
mudah untuk diekstraksi daripada kolagen dari tulang ikan. Hal ini disebabkan
kulit ikan memiliki tekstur yang lebih lunak dibandingkan dengan tulang sehingga
proses berlangsungnya ekstraksi lebih cepat. Proses pretreatment menggunakan
NaOH juga penting dilakukan untuk menghilangkan protein non-kolagen yang
terkandung dalam kulit. Proses pretreatment juga berpengaruh terhadap kualitas
kolagen yang dihasilkan. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah kulit ikan tongkol
untuk dijadikan sebagai sumber kolagen alternatif memiliki potensi yang sangat
baik untuk dikembangkan guna meningkatkan nilai komersial yang lebih tinggi.

Perumusan Masalah

Limbah ikan tongkol belum dimanfaatkan secara optimal. Pembuatan


kolagen dari kulit ikan tongkol merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan
limbah yang dihasilkan serta dapat meningkatkan nilai ekonomis. Kolagen dari
kulit ikan tongkol juga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti
kolagen dari sapi dan babi yang kurang sesuai dengan keyakinan agama tertentu
dan memiliki resiko yang tinggi terhadap penyakit. Karakterisasi kolagen dari
kulit ikan tongkol diperlukan untuk dijadikan sebagai referensi mengenai kualitas
kolagen yang dihasilkan dan aplikasinya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menentukan proses pretreatment terbaik dalam


menghilangkan protein non-kolagen yang terkandung dalam kulit ikan tongkol,
mengekstraksi kolagen dari proses pretreatment terbaik, dan mengkarakterisasi
kolagen terbaik yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya pemanfaatan hasil samping


perikanan dan memberikan informasi mengenai karakteristik kolagen yang
dihasilkan dari kulit ikan tongkol.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan sampel, preparasi sampel,


penghitungan proporsi bagian tubuh ikan tongkol, analisis proksimat kulit ikan
tongkol, penentuan proses pretreatment terbaik, ekstraksi kolagen, karakterisasi
kolagen terbaik, analisis data, serta penulisan laporan.
3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juni 2015.
Preparasi sampel, analisis pH, analisis kelarutan, dan Uji Bradford dilakukan di
Laboratorium Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Ekstraksi kolagen dilakukan di Laboratorium Preservasi dan
Diversifikasi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat
dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis
asam amino dilakukan di Laboratorium Saraswanti Indo Genetech, Bogor.
Analisis Gugus Fungsi dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka,
Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol
dengan rata-rata bobot dan panjang total sebesar 480,5 g dan 34,05 cm (data
lengkap morfometrik ikan tongkol pada Lampiran 1). Bahan yang digunakan
untuk ekstraksi kolagen adalah akuades, NaOH, asam asetat (CH3COOH), kertas
saring Whatman 1, dan larutan Bradford (coomassie briliant blue, etanol 96%,
dan asam fosfat 85%). Bahan-bahan lain meliputi bahan untuk analisis
karakteristik kolagen.
Alat yang digunakan untuk ekstraksi kolagen yaitu timbangan digital
(Sartorius TE 64), termometer, waterbath shaker, spektrofotometer UV-VIS
(Hitachi UV-2500), dan freeze dryer (Eyela FDU-1200). Alat-alat yang digunakan
untuk analisis adalah pH meter (Eutech Instruments), Fourier Transform InfraRed
(Bruker Tensor 37), dan High Performance Liquid Chromatography (Waters
Coorporation USA).

Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel ikan tongkol di Pasar


Cibinong, Kabupaten Bogor. Sampel dipreparasi dan diambil bagian kulitnya.
Penelitian ini dilakukan dengan empat tahap yaitu karakterisasi ikan tongkol,
penentuan proses pretreatment terbaik, ekstraksi kolagen, dan karakterisasi
kolagen terbaik.

Preparasi bahan baku


Preparasi dilakukan dengan memisahkan bagian kulit dari bagian lainnya.
Kulit ikan kemudian dipotong hingga ukuran 1 cm2. Kulit ikan disimpan beku
pada freezer (suhu -18 °C) hingga akan digunakan. Karakterisasi ikan tongkol
4

meliputi penghitungan proporsi bagian tubuh ikan tongkol dan analisis proksimat
kulit ikan tongkol.

Pretreatment kolagen (modifikasi Kittiphattanabawon et al. 2010)


Proses pretreatment kolagen dilakukan dengan perendaman kulit ikan
tongkol pada larutan alkali (NaOH). Penggunaan larutan alkali bertujuan untuk
menghilangkan protein non-kolagen pada sampel. Kulit ikan tongkol direndam
dalam larutan NaOH konsentrasi 0,05 M; 0,1 M; dan 0,2 M dengan perbandingan
1:10 (b/v) selama 12 jam pada suhu ruang. Larutan NaOH diganti setiap 2 jam
sekali, kemudian diuji kandungan protein secara kuantitatif dengan uji Bradford
untuk melihat kandungan protein non-kolagen yang sudah terpisah dari kulit dan
menentukan konsentrasi NaOH serta lama perendaman terbaik.

Ekstraksi kolagen (Nur’aenah 2013)


Pembuatan kolagen diawali dengan proses pretreatment dengan larutan
NaOH. Hasil pretreatment terbaik kemudian dinetralisasi dengan akuades hingga
netral. Proses selanjutnya yaitu hidrolisis kulit menggunakan larutan asam asetat
(CH3COOH) yang dilakukan pada suhu ruang. Kulit direndam dalam larutan
CH3COOH 0,3 M selama 2 jam dengan perbandingan sampel dan pelarut yaitu
1:6 (b/v). Sampel dinetralisasi menggunakan larutan akuades hingga netral.
Sampel kemudian diekstraksi menggunakan akuades selama 3 jam pada suhu
40 °C dengan perbandingan sampel dan pelarut yaitu 1:2 (b/v). Hasil ekstraksi
yang diperoleh merupakan kolagen cair yang selanjutnya perlu dikeringbekukan
(freeze dry) agar diperoleh kolagen kering dalam bentuk lembaran, serbuk
maupun kristal. Diagram alir pembuatan kolagen dari kulit ikan tongkol disajikan
pada Gambar 1.

Metode Analisis

Analisis yang dilakukan untuk mengkarakterisasikan kolagen dari kulit ikan


tongkol yaitu analisis proksimat, analisis protein terlarut, analisis rendemen,
analisis kelarutan, analisis pH, analisis asam amino, analisis FTIR (Fourier
Transform InfraRed), dan analisis data.

Analisis proksimat (SNI 01-2891-1992)


Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia suatu bahan yang meliputi, analisis kadar air, kadar
lemak, kadar protein, dan kadar abu.
1) Analisis kadar air
Cawan porselen dikeringkan dahulu dalam oven pada suhu 105 °C selama
60 menit. Cawan porselen yang sudah kering dimasukkan dalam desikator selama
15 menit dan ditimbang hingga menunjukkan berat yang konstan. Selanjutnya
sampel sebanyak 2 g ditimbang dan dimasukkan ke cawan lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 105 °C selama 3 jam. Cawan beserta isinya kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh berat yang
konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:
5

Ikan tongkol

Preparasi sampel -Penghitungan proporsi ikan tongkol


-Analisis proksimat kulit ikan tongkol

Perendaman dalam larutan NaOH


rasio kulit terhadap larutan NaOH (1:10) (b/v)
konsentrasi NaOH = 0,05 M; 0,1 M; 0,2 M
lama perendaman = 12 jam*1
Uji konsentrasi protein terlarut
pada larutan sisa perendaman
NaOH setiap 2 jam

Kulit hasil perendaman


Kandungan protein terendah
NaOH perlakuan terbaik

Netralisasi

Perendaman dalam larutan CH3COOH


rasio kulit terhadap larutan CH3COOH (1:6) (b/v)
konsentrasi CH3COOH = 0,3 M
lama perendaman = 2 jam*2

Netralisasi

Ekstraksi dengan air (40 oC, 3 jam) dengan rasio air


terhadap kulit = 2:1 (b/v)*2

Kolagen cair

Karakterisasi kolagen:
Freeze dryer -Analisis rendemen
-Analisis pH
-Analisis kelarutan
-Analisis asam amino
Serbuk kolagen -Analisis gugus fungsi dengan FTIR

Gambar 1 Diagram alir pembuatan kolagen kulit ikan tongkol (Euthynnus affinis)
Keterangan: *1 (modifikasi Kittiphattanabawon et al. 2010);
*2 (Nur’aenah 2013)
6

B–C
Kadar air (%) = x 100%
B–A

Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel awal (g)
C = berat cawan + sampel kering (g)

2) Analisis kadar abu


Cawan porselen dikeringkan dahulu dalam oven pada suhu 105 °C selama
60 menit. Cawan porselen yang sudah kering dimasukkan dalam desikator selama
15 menit dan ditimbang hingga menunjukkan berat yang konstan. Selanjutnya
sampel sebanyak 3 g ditimbang dan dimasukkan ke cawan porselen lalu dibakar di
atas kompor listrik hingga tidak berasap. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur
pengabuan dengan suhu 600 °C selama 6 jam. Cawan porselen yang berisi sampel
hasil pengabuan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian
ditimbang hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar abu dihitung dengan
rumus:

C–A
Kadar abu (%) = x 100%
B–A

Keterangan :
A = berat cawan porselen kosong (g)
B = berat cawan dengan sampel (g)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

3) Analisis kadar protein


Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode semimikro kjeldahl.
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 mL, lalu ditambahkan setengah butir kjeltab (tablet katalis) dan 25 mL H2SO4
pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410 °C selama kurang lebih 1 jam sampai
larutan berwarna hijau jernih lalu didinginkan. Selanjutnya sampel dimasukkan ke
dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan akuades sampai dengan tanda tera.
Sampel larutan tersebut dipipet 5 mL dan ditambahkan 10 mL NaOH 30%
kemudian didestilasi dengan suhu destilator 100 °C. Hasil destilasi ditampung
dalam labu Erlenmeyer 250 mL yang berisi 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan
indikator campuran dari bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan
perbandingan 5:1. Destilasi dilakukan sampai diperoleh larutan berwarna hijau
kebiruan. Destilat yang dihasilkan dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai warna
larutan berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.
Penetapan blanko dilakukan seperti tahapan sampel. Kadar protein dihitung
dengan rumus:

(S–B) x N HCl x 14,007 x FP


Nitrogen (%) = x 100%
W
7

Keterangan:
S = Volume titran sampel (mL)
B = Volume titran blanko (mL)
N HCl = Normalitas HCl standar yang digunakan (mgrek/mL)
14,007 = Berat ekuivalen atom nitrogen (mg/mgrek)
FP = Faktor pengenceran
W = Bobot sampel kering (mg)

Kadar protein (%) = Nitrogen (%) x faktor konversi

Keterangan: Protein mengandung rata-rata 16 % nitrogen

100%
Faktor konversi = = 6,25
16%

4) Analisis kadar lemak


Labu lemak dikeringkan terlebih dahulu dalam oven bersuhu 105 °C selama
30 menit, setelah itu dimasukkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang
hingga berat yang konstan. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan ke
dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas (selongsong lemak) dan
sumbat selongsong kertas berisi sampel tersebut dengan kapas, kemudian
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah dihubungkan dengan labu
lemak. Proses ekstraksi dilakukan selama 6 jam dengan pelarut heksana sebanyak
150 mL. Campuran heksana dan lemak didestilasi hingga terpisah lemak dari
pelarutnya. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
pada suhu 105 °C selama 60 menit dan dimasukkan dalam desikator selama
30 menit lalu ditimbang hingga beratnya konstan. Kadar lemak dihitung dengan
rumus:

C–A
Kadar lemak (%) = x 100%
B

Keterangan:
A = Berat labu lemak kosong (g)
B = Berat sampel awal (g)
C = Berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

Analisis protein terlarut (Bradford 1976)


Uji Bradford dilakukan untuk menentukan konsentrasi protein pada sampel
dengan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standar. Larutan Bradford dibuat
dengan mencampurkan 10 mg coomassie briliant blue (CBB) dengan 5 mL
etanol 95%, kemudian ditambahkan 10 mL larutan asam fosfat 85%, dan akuades
hingga volumenya mencapai 500 mL. Campuran dihomogenkan (dikocok kuat)
kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman 1. Larutan Bradford
selanjutnya disimpan pada botol gelap dan suhu chilling hingga akan digunakan.
Penentuan protein terlarut dengan metode Bradford dilakukan
menggunakan spektrofotometer. Sampel sebanyak 0,1 mL ditambahkan dengan
8

5 mL larutan Bradford dan divortex. Sampel kemudian ditentukan absorbansinya


dengan spektrofotometer UV-2500 pada ƛ = 595 nm.

Analisis rendemen
Rendemen kolagen diperoleh dari perbandingan berat kering kolagen yang
dihasilkan dengan berat bahan baku kulit. Rendemen diperoleh dengan rumus:

Berat kering kolagen (g)


Rendemen kolagen (%) = x 100%
Berat bahan baku kulit (g)

Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)


Analisis pH dilakukan dengan menggunakan pH meter digital. Alat pH
meter harus dibilas dahulu menggunakan akuades dan dikeringkan dengan tisu
sebelum digunakan. Kolagen kering sebanyak 0,1 g ditimbang dan dilarutkan
dalam 10 mL akuades lalu dihomogenkan. Selanjutnya elektroda pada pH meter
dicelupkan ke dalam sampel sampai diperoleh angka yang stabil pada proyektor
pH meter.

Analisis kelarutan (modifikasi Shon et al. 2011)


Analisis kelarutan dilakukan dengan membuat larutan pada kisaran pH 2-8
masing-masing sebanyak 10 mL dengan menggunakan akuades, asam asetat, dan
NaOH. Selanjutnya 0,1 g kolagen kering dilarutkan masing-masing dalam larutan
pH yang telah dibuat. Sampel diaduk hingga larut selama 15 menit. Selanjutnya
larutan disaring menggunakan kertas saring bebas abu (Whatman 42) kemudian
dioven dengan suhu 100 °C selama 20 menit dan ditimbang. Kelarutan kolagen
diperoleh dengan rumus:

Berat sampel awal (g) – (B–A)


Kelarutan (%) = x 100%
Berat sampel awal (g)

Keterangan:
A = Berat kertas saring awal (g)
B = Berat kertas saring akhir (g)

Analisis gugus fungsi dengan FTIR (Muyonga et al. 2004)


Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dan keberadaan
kolagen yang dihasilkan. Kolagen sebanyak 0,02 g dihaluskan dengan KBr dalam
mortar hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan pellet dan
dipadatkan serta divakum dalam mesin pencetak pellet. Pellet dimasukkan ke
dalam sel dan dimasukkan pada ruang penempatan sel lalu ditembakkan dengan
sinar IR dari spektofotometer inframerah IR-408 yang sudah dinyalakan pada
kondisi yang stabil. Selanjutnya dilakukan pendeteksian menggunakan tombol
detektor dan akan dihasilkan rekorder histogram FTIR pada monitor yang akan
menampilkan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel.
Histogram yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis untuk memperoleh data
kualitatif maupun kuantitatif.
9

Analisis asam amino (AOAC 1995)


Komposisi asam amino ditentukan dengan HPLC. Sebelum dipakai,
perangkat HPLC harus dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan
selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan harus dibilas
dengan akuades. Analisis asam amino menggunakan HPLC terdiri dari 4 tahap,
yaitu: (a) preparasi sampel kolagen; (b) pengeringan; (c) derivatisasi; dan
(d) injeksi.
(a) Preparasi sampel kolagen
Preparasi sampel dilakukan dengan menimbang sebanyak 0,1 g kolagen
kering dan dihancurkan, selanjutnya ditambahkan dengan larutan HCl 6 N
sebanyak 5-10 mL. Larutan tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C
selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada
pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Setelah
pemanasan selesai, sampel disaring menggunakan milipore berukuran 45 mikron.
(b) Pengeringan
Hasil saringan diambil sebanyak 10 μL dan ditambahkan 30 μL larutan
pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium
asetat, dan trimetilamin dengan perbandingan 2:2:1. Sampel dikeringkan dengan
alat pompa vakum yaitu untuk mempercepat proses dan mencegah terjadinya
oksidasi.
(c) Derivatisasi
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol,
pikoisotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi
dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel.
Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan menambahkan 10 mL asetonitril 60%
dan natrium asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran
disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron. Larutan
derivatisasi sebanyak 30 μL ditambahkan pada hasil pengeringan.
(d) Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 20 μL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Penghitungan konsentrasi asam amino pada bahan dilakukan dengan pembuatan
kromatogram standar menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai
yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kondisi alat HPLC saat
berlangsungnya analisis asam amino:
Temperatur kolom : 38 °C
Jenis kolom : Pico tag 3.9 x 150 nm colum
Kecepatan alir eluen : 1 mL/menit
Program : Gradien
Tekanan : 3000 psi
Fase gerak : Asetonitril 60% dan natrium asetat 1 M 40%
Detektor : UV / 254 nm
Merek : Waters Coorporation USA
Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus yaitu
persentase asam amino dalam 100 g sampel:
10

AC x C x BM x FP
Asam amino (%) = x 100%
AS x BC

Keterangan :
AC = Luas area sampel
AS = Luas area standar
BC = Bobot sampel (g)
BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino
C = Konsentrasi standar asam amino
Fp = Faktor pengenceran

Analisis data (Steel dan Torrie 1993)


Data yang diperoleh dari penelitian tahap pendahuluan (pretreatment)
dianalisis dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solutions
(SPSS) 15. Analisis statistik data penelitian diolah menggunakan Rancangan Acak
Faktorial dengan 2 faktor yaitu konsentrasi NaOH sebanyak 3 taraf (0,05 M;
0,1 M; 0,2 M) dan faktor lama perendaman dengan 6 taraf (2 jam, 4 jam, 6 jam,
8 jam, 10 jam, dan 12 jam). Semua perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.
Model rancangannya adalah:

Yijk = μ + τi + βj + (τ β)ij + εijk

Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan dari perlakuan konsentrasi NaOH ke-i, perlakuan lama
perendaman ke-j, dan ulangan ke-k
μ = Nilai rataan umum populasi
τi = Pengaruh perlakuan konsentrasi NaOH ke-i (i = 0,05 M; 0,1 M; dan
0,2 M)
βj = Pengaruh lama perendaman ke-j (j = 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam,
dan 12 jam)
(τβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi NaOH ke-i dengan lama
perendaman ke-j
εijk = Galat pengamatan pada perlakuan konsentrasi NaOH ke-i, perlakuan
lama perendaman ke-j dan ulangan ke-k (k = 2 ulangan)

Data yang diperoleh selanjutnya diamati dan dianalisis secara statistik


dengan analisis ragam (ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan
berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%. Hipotesis pengaruh konsentrasi NaOH:
H0 = Perbedaan konsentrasi NaOH, lama perendaman, dan interaksi antar
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap total protein non-kolagen
terlarut.
H1 = Perbedaan konsentrasi NaOH, lama perendaman, dan interaksi antar
perlakuan berpengaruh nyata terhadap total protein non-kolagen terlarut.
11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ikan Tongkol

Ikan tongkol yang digunakan terlebih dahulu dikarakterisasi dengan


penghitungan proporsi rendemen bagian tubuh dan analisis komposisi kimia kulit.
Proporsi rendemen yang dihitung adalah bagian tulang, kepala, kulit, daging, dan
jeroan. Hasil proporsi bagian tubuh ikan tongkol (Gambar 2) diperoleh bahwa
daging memiliki rendemen tertinggi yaitu sebesar 54,31±0,59% (edible portion)
dan rendemen terendah terdapat pada kulit yaitu sebesar 3,23±0,09%. Bagian
tubuh lainnya yaitu kepala, tulang, dan jeroan memiliki proporsi rendemen
sebesar 21,54±0,50%; 13,63±0,37%; dan 7,28±0,18%. Liu et al. (2012)
menjelaskan bahwa kulit memang memiliki proporsi terendah dari bagian tubuh
lainnya, namun dalam pemanfaatan limbah untuk dijadikan sumber kolagen, kulit
memiliki prospek dan potensi yang lebih baik dibandingkan dengan bagian limbah
lainnya, seperti tulang, kepala, maupun jeroan. Beberapa data sumber penelitian
menunjukkan bahwa kolagen dari kulit memiliki rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tulang, misalnya kolagen dari kulit dan tulang ikan swanggi
sebesar 10,9% dan 1,6% (bb) (Kittiphatanabawon et al. 2005), ikan bighead carp
sebesar 17,5% dan 1,3% (bb) (Liu et al. 2012), dan ikan mas sebesar 41,3% dan
1,06% (bk) (Duan et al. 2009).

7,28±0,18% 13,63±0,37%

21,54±0,50%

54,31±0,59%
3,23±0,09%

Gambar 2 Proporsi bagian tubuh ikan tongkol ( ) daging, ( ) jeroan, ( )tulang,


( ) kepala, ( ) kulit

Proses karakterisasi selanjutnya yaitu analisis komposisi kimia kulit ikan


tongkol. Analisis komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi
yang terkandung didalam kulit. Analisis komposisi kimia yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu.
12

Komposisi kimia kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya
Kadar air Kadar protein Kadar lemak Kadar abu
Sumber
(% bb) (% bb) (% bb) (% bb)
Kulit ikan tongkol
71,66±0,01 24,63±0,12 2,72±0,24 0,17±0,00
(Euthynnus affinis)
Kulit ikan cobia
71,79±0,49 19,02±0,21 7,09±0,18 1,36±0,16
(Rachycentron canadum)1
Kulit ikan cucut bambu
58,70±1,14 29,77±0,81 0,16±0,04 14,43±0,12
(Chiloscyllium punctatum)2
1 2
Keterangan: Ariesta (2014); Mahardika (2013)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kulit ikan tongkol memiliki kadar air, protein,
lemak, dan abu sebesar 71,66%; 24,63%; 2,72%; dan 0,17%. Komposisi kimia
kulit ikan tongkol memiliki kadar air dan kadar protein yang tinggi serta kadar
lemak dan kadar abu yang rendah apabila dibandingkan dengan kulit ikan cobia
dan kulit ikan cucut bambu. Kadar protein kulit ikan tongkol tergolong tinggi
karena bernilai lebih dari 20% (Stansby 1963). Kadar protein yang tinggi dari
kulit ikan tongkol juga memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai
sumber kolagen. Alfaro et al. (2013) menyatakan bahwa kadar protein pada kulit
ikan sangat menentukan terhadap jumlah kolagen yang terkandung di dalam
jaringan kulit. Keberadaan lemak dan abu pada kulit ikan juga akan berpengaruh
terhadap karakteristik dan keefektifan kolagen yang dihasilkan sehingga perlu
dihilangkan (Shon et al. 2011). Matmaroh et al. (2011) menyatakan bahwa
penghilangan lemak dan abu dapat dilakukan dengan perendaman kulit pada
larutan alkali dan asam asetat. Kadar lemak dan kadar abu yang rendah dari kulit
ikan tongkol juga mengindikasikan sebagai bahan baku yang baik dalam ekstraksi
kolagen.

Pretreatment Kolagen

Pembuatan kolagen diawali dengan proses pretreatment yaitu


deproteinisasi. Proses deproteinisasi bertujuan untuk menghilangkan protein non-
kolagen yang terkandung pada kulit ikan tongkol dengan larutan alkali.
Zhou dan Regenstein (2005) menyatakan contoh dari larutan alkali yang dapat
digunakan untuk menghilangkan protein non-kolagen yaitu NaOH dan Ca(OH)2.
Larutan alkali yang digunakan dalam proses deprotinisasi ini adalah NaOH
dengan 3 perlakuan konsentrasi berbeda dan lama perendaman selama 12 jam.
Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan tongkol
berdasarkan pengaruh konsentrasi NaOH dan lama perendaman dapat dilihat pada
Gambar 3 dan Gambar 4.
13

1,8
a b c
1,6
1,403
1,391
1,4 1,279
Protein terlarut (mg/mL)

1,249
1,2 1,050 1,130
0,985

1,0 0,864
0,760 0,680
0,8
0,609
0,549
0,6 0,469
0,404
0,327
0,4 0,285
0,220
0,140
0,2

0,0
0,05 M 0,1 M 0,2 M
Konsentrasi NaOH
Gambar 3 Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan
tongkol berdasarkan hasil uji DMRT pengaruh konsentrasi NaOH
Keterangan: lama perendaman 2 jam ( ), 4 jam ( ), 6 jam ( ), 8 jam ( ),
10 jam ( ), dan 12 jam ( )

1,8
a
1,6 b
1,403
1,279 1,391
1,4 1,249 c
Protein terlarut (mg/mL)

1,130
1,2 1,050 0,985
0,864
d
1,0
0,760
0,680
0,8 e
0,609
0,549 f
0,6 0,469
0,404
0,4 0,327 0,285
0,220
0,2 0,140

0,0
2 jam 4 jam 6 jam 8 jam 10 jam 12 jam
Lama perendaman
Gambar 4 Konsentrasi protein terlarut pada NaOH sisa perendaman kulit ikan
tongkol berdasarkan hasil uji DMRT pengaruh lama perendaman
Keterangan: konsentrasi NaOH 0,05 M ( ); NaOH 0,1 M ( ); dan
NaOH 0,2 M ( )
14

Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa lama perendaman kulit pada


berbagai konsentrasi NaOH selama 2 jam memiliki konsentrasi protein terlarut
yang tinggi dan seiring bertambahnya waktu maka konsentrasi protein terlarut
menjadi semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama proses
perendaman, maka protein non-kolagen pada kulit ikan tongkol akan semakin
berkurang. Jaswir et al. (2011) menyatakan bahwa selama perendaman dalam
NaOH, kulit menjadi mengembang sehingga memudahkan masuknya air dan
menyebabkan protein non-kolagen yang terjebak dalam matrik kolagen menjadi
lebih mudah dilepaskan.
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi
NaOH dan lama perendaman terhadap total protein non-kolagen terlarut, namun
interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap total protein non-kolagen terlarut
(Lampiran 3). Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT pada tingkat kepercayaan 95%
(Lampiran 4-5), perendaman kulit dalam larutan NaOH 0,05 M selama 12 jam
merupakan perlakuan terbaik karena memiliki nilai konsentrasi protein
non-kolagen terlarut yang paling rendah yaitu sebesar 0,140 mg/mL.
Zhang et al. (2007) menyatakan bahwa protein non-kolagen pada kulit dapat
dihilangkan dengan perendaman menggunakan larutan NaOH selama 12 jam.
Zhou dan Regenstein (2005) menambahkan bahwa penghilangan protein non-
kolagen dapat dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH pada konsentrasi
antara 0,01 hingga 0,1 mol/L dan penggunaan konsentrasi larutan NaOH di atas
0,1 mol/L tidak akan lebih efektif dalam menghilangkan protein non-kolagen.

Karakteristik Kolagen Kulit Ikan Tongkol Terbaik

Kolagen kulit ikan tongkol terbaik yang dihasilkan merupakan kolagen yang
sudah dikeringbekukan yang diperoleh dari proses pretreatment terbaik. Kolagen
terbaik yang diperoleh berbentuk lembaran berserat, berwarna putih, dan tidak
beraroma. Karakterisasi kolagen terbaik diperlukan untuk mengetahui sifat fisiko-
kimia dari kolagen yang dihasilkan.

Rendemen kolagen terbaik


Rendemen kolagen merupakan persentase kolagen yang dihasilkan dari
berat bahan baku awal. Rendemen juga berguna untuk mengetahui keefektifan
proses ekstraksi. Hasil penelitian menunjukkan kolagen kulit ikan tongkol
memiliki rendemen sebesar 7,46±0,33%. Rendemen kolagen kulit ikan tongkol
lebih tinggi dari PSC (pepsin soluble collagen) kulit ikan gorara
(Jongjareonrak et al. 2005) dan ASC (acid soluble collagen) kulit ikan patin siam
(Singh et al. 2011), namun lebih rendah dari kulit ikan cobia (Ariesta 2014), ASC
kulit ikan gorara (Jongjareonrak et al. 2005), dan PSC kulit ikan patin siam
(Singh et al. 2011). Potaros et al. (2009) menyatakan bahwa perbedaan nilai
rendemen pada kolagen yang dihasilkan dapat disebabkan oleh perbedaan metode
ekstraksi yang digunakan, perbedaan konsentrasi larutan untuk menghilangkan
protein non-kolagen, perbedaan jenis bahan baku, serta perbedaan suhu dan waktu
dalam proses ekstraksi. Rendemen kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit
ikan lainnya disajikan pada Tabel 2.
15

Tabel 2 Rendemen kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya
Sumber kolagen Rendemen (% bb)
Kulit ikan tongkol (Euthynnus affinis) 7,46±0,33
Kulit ikan cobia (Rachycentron canadum)1 10,51±0,48
ASC kulit ikan gorara (Lutjanus vitta)2 9,0
PSC kulit ikan gorara (Lutjanus vitta)2 4,7
ASC kulit ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus)3 5,1
PSC kulit ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus)3 7,7
Keterangan: 1Ariesta (2014); 2Jongjareonrak et al. (2005); 3Singh et al. (2011)

Nilai pH kolagen terbaik


Nilai pH merupakan suatu parameter untuk mengukur derajat keasaman atau
kebasaan suatu larutan. Nilai pH kolagen dari kulit ikan tongkol bersifat sedikit
asam yaitu 5,29±0,04. Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol lebih tinggi
dibandingkan dengan kolagen kulit ikan pari yaitu 5,00 dan kolagen kulit ikan
cucut bambu yaitu 4,60 namun lebih rendah dari nilai pH kolagen kulit ikan cobia
yaitu 7,08±0,01. Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol yang dihasilkan sedikit lebih
rendah bila dibandingkan pH kolagen dari sisik ikan yaitu berkisar antara 5,5-6,6
(Hartati dan Kurniasari 2010). Zhou dan Regenstein (2005) menyatakan
kombinasi perlakuan asam dan basa pada proses ekstraksi cenderung
menghasilkan pH akhir yang netral. Proses penetralan juga berpengaruh pada pH
akhir kolagen karena penetralan berfungsi mengurangi sisa-sisa larutan asam
maupun basa akibat perendaman. Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol dan
beberapa kulit ikan lainnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai pH kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya
Sumber kolagen Nilai pH
Kulit ikan tongkol (Euthynnus affinis) 5,29±0,04
Kulit ikan cobia (Rachycentron canadum)1 7,08±0,01
Kulit ikan cucut bambu (Chiloscyllium punctatum)2 4,60
Kulit ikan pari (Pastinachus solocirostris)3 5,00
Keterangan: 1Ariesta (2014); 2Mahardika (2013); 3Nur’aenah (2013)

Komposisi asam amino kolagen terbaik


Kolagen merupakan komponen utama dari matriks ekstraseluler yang
mengandung sekitar 90% protein dan memiliki 18 jenis asam amino dengan 7
diantaranya merupakan asam amino esensial (Kumar et al. 2011). Kolagen telah
teridentifikasi sebanyak 28 jenis yaitu kolagen dengan tipe I-XXVIII dan setiap
jenisnya memiliki urutan-urutan asam amino dan struktur molekul yang khas
(Matmaroh et al. 2011). Komposisi asam amino pada kolagen dipengaruhi oleh
sifat fisik-kimianya, seperti kemampuan cross-linking dan stabilitas termal.
Komposisi asam amino kolagen berbeda-beda pada setiap spesies karena adanya
perbedaan struktur molekulnya (Lin dan Liu 2006). Komposisi asam amino
kolagen kulit ikan tongkol dan beberapa kulit ikan lainnya disajikan pada Tabel 4.
16

Tabel 4 Komposisi asam amino kolagen kulit ikan tongkol dan kulit ikan lainnya
Komposisi asam amino (%)
Asam amino Kolagen kulit ikan cobia Kolagen kulit ikan pari
Data penelitian
(Ariesta 2014) (Nur’aenah 2013)
Alanina 7,48 7,36 4,37
Arginina 10,60 8,32 12,03
Asam aspartat 2,70 3,67 3,75
Asam glutamat 5,68 5,83 8,20
Fenilalanina 3,23 1,82 2,97
Glisina 30,34 20,75 24,08
Histidina 1,09 1,52 1,89
Isoleusina 0,55 0,98 1,97
Leusina 2,40 1,42 2,99
Lisina 2,35 3,32 2,51
Metionina 2,55 2,21 3,25
Prolina 11,31 10,21 11.42
Serina 4,43 2,70 3,60
Sistina 0,10 0,35 0,00
Tirosina 0,85 0,54 0,71
Treonina 3,66 2,00 3,84
Valina 0,78 1,95 3,17
Total 90,10 74,95 79,33

Tabel 4 menunjukkan bahwa komposisi asam amino dengan jumlah yang


dominan pada kolagen kulit ikan tongkol yaitu glisina, prolina, arginina, dan
alanina. Asam amino dengan jumlah yang rendah yaitu sistina, isoleusina, valina,
tirosina, dan histidina. Hasil ini serupa dengan komposisi asam amino dari kulit
ikan cobia (Rachycentron canadum) (Ariesta 2014) dan kulit ikan pari
(Pastinachus solocirostris) (Nur’aenah 2013). Glisina merupakan asam amino
yang paling dominan pada kolagen kulit ikan tongkol yaitu sebesar 30,34%.
Kittiphattanabawon et al. (2005) menyatakan bahwa glisina mewakili sekitar
sepertiga total dari asam amino pada kolagen. Susunan triple helix kolagen
(Gly-X-Y) memiliki 35% prolina dan hidroksiprolina sebagai penyusunnya,
sementara glisina terdapat pada setiap posisi ketiga susunan (Friess 1998).
Keberadaan glisina pada posisi ketiga susunan berperan sangat penting dalam
mengurangi halangan steric dan menyediakan ikatan hidrogen antar rantai yang
tegak lurus dengan sumbu helix (Fontaine-Vive et al. 2009). Kadar asam amino
glisina, alanina, dan prolina yang tinggi serta kadar asam amino tirosina dan
histidina yang rendah mengindikasikan bahwa kolagen yang diekstrak adalah
kolagen tipe I (Nalinanon et al. 2011). Silvipriya et al. (2015) menjelaskan bahwa
kolagen yang diekstrak dari kulit pada umumnya merupakan kolagen tipe I.

Kelarutan kolagen terbaik


Kelarutan merupakan kemampuan zat terlarut (solute) untuk larut dalam
suatu pelarut (solvent). Lee et al. (2001) menyatakan bahwa kolagen dapat
dilarutkan ke dalam air, terutama dengan penambahan perlakuan asam. Hasil
kelarutan kolagen kulit ikan tongkol pada beberapa pH disajikan pada Gambar 5.
17

120

100 88,50 90,80


81,65

Kelarutan (%)
75,60
80 71,60
66,25
54,45
60

40

20

0
2 3 4 5 6 7 8
pH
Gambar 5 Kelarutan kolagen kulit ikan tongkol pada beberapa pH (n = 2 ulangan)

Gambar 5 menunjukkan bahwa kelarutan kolagen tertinggi terdapat pada


pH 3 yaitu 90,80%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada pH 6 yaitu
54,45%. Matmaroh et al. (2011) menjelaskan bahwa kelarutan kolagen akan
tinggi pada kisaran pH 2-4 dan ketika pH di atas 4 yaitu mendekati pH netral atau
basa kelarutan kolagen akan menurun. Kelarutan terendah pada pH 6
menunjukkan titik isoelektrik pada kolagen yang dihasilkan. Titik isoelektrik pada
kolagen umumnya terdapat pada kisaran pH 6-9 (Shon et al. 2011).
Kittiphattanabawon et al. (2005) mengatakan bahwa ketika nilai pH berada di atas
dan di bawah titik isoelektrik, protein memiliki muatan positif atau negatif
sehingga memiliki kemampuan berinteraksi dengan air menjadi lebih tinggi.
Jongjareonrak et al. (2005) menjelaskan bahwa pada titik isoelektrik, muatan
molekul protein menjadi nol sehingga interaksi hidrofobik menjadi meningkat dan
menyebabkan pengendapan protein terlarut pada pH titik isolektrik tersebut.

Gugus fungsi kolagen terbaik dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)


Spektroskopi FTIR merupakan teknik analisis yang sudah banyak
digunakan untuk menganalisis struktur sekunder kolagen dengan cara mengetahui
gugus fungsinya (Paschalis et al. 2001). Kong dan Yu (2007) menjelaskan bahwa
prinsip dari spektroskopi FTIR yaitu dengan pengukuran panjang gelombang dan
intensitas penyerapan radiasi inframerah oleh sampel. Penyerapan radiasi
inframerah tersebut akan menimbulkan getaran yang dapat mengkarakterisasikan
kelompok peptida dan rantai sampingnya sehingga memberikan informasi
mengenai struktur protein (Paschalis et al. 2001). Gugus fungsi khas yang
terdapat pada kolagen adalah amida A, B, I, II, dan III. Hasil spektra inframerah
kolagen kulit ikan tongkol disajikan pada Gambar 6 dan karakteristik gugus
fungsi kolagen kulit ikan tongkol disajikan pada Tabel 5.
18

II
B III
A I

Gambar 6 Spektra inframerah kolagen kulit ikan tongkol

Tabel 5 Karakteristik gugus fungsi kolagen kulit ikan tongkol dan ikan lainnya
Bilangan gelombang puncak serapan (cm-1)
Daerah PSC kulit ASC kulit ikan
Standar Keterangan
serapan Data belut laut nila perch
wilayah
penelitian (Veeruraj (Muyonga
serapan
et al. 2013) et al. 2004)
Amida A 3395 3395 3434 3440-33001 NH streching

CH2 asimetri
Amida B 2929 2924 2924 2935-29152
streching
Amida I 1652 1653 1650 1690-16003 C=O streching

NH bending,
Amida II 1543 1541 1542 1575-14803
CN streching

NH bending,
Amida III 1237 1243 1235 1301-12293
CN streching
Keterangan: 1Muyonga et al. (2004); 2Coates (2000); 3Kong dan Yu (2007)

Gambar 6 menunjukkan bahwa puncak serapan gugus amida A terdeteksi


pada bilangan gelombang 3395 cm-1 dengan karakteristik NH streching. Nilai
serupa juga ditunjukkan dari PSC kulit belut laut hasil penelitian
Veeruraj et al. (2013), namun lebih rendah dari ASC kulit ikan nila perch yaitu
3434 cm-1. Gugus amida A dengan NH streching yang bebas biasanya terdeteksi
pada bilangan gelombang 3440-3400 cm-1, namun ketika grup NH pada peptida
terlibat dalam ikatan hidrogen, maka posisinya akan bergeser ke frekuensi yang
lebih rendah (Li et al. 2013).
19

Gugus amida B kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan


gelombang 2929 cm-1. Coates (2000) menyatakan bahwa wilayah serapan gugus
amida B akan terdeteksi pada bilangan gelombang 2935-2915 cm-1 atau
2865-2845 cm-1. Nilai gugus amida B kolagen kulit ikan tongkol lebih tinggi dari
PSC kulit belut laut dan ASC kulit ikan nila perch yaitu 2924 cm-1.
Li et al. (2013) menjelaskan dengan adanya gugus amida B pada kolagen, maka
akan berhubungan dengan sifat karakteristik CH2 asimetri streching yang
dihasilkan.
Gugus amida I kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan
gelombang 1652 cm-1. Kong dan Yu (2007) menyatakan bahwa gugus amida I
akan terdeteksi pada bilangan gelombang 1690-1600 cm-1. Nilai gugus amida I
kolagen kulit ikan tongkol sedikit lebih tinggi dari ASC kulit ikan nila perch yaitu
1650 cm-1 dan sedikit lebih rendah dari PSC kulit belut laut yaitu 1653 cm-1 .
Shah dan Manekar (2012) menyatakan bahwa gugus amida I terkait dengan
karakteristik vibrasi peregangan gugus karbonil. Gugus amida I juga merupakan
gugus fungsi khas yang dapat membedakan antara kolagen dan gelatin.
Sai dan Babu (2001) menjelaskan bahwa umumnya gugus amida I pada kolagen
memiliki bilangan gelombang antara 1655-1650 cm-1. Nagarajan et al. (2012)
menyatakan bahwa gugus amida I gelatin kulit luar cumi-cumi terdeteksi pada
bilangan gelombang 1635-1632 cm-1. Gugus amida I pada kolagen memiliki
puncak serapan bilangan gelombang yang lebih tinggi dibandingkan gugus amida
I pada gelatin. Yakimets et al. (2005) menyatakan bahwa gugus amida I yang
terdeteksi pada bilangan gelombang sekitar 1633 cm-1 merupakan karakteristik
struktur random coiled pada gelatin. Struktur random coiled tersebut terbentuk
karena adanya proses depolimerisasi termal, yaitu proses terpecahnya struktur
terorganisir triple helix kolagen akibat peningkatan suhu pada saat proses
ekstraksi dilakukan (Sai dan Babu 2001).
Gugus amida II kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan
gelombang 1543 cm-1. Kong dan Yu (2007) menyatakan bahwa gugus amida II
akan terdeteksi pada bilangan gelombang 1575-1480 cm-1. Nilai gugus amida II
kolagen kulit ikan tongkol sedikit lebih tinggi dari PSC kulit belut laut yaitu
1541 cm-1 dan ASC kulit ikan nila perch yaitu 1542 cm-1. Liu et al. (2012)
menyatakan bahwa gugus amida II terkait dengan adanya karakteristik vibrasi NH
bending disertai dengan vibrasi CN stretching.
Gugus amida III kolagen kulit ikan tongkol terdeteksi pada bilangan
gelombang 1237 cm-1. Kong dan Yu (2007) menyatakan bahwa gugus amida III
akan terdeteksi pada bilangan gelombang 1301-1229 cm-1. Nilai gugus amida III
kolagen kulit ikan tongkol sedikit lebih tinggi dari ASC kulit ikan nila perch yaitu
1235 cm-1 dan lebih rendah dari PSC kulit belut laut yaitu 1243 cm-1. Gugus
amida III memiliki karakteristik yang sama dengan gugus amida II akan tetapi ada
sedikit perubahan bentuk dari vibrasi NH bending dan vibrasi CN stretching
(Liu et al. 2012). Gugus amida III memiliki hubungan terhadap struktur triple
helix yang merupakan karakteristik khas pada kolagen. Matmaroh et al. (2011)
menyatakan bahwa gugus amida III dengan bilangan gelombang 1237-1234 cm-1
memiliki struktur antarmolekul yang tinggi dan struktur triple helix yang dominan
dengan ikatan yang kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa proses ekstraksi yang
dilakukan menghasilkan kolagen dengan karakteristik yang baik.
20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pretreatment kolagen kulit ikan tongkol diperoleh perlakuan terbaik yaitu


dengan perendaman larutan NaOH 0,05 M selama 12 jam dengan nilai konsentrasi
protein non-kolagen terlarut yang paling rendah yaitu sebesar 0,140 mg/mL.
Karakteristik kolagen kulit ikan tongkol terbaik yang dihasilkan yaitu rendemen
kolagen sebesar 7,46% (bb). Nilai pH akhir kolagen yaitu 5,29 dan kelarutan
tertinggi kolagen sebesar 90,80% pada pH 3. Komposisi asam amino kolagen
menunjukkan bahwa glisina, prolina, arginina, dan alanina merupakan asam
amino yang paling dominan pada kolagen kulit ikan tongkol. Kolagen kulit ikan
tongkol memiliki gugus fungsi khas yaitu amida A, B, I, II, dan III dengan
masing-masing bilangan gelombang yaitu 3395 cm-1, 2929 cm-1, 1652 cm-1,
1543 cm-1, dan 1237 cm-1. Gugus amida I merupakan gugus pembanding yang
membedakan struktur triple helix dari kolagen dengan struktur random coiled dari
gelatin. Gugus amida III kolagen yang dihasilkan memiliki struktur antarmolekul
yang tinggi dan struktur triple helix yang dominan dengan ikatan yang kuat.

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan agar lama perendaman dalam larutan


NaOH pada saat proses pretreatment kolagen ditambahkan guna mengoptimalkan
penghilangan protein non-kolagen pada kulit. Ekstraksi kolagen pada suhu rendah
(4 °C) perlu dilakukan sebagai pembanding terhadap karakteristik kolagen yang
dihasilkan. Pengaplikasian kolagen kulit ikan tongkol pada bidang biomedis,
farmasi, dan kosmetik perlu untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of


Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia (US): Published by The Association of Official Analytical
Chemist, Inc.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Kelautan dan Perikanan
dalam Angka Tahun 2014. Jakarta (ID): Pusat Data, Statistik dan Informasi.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Aberoumand A. 2012. Comparative study between different methods of collagen
extraction from fish and its properties. World Applied Sciences Journal
16(3): 316-319.
21

Alfaro AT, Fonseca GG, Balbinot E, Machado A, Prentice C. 2013. Physical and
chemical properties of wami tilapia skin gelatin. Food Science and
Technology 33(3): 592-595.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedamawati Y, Budianto S. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Ariesta C. 2014. Ekstraksi dan karakterisasi kolagen dari kulit ikan cobia
(Rachycentron canadum) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of
microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye
binding. Analytical Biochemistry 72: 248-254.
Choi JH, Behnam Sh, Kim SM. 2013. Physico-biochemical characteristics of
scallop mantle collagen soluble in pepsin. Journal Agricultural Science and
Technology 15: 293-302.
Coates J. 2000. Interpreration of infrared spectra, a practical approach. Di dalam:
Meyers RA, editor. Encyclopedia of Analytical Chemistry. Chichester (GB):
John Wiley & Sons Ltd.
Duan R, Zhang J, Du X, Yao X, Konno K. 2009. Properties of collagen from skin,
scale and bone of carp (Cyprinus carpio). Food Chemistry 112: 702-706.
Fontaine-Vive F, Merzel F, Johnson MR, Kearley GJ. 2009. Collagen and
component polypeptides: low frequency and amide vibrations. Chemical
Physics 355: 141-148.
Friess W. 1998. Collagen-biomaterial for drug delivery. European Journal of
Pharmaceutics and Biopharmaceutics 45: 113–136.
Hartati I, Kurniasari L. 2010. Kajian produksi kolagen dari limbah sisik ikan
secara ekstraksi enzimatis. Momentum 6(1): 33-35.
Jaswir I, Monsur HA, Salleh HM. 2011. Nano-structural analysis of fish collagen
extracts for new process development. African Journal of Biotechnology
10(81): 18847-18854.
Jongjareonrak A, Benjakul S, Visessanguan W, Nagai T, Tanaka M. 2005.
Isolation and characterisation of acid and pepsin-solubilised collagens from
the skin of Brownstripe red snapper (Lutjanus vitta). Food Chemistry 93:
475-484.
Kittiphattanabawon P, Benjakul S, Visessanguan W, Nagai T, Tanaka M. 2005.
Characterisation of acid-soluble collagen from skin and bone of bigeye
snapper (Priacanthus tayenus). Food Chemistry 89: 363–372.
Kittiphattanabawon P, Benjakul S, Visessanguan W, Shahidi F. 2010. Isolation
and characterization of collagen from the cartilages of brownbanded
bamboo shark (Chiloscyllium punctatum) and blacktip shark (Carcharhinus
limbatus). Food Science and Technology 43: 792–800.
22

Kong J, Yu S. 2007. Fourier transform infrared spectroscopic analysis of protein


secondary structures. Acta Biochimica et Biophysica Sinica 39(8): 549–559.
Kumar MH, Spandana V, Poonam T. 2011. Extraction and determination of
collagen peptide and its clinical importance from tilapia fish scales
(Oreochromis niloticus). International Research Journal of Pharmacy
2(10): 97-99.
Lee CH, Singla A, Lee Y. 2001. Biomedical applications of collagen.
International Journal of Pharmaceutics 221: 1-22.
Li Z, Wang B, Chi C, Zhang Q, Gong Y, Tang J, Luo H, Ding G. 2013. Isolation
and characterization of acid soluble collagens and pepsin soluble collagens
from the skin and bone of Spanish mackerel (Scomberomorous niphonius).
Food Hydrocolloids 31: 103-113.
Lin YK, Liu DC. 2006. Comparison of physical-chemical properties of type I
collagen from different species. Food Chemistry 99: 244-251.
Liu D, Liang L, Regenstein JM, Zhou P. 2012. Extraction and characterisation of
pepsin-solubilised collagen from fins, scales, skins, bones and swim
bladders of bighead carp (Hypophthalmichthys nobilis). Food Chemistry
133: 1441-1448.
Mahardika S. 2013. Isolasi dan karakterisasi kolagen nanopartikel dari kulit ikan
cucut bambu (Chiloscyllium punctatum) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Matmaroh K, Benjakul S, Prodpran T, Encarnacion AB, Kishimura H. 2011.
Characteristics of acid soluble collagen and pepsin soluble collagen from
scale of spotted golden goatfish (Parupeneus heptacanthus). Food
Chemistry 129: 1179-1186.
Muyonga JH, Cole CGB, Duodu KG. 2004. Characterisation of acids soluble
collagen from skins of young and adult Nile perch (Lates niloticus). Food
Chemistry 85: 81-89.
Nagarajan M, Benjakul S, Prodpran T, Songtipya P, Kishimura H. 2012.
Characteristics and functional properties of gelatin from splendid squid
(Loligo formosana) skin as affected by extraction temperatures. Food
Hydrocolloids 29: 389-397.
Nalinanon S, Benjakul S, Kishimura H, Osako K. 2011. Type I collagen from the
skin of ornate threadfin bream (Nemipterus hexodon): characteristics and
effect of pepsin hydrolysis. Food Chemistry 125: 500-507.
Nur’aenah N. 2013. Ekstraksi dan karakterisasi kolagen dan nanopartikel kolagen
dari kulit ikan pari (Pastinachus solocirostris) sebagai bahan baku kosmetik
[tesis]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Paschalis EP, Verdelis K, Doty SB, Boskey AL, Mendelsohn R, Yamauchi M.
2001. Spectroscopic characterization of collagen cross-links in bone.
Journal of Bone and Mineral Research 16(10): 1821-1828.
23

Potaros T, Raksakulthai N, Runglerdkreangkrai J, Worawattanamateekul W.


2009. Characteristics of collagen from nile tilapia (Oreochromis niloticus)
skin isolated by two different methods. Kasetsart Journal 43: 584-593.
Sai KP, Babu M. 2001. Studies on Rana tigerina skin collagen. Comparative
Biochemistry and Physiology Part B 128: 81-90.
Shah V, Manekar A. 2012. Isolation and characterization of collagen from the
placenta of buffalo (Bovidae bubalus bubalis) for the biomaterial
applications. Trend in Life Science 1(4): 26–32.
Shon J, Eo J, Hwang SJ, Eun J. 2011. Effect of processing conditions on
functional properties of collagen powder from Skate (Raja kenojei) skins.
Food Science Biotechnology 20(1): 99-106.
Silvipriya KS, Kumar KK, Bhat AR, Kumar BD, John A, Lakshmanan P. 2015.
Collagen: animal souces and biomedical application. Journal of Applied
Pharmaceutical Science 5(3): 123-127.
Singh P, Benjakul S, Maqsood S, Kishimura H. 2011. Isolation and
characterisation of collagen extracted from the skin of striped catfish
(Pangasianodon hypophthalmus). Food Chemistry 124: 97–105.
Stansby ME. 1963. Industrial Fishery Technology. New York (US): Reinhold
Publishing.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan
Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical
Approach.
Veeruraj A, Arumugam M, Balasubramanian T. 2013. Isolation and
characterization of thermostable collagen from the marine eel-fish
(Evenchelys macrura). Process Biochemistry 48: 1592-1602.
Yakimets I, Wellner N, Smith AC, Wilson RH, Farhat I, Mitchell J. 2005.
Mechanical properties with respect to water content of gelatin films in
glassy state. Polymer 46: 12577-12585.
Zhang J, Duan R, Tian Y, Konno K. 2009. Characterisation of acid-soluble
collagen from skin of silver carp (Hypophthalmichthys molitrix). Food
Chemistry 116: 318-322.
Zhang Y, Liu W, Li G, Shi B, Miao Y, Wu X. 2007. Isolation and partial
characterization of pepsin-soluble collagen from the skin of grass carp
(Ctenopharyngodon idella). Food Chemistry 103: 906-912.
Zhou P, Regenstein JM. 2005. Effects of alkaline and acid pretreatments on
Alaska Pollock skin gelatin extraction. Journal of Food Science 70(6): 392-
396.
LAMPIRAN
26

Lampiran 1 Morfometrik dan bobot ikan tongkol


Parameter Satuan Nilai
Panjang total cm 34,05±0,21
Panjang baku cm 28,75±0,07
Tinggi cm 6,85±0,35
Lebar cm 4,5±0,14
Bobot g 480,5±7,78

Lampiran 2 Kurva regresi linear standar BSA


0,4

0,35

0,3
Nilai Absorbansi

0,25 y = 0,1686x + 0,0374


R² = 0,948
0,2

0,15

0,1

0,05

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Konsentrasi Standar BSA

Lampiran 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) pretreatment kolagen kulit ikan


tongkol
Jumlah Kuadrat
Sumber keragaman Db F Nilai p
kuadrat tengah
Konsentrasi NaOH 2 0,152 0,076 42,512 0,000
Lama perendaman 5 5,786 1,157 646,496 0,000
Interaksi antar perlakuan 10 0,016 0,002 0,897 0,554
Galat 18 0,032 0,002
Total 35 5,986

Lampiran 4 Hasil uji DMRT untuk pengaruh konsentrasi NaOH terhadap nilai
konsentrasi protein larutan sisa perendaman
Konsentrasi NaOH Rata-rata konsentrasi protein
N Notasi
(M) terlarut (mg/mL)
0,05 12 0,684 a
0,10 12 0,771 b
0,20 12 0,843 c
27

Lampiran 5 Hasil uji DMRT untuk pengaruh lama perendaman terhadap nilai
konsentrasi protein larutan sisa perendaman
Lama perendaman Rata-rata konsentrasi protein
N Notasi
(jam) terlarut (mg/mL)
2 6 1,357 a
4 6 1,143 b
6 6 0,869 c
8 6 0,612 d
10 6 0,399 e
12 6 0,215 f

Lampiran 6 Dokumentasi kolagen kulit ikan tongkol

(a) kolagen cair sebelum freeze dry (b) kolagen kering setelah freeze dry

Lampiran 7 Rekapan hasil analisis asam amino kolagen


28

Lampiran 8 Hasil peak kromatogram analisis asam amino kolagen


29

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Arman Hartono Komala dilahirkan pada tanggal


21 September 1993 di Bogor. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara
dari pasangan (Alm.) Iing Sugihartono (Khouw Sin Ing) dan Yulianingsih
(Ouw Lui Nio). Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Eka Wijaya
lulus pada tahun 2005, SMP Eka Wijaya lulus pada tahun 2008, dan SMA
Kosgoro lulus pada tahun 2011.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011. Selama kuliah, penulis aktif menjadi
asisten luar biasa mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan I periode
2013/2014 dan Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan periode 2014/2015.
Penulis juga pernah menjadi panitia International Symposium on Tropical Fungi
di Bogor pada tahun 2013. Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang
mengenai sistem perencanaan HACCP di CV. Sakana Indo Prima, Depok pada
tahun 2014. Penulis juga aktif mengikuti lomba kreativitas mahasiswa PKM-
Penelitian yang didanai oleh DIKTI pada periode 2013/2014.

Anda mungkin juga menyukai