Anda di halaman 1dari 13

Laporan praktikum ke-5

Kamis, 13 April 2018

UJI FORMALIN

Trisda Sela Mutiara


4443160022
4B
Kelompok 5

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018

Abstrak

Formalin adalah larutan tak berwarna berupa senyawa organinik yang berbau
tajam dengan kandungan kimia 37% Formaldehid (metanal), 15 % metanol dan
sisanya adalah Air. Uji kualitatif formalin dalam makanan dapat dilakukan dengan
KMnO4, sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan spektrofotometri
meggunakan larutan Nash, 2,4- dinitrofenilhidrazin dan alkanon dalam media
garam asetat. Praktikum mengenai uji formalin dilakukan pada hari kamis, 13 April
2018, pada pukul 15.30 sampai pukul 17.30 WIB. Bertempat di Laboratorium
Teknologi Hasil Perikanan (THP). Tujuan dari praktikum uji formalin untuk
menguji ada atau tidaknya kandungan formalin pada ikan segar dan produk hasil
pengolahan perikanan secara kualitatif. Hasil praktikum yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa sampel ikan segar dan produk olahan perikanan yang
digunakan dalam praktikum rata-rata mengandung formalin, namun dalam kadar
atau jumlah yang sedikit.
Kata Kunci: Formalin, Ikan Segar, Kualitatif, Produk Perikanan,

PENDAHULUAN
Biokimia hasil perairan merupakan salah satu bidang ilmu yang membahas
mengenai biomolekul, organisasi sel, asam amino dan protein, enzim, metabolisme
sel di alam dan peranannya pada produk hasil perikanan, karbohidrat, lipida,
vitamin, asam nukleat, respirasi dan energy, flavor dan pigmen, serta perubahan
biokimia dan analisa biokimia pada produk hasil perikanan dan kelautan. Sehingga
dengan mempelajari serta memahami mengenai biokimia hasil perairan ini, kita
dapat mengetahui tentang proses biokimia pada suatu produk hasil perairan dan
dapat menciptakan suatu mutu produk hasil perairan yang bagus dan berkualitas.
Keamanan produk perikanan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan
dalam pengembangan sektor perikanan, mengingat konsumsi ikan diperkirakan
akan terus meningkat seiring kesadaran masayarakat akan arti penting nilai gizi
produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak (Gustiano 2006 diacu dalam
Girsang 2014). Dalam teknlogi pangan, dikenal pula usaha untuk menjada daya
tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang
bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam
praktiknya di masyarakat, banyak yang menggunakan bahan-bahan kimia
berbahaya dalam penanganan dan pengolahan ikan, seperti formalin, boraks,
antiseptic, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dilakukanlah suatu praktikum
mengenai uji kualitatif kandungan formalin pada ikan segar.
Tujuan dari praktikum biokimia hasil perairan mengenai praktikum uji
formalin untuk menguji ada atau tidaknya kandungan formalin pada ikan segar dan
produk hasil pengolahan perikanan secara kualitatif.

TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food
additive) pada saat ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Salah satu bahan
tambahan pada makanan adalah pengawet bahan kimia yang berfungsi untuk
memperlambat kerusakan makanan, baik yang disebabkan mikroba pembusuk,
bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan
proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan (Husni et al 2007 diacu
dalam Girsang 2014).). Salah satu jenis bahan pengawet yang seringkali digunakan
yaitu formalin.
Formaldehid atau yang biasa disebut dengan formalin adalah gas yang
biasanya tersedia dalam bentuk larutan 40 % (formalin) dan merupakan cairan
jernih, tidak berwarna dengan bau menusuk. Uapnya merangsang/bereaksi cepat
dengan selaput lendir hidung, tenggorokan dan saluran pencernaan. Selain itu, dapat
menyebabkan iritasi mata. Konsentrasi 0.5 sampai 1 ppm di udara dapat dideteksi
dari baunya, konsentrasi 2 sampai 3 ppm dapat menyebabkan iritasi ringan.
Sedangkan pada konsentrasi 4 sampai 5 ppm pada umumnya tidak dapat ditoleransi
oleh manusia. Jika disimpan formaldehid akan dimetabolisme menjadi asam
formiat dan metanol. Asam formiat kemudian dikonversi menjadi metilformat.
Pada suhu yang sangat rendah akan terbentuk trioksimetilin. Titik didih
formaldehid pada 1 atm adalah 96°C, pH 2,8-4,0 dan dapat bercampur dengan air,
aseton, alkohol (Badan POM 2004 diacu dalam Girsang 2014).
Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu
bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan no. 1168/Menkes/Per/X/1999. Selama ini, masyarakat pada
umumnya mengetahui formalin sebagai zat yang dipakai dalam proses pengawetan
jenazah. Formalin juga dikenal sebagai bahan untuk membunuh hama dan
disinfektan. Meskipun sebagian banyak orang, terutama produsen, sudah
mengetahui bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun
penggunaannya bukannya menurun namun malah semakin meningkat dengan
alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang
(Hastuti 2010 diacu dalam Girsang 2014).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), lembaga
khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang
mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum
ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Bila formalin masuk
ke tubuh melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan
pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat
terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa
melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan (Hastuti 2010 diacu dalam Girsang
2014).
Jika termakan, formalin dapat menyebabkan keracunan pada tubuh. Jika
terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa
menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi
asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek
dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematian. Di dalam tubuh,
formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga
mengganggu ekspresi genetik yang normal (NIOSH 2010 diacu dalam Girsang
2014). Sifat merusak ini terletak pada gugus Karbon Oksida (CO) atau aldehid.
Gugus ini bereaksi dengan gugus amina, pada protein menghasilkan metenamin
atau heksametilentetramin. Formaldehid akan bereaksi dengan Dioxyribosa
Nucleic Acid (DNA) atau Ribonucleic Acid (RNA) sehingga data informasi genetik
menjadi kacau. Akibatnya, penyakit-penyakit genetik baru mungkin akan muncul.
Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen.
Selain itu, bila sisi aktif dari protein-protein vital dalam tubuh dimatikan oleh
formaldehid, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam
metabolisme. Akibatnya, kegiatan sel akan terhenti.
Formalin adalah senyawa formaldehida dalam air dengan konsentrasi rata-
rata 37% dan metanol 15% dan sisanya adalah air. Formalin bukan pengawet
makanan tetapi banyak digunakan oleh industri kecil untuk mengawetkan produk
makanan karena harganya yang murah sehingga dapat menekan biaya produksi,
dapat membuat kenyal,utuh, tidak rusak, praktis dan efektif mengawetkan makanan
(Widowati & Sumyati 2006). Larangan penggunaan formalin sebagai bahan
tambahan makanan telah tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012,
tentang Bahan Tambahan Pangan, pada Lampiran II tentang bahan yang dilarang
digunakan sebagai BTP.
Ada atau tidaknya formalin dalam makanan atau suatu poduk dapat dilihat
dengan menggunakan metode uji kualitatif. Uji kualitatif adanya kandungan
formaldehid dilakukan menggunakan test kit antilin yang ditandai dengan
terbentuknya warna merah keunguan. Uji kualitatif formalin dalam makanan dapat
dilakukan dengan KMnO4, sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan
spektrofotometri meggunakan larutan Nash, 2,4- dinitrofenilhidrazin dan alkanon
dalam media garam asetat. Sedangkan dengan alkanon dalam media garam asetat
menggunakan spektrofotometer dapat menganalisis kadar formalin sampai 3 ppm.
Selain itu formalin dapat juga dianalisa dengan asam kromotropat yang dilarutkan
dalam asam sulfat (BPPOM 2000). Terdapat beberapa cara untuk menganalisis
formaldehida dalam sampel makanan, antara lain dengan metode kolorimetri,
spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi gas (Bianchi et
al 2007 diacu dalam Suryadi et al 2010).
Analisis secara KG-MS dan KCKT memerlukan instrumentasi yang relative
mahal dan rumit. Selain itu, dibutuhkan proses derivatisasi menggunakan zat
penderivat yang mahal sehingga tidak cocok untuk analisis rutin yang relative
murah. Oleh karena itu, diperlukan metode analisis lebih sederhana, cepat,
ekonomis, dan sensitif. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kolorimetri
dengan pereaksi Schryver untuk analisis kualitatif dan spektrofotometri UV-Vis
menggunakan pereaksi Nash untuk analisis kuantitatif. Pemilihan pereaksi
Schryver untuk analisis kualitatif disebabkan oleh terbentuknya warna yang
spesifik dan sensitif antara pereaksi dengan formaldehida dengan batas deteksi
terendah 0,2 mg/L. Analisis kuantitatif formalin dilakukan menggunakan
spektrofotometer UVVis berdasarkan reaksi antara formaldehida dengan pereaksi
Nash yang menghasilkan senyawa kompleks 3,5-diasetil-1,4-dihidrolutidin (DDL)
(Nash 1953 diacu dalam Suryadi et al 2010).
Antilin merupakan berupa alat penguji (test kit) kualitatif yang praktis
menggunakan larutan campuran pararosanilin dengan sulfit jenuh pada suasana
asam. Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi secara inderawi. Alat
penguji ini sama sensitifnya dengan reagen penguji komersial dan dapat
mendeteksi adanya formalin pada makanan dalam bentuk padat atau cair dengan
batas deteksi minimal 2 ppm. Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan
warna pada larutan penguji. Kelebihan dari antilin ini adalah dapat diaplikasikan
untuk semua jenis makanan padat maupun cair sensitif, batas deteksi minimal
rendah praktis dan mudah digunakan. Hasil deteksi cepat didapat hasil deteksi
dengan mudah dapat dilihat murah sehingga biaya pengujian tidak membebani
harga produk potensi aplikasi industri makanan tradisional/modern atau pihak-
pihak yang membutuhkan alat yang praktis, murah dan cepat untuk mendeteksi
kandungan formalin pada bahan padat ataupun cair, terutama pada makanan
mentah ataupun matang. Antilin ini juga dapat memberikan kemudahan dan
kecepatan dalam deteksi bahan berbahaya pada makanan akan meningkatkan
kepercayaan konsumen akan produk yang dikonsumsinya, melindungi masyarakat
sekaligus membatasi penggunaan bahan berbahaya tersebut pada makanan lainnya
(Astawan 2006).
Siomay merupakan salah satu bentuk pengolahan yang menggunakan
daging ikan sebagai bahan dasarnya. Siomay adalah makanan dari Indonesia yang
mirip dengan Dim Sum Cina yang terbuat dari ikan daging ikan tenggiri dan
berbentuk kerucut. Bahan lain yang digunakan untuk membuat siomay biasanya
adalah tuna, makarel, dan udang. Bahan pelengkap siomay adalah kubis kukus,
kentang, labu pahit dan tahu. Siomay disajikan dalam bentuk potong-potong dan
bagian atasnya diberi saus kacang, kecap manis, saus sambal dan sedikit air jeruk
nipis. Sama seperti bakso, lumpia, dan pempek, siomay dipengaruhi oleh masakan
Tionghoa. Siomay yang paling terkenal adalah Siomay Bandung. Jenis lain dari
siomay disebut Batagor singkatan dari Bakso Tahu Goreng, juga berasal dari
Bandung.

METODOLOGI
Praktikum Biokimia Hasil Perairan tentang Enzim dilakukan pada hari
Jum’at, pada tanggal 13 April 2018 pukul 15.30 sampai dengan 17.30 WIB di
Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan (THP) Jurusan Perikanan Fakultas
Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet tetes, hotplate, gelas baker, saringan, blander, syringe, dan pisau.
Sedangkan bahan yang gunakan adalah ikan kembung, ikan mas, ikan nila, ikan
bandeng, bakso ikan, siomay, kulit buah naga dan antilin.
Prosedur kerja pada pengaruh suhu terhadap kerja enzim adalah siapkan alat
dan bahan yang akan digunakan pada praktikum tentang uji formalin. Siapkan
sampel yang akan digunakan lalu dicacah dengan blander. Lakukan penimbangan
sebanyak 10gr sampel dan tambahkan air panas sebanyak 20 mL dan aduk selama
1 menit. Selanjutnya lakukan penyaringan sampel dan ambil 10 mL cairan sampel
menggunakan syringe. Siapkan 2 tabung reaksi kosong beserta rak tabung reaksi.
Lalu isi 1 tabung reaksi dengan akuades dan ditambah larutan antilin A dan B untuk
kontrol dan 1 tabung reaksi di isi dengan sampel yang digunakan sebanyak 10 mL.
Lakukan penamabahan 4 tetes larutan antilin A dan larutan antilin B. lakukan
pengocokan lalu biarkan sampel selama 10 menit. Lalu amati perubahan warna
yang terjadi pada sampel.
Berikut diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan antilin:

Sampel dicacah atau dihaluskan dengan blander

Timbang sebanyak 10gr sampel dan tambahkan air panas


sebanyak 20 mL

Aduk selama 1 menit

Lakukan penyaringan lalu ambil 10 mL cairan sampel


menggunakan syringe

Masukkan kedalam tabung reaksi

Tambahkan 4 tetes larutan antilin A dan antilin B

Lakukan pengocokan

Biarkan selama 10 menit

Amati perubahan warna yang terjadi

Gambar 1. Diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan antilin


Prosedur kerja pada pengaruh suhu terhadap kerja enzim adalah siapkan alat
dan bahan yang akan digunakan pada praktikum tentang uji formalin. Siapkan
sampel yang akan digunakan lalu dicacah dengan blander. Lakukan penimbangan
sebanyak 10gr sampel dan tambahkan air panas sebanyak 20 mL dan aduk selama
1 menit. Selanjutnya lakukan penyaringan sampel dan ambil 10 mL cairan sampel
menggunakan syringe. Siapkan 2 tabung reaksi kosong beserta rak tabung reaksi.
Lalu isi 1 tabung reaksi dengan akuades dan ditambah larutan antilin A dan B untuk
kontrol dan 1 tabung reaksi di isi dengan sampel yang digunakan sebanyak 10 mL.
Lakukan penamabahan 4 tetes larutan kulit buah naga. Lakukan pengocokan lalu
biarkan sampel selama 10 menit. Lalu amati perubahan warna yang terjadi pada
sampel.
Berikut diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan kulit buah
naga:

Sampel dicacah atau dihaluskan dengan blander

Timbang sebanyak 10gr sampel dan tambahkan air panas


sebanyak 20 mL

Aduk selama 1 menit

Lakukan penyaringan lalu ambil 10 mL cairan sampel


menggunakan syringe

Masukkan kedalam tabung reaksi

Tambahkan 4 tetes larutan kulit buah naga

Lakukan pengocokan
Biarkan selama 10 menit

Amati perubahan warna yang terjadi

Gambar 2. Diagram alir prosedur kerja uji formalin menggunakan kulit


buah naga

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan praktikum biokimia hasil perairan yang telah dilakukan
mengenai uji formalin, maka diperoleh hasil berupa tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Data Hasil Uji Formalin pada Ikan Segar dan Produk Perikanan
Kelompok Sampel Hasil Keterangan
1 Kembung + Ungu
2 Bandeng + Tidak ada perubahan
warna
3 Mas _ Tidak ada perubahan
warna
4 Nila + Tidak ada perubahan
warna
5 Siomay _ Tidak ada perubahan
warna
6 Baso ikan + Tidak ada perubahan
warna
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai uji formalin, maka
diperoleh hasil berupa tabel yang menunjukkan bahwa terdapat formalin pada ikan
segar dan juga produk olahan perikanan. Namun, tidak semua ikan segar dan juga
produk olahan perikanan mengandung formalin. Pada tabel diatas dapat terlihat
bahwa pada ikan kembung terdapat formalin, karena terjadi perubahan warna pada
larutan sampel. Larutan sampel yang semula berwarna putih keruh, setelah ditetesi
oleh antilin larutan tersebut berubah warna menjadi warna ungu. Hal ini berarti pada
ikan kembung terdapat formalin atau formaldehyde. Formalin yang terdapat pada
ikan kembung ini bisa disebabkan oleh rusaknya protein yang terkandung di dalam
tubuh ikan, yang diakibatkan oleh kesalahan pada saat penanganan dan
penangkapan. Yuliani (2007) menyebutkan beberapa ciri produk ikan basah/udang
yang mengandung formalin, diantaranya: insang berwarna merah tua dan tidak
cemerlang, warna putih bersih dengan tekstur yang kenyal dan awet sampai 3 hari
pada suhu kamar, serta tidak mudah busuk dan bau.
Hal serupa pun terjadi pada ikan nila dan ikan bandeng. Ikan nila dan ikan
bandeng pun positif mengandung formalin. Namun, pada ikan bandeng dan ikan
nila menggunakan ekstrak kulit buah naga sebagai pengujinya. Pada saat dilakukan
uji formalin secara kualitatif menunjukkan bahwa ikan nila dan ikan bandeng
mengandung formalin, namun dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut dibuktikan
dengan tidak terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu sampel tetap berwarna
ungu pada masing-masing larutan sampel yang telah ditetesi ekstrak kulit buah
naga. Berbeda halnya dengan ikan mas, pada saat dilakukan uji formalin secara
kualitatif menunjukkan bahwa ikan mas tidak mengandung formalin. Hal tersebut
dibuktikan dengan tidak terjadinya perubahan warna pada larutan sampel meskipun
telah ditetesi oleh antilin.
Tabel diatas menunjukkan bahwa pada produk olahan perikanan yaitu siomay
tidak terdapat formalin, hal itu dibuktikan dengan tidak terjadinya perubahan warna
pada larutan sampel setelah ditetesi oleh antilin. Lain halnya dengan bakso ikan.
Bakso ikan ternyata positif mengandung formalin. Hal tersebut dibuktikan dengan
tidak terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu sampel tetap berupa warna
ungu pada larutan sampel yang telah ditetesi ekstrak kulit buah naga. Berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, formalin merupakan
salah satu bahan tambahan yang dilarang penggunaannya dalam makanan.
Larangan penggunaan formalin dalam makanan juga diperkuat oleh data
International Agency for Research on Cancer (IARC) yang mengelompokkan
formaldehid sebagai zat yang bersifat karsinogenik atau penyebab kanker pada
manusia golongan 1 (Group 1: carcinogenic to human) (Marliana 2008 diacu dalam
Girsang 2014).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan praktikum biokimia hasil perairan yang telah dilakukan
mengenai uji formalin, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua ikan segar dan
semua produk olahan perikanan tidak mengandung formalin, terdapat beberapa
ikan segar seperti ikan bandeng, nila, dan kembung yang mengandung formalin
serta terdapat produk bakso ikan yang mengandung formalin. Namun, kadar
formalin yang terkandung pada ikan segar yang digunakan tersebut hanya sedikit.
Pada saat praktikum mengenai uji formalin pada ikan segar, sebaiknya para
praktikan lebih kondusif lagi pada saat melakukan praktikum. Hal tersebut agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar dan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan. 2006. Mengenal Formalin dan bahayanya. Jakarta: Penebar Swadya

Badan POM. 2004. Penyalahgunaan Formalin Sebagai Pengawet Ikan Mungkinkah


Mencari Penggantinya?. InfoPOM Vol. 5, No. 4, Juli
2004.Tersedia:http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%2
nfo%20POM/0404.pdf.

BPPOM. 2000. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional No.3/Makanan dan
Minuman. Balai Pusat Penelitian Obat dan Makanan. Jakarta.

Bianchi F., et al. 2007. Fish and food safety: determination of formaldehyde in 12
fish species by SPME extraction and GC-MS analysis. Food Chem., 100:
1049- 1053.

Girsang D Y. 2014. Kasus Distribusi dan Penggunaan Formalin dalam


Pengawetan Komoditi Ikan Laut Segar (Studi Kasus di Kota Bandar
Lampung). [SKRIPSI]. [Online]. Tersedia: http://digilib.unila.ac.id/2058/
[17 April 2018]

Gustiano R.2006. Kajian Teknis dan Sosio-Ekonomis Pengelolaan Berkelanjutan


Sumber Daya Genetik Ikan. Prosiding Lokakarya Nasional Pengelolaan dan
Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia. Puslitbang Peternakan.
Hal 48-53.

Hastuti S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin di
Madura. Jurnal AGROINTEK Volume 4 No. 2 Agustus 2010. Hal 132-137.

Husni, E , A. Samah, R. Ariati. 2007. Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam
Makanan Siap Saji Sosis. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Volume 12
No. 2 2007. Hal 108-111.
Marliana H. 2008. Optimasi Pereaksi Schryver Menjadi Kertas Indikator untuk
Identifikasi Formalin dalam Sampel Makanan. [SKRIPSI]. [Online]
Sumber: http://www.google.co.id/url?sa=t ...Aw\ [17 April 2018]

Nash T. 2010. Colorimetric estimation of formaldehyde by means of Hantzch


reaction. Biochem. J., 55(3), 417-418.

NIOSH. 2010. NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards. Sumber:


http://www.cdc.gov/ niosh/npg/pgintrod.html#mustread. [17 April 2018]

Suryadi, H., Kurniadi, M., Melanie Y. 2010. ANALISIS FORMALIN DALAM


SAMPEL IKAN DAN UDANG SEGAR DARI PASAR MUARA
ANGKE. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VII, No. 3, 16-31

Widowati W., Sumyati. 2006. Pengaturan tata niaga formalin untuk melindungi
produsen makanan dari ancaman gulung tikar dan melindungi
konsumen dari bahaya formalin. Pemberitaan Ilmiah Percikan, 63, 33-40.

Yuliani S. 2007. Formalin dan Masalahnya. Warta Penelitian dan Pengembangan


Pertanian Vol. 29 No. 5, 2007. Sumber: http://pustaka.litbang.deptan.go.
id/publikasi/wr295074. pdf. [17 April 2018]

LAMPIRAN

Gambar 3. Waktu pengamatan sampel Gambar 4. Masukkan larutan sampel


kedalam tabung reaksi

Gambar 5. Penyaringan sampel Gambar 6. Penimbangan sampel

Anda mungkin juga menyukai