Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN

ACARA ANALISIS
SERAT METODE ANALISIS SERAT DENGAN METODE AOAC ENZIMATIC
GRAVIMETRIC BERDASAR PENGEMBANGAN PROSKY

Disusun oleh:
Kelompok 5

Azka Fariha 17/409659/PN/15047

Muhammad Yaafi 17/412911/PN/15233

Zuhdi Radiktya 17/412920/PN/15242

Annisa Rahayu 17/414570/PN/15331

Naomi Anna 17/409670/PN/15058

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN


DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Serat pangan adalah komponen pangan atau bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh
enzim dalam pencernaan tubuh manusia. Sebagian besar serat pangan merupakan polisakarida
yang berasal dari tumbuhan, sementara sebagian lainnya ialah gum, selulosa termodifikasi,
mucilage, oligosakarida, dan pektin. Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat pangan terbagi
menjadi dua jenis, yaitu serat pangan larut (Soluble Dietary Fiber/SDF) dan serat pangan tidak
larut (Insoluble Dietary Fiber/IDF). SDF terdiri dari pektin dan turunannya, gum, serta mucilage,
sementara IDF terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan selulosa termodifikasi (Jelita, 2011).
Serat pada awalnya hanya dianggap sebagai senyawa yang inert secara gizi didasarkan
bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh
tubuh dan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia serta hanya dikenal
mempunyai efek sebagai pencahar perut. Serat pangan yang dikonsumsi dalam jumlah yang cukup
dapat mengurangi resiko kanker kolon dan dapat menjaga kadar lemak dalam darah. Hal tersebut
dapat mengurangi resiko obesitas, hipertensi, dan penyakit jantung. Beberapa tipe serat pangan
seperti pektin dan hidrokoloid mampu memperlambat absorbsi D-glukosa dan mengurangi sekresi
insulin, sehingga sangat berguna bagi penderita diabetes. Jumlah Dietary Reference Intake (DRI)
serat pangan adalah sebesar 25 g per 2000 kcal per hari (Nielsen, 2010).
Metode yang digunakan dalam analisis serat pangan (dietary fiber) adalah metode AOAC
enzymatic-gravimetric. Prinsip analisis serat pangan secara enzymatic-gravimetric ialah hidrolisis
karbohidrat yang dapat dicerna, lemak, dan protein menggunakan enzim. Molekul yang tidak larut
maupun yang tidak terhidrolisis dipisahkan melalui penyaringan sebagai residu. Residu serat
tersebut kemudian dikeringkan serta ditimbang. Selanjutnya residu hasil penimbangan tersebut
dianalisis kadar protein dan kadar abunya. Kadar serat pangan diperoleh setelah residu dikurangi
kadar protein dan kadar abu. Kekurangan metode enzymatic-gravimetric ialah memiliki prosedur
yang sangat panjang dan tidak praktis, sehingga memerlukan waktu yang lama (Ceirwyn, 1999).
Manfaat analisis serat antara lain yaitu untuk mengetahui kadar serat dalam suatu bahan
pangan, mengetahui komposisi serat yang terdapat dalam bahan pangan, serta kegunaan serat
dalam bahan pangan. Selain itu, analasisis serat dapat digunakan untuk mengetahui metode
pengujian serat terhadap jenis serat masing-masing. Metode pengujian serat pangan (dietary fiber)
salah satunya adalah metode AOAC enzymatic-gravimetric. Metode tersebut dapat digunakan
untuk mengetahui komposisi serat pangan total, serat pangan larut, dan serat pangan tidak larut
(Jelita, 2011).

B. Tujuan
1. Mengetahui metode yang digunakan untuk pengujian serat pangan (dietary fiber) pada alga hijau
(Ulva lactusa).
2. Mengetahui kelebihan metode pengujian serat pangan (dietary fiber) yang digunakan.

C. Manfaat
Memahami metode pengujian serat pangan pada alga hijau (Ulva lactusa).
II. TINJAUAN PUSTAKA

Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa
tertentu. Bagian terbesar dari penentuan senyawa gravimetri meliputi transformasi unsur atau
radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang
dengan teliti. berat unsur dapat dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur - unsur
atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan berbagai cara, seperti metode pengendapan
"metode penguapan" metode elektroanalisis" atau berbagai macam cara lainya. Pada prakteknya 2
metode pertama adalah yang terpenting, metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama,
adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor - faktor pengoreksi dapat
digunakan (Khopakar, 1999).
Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi
pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan karena
dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat yang
dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai, 1994).
Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan dengan cara sebagai berikut.
mula-mula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai, lalu ditambahkan zat pengendap
yang sesuai. endapan yang terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan, dan setelah itu
ditimbang. kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari faktor stoikiometrinya. hasilnya
disajikan sebagai persentase bobot zat dalam cuplikan semua (Rivai, 1994).
Metode yang digunakan dalam analisis serat pangan (dietary fiber) adalah metode AOAC
enzymatic-gravimetric. Prinsip analisis serat pangan secara enzymatic-gravimetric ialah hidrolisis
karbohidrat yang dapat dicerna, lemak, dan protein menggunakan enzim. Molekul yang tidak larut
maupun yang tidak terhidrolisis dipisahkan melalui penyaringan sebagai residu. Residu serat
tersebut kemudian dikeringkan serta ditimbang. Selanjutnya residu hasil penimbangan tersebut
dianalisis kadar protein dan kadar abunya. Kadar serat pangan diperoleh setelah residu dikurangi
kadar protein dan kadar abu. Kekurangan metode enzymatic-gravimetric ialah memiliki prosedur
yang sangat panjang dan tidak praktis, sehingga memerlukan waktu yang lama (Ceirwyn, 1999).
III. METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan menggunakan data
sekunder. Data sekunder ini didapatkan dari jurnal Chemical composition and functional
properties of dietary fibre extracted by Englyst and Posky methods from the alga Ulva lactuca
collected in Tunisia. Pada jurnal ini analisis serat menggunakan metode Englyst dan Prosky.
Metode Englyst menggunakan prosedur enzymatic – chemical method sedangkan metode Prosky
menggunakan prosedur AOC enzymatic.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode yang digunakan dalam analisis serat pangan (dietary fiber) adalah metode AOAC
enzymatic-gravimetric yang dikembangkan oleh Englyst dan Prosky. Metode Englyst dan Prosky
menggunakan enzim pepsin dan pankreatin, sementara metode AOAC menggunakan enzim
protease dan amiloglukosidae. Prinsip metode ini adalah menghidrolisis karbohidrat yang dapat
dicerna, lemak, dan protein menggunakan enzim. Molekul yang tidak larut maupun yang tidak
terhidrolisis dipisahkan melalui penyaringan residu. Residu serat tersebut kemudian dikeringkan
serta ditimbang (Ceirwyn, 1999). Kadar serat pangan diperoleh setelah residu dikurangi kadar
protein dan kadar abu. Kekurangan metode enzimatik-gravimetri ialah memiliki prosedur yang
sangat panjang dan tidak praktis sehingga memerlukan waktu yang lama (Ceirwyn, 1999).
Kecenderungan nilai serat pangan yang diperoleh menggunakan metode enzimatik-gravimetri
lebih kecil dibandingkan metode enzimatik-kimia. Hal ini diduga karena pada metode enzimatik-
gravimetri terdapat serat pangan yang ikut terlarut ke dalam fltrat pada proses filtrasi sehingga
hasilnya lebih kecil dibandingkan metode enzimatik-kimia. Kekurangan metode enzimatik-
gravimetri ialah memiliki prosedur yang sangat panjang dan tidak praktis sehingga memerlukan
waktu yang lama.

Prosedur analisis serat metode Englyst sebagai berikut :

500 mg bubuk alga (sampel A) 500 mg bubuk alga (sampel B)

Ditambah 2 ml DMSO

Diinkubasi 30 menit pada suhu


100°C

Ditambah 8 ml enzim terlarut 1

Diinkubasi 10 menit pada suhu


100°C
Ditambah 0.5 ml enzim terlarut
2

Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 50°C, lalu 10 menit pada suhu 100°C

Ditambah 40 ml etanol absolute Ditambah 40 ml buffer fosfat

Diinkubasi 30 menit pada suhu Diinkubasi 30 menit pada suhu


0°C 100°C

Disentrifuge (1500g, 10 menit)

Ditambah 50 ml etanol absolute

Disentrifuge (1500g, 10 menit)

Ditambah 50 ml aseton di
dalam endapan

Disentrifuge (1500g, 10 menit)

Residu dikeringkan pada suhu


40°C

Serat total Serat tidak larut

Gambar 1. Bagan Alir Metode Englyst

Enzim terlarut 1 terbuat dari termamyl 2,5 ml yang diencerkan dengan 200 ml buffer
sodium asetat 0,1 mol/ml, pH 5,2. Enzim terlarut 2 terbuat dari 1,2 g protease, 12 ml air, dan 2,5
ml pululanase. Fungsi Penambahan DMSO adalah untuk memisahkan senyawa organik dan
anorganik dalam alga. Termamyl digunakan untuk menetralkan pH dalam sampel alga. Perlakuan
inkubasi selama 30 menit pada suhu 50°C setelah ditambahkan enzim terlarut 2 yaitu untuk
mengaktifkan enzim, lalu 10 menit pada suhu 100°C yaitu untuk mengnonaktifkan enzim agar
reaksi tidak berlebihan. Etanol absolute digunakan untuk menarik kadar air yang masih terdapat
dalam alga karena mempunyai sifat higroskopis yang kuat. Bubuk alga digelatinisasi dengan panas
stabil oleh -amilase selama 15 menit dalam boiling water bath agar terjadi penyerapan enzimatis
dengan protease pada protein terlarut dengan suhu 60°C, pH 7,5, dan selama 30 menit. Penggunaan
enzim amiloglukosidae yaitu untuk menghilangkan tepung selama diinkubasi. Penambahan etanol
berfungsi untuk sintesis senyawa kimia lain agar membentuk endapan atau presipitasi selain serat,
sedangkan aseton berfungsi sebagai pelarut (Yaich et al., 2015).

Sampel

Gelatinisasi alfa amilase 15 mnt

( water bath mendidih)

Direaksikan dengan enzim


protease 60o C pH 7,5 30 mnt

Inkubasi Amyloglucosidase 600C

Disaring

( porositas N.2 )
Dicuci, methanol dan aseton 95 %

Dikeringkan & ditimbang ( sebagai serat tidak larut )

4 ml etanol absolut & filtrat

Endapan disaring

Dicucu 2x dengan etanol & asetoon 80 %

Residu ( larut serat ) dikeringkan & ditimbang ( sebagai abu & protein )

Gambar 2. Bagan alir metode Prosky

Menurut metode Englyst serat makanan total dan tidak larut dikuantifikasi dan diekstraksi
dari bubuk alga U. lactuca. Dua porsi, A dan B, dari masing-masing sampel (500 mg bubuk alga)
diperlukan untuk mendapatkan nilai yang terpisah untuk total, tidak larut dan larut serat makanan.
Bagian A digunakan untuk mengukur total serat makanan. Bagian B digunakan untuk mengukur
serat makanan yang tidak larut. Serat larut mewakili perbedaan antara serat total dan serat tidak
larut. Ekstraksi dilakukan seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1 (Englyst et al., 1992)

Menurut metode AOAC enzim-gravimetrik Prosky, isi serat makanan tidak larut dan larut
ditentukan Sampel bubuk alga yang gelatin dengan stabil panas α- amylase (A-3306, Sigma
Chemical Co., St. Louis, MO, USA) selama 15 menit dalam bak air mendidih. Kemudian, mereka
dicerna secara enzimatik protease (P-5380, Sigma Chemical Co., St. Louis, MO) (60 ° C, pH 7,5,
30 menit) untuk melarutkan protein. Langkah ini diikuti oleh inkubasi dengan amyloglucosidase
(A-9268, Sigma Chemical Co., Poole, Dorset, UK) (60 ° C, pH 4,5, 30 menit) untuk
menghilangkan pati. Setelah itu, disaring melalui kaca sinter (porositas N.2), dicuci (dengan air,
95% etanol dan aseton), dikeringkan dan ditimbang untuk menentukan serat tidak larut. Empat
volume etanol absolut ditambahkan ke filtrat sebagai serta untuk mencuci air. Kemudian, endapan
disaring dan dicuci dua kali dengan 80% etanol dan aseton. Selanjutnya, residu (larut serat)
dikeringkan dan ditimbang. Nilai yang diperoleh dikoreksi untuk abu dan protein. Total serat
makanan ditentukan dengan menjumlahkan jumlah serat makanan yang tidak larut dan larut
(Prosky et al., 1988).

Gambar 3. Kandungan serat tidak larut, larut dan total bubuk alga Ulva lactuca menurut metode,
Englyst dan Prosky.
Berdasarkan jurnal didapatkan hasil total serat pangan berdasarkan berat kering dalam ulva
lactusa dengan metode ekstraksi Englyst dan Prosky ( AOAC enzymatic-gravimetric ) masing-
masing sebesar 53,09% dan 54,9%. Serat pangan larut masing-masing sebesar 31,3% dan 20,53%.
Serat Pangan tidak larut masing-masing sebesar 21,54% dan 34,37%. Hasil yang didapat dengan
menggunakan metode ekstraksi Englyst dan Prosky ( AOAC enzymatic-gravimetric ) sama seperti
nilai standar total serat pangan yang ada. Adanya perbedaan hasil pada serat pangan larut dan tidak
larut, yang lebih tinggi dari standar yang ada. Menurut Wong & Cheung (2000) dalam Yaich et al
(2015), nilai standar berdasarkan berat kering, serat pangan total adalah sekitar 55,4% sehingga
nilai nilai serat pangan total pada jurnal hampir mendekati nilai standar yang ada. Menurut Ortiz
et al. (2006) dalam Yaich et al. (2015), serat pangan larut berdasarkan berat kering, memiliki
standar dibawah 27,2%, sehingga hasil yang didapatkan pada jurnal memiliki nilai serat pangan
larut yang lebih tinggi dari standar.
Kedua metode ekstraksi (Englyst – Prosky) memberikan hasil yang relatif sama untuk serat
total dan yang berbeda untuk serat tidak larut dan serat larut. Mengacu pada tujuan masing-masing
metode, isi serat makanan diperoleh dengan metode Prosky (metode gravimetri) itu lebih tinggi
daripada yang ditemukan oleh metode Englyst (enzimatik). Hasil ini didapat karena adanya
perbedaan definisi serat makanan yang diadopsi oleh dua metode ini. Tujuan lain dari prosedur
Prosky adalah untuk mengukur serat makanan jumlah polisakarida yang tidak dapat dicerna dan
lignin. Sebaliknya, Englyst prosedur dirancang untuk mengukur polisakarida non pati dari pada
lignin dalam bahan makanan nabati.

Tabel 1. Persamaan dan perbedaan Metode Prosky dengan Metode Englyst :


Persamaan Perbedaan

Kedua metode memberikan Metode Prosky digunakan untuk mengukur serat makanan
hasil yang relatif sama untuk jumlah polisakarida yang tidak dapat dicerna dan lignin,
serat total. Sedangkan Metode Englyst prosedur dirancang untuk
mengukur polisakarida non pati dari pada lignin dalam bahan
makanan nabati.

Merupakan pengembangan metode Prosky (metode gravimetri) itu lebih tinggi daripada
dari analisis serat yang ditemukan oleh metode Englyst (enzimatik) karena
menggunakan metode AOAC adanya perbedaan definisi serat makanan yang diadopsi oleh
enzymatic-gravimetric dua metode ini
Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan dari Metode Prosky dan Metode Englyst :

Kekurangan Kelebihan

Kekurangan metode enzimatik-gravimetri ialah Dapat digunakan untuk menganalisis


memiliki prosedur yang sangat panjang dan tidak mengukur serat makanan jumlah
praktis sehingga memerlukan waktu yang lama polisakarida yang tidak dapat dicerna dan
Kecenderungan nilai serat pangan yang diperoleh lignin. Serta dapat digunakan mengukur
menggunakan metode enzimatik-gravimetri polisakarida non pati dari pada lignin dalam
lebih kecil dibandingkan metode enzimatik- bahan makanan nabati.
kimia
V. PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pada jurnal Chemical composition and functional properties of dietary fibre extracted
by Englyst and Posky methods from the alga Ulva lactuca collected in Tunisia analisis
serat menggunakan metode AOAC enzymatic-gravimetric yang dikembangkan oleh
Englyst dan Prosky. Metode Englyst dan Prosky menggunakan enzim pepsin dan
pankreatin, sementara metode AOAC menggunakan enzim protease dan
amiloglukosidae. Prinsip metode ini adalah menghidrolisis karbohidrat yang dapat
dicerna, lemak, dan protein menggunakan enzim
2. Hasil total serat pangan berdasarkan berat kering dalam ulva lactusa dengan metode
ekstraksi Englyst dan Prosky ( AOAC enzymatic-gravimetric ) masing-masing sebesar
53,09% dan 54,9%. Serat pangan larut masing-masing sebesar 31,3% dan 20,53%. Serat
Pangan tidak larut masing-masing sebesar 21,54% dan 34,37%.

B. SARAN
Pada jurnal Chemical composition and functional properties of dietary fibre extracted by
Englyst and Posky methods from the alga Ulva lactuca collected in Tunisia lebih baik diperjelas
untuk konsetrasi yang digunakan dan waktu pengeringan yang diunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Ceirwyn, J.S. 1999. Analytical Chemistry of Foods. Aspen Publisher. New York.
Englyst , H.N., M.E. Quigley., G.J. Hudson., dan J.H. Cummings. 1992. Determination of dietary
fibre as non strach polysaccharides by Gaz liquide chromatography. Analyst. 117 :1707–
1714.
J. Ortiz, N. Romero, P. Robert, J. Araya, J. Lopez-Hernandez, C. Bozzo, E. Navarrete, A. Osorio,
A. Rios. 2006. Dietary fiber, amino acid, fatty acid and tocopherol contents of the edible
seaweeds Ulva lactuca and Durvillaea antarctica, Food Chem. 99 :98–104.
Jelita, K. 2011. Verifikasi metode analisis serat pangan dengan metode AOAC dan ASP terhadap
parameter repeatability, selektivitas, dan ruggedness. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Skripsi.
K.H. Wong, P.C.K. Cheung. 2000. Nutritional evaluation of some subtropical red and green
seaweeds. Part I — proximate composition, amino acid profiles and some physicochemical
properties, Food Chem. 71 :475–482.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta
Nielsen, S.S. 2010. Food Analysis 4th Ed. Springer. USA.
Prosky L., N.G. Asp., T.F. Scheweizer., J.W. De Vries., dan I. Furda. 1988. Determination of
insoluble and soluble, and total dietary fibre in foods and food products: interlaboratory
study. J. Assoc. Off. Anal. Chem. 71 :1017–1023.
Rivai, H. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press. Jakarta
Yaich, H., H. Garna, B. Bchir, S. Besbes, M. Paquot, A. Richel, C. Blecker, dan H. Attia. 2015.
Chemical composition and functional properties of dietary fibre extracted by Englyst and
Prosky methods from the alga Ulva lactuca collected in Tunisia. Algal Research, 9 :65-73.

Anda mungkin juga menyukai