KIMIA LINGKUNGAN
KELOMPOK 3 :
I
LEMBAR PENGESAHAN
Disahkan tanggal :
Menyetejui
Pembimbing
KATA PENGANTAR
II
Puji syukur kepada Tuhan Yang maha Esa karena dengan rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya kelompok dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“IDENTIFIKASI RHODAMIN B DALAM SAUS SAMBAL YANG BEREDAR
DI PASAR TRADISIONAL DAN MODERN KOTA DENPASAR” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini untuk memenuhi tugas Ibu Reni
Juliana Hasibuan, S.Si. M.Si yang diharapkan dapat menunjang nilai kelompok di
dalam mata kuliah Kimia Lingkungan. Selain itu, dengan hadirnya laporan ini dapat
memberikan informasi yang dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembacanya.
Pada kesempatan ini kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Reni Juliana Hasibuan, S.Si. M.Si selaku dosen pembimbing serta kepada seluruh
pihak yang terlibat di dalam penulisan laporan ini.
.
Kelompok menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan laporan
praktikum ini. Demikian kiranya semoga laporan yang telah dibuat ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
III
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Deskripsi Mata Praktek..............................................................................................1
1.2 Latar Belakang Praktikum..........................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah......................................................................................................4
1.4 Tujuan Praktikum.......................................................................................................4
1.5 Indikator.....................................................................................................................4
1.6 Rencana Pelaksanaan.................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Bahan Tambahan Pangan (BTP) ...............................................................................5
2.2 Bahan Pewarna...........................................................................................................7
2.2.1 Bahan Pewarna Alami.............................................................................................8
2.2.2 Bahan Pewarna Sintetis...........................................................................................8
2.3 Rhodamin B................................................................................................................12
2.3.1 Karakteristik Rhodamin B......................................................................................13
2.3.2 Efek Rhodamin B pada Kesehatan..........................................................................14
2.3.3 Ciri-Ciri Makanan yang Mengandung Rhodamin B...............................................15
2.4 Saus............................................................................................................................16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...........................................................................17
3.1 Metode Penelitian.......................................................................................................17
3.2 Lokasi Penelitian........................................................................................................17
3.3 Alat dan Bahan...........................................................................................................17
3.4 Prosedur Kerja............................................................................................................20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................23
4.1 Hasil ..........................................................................................................................23
4.2 Pembahasan................................................................................................................24
BAB V PENUTUP.................................................................................................................26
5.1 Kesimpulan.................................................................................................................26
5.2 Saran...........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................27
LAMPIRAN...........................................................................................................................28
IV
BAB I
PENDAHULUAN
Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada makanan
yang akan dikonsumsi oleh setiap orang. Pangan yang berkualitas dan aman
dikonsumsi dapat berasal dari pasar tradisional maupun pasar modern yang ada
dikalangan masyarakat. Dewasa ini, banyak pengolahan bahan makanan tambahan
yang telah beredar karena semakin berkembanganya ilmu pengetahuan dan
kecanggihan teknologi. Semakin banyaknya bahan makanan akan menambah cita rasa
pada makanan itu sendiri. Bahan pelengkap makanan yang saat ini digemari
masyarakat, karena mampu meningkatkan cita rasa pada makanan, salah satunya
adalah saus. Untuk meningkatkan kualitas produk makanan agar dapat bersaing
dipasaran, maka perlu bahan tambahan pangan seperti pewarna, pengawet, penyedap
rasa dan aroma, antioksidan, pengental, dan pemanis (Winarno, 2004). Pewarnaan
1
pada makanan pada dasarnya adalah untuk menarik para konsumen agar menjadi
lebih berminat dengan suatu produk yang dijual atau dipasarkan. Namun sebagian dari
mereka menggunakan pewarna makanan yang tidak mendapatkan izin peredaran dari
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) bahkan tidak jarang mengguanakan
pewarna sintetik yang biasanya digunakan sebagai pewarna tekstil (Pamungkas dan
Nopiyanti, 2014).
Menurut data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sepanjang
tahun 2012, insiden keracunan akibat mengonsumsi makanan menduduki posisi
paling tinggi, yaitu 66,7%, dibandingkan dengan keracunan akibat penyebab lain,
misalnya obat, kosmetika, dan lain-lain. Salah satu penyebab keracunan makanan
adalah adanya cemaran kimia dalam makanan tersebut (Paratmanitya dan Aprilia,
2016). Observasi yang dilakukan oleh BPOM menunjukkan ada 4 Jenis bahan
berbahaya yang sering ditambahkan pada bahan makanan yaitu Rhodamin B,
Methanyl Yellow (pewarna tekstil), formalin dan boraks (Kemenkes, 2011). Hasil
penelitian menunjukkan temuan terbesar pada jajanan adalah Rhodamin B (BPOM,
2013).
2
untuk tekstil dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya
bagi kesehatan karena adanya residu bahan pewarna tersebut. Timbulnya
penyalahgunaan bahan pewarna disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai
pewarna untuk pangan, dan juga karena harga bahan pewarna untuk industri relatif
jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan pewarna untuk pangan. Disamping itu
warna dari bahan pewarna tekstil biasanya lebih menarik.
Rhodamin B yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang
berfluoresan digunakan sebagai bahan pewarna tekstil, cat, kertas atau pakaian (Khan
dkk., 2011). Rhodamin B dapat bersifat karsinogenik dan memacu pertumbuhan sel
kanker jika digunakan terus menerus (Alhamedi dkk., 2009). Sifat karsinogenik
tersebut disebabkan oleh unsur N+(nitronium) dan Cl- (klorin) yang terkandung pada
Rhodamin B yang bersifat sangat reaktif dan berbahaya. Rhodamin B merupakan
pewarna sintesis yang digunakan pada industry tekstil. Pengaruh buruk Rhodamin B
bagi kesehatan antara lain meimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, kulit, mata,
dan saluran pencernaan (Wijaya, 2011). Penumpukan Rhodamin B dalam hati akan
menyebabkan gangguan fungsi hati berupa kanker hati dan tumor hati.
3
1.3 RUMUSAN MASALAH
Dalam pratikum kali ini, maslaah yang akan di bahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengidentifikasi Rhodamin B pada saus sambal yang dijual di
pasar tradisional dan modern Kota Denpasar dengan metode kualitatif ?
2. Bagaimana hasil identifikasi Rhodamin B pada saus sambal yang dijual di pasar
tradisional dan modern Kota Denpasar berdasarkan hasil uji kualitatif ?
1.5 INDIKATOR
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, karena seluruh masyarakat tanpa terkecuali membutuhkannya.
Makanan yang dikemas biasanya mengandung bahan tambahan, yaitu suatu bahan-
bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan,
pengemasan atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Secara umum jenis makanan
yang disukai khususnya makanan yang memenuhi selera dan terlihat menarik, yaitu
dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu dan tekstur. Agar makanan tampak lebih
menarik, cita rasa yang baik dan tahan lama biasanya diberi zat tambahan makanan
(Asrina, 2018).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang bukan merupakan bahan
utama tetapi sengaja ditambahkan untuk menambah kualitas pangan itu sendiri. Bahan
Tambahan Pangan terdiri dari bahan sintesis dan alami. Bahan Tambahan Pangan
sintesis diantaranya pewarna, pemanis, pengawet, penyedap, anti oksidan, penambah
aroma dan penambah keasaman. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses
produksi pangan perlu di waspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen.
(Rahmah, 2019).
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan, pengangkutan makanan untuk
menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut. Terdapat dua bahan pewarna yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis
termasuk juga yang dilarang di Indonesia (Prayoko, 2017).
5
perkembangannya, mulai muncul berbagai dampak negatif terhadap kesehatan, antara
lain berupa kasus-kasus keracunan makanan. Senyawa kimia sebagai BTM termasuk
pewarna sintetis memiliki keunggulan terhadap pewarna makanan nabati. Pewarna
sintetis lebih mudah didapat atau dibeli, gampang digunakan, hasil terukur, dan
residunya mudah diketahui pada makanan yang bersangkutan. Sementara, pewarna
nabati memiliki kelemahan aplikasi, berikut tampilan hasilnya tidak sebagus pewarna
sintetis, walaupun pewarna nabati makanan relatif gampang didapat oleh ibu rumah
tangga. Dengan alasan kurang praktis tersebut, penggunaan pewarna nabati makanan
semakin berkurang. Di lain hal, penggunaan BTM berupa pewarna sintetis berpeluang
memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, sedangkan penggunaan
pewarna makanan alami diyakini tidak menimbulkan dampak negattif (Sidabutar,
2019).
Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan
yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat di Indonesia. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa zat pewarna juga telah
mengalami perkembangan seperti halnya zat pewarna hasil rekayasa teknologi.
Pemakaian zat pengawet, pemanis dan pewarna sintetik pada makanan dan minuman
telah banyak digunakan. Pemakaian zat pewarna berbahaya pada makanan masih
banyak ditemukan di antaranya: Rhodamin B, Sudan I, Metanil Yellow, Citrus Red,
Violet dan lain-lain. Pewarna-pewarna tersebut dinyatakan berbahaya oleh Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 722/ Menkes/Per/IX/88 (Rattagi, 2021).
6
mikroba perusak pangan atau mencegah terjadi reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu pangan dan menghemat biaya. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat di
bagi menjadi dua golongan yaitu bahan tambahan pangan yang di tambah dengan
sengaja kedalam makanan dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dengan
tujuan untuk mempertahankan kesegaran, cita rasa dan pembantu pengolahan, seperti
pengawet, pewarna, dan pengeras. Sedangkan yang kedua bahan tambahan pangan
yang tidak sengaja di tambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam
makanan tersebut yang terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit
ataupun banyak akibat perlakuan dalam proses produksi, pengolahan, dan
pengemasan. Pemilihan jenis BTM yang akan diaplikasikan pada pasaran faktor yang
pertama yang perlu diperhatikan adalah jenis produk apa yang akan dihasilkan dan
bagaimana bahan tambahan makanan akan mempengaruhi mutu produk tersebut.
Bahan tambahan makanan yang dipilih adalah bahan tambahan makanan yang
mempunyai fungsi yang diharapkan (Rahmah, 2019).
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu
ciri yang penting. Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan
terdiri dari pewarna sintesis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintesis
terbuat dari bahan kimia tartrazin untuk warna kuning atau alleura red untuk warna
merah, kadangkala pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan untuk
makanan memberikan warna pada makanan agar mendapatkan keuntungan, produsen
sering menggunakan pewarna tesktil untuk makanan, ada yang menggunakan
Rhodamin B pewarna tekstil untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup
sedangkan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan
7
penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makananpun harus
dibatasi penggunaannya, karena pada dasarnya, setiap senyawa sintetis yang masuk
kedalam tubuh akan menimbulkan efek (La Ifu, 2016).
Warna merupakan salah satu aspek penting dalam hal penerimaan konsumen
terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan pangan dapat menjadi ukuran
terhadap mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau
kematangan. Apabila suatu produk pangan memiliki nilai gizi yang baik, enak dan
tekstur yang sangat baik akan tetapi jika memiliki warna yang tidak sedap dipandang
akan memberi kesan bahwa produk pangan tersebut telah menyimpang (Arfi, 2019).
Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki warna makanan
yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Akan tetapi, sering kali
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat warna pada makanan, misalnya untuk tekstil
dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan (Chrislia, 2017).
Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari alam atau tumbuhan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tradisional zat warna alami
diperoleh dengan ekstraksi atau perebusan tanaman. menurunkan risiko terjadinya
kanker prostat dan kanker payudara. Selain itu juga dapat menurunkan oksidasi LDL
dan menurunkan penyakit hati dan juga katarak (Farid, dkk, 2019).
Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut
menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin) merupakan
bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa karamel kebahan olahannya (Rahmah,
2019).
Pewarna sintesis untuk bahan tambahan pangan yang dibuat secara kimia oleh
pabrik industri kimia bahan pewarna ini dijual di pasaran dengan tanda khusus pada
label atau kemasannya, yaitu tulisan FD&C (food, drugs, cosmetic). Peraturan Mentri
Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 menyatakan bahwa Bahan Tambahan Pangan
8
(BTP) merupakan bahan yang ditambahkan dalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan. Peraturan tersebut juga menyatakan bahwa Rhodamin B
merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya dalam makanan
(Mamay, 2017).
9
Tabel 1 Bahan Pewarna Sintetis yang Diijinkan di Indonesia
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012
Alkanet 75520
10
Chocolate Brown FB (Food Brown 2) -
Violet 6 B 42640
11
2.3 RHODAMIN B
12
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004, Rhodamin B
merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk- produk
pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi
pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati akan tetapi
sampai sekarang masih banyak produsen yang menggunakan rhodamin B dalam
produk makanan dan minuman yang dihasilkannya (Rahmah, 2019).
13
dilarang digunakan pada proses produksi makanan dan minuman. Hal tersebut diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168 / MENKES / PER /
X / 1999 (Depkes RI., 1999), dan Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2004
(Rusmalina, 2015).
Rhodamin B yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang
berfluoresan digunakan sebagai bahan pewarna tekstil, cat, kertas atau pakaian.
Rhodamine B sering digunakan sebagai zat pewarna pada kertas dan tekstil, zat ini
paling berbahaya bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati,
bahkan kanker hati (Hikma, 2019).
Zat warna ini diabsorpsi dari dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian
dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari saluran
pencernaan dibawa langsung ke hati, melalui vena portal atau melalui sistem limpatik.
Di dalam hati, senyawa metabolisme lalu ditransportasikan ke ginjal untuk
diekskresikan bersama urine. Senyawa-senyawa tersebut dibawa dalam aliran darah
sebagai molekul-molekul yang tersebar dan melarut dalam plasma, sebagai molekul-
molekul yang terikat dengan protein dan serum dan sebagai molekul-molekul bebas
atau yang terkait tanpa mengandung eritrosit dan unsur- unsur lain pembentuk darah.
Zat warna yang dimetabolisme dan dikonjugasi di hati dalam waktu yang lama akan
dapat menyebabkan efek kronis yaitu kanker (Rahmah, 2019).
14
yang berwarna merah atau merah muda. Dengan menghirup Rhodamin B dapat pula
mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernapasan.
Demikian pula apabila kulit terkena Rhodamin B, maka kulit pun akan mengalami
iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai
dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata (Rusmalina,
2015).
15
3) Bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit
4) Biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan
kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.
(Badan Pengawas Obat & Makanan,2008 ).
2.4 SAUS
Sambal adalah saus dengan bahan utama yang disiapkan dari cabai yang
dilumatkan sehingga keluar kandungan sari cabe yang berasal pedas dan ditambah
bahan-bahan lain seperti garam dan terasi. Sambal merupakan salah satu unsur khas
hidangan Indonesia, melayu ditemukan pula dalam kuliner asia selatan dan asia timur
(Widarti, 2019).
Saus dimanfaatkan sebagai bumbu masak atau bahan campuran pada berbagai
industri pengolahan makanan. Sebagian masyarakat atau ibu rumah tangga lebih
memilih untuk membeli bumbu yang sudah diolah salah satunya adalah sambal.
Tetapi banyak pedagang yang mencari keuntungan dengan menambahkan bahan
tambahan makanan yang tidak semestinya di gunakan untuk makanan, yaitu
16
menggunakan pewarna yang bukan pewarna untuk makanan misalnya Rhodamin B,
yaitu zat pewarna yang sering digunakan pada kertas dan tekstil (Widarti, 2019).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
17
2. Cawan Petri
3. Beaker Glass
4. Gelas Ukur
5. Tabung Reaksi
7. Pipet Ukur
18
8. Pipet Filler
9. Spatula
10 Gunting
.
2. Aquades
19
3.4 PROSEDUR KERJA
20
4. Homogenkan sampel dan aquades
menggunakan spatula.
21
9. Tambahkan sebanyak 3 tetes Rhodamin
Reagen 2.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa terdapat sampel saus sambal yang
positif mengandung Rhodamin B (data pada Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1 dapat
dilihat bahwa dari 5 sampel saus sambal, terdapat 2 sampel yang terdeteksi Rhodamin
B pada pasar tradisional. Hasil positif yang mengandung Rhodamin B ditujunjukkan
pada perubahan warnayang dihasilkan. Selain itu, hasil analisis juga dibandingkan
dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Sampel yang positif mengandung
Rhodamin B menunjukkan perubahan warna yang sama seperti kontrol postif.
Hasil analisis kualitatif pada sampel saus sambal yang berasal dari pasar
modern menunjukkan bahwa semua sampel tidak mengandung Rhodamin B (data
pada disajikan pada Tabel 2). Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
yang dihasilkan. Hasil pengujian menunjukkan warna yang sama dengan kontrol
negatif . Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki
penampilan makanan meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak
menarik saaat disajikan, akan mengkibatkan selera orang yang memakannya menjadi
hilang. Penampakan dari makanan dan minuman merupakan hal yang paling banyak
mempengaruhi preferensi dan kesukaan konsumen.
23
Tabel 2. Hasil Analisis Kualitatif Sampel Saus di Pasar Modern kota Denpasar
Kode Sampel Warna Saus Warna yang Hasil
dihasilkan
F Orange Kemerahan Kuning -
G Orange Kemerahan Kuning -
H Orange Kemerahan Kuning -
I Orange Kemerahan Kuning -
J Orange Kemerahan Kuning -
K Orange Kemerahan Kuning -
L Orange Kemerahan Kuning -
Kontrol Negatif Orange Kemerahan Kuning -
Kontrol Positif Orange Kemerahan Orange +
4.2 PEMBAHASAN
24
pasar modern kota Denpasar dinyatakan aman dari zat pewarna sintetis Rhodamin B
yang dilarang penggunaanya terhadap makanan. Hasil analisis kualitatif berdasarkan
deteksi warna yang dihasilkan, bahwa semua sampel tidak mengandung pewarna
Rhodamin B pada pasar modern. Hal ini ditunjukkan dari warna saus sambal yang
menempel pada benang wol dapat tercuci oleh air. Selain itu, hasil analisis juga
dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Hasil pengujian
menunjukkan warna yang sama dengan kontrol negatif.
Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama akan dapat
mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar
Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut
keracunan Rhodamin B (Yamlean, 2011). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1168 / MENKES / PER / X / 1999 (Depkes RI., 1999);
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/MenKes/Per/V/1985 (DepKes RI, 1985);
dan SK Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88 (DepKes RI, 1988) bahwa
Rhodamin B merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan pada
makanan, namun masih sering dijumpai terjadinya penyalahgunaan pewarna
25
Rhodamin B pada makanan yang terbukti dari beberapa penelitian (Sumarlin, 2008;
Cahyadi, 2009; Utami & Suhendi, 2009; dan Silalahi & Rahman, 2011).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Alhamedi, F.H., Rauf, M.A. & Ashraf, S.S. (2009). Degradation Studies of
Rhodamine B in The Presence of UV/H2O2. Desalination 238(3): 159-166.
Cahyadi, W. (2009). Analisis Aspek dan Kesehatan Bahan Tambahan Pangan 2nd ed.
Jakarta: Bumi Aksara.
Chen, Xiaoyang, Zhiyong X., Yanlai Y., Weiping W., Fengxiang Z. & Chunlai
H. (2012). Oxidation Degradation of Rhodamine B in Aqueous by UV/S2O8 2
Treatment System. Int. J. of Photoenergy Vol. 2012 Article ID 754691: 5.
Khan, Tabrez A. Sangeeta Sharma & Imran Ali. 2011. Adsorption of Rhodamine B
Dye from Aqueous Solution Onto Acid Activated Mango (Magniferaindica) Leaf
Powder: Equilibrium, Kinetic and Thermodynamic Studies. J. of Toxicology and
Environmental Health Sciences 3(10): 286-297
27
LAMPIRAN
28