Anda di halaman 1dari 15

“SUPLEMENTASI DAN FORTIFIKASI PANGAN”

Untuk memenuhi Tugas Gizi Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh :

1. Risqy Nur Fitri (201531324)


2. Puja Elisa (201531350)
3. Rina Nurhasanah (201531356)
4. Dede Setiawan (201531344)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang disusun untuk
memenuhi Tugas Gizi Kesehatan Masyarakat yang berjudul “Suplementasi dan
Fortifikasi Pangan”.

Dalam penyelesaian makalah , penulis banyak mendapat bantuan serta


bimbingan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tidak
terhingga kepada :

1. Ibu Laras Sitoayu, sebagai Dosen Pengampu


2. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan dukungan moril, mental dan
spiritual.
3. Teman –teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi serta
semangat.
Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan Makalah ini masih jauh dalam
kesempurnaan, mengingat penulis masih dalam tahap belajar sehingga masih
terdapat ketidaksempurnaan ilmu serta pengalamannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Dengan demikian makalah ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya

Jakarta, Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. i


DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1


A. Latar Belakang …………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………… 2
C. Tujuan ……………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………… 3


A. Pengertian Suplementasi dan Fortifikasi Pangan …………. 3
B. Suplementasi …………………………………………………….. 4
C. Fortifikasi …………………………………………………………. 5

BAB III Penutup ……………………………………………………………. 12


A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 12
B. Saran ……………………………………………………………….. 12

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selain busung lapar, ada lagi jenis kelaparan yang perlu kita cermati
keberadaannya, yakni kekurangan zat gizi mikro, atau yang lebih sering
disebut sebagai “kelaparan tersembunyi (hideen hunger). Zat gizi mikro
(micronutrient) adalah zat gizi berupa vitamin dan mineral, yang walaupun
kuantitas kebutuhannya relative sedikit namun memiliki peranan yang penting
pada proses metabolisme dan beberapa peran lainnya pada organ tubuh.
Kekurangan asupan dan absorbsi zat gizi mikro dapat mengakibatkan
gangguan pada kesehatan, pertumbuhan, mental dan fungsi lain (kognitif,
system imunitas, reproduksi dan lain-lain).
kekurangan akan tiga jenis zat gizi mikro (micronutrient) –iodium, besi dan
vitamin A secara luas menimpa lebih dari sepertiga penduduk dunia.
Konsekuensi serius dari kekurangan tersebut terhadap individu dan keluarga
termasuk ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan produktifitas
kerja, kesakitan, dan bahkan kematian.
Beberapa Negara menetapkan target untuk menghilangkan kekurangan
zat gizi mikro pada tahun 2000an. Tujuan dasar dari semua program-program
zat gizi mikro nasional adalah untuk menjamin bahwa zat gizi mikro yang
dibutuhkan tersedia dan dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, oleh
penduduk (terutama penduduk yang rentan terhadap kekurangan zat gizi
mikro tersebut). Strategi-strategi yang digunakan harus tepat untuk
menjawab kebutuhan dan harus menggunakan system dan teknologi yang
tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian ASI,
modifikasi makanan (misalnya meningkatkan ketersediaan pangan dan
meningkatkan konsumsi pangan).
Peningkatan kadar gizi pangan dilakukan terhadap baik zat gizi makro
maupun zat gizi mikro. Dengan teknik peningkatan kadar zat gizi yang
diantaranya adalah suplementasi dan fortifikasi pangan. Suplementasi
pangan ditujukan untuk menambah konsumsi pangan sehari-hari yang
kurangyang diakibatkan oleh berbagai hal seperti kurangnya pengertian,
lemahnya ekonomi, dan sebagainya.
Sedangkan fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi
(nutrient) pada taraf yang lebih tinggi daripada yang ditemukan pada pangan
asal/awal. Dimana tujuan utama fortifikasiyakni untuk meningkatkan tingkat
konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi
populasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Suplementasi dan Fortifikasi pangan?
2. Apa saja jenis-jenis suplementasi dan fortifikasi pangan?
3. Apa tujuan suplementasi dan fortifikasi pangan?
4. Apa peran suplementasi dan fortifikasi pangan terhadap status gizi?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Suplementasi dan Fortifikasi Pangan
Untuk mengetahui tentang suplementasi dan fortifikasi pangan
a. Untuk mengetahui jenis-jenis suplementasi dan fortifikasi pangan
b. Untuk mengetahui tujuan suplementasi dan fortifikasi pangan
c. Untuk mengetahui peran suplementasi dan fortifikasi pangan
terhadap status gizi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Suplementasi dan Fortifikasi Pangan


1. Suplementasi Pangan
Suplementasi juga berarti menambah sejumlah zat gizi tertentu yang
tidak dikonsumsi dalam jumlah cukup dalam makanan seseorang,
biasanya dalam bentuk tablet atau kapsul dan dosis yang diberikan jauh
lebih tinggi dibandingkan pada fortifikasi.
Suplementasi pangan ditujukan untuk menambah konsumsi pangan
sehari-hari yang kurang yang diakibatan oleh berbagai hal seperti
kurangnya pengertian, lemahnya ekonomi, dan sebagainya.
Penanganan defisiensi zat besi melalui suplementasi tablet besi
merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan kadar zat besi
dalam jangka pendek. Suplementasi biasanya ditujukan pada golongan
yang rawan mengalami defisiensi besi seperti ibu hamil dan ibu
menyusui. Di Indonesia, pemerintah melakukan program suplementasi
gratis pada ibu hamil melalui Puskesmas dan Posyandu, dengan
menggunakan tablet besi folat (mengandung 60 mg elemental besi dan
0,25 mg asam folat).

2. Fortifikasi pangan

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrient)
kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi
dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi.
Harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah
pencegahan defisiensi : dengan demikian menghindari terjadinya
gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian
sosio ekonomis. Namun demikian, fortifikasi pangan juga digunakan
untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan
yang diakibatkannya.

The Joint Food and Agricultural Organization World Health


Organization (FAOIWO) Expert Committee on Nutrition (FAO/WHO,
1971) menganggap istilah fortification paling tepat menggambarkan
proses dimana zat gizi makro dan zat gizi mikro ditambahkan kepada
pangan yang dikonsumsi secara umum. Untuk mempertahankan dan
untuk memperbaiki kualitas gizi, masing-masing ditambahkan kepada
pangan atau campuran pangan.

Istilah double fortijication dan multiple fortification digunakan apabila 2


atau lebih zat gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau
yang ditambahkan disebut ‘vehicle’, sementara zat gizi yang ditambahkan
disebut ‘fortificant’.

B. Suplementasi
Suplementasi harus dilakukan dengan memenuhi persyaratan
tertentu. Untuk tujuan meningkatkan nilai gizi suatu bahan makanan,
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut :
a. Zat gizi yang ditambahkan tidak mengubah warna dan citrasa bahan
makanan;
b. Zat gizi tersebut harus stabil selama penyimpanan
c. Zat gizi tersebut tidak menyebabkan timbulnya suatu interaktif negative
dengan zat gizi lain yang terkandung dalam bahan makanan.
d. Jumlah yang ditambahkan harus memperhitungkan kebutuhan individu,
sehingga kemungkinan terjadinya keracunan (akibat over –dosis) dapat
dihindarkan.

1. Jenis-Jenis Suplementasi
a. Suplementasi Protein
Efisiensi penggunaan protein atau mutu gizi suatu protein dapat
ditingkatkan dengan cara menambahkan kepada protein yang
kekurangan (defisiensi), sejumlah kecil protein lain yang kaya akan
asam amino yang kadarnya rendah dalam protein yang defisien
tersebut.
Contoh pada jagung, kelemahan kandungan jagung adalah asam
amino esensialnya rendah.terutama lisin dan triptofan, itulah sebabnya
mengapa mengunakan jangung yag tinggi harus diimbangi dengan
penggunaan bahan lain sebagai sumber protein yang kandungan asam
aminonya tinggi , seperti tepung kedelai.
Metode yang biasanya digunakan adalah dengan cara
menambahkan kepada suatu protein defisien yang jumlahnya
ditingkatkan secara bertahap. Kemudian masing-masing campuran
dievaluasi nilai gizinya (nilai PER) menggunakan tikus percobaan.

b. Suplementasi Serat Makanan


Dewasa ini banyak diproduksi dan dipasarkan serat makanan dalam
bentuk pil atau tablet, yang disebut supplement. Yang dimaksudkan
dengan suplementasi serat makanan dalam buku ini adalah
penambahan serat makanan dalam pengolahan suatu produk
makanan, misalnya roti, biscuit, dan lain-lain, dengan tujuan untuk
meningkatkan kadar seratnya.
Karena fungsinya yang baik untuk kesehatan, serat makanan tidak
lagi dianggap sebagai bahan non-esensial; the National Cancer
Institute dan Federation of the American Societies for Experimental
Biology di Amerika Serikat, menganjurkan konsumsi serat makanan
ditingkatkan menjadi sekitar 20-30 g per hari (ncl, 1984;Pilch,1987)
Selain dari buah-buahan dan sayuran, serat makanan dapat juga
diperoleh dari limbah hasil pertanian misalnya dedak gandum, dedak
padi (bekatul), dedak oats, ampas tahu, ampas kecap, dan lain-lain.
Suplementasi serat makanan dapat dilakukan pada produk pangan
seperti cookies, crackers, tortilla chips, fruit smack, exruded snack,
pretzels, granola bars, dan produk pangan lainnya termasuk roti.

C. Fortifikasi
Program fortifikasi sebaiknya dilaksanakan dan diikuti program gizi
lainnya. Pendekatan program yang dapat disertakan diantaranya pendidikan
gizi, suplementasi, aktifitas kesehatan masyarakat, dan perubahan konsumsi
pangan.
Program fortifikasi memiliki peranan yang sangat penting, tentunya
tidak sebatas pemenuhan gizi masyarakat tapi juga mempunyai arti
peningkatan kualitas perekonomian suatu Negara. Begitu pentingnya
program ini, ada wacana penelitian untuk memulai melakukan biofortifikasi
pangan. Biofortifikasi pangan bisa diterjemahkan sebagai fortifikasi
premature, yakni fortifikasi bukan diberikan pada produk tapi bahan-bahan
hasil pertanian seperti padi sudah memiliki kandungan zat gizi yang sengaja
“ditambahkan” mulai dari saat budidaya.

1. Tujuan Fortifikasi
Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan
berikut:
a. Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk
memperbaiki defisiensi akan zat gizi yzng ditambahkan)
b. Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam
jumlah yang siquifikan dalam pangan akan tetapi mengalami
kehilangan selama pengolahan.
c. Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan
(pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal:
susu formula bayi.
d. Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang
menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi
sebagai pengganti mentega.

Menurut FAO pada Technical Consultation on Food Fortification


Technology and Quality Control di Roma pada tahun 1995, makanan
yang difortifikasi idealnya harus:

a. Umumnya dikonsumsi oleh populasi sasaran


b. Memiliki pola konsumsi yang konstan oleh masyarakat dan beresiko
rendah bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih
c. Memiliki stabilitas yang baik dalam penyimpanan
d. Relative rendah dalam biaya
e. Tidak terjadi interaksi antara fortifikan dengan vehicle
f. Ketersediaannya tidak berhubungan dengan status sosio-ekonomi
g. Dikaitkan dengan asupan energy.

2. Jenis-jenis Fortifikasi
Industry pangan/makanan memegang peranan kunci dalam setiap
program fortifikasi di setiap Negara kekurangan zat gizi mikro adalah
problem kesehatan masayarakat. Beberapa aspek program fortifikasi
pangan bagaimanapun seperti penentuan prevalensi kekurangan,
pemilihan intervensi yang tepat, perhitungan taraf asupan makanan (zat
gizi), konsumsi pangan pembawa sehari-hari dan fortifikan yang akan
ditambahkan, dan juga teknologinya (pengembangan teknologi), harus
dievaluasi oleh otoritas ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat dan pertanian, dan yang lainnya.
Adapun jenis-jenis fortifikasi pangan/makanan yaitu :
a. Fortifikasi Yodium
Defisiensi yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversible.
Itu sebabnya, penganekaragaman panganan yang tumbuh di daerah
dengan tipe tanah yang menggunakan pangan yang sama tidak
dapat meningkatkan asupan yodium oleh individu atau komunitas.
Diantara strategi-strategi untuk penghapusan GAKI, pendekatan
jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan yodium. Sampai
tahun 60an, beberapa cara suplementasiyodium dalam dies yang
telah diusulkan berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti,
susu, gula, dan air telah dicoba iodisasi garam menjadi metode yang
paling umum diterima di kebanyakan Negara di dunia sebab garam
digunakan secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya
adalah sederhana dan tidak mahal.
Fortifikasi yodium yang biasa digunakan adalah kalium yodida
(KI) dan kalium iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam ‘impure salt’
pada penyerapan dan kondisi lingkungan yang buruk. Penambahan
tidak menambahkan warna dan rasa pada garam. Negara-negara
dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan
pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKY.

b. Fortifikasi Besi
Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk
perbaikan anemia gizi besi, fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh
beberapa peneliti merupakan strategi termurah untuk memulai,
mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah populasi terbesar,
dan menjamin pendekatan pada jangka panjang (Cook dan
Reuser,1983).
Fortifikasi zat besi tidak menyebabkan efek samping pada
saluran pencernaan. Inilah keuntungan pokok dalam hal
keterterimaannya oleh konsumen dan pemasaran produk-produk
yang diperkaya dengan besi.
Penetapan target penerima fortifikasi zat besi yaitu mereka yang
rentan defisiensi zat besi, merupakan strategi yang aman dan efektif
untuk mengatasi masalah anemia besi (Ballot, 1989). Pilihan
pendekatan ditentukan oleh prevalensi dan beratnya kekurangan zat
besi (INAAG,1977). Tahapan kritis dalam perencanaan program
fortifikasi besi adalah pemilihan senyawa besi yang dapat diterima
dan dapat diserap (Cook dan Reuser, 1983).
Harus diperhatikan bahwa wanita hamil membutuhkan zat besi
sangat besar selama akhir trimester kedua kehamilan. Terdapat
beberapa fortifikan yang umum dugunakan untuk fortifikasi besi
seperti besi sulfat, besi glukaonat, besi laktat, besi ammonium sulfat,
dan lain-lain (Siagian,2003).

c. Fortifikasi Vitamin A
Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang peranan penting
untuk mengatasi problem kekurangan vitamin A dengan
menjembatani jurang antara asupan vitamin A dengan
kebutuhannya. Fortifikasi dengan vitamin A adalah strategi jangka
panjang untuk mempertahankan kecukupan vitamin A.
kebanyakan vitamin yang diproduksi secara komersial (secara
kimia) identik dengan vitamin yang terdapat secara alami dalam
bahan makanan. Vitamin yang larut dalam lemak (seperti vitamin A)
biasanya tersedia dalam bentuk larutan minyak (oil solution), emulsi
atau kering, keadaan yang stabil dapat disatukan/digabungkan
dengan campuran multivitamin-mineral atau secara langsung
ditambahkan ke pangan.
Bentuk komersial yang paling penting dari vitamin A adalah
vitamin A asetat dan vitamin A palminat. Pangan pembawa seperti
gula, lemak, minyak, garam, the, sereal, dan monosodium glutamate
(MSG) telah dapat difortifikasi oleh vitamin A (Siagian, 2003).

Berbagai fortifikasi pangan pendukung kesehatan tubuh telah banyak


dilakukan untuk memenuhi standar kesehatan, misalnya dengan
penambahan probiotik dan prebiotik, penambahan serat,dan
penambahan vitamin tertentu. Fortifikasi pangan juga banyak dilakukan
untuk memenui selera konsumen seperti rasa asin, manis, dan gurih,
rasa buah-buahan, dan cokelat dengan menambah atau
mengkombinasikan dengan bahan lain, serta masih banyak lagi hasil
fortifikasi yang bertujuan untuk menigkatkan kualitas pangan.
(Indratiningsih et al, 2011)

3. Peran Fortifikasi Makanan Terhadap Status Gizi


Zat gizi mikro yang meliputi yodium, zat besi dan vitamin A
merupakan zat gizi yang tidak bisa disintesa dalam tubuh manusia tanpa
adanya asupan yang bersumber dari makanan. Untuk memenuhi
kebutuhan terhadap ketiga zat gizi mikro tersebut diperlukan bahan
makanan yang berkualitas dan dalam jumlah yang seimbang.
Permasalahannya, tidak semua orang terutama pada kelompok
masyarakat ekonomi rendah mempunyai kemampuan untuk membeli
makanan yang berkualitas. Untuk itu, di Indonesia upaya
penanggulangan masalah kekurangan zat gizi mikro dilakukan dengan
cara pemberian suplementasi dan fortifikasi pada makanan tertentu.
Fortifikasi makanan adalah penambahan sejumlah zat tertentu ke
dalam makanan yang bertujuan untuk memperkaya atau menambah
jumlah dan nilai makanan tersebut. Sedangkan suplementasi juga berarti
menambah sejumlah zat gizi tertentu yang tidak dikonsumsi dalam
jumlah cukup dalam makanan seseorang, biasanya dalam bentuk tablet
atau kapsul dan dosis yang diberikan jauh lebih tinggi dibandingkan pada
fortifikasi. Fortifikasi merupakan upaya yang relative lebih
menguntungkan (cost effective) daripada suplementasi,tetapi karena
keduanya mempunyai pengertian yang sama yakni menambahkan
asupan sejumlah zat gizi tertentu, maka seringkali kedua pengertian
tersebut dianggap sama.
Fortifikasi tidak untuk menggantikan suplemen tetapi bertujuan untuk
mempertahankan keadaan normal. Syarat dari bahan makanan yang
akan difortifikasi harus diproduksi secara terpusat, dilihat dari aspek
ekonomi, produksi. Pembeli harus dapat menerima dan secara teknologi
tidak merubah rasa, rupa, dan aroma.
Pemilihan bahan pangan pembawa sangat penting dalam
menentukan keberhasilan fortifikasi pangan. Bahan pangan pembawa
yang umum dikonsumsi masyarakat secara luas merupakan pilihan
strategis untuk mengatasi masalah prevalensi zat gizi mikro secara
berkelanjutan yang harus memenuhi criteria memenuhi kecukupan
harian dalam setiap asupan, tidak berbahaya apabila asupan berlebihan,
pengolahan secara terpusat, dihasilkan dengan teknologi sederhana dan
relative murah, stabil selama penyimpanan, dikemas untuk melindungi
stabilitas, dilabel sesuai standard dan terjangkau oleh keluarga.
Fortifikasi mikronutrien ke dalam makanan untuk mencegah
malnutrisi zat gizi adalah salah satu cara yang dapat dilaksanakan
dengan biaya terjangkau dan dapat dilaksanakan mandiri oleh sasaran.

4. Keuntungan Fortifikasi Pangan dibandingkan dengan Suplementasi


Dosis Tinggi

Tabel 2.1 Keuntungan Fortifikasi Pangan dibandingkan dengan


Suplementasi Dosis Tinggi

Suplementasi Fortifikasi

Keefektifan Efektif untuk jangka Efektif untuk jangka


panjang menengah dan
panjang
Delivery System hearth delivery Pangan pembawa
requirment yang efektif (foovehicle) yang
cocok dan fasilitas
pengolahan yang
terorganisir
Kerelaan Memerlukan motivasi Tidak memerlukan
(Compliance) yang berkelanjutan dari kerja sama yang
partisipan inisiatif dan kerelaan
pribadi masing-
masing individu.
Biaya Relative membutuhkan Biaya rendah
pemeliharaan biaya yang tinggi
Biaya eksternal Dukungan eksternal Teknologi yang
dibutuhkan untuk memadai dan mudah
memperoleh suplemen ditransfer
Kesinambungan Tergantung pada Fortifikasi (senyawa
kemauan dan sumber fortifikasi) mungkin
daya yang ada perlu di import

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suplementasi dan fortifikasi adalah salah satu cara untuk menambahkan
zat gizi mikro pada makanan agar kecukupan gizi individu atau kelompok
masyarakat dapat terpenuhi. Dan merupakan penanggulangan masalah bagi
masyarakat ekonomi rendah yang tidak mempunyai kemampuan untuk
membeli makanan yang berkualitas baik. Dimana dengan cara suplementasi
dan fortifikasi ini masalah status gizi yang kurang baik dapat teratasi.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami permasalah yang terjadi di masyarakat terutama
masalah gizi sehingga dapat memberikan kontribusi dalam upaya
penanggulangannya baik dalam pemahaman untuk melakukan
suplementasi dan fortifikasi pangan ataupun kegiatan lainnya.
2. Bagi Dosen
Dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang
pengaplikasian yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan
suplementasi dan fortifikasi sesuai dengan peminatannya.
3. Bagi Pembaca
Dapat lebih mengetahui dan memahami mengenai suplementasi dan
fortifikasi pangan sehingga dapat secara mandiri ikut terlibat dalam upaya
penanggulangan permasalahan gizi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai