UJI FORMALIN
DOSEN PENGAMPU :
ASISTEN DOSEN :
OLEH :
KELOMPOK 1 R004
1. Seli Anggraini (D1C021015)
2. Wisla Riska Putri. P (D1C021021)
3. Rahayu Setia Ningsih (D1C021033)
4. Marianto Pasaribu (D1C021039)
5. Jeni Lestari (D1C021043)
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Formalin
Formalin merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/1988, sehingga
kandungannya dalam produk makanan harus negatif. Jika kadar formalin yang
terkandung dalam bahan pangan tersebut melewati nilai ambang batas aman, maka akan
dapat berakibat toksis. Penyalahgunaan formalin biasanya dilakukan untuk keuntungan
dagang dan meminimalkan biaya kerugian akibat makanan yang tidak laku dijual. Selain
itu formalin digunakan karena mudah didapat, harganya yang murah dan memiliki
kemampuan yang baik dalam mengawetkan makanan (Rezania at al., 2018).
Formalin sangat mudah diserap melalui saluran pernafasan dan pencernaan.
Formalin dapat bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel tubuh
sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 formalin merupakan bahan yang
dilarang digunakan dalam makanan. Apabila formalin yang tercampur dalam makanan
termakan, maka dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala keracunan
formalin yang dapat dilihat antara lain mual, sakit perut yang akut disertai muntah
muntah, diare berdarah, timbulnya depresi susunan syaraf dan gangguan peredaran
darah. Formalin pada dosis rendah dapat menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-
muntah, timbulnya depresi susunan syaraf serta terganggunya peredaran darah. Pada
dosis tinggi, Formalin dapat menyebabkan diare berdarah, kencing darah, muntah darah
dan akhirnya menyebabkan kematian (Alsuhendra, 2013).
Menurut Arumsari (2017), upaya pengendalian yang dapat dilakukan terhadap
kandungan formalin yang terdapat pada makanan yang dijual dipasaran adalah perlu
dilakukanya tindakan oleh BPOM untuk melakukan peninjauan kembali ke pasar-pasar
untuk melakukan uji formalin pada bahan pangan yang dijual oleh pedagang dan
menindaklanjuti penyalahgunaan formalin yang terjadi. Selain itu juga diharapkan
adanya penyuluhan-penyuluhan kepada para pedagang dan produsen mengenai larangan
penggunanaan formalin pada bahan pangan.
2.3 Tahu
Tahu merupakan produk makanan dengan bahan baku kedelai (glycine max),
berbentuk padatan dan bertekstur lunak. Di buat melalui proses pengolahan kedelai
dengan cara mengendapkan protein. Tahu memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, karena
kedelai merupakan salah-satu sumber protein nabati yang berasal dari jenis kacang-
kacangan dan biji-bijian dengan kualitas protein yang hampir mendekati protein hewani.
Hal tersebut dikarenakan kedelai banyak mengandung asam amino essensial yang
sangat diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan sel seperti arginin,
fenilanin, histidin, isoleusin, leusin metionin, treonin, dan triptopan. Kandungan protein
pada kedelai sekitar 35% bahkan mencapai 40- 43% pada varitas yang unggul
(Rahmawati, 2017).
4.1 HASIL
4.2 Pembahasan
Formalin (formaldehid) adalah salah satu zat yang dilarang berada dalam
bahan makanan. Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah
bereaksi dengan protein, karena ketika disiramkan ke makanan formalin akan
mengikat unsur protein (protein menjadi mati atau tidak berfungsi) mulai dari
bagian permukaan hingga meresap kebagian dalamnya. Kemudian protein yang
telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa
asam, itulah sebabnya makanan menjadi lebih awet (Mirna, 2016).
Pada praktikum ini dilakukan pengujian formalin terhadap produk tahu dan
ikan teri. Dan digunakan dua larutan yaitu FeCl₃ dan H₂SO₄ sebagai larutan
tambahan sampel tahu dan ikan teri dengan tujan untuk melihat perubahan jika
ditambahkan larutan tersebut sampel akan mengalami perubahan warna atau
tidak jika tidak mengalami perubahan warna berarti sampel tidak mengandung
formalin, tetapi jika mengalami perubahan warna menjadi ungu dan berbentuk
cincin berarti sampel mengandung formalin.
Pada saat menguji sampel terlebih dahulu melakukan penghancuran atau
penghalusan sampel kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 50ml, dan
dilakukan penyaringan dua kali dengan tujuan untuk mendapatkan filtrat sampel
yang jernih yang tidak ada ampas sampel yang terbawa pada saat dilakukan
pengujian.
Tahu dan ikan merupakan bahan makanan yang mudah mengalami
kerusakan terutama kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme, seperti bakteri, kapang dan khamir. Penambahan formalin dan
boraks memang secara efektif dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengujian formalin sampel tahu sebelum ditambahkan
dengan FeCl₃ dan H₂SO₄ warna larutan putih bening tetapi setelah ditambahkan
larutan FeCl₃ dan H₂SO₄ berubah menjadi putih keruh setelah dihomogenkan
larutan mendapatkan hasilnya negatif yang berarti tidak mengandung formalin.
Sedangkan pengujian sampel ikan teri dengan FeCl₃ dan H₂SO₄ warna larutan
yang diambil setelah ekstrak berwarna putih keruh, akan tetapi setelah
ditambahkan dengan FeCl₃ dan H₂SO₄ berubah menjadi warna putih bening
setelah dihomongenkan, yang berarti sampel ikan teri mendapatkan hasil negatif
yang berarti tidak mengandung formalin.
Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan makanan bahkan
merupakan zat yang tidak boleh ditambahkna pada makanan. Memang orang
yang mengkonsumsi bahan pangan (makanan) sepeti tahu, mie, bakso, ayam,
ikan dan bahkan permen. Efek dari bahan makanan berformalin baru bisa terasa
beberapa tahun kemudian. Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir
saluran pencernaan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi membenuk asam format
terutama dihati dan sel darah merah. Pemakaian pada makanan dapat
mengakibatkan. keracunan pada tubuh manusa, yaitu rasa sakit perut yang akut
disertai muntah- muntah timbulnya depresi susunan atau kegagalan peredaran
darah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
praktikum Uji Formalin pada sampel tahu kuning dan ikan teri didapatkan hasil
pengujian yaitu pada sampel tahu sebelum ditambahkan dengan FeCl₃ dan
H₂SO₄ warna larutan putih bening tetapi setelah ditambahkan larutan FeCl₃ dan
H₂SO₄ berubah menjadi putih keruh setelah dihomogenkan larutan mendapatkan
hasilnya negatif yang berarti tidak mengandung formalin. Sedangkan pengujian
sampel ikan teri dengan FeCl₃ dan H₂SO₄ warna larutan yang diambil setelah
ekstrak berwarna putih keruh, akan tetapi setelah ditambahkan dengan FeCl₃ dan
H₂SO₄ berubah menjadi warna putih bening setelah dihomongenkan, yang
berarti sampel ikan teri mendapatkan hasil negatif yang berarti tidak
mengandung formalin.
5.2 Saran
Saran pada praktikum ini yaitu praktikan harus memahami materi terlebih
dahulu supaya ketika dilakukan pengujian terhadap uji formalin bisa dilakukan
secara teliti dan pemahaman yang cukup terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada larutan sampel tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ditambah aquadest 50 ml
Ditambah 3 ml FeCl3
Diteteskan H2SO4
Dilakukan pengamatan
Lampiran 2. Dokumentasi
Gambar 9.
Dilakukan
pengamatan