Anda di halaman 1dari 24

Resi Gudang Ikan Direncanakan Mulai Triwulan I-2019

BM LUKIT A GR AH ADYAR INI

28 Januari 2019


KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Aktivitas jual-beli di Pasar Ikan Pabean, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (8/1/2019).
Sebagian besar ikan yang dijual merupakan hasil perikanan dari daerah sekitar, seperti
Sidoarjo, Probolinggo, dan Tuban.

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan sistem resi


gudang untuk stabilisasi harga komoditas ikan. Sistem ini diharapkan menjadi
penyangga harga ikan yang fluktuatif dan siklus produksi yang musiman. Dua BUMN
perikanan menyatakan siap menjalankan fungsi penyangga harga ikan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo di Jakarta,


Minggu (27/1/2019), mengemukakan, pihaknya bersama dengan Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan sejak setahun
terakhir tengah menyiapkan sistem resi gudang untuk komoditas ikan hasil tangkapan
dan budidaya. Komoditas ikan yang diutamakan yakni ikan bernilai ekonomis tinggi
yang banyak dikonsumsi masyarakat, di antaranya udang, tongkol, cakalang, patin, dan
bawal.

Kajian resi gudang itu mencakup standar operasional gudang, standar mutu ikan yang
bisa diserap, dan standar harga ikan di setiap wilayah. Penerapan resi gudang akan
dilakukan pada gudang-gudang pendingin (cold storage) yang disiapkan. Saat ini,
pemerintah telah menerapkan sistem resi gudang untuk komoditas garam dan rumput
laut.

”Kami harapkan sistem resi gudang untuk komoditas ikan dapat mulai diterapkan pada
triwulan I (Januari-Maret) tahun ini. Harapannya, saat puncak musim ikan dan harga
anjlok, nelayan bisa menjual ikan dengan harga layak lewat sistem resi gudang dan bisa
mendapatkan uang tunai sebesar maksimum 70 persen dari harga riil ikan,” katanya.

Ia mengemukakan, komoditas perikanan selalu menghadapi persoalan klasik, yakni


harga jatuh saat musim panen ikan dan sebaliknya melonjak saat musim paceklik.
Dicontohkan, harga tongkol saat panen atau berlimpah bisa anjlok hingga Rp 7.000 per
kg, sebaliknya saat musim paceklik bisa mencapai Rp 70.000 per kg. Fluktuasi harga
yang terlalu tinggi dinilai menyulitkan nelayan dan konsumen ikan.

Harapannya, saat puncak musim ikan dan harga anjlok, nelayan bisa
menjual ikan dengan harga layak.

Dengan sistem resi gudang atau Bulog Perikanan, diharapkan ikan bisa diserap dengan
harga lebih layak sewaktu panen dan sebaliknya tidak dijual terlalu tinggi ketika sedang
musim paceklik ikan.

”Sistem resi gudang nantinya dapat diterapkan oleh BUMN perikanan, BUMD,
koperasi, ataupun pelaku usaha swasta yang memiliki kesiapan sarana gudang
pendingin,” kata Nilanto.

Pelaksana

Secara terpisah, Sekretaris Perusahaan Perum Perindo Agung Pamujo mengemukakan,


pihaknya siap jika ditunjuk menjadi pelaksana Bulog Perikanan yang menerapkan
sistem resi gudang.

Tahun 2018, BUMN perikanan itu sudah memiliki gudang pendingin berkapasitas total
3.200 ton. Tahun ini, pihaknya akan mengelola enam gudang pendingin milik KKP
berkapasitas hingga 2.000 ton, di antaranya di Muara Baru 1.000 ton, Brondong 200
ton, Ternate 200 ton, dan Cilacap 200 ton. .
”Kami selama ini sudah menjalankan fungsi Bulog Perikanan dengan menyerap ikan
dari nelayan. Kapasitasnya masih kecil, tetapi kami siap jika ditugaskan menjalankan
fungsi Bulog Perikanan,” ujarnya.

Baca juga: https://kompas.id/baca/utama/2019/01/23/tahun-ini-perum-perikanan-


bangun-pabrik-pakan-dan-tambah-kapal-tangkap/

Perindo mencatat peningkatan perdagangan yang berasal dari kemitraan dengan


nelayan. Dari total pendapatan perusahaan tahun 2018 sebesar Rp 1,23 triliun, sekitar
60 persen di antaranya bersumber dari hasil mitra nelayan.

Meski demikian, untuk menjalankan fungsi Bulog Perikanan, pihaknya berharap ada
dukungan pemerintah, seperti infrastruktur dan permodalan berupa public service
obligation (PSO).

Hal senada dikemukakan Direktur Utama PT Perikanan Nusantara Dendi Anggi


Gumilang. Pihaknya selama ini telah menjalankan program perikanan inti rakyat (PIR)
dengan keanggotaan 8.000-10.000 nelayan. Tahun 2018, dari total produksi perikanan
Perinus sebesar 35.000 ton, sekitar 70 persen bersumber dari kemitraan dengan
nelayan. ”Secara tidak langsung, kami sudah menjalankan fungsi Bulog Perikanan,”
katanya.
Menurut Dendi, kendala yang muncul selama ini adalah ongkos logistik perikanan yang
mahal dari sentra produksi ke pengolahan. Apabila pihaknya ditugaskan menjalankan
fungsi Bulog Perikanan untuk stabilisasi harga, diharapkan ada subsidi (PSO) dalam hal
biaya pengangkutan sehingga ikan bisa dibeli dari nelayan dengan harga lebih layak
tetapi tetap terjangkau oleh konsumen.
FishGator Jadi Petambak Ikan ala Milenial
IQB AL B ASYAR I

28 Januari 2019 · 17:41 WIB


KOMPAS/IQBAL BASYARI

Pengembang aplikasi FishGator, Yudhis Thiro Kabul Yunior

Bekerja sebagai petambak ikan bagi sebagian generasi milenial mungkin tidak
menjanjikan. Selain keuntungan yang tidak pasti, pekerjaan ini tampaknya juga jauh
dari penggunaan teknologi. Namun, kini ada aplikasi FishGator yang membuat panen
ikan meningkat dan bisnis tambak menjadi jauh lebih asyik untuk generasi milenial.
FishGator merupakan platform untuk mempermudah petambak dalam
membudidayakan ikan air tawar. Platform ini dikembangkan dengan basis internet of
thing (IoT), kecerdasan buatan (artificial inteligent), dan sistem manajemen data.

Alat yang dikembangkan Yudhis Thiro Kabul Yunior (31) berhasil menyabet juara ke-2
kategori Teknologi Digital di ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2018. FishGator
yang dikembangkan Yudhis ini berada satu tingkat di bawah Kecilin, aplikasi yang
dikembangkan Christopher Farrel Millenio Kusuma (18) pemenang dalam WMM 2018,
dalam ajang yang diikuti lebih dari 800 pengusaha muda tersebut.

“FishGator mampu meningkatkan hasil panen dengan biaya produksi yang lebih
efisien,” kata Yudhis saat ditemui di Surabaya, Jumat (2/11/2018).

Yudhis menilai, saat ini teknik konvensional dalam memelihara ikan masih belum
menguntungkan petambak. Akibatnya, selain pendapatan yang rendah, profesi sebagai
petambak juga kurang diminati generasi muda. Mayoritas petambak ikan yang
ditemuinya sudah berusia lebih dari 50 tahun.

Padahal, potensi ikan di Indonesia amat tinggi. Selain ikan laut, budidaya ikan air tawar
juga tidak kalah menggiurkan. Terlebih, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus
mengampanyekan Gemar Makan Ikan. Oleh sebab itu, ikan menjadi suatu komoditas
yang punya potensi pasar yang baik.

Meskipun demikain, pria lulusan Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi


Sepuluh Nopember Surabaya tersebut menilai masih banyak masalah yang dihadapi
oleh petambak ikan. Beberapa di antaranya adalah rendahnya survival rate atau tingkat
kelangsungan hidup suatu jenis ikan dalam suatu proses budidaya dari mulai awal ikan
ditebar hingga ikan dipanen.

Selama ini, rata-rata survival rate ikan hanya sekitar 50 persen dari total benih ikan
yang dilepas. Hal itu disebabkan antara lain karea kondisi air yang tidak sesuai dengan
kebutuhan ikan. Akibatnya, ikan banyak yang mati karena tidak mampu bertahan pada
kondisi tersebut.

“Pola pemberian makan yang tidak terukur sesuai kebutuhan ikan juga mengakibatkan
biaya produksi yang tinggi,” kata pria yang saat ini melanjutkan kuliah di Universitas
Amikom Yogyakarta tersebut.

Kondisi tersebut membuat Yudhis berinovasi untuk membuat sebuah platform yang
bisa membantu meningkatkan hasil panen para petambak ikan. Sejak 2017, dia
mengembangkan FishGator dibantu enam rekannya. Kini, ada 60 kolam milik 12
petambak ikan di Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi, dan Jember yang menggunakan
teknologi tersebut.

FishGator memiliki beberapa fitur unggulan, yakni pemberi makan otomatis berbasis
manajemen pakan. Alat ini ditempatkan di atas kolam dan diisi dengan pakan ikan.
Secara otomatis, alat ini akan mengeluarkan pakan sesuai kebutuhan ikan. Jumlah yang
ditebar sesuai dengan jumlah dan usia ikan.

Kemudian, FishGator juga mampu menjaga kualitas air. Adapun beberapa parameter
yang mampu dikontrol yakni tingkat keasaman (pH), kadar oksigen, dan suhu air. Alat
ini dipasang di dalam kolam yang secara otomatis bisa memantau kondisi air. Bila
berubah dan tidak sesuai yang diinginkan, alat ini secara otomatis mampu
mengembalikan kondisi air seperti semula.

Fitur-fitur dari FishGator dikontrol menggunakan sebuah aplikasi yang bisa


dioperasikan melalui gawai. Proses budidaya ikan pun menjadi lebih terkontrol.
“Survival rate naik hingga 95 persen untuk ikan lele dan 80 persen untuk ikan nila,”
tutur Yudhis.

KOMPAS/IQBAL BASYARI

Tampilan antar muka aplikasi FishGator

FishGator yang diproduksi Yudhis dijual seharga Rp 15 juta hingga Rp 20 juta. Alat ini
idealnya digunakan untuk kolam bioflok berdiameter antara 3-4 meter. Energi listrik
yang diperlukan untuk mengoperasikan alat ini sebesar 100 watt.
Harga alat FishGator yang termasuk tidak murah, sempat membuat Yudhis kesulitan
memasarkannya. Beberapa petambak sempat ragu untuk membeli alat tersebut. Sebab,
mereka sebagian besar berusia lebih dari 50 tahun yang tidak akrab dengan teknologi.

“Saya mulai dengan meminjamkan alat ini selama dua bulan terlebih dahulu kepada
petambak agar mereka mengetahui secara langsung peningkatan hasil panennya,”
ucapnya.

e-dagang

FishGator, lanjut Yudhis, juga dikembangkan untuk memasarkan hasil panen para
petambak. Di aplikasi FishGator, dia mengembangkan fitur e-dagang. Para pembeli bisa
langsung menghubungi petambak jika membutuhkan pasokan ikan. Ada sejumlah data
petambak disertai nomor telepon yang bisa dihubungi.
Pembuatan e-dagang untuk pengguna FishGator disebabkan kekhawatiran Yudhis
terhadap keuntungan yang diperoleh para petambak ikan. Selama ini, selisih harga ikan
dari tangan petambak hingga ke konsumen mencapai 50 persen.

Kenaikan harga itu disebabkan petambak ikan tidak memiliki kemampuan menjual
ikan. Mereka masih mengandalkan tengkulak untuk menjual hasil panennya. Padahal,
rantai distribusi penjualan ikan bisa mencapai lebih dari tiga pihak. Setiap pihak bisa
mengambil keuntungan sekitar 10 persen.

KOMPAS/IQBAL BASYARI
Tampilan antar muka aplikasi FishGator

“Saya melihat tengkulak lebih sejahtera daripada petambak. Ini yang harus dirubah agar
pekerjaan menjadi petambak bisa memberikan kesejahteraan,” katanya.

Ikut les

Yudhis menuturkan, kemampuannya mengembangkan FishGator dipelajari dari luar


bangku kuliah. Selepas lulus dari ITS pada 2013, dia sempat bekerja di sejumlah
perusahaan. Melihat kondisi pasar usaha rintisan yang potensial, dia memilih keluar
dan menggeluti bidang ini.

Pada 2015, Yudhis mengikuti kursus pemrograman android dan laman di Surabaya.
Selama dua bulan, dia mempelajari dasar-dasar pembuatan aplikasi. “Semua hal bisa
dipelajari, termasuk pemrograman. Saya hanya butuh bagian dasar karena untuk
pengembangan bisa dilakukan sendiri sesuai kebutuhan,” ujarnya.

Setelah memiliki kemampuan pemrograman, dia beberapa kali terlibat dalam proyek
pengembangan aplikasi berbasis perikanan. Dua tahun berselang atau pada 2017, dia
keluar dan memilih mengembangkan aplikasi perikanan sendiri. “Saya mendapatkan
bantuan dana riset sebesar Rp 250 juta dari Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi,” kata Yudhis.

KOMPAS/IQBAL BASYARI
Pengembang aplikasi FishGator, Yudhis Thiro Kabul Yunior, saat ditemui di salah satu
Co-Working Space di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (2/11/2018). FishGator berhasil
menyabet juara ke-2 kategori Teknologi Digital di ajang Wirausaha Muda Mandiri 2018.
Aplikasi ini memudahkan petambak dalam membudidayakan ikan air tawar.

Selain terus mengembangkan FishGator, kini Yudhis sedang mengembangkan teknologi


Narrow Band IOT Bersama operator telekomunikasi Telkomsel. Mereka akan
meningkatkan efisiensi penggunaan FishGator hingga 60 watt. Teknologi ini juga
dikembangkan dalam jaringan 5G dalam pengoperasian menggunakan aplikasi dari
gawai.

Yudhis berharap, bubidaya ikan menggunakan FishGator mampu menarik minat


generasi milenial untuk meneruskan pekerjaan ini. Penggunaan teknologi mampu
membuat pekerjaan ini lebih mudah dan efisien, bahkan bisa dilakukan dari jarak jauh.

BUMN Perikanan Berbagi Fokus Bisnis


BM LUKIT A GR AH ADYAR INI

9 F ebr uari 2019



JAKARTA, KOMPAS — BUMN perikanan, PT Perikanan Nusantara (Persero) dan
Perum Perikanan Indonesia, mulai tahun ini berbagi fokus bisnis. PT Perikanan
Nusantara akan fokus pada usaha perikanan tangkap, sedangkan Perum Perindo pada
perikanan budidaya.

Sekretaris Perusahaan Perum Perindo Agung Pamujo di Jakarta, Jumat (8/2/2019),


mengatakan, pembagian fokus bisnis itu untuk mendukung pengembangan usaha
perikanan lebih optimal. Perum Perindo yang sebelumnya mengembangkan usaha
perikanan tangkap kini akan fokus dalam bisnis perikanan budidaya hingga pengolahan
ikan.

Perum Perindo telah menggarap usaha perikanan budidaya, antara lain keramba jaring
apung (KJA) kerapu dan kakap putih di Bali sebanyak 450 KJA. Selain itu, Perum
Perindo juga bermitra dengan pemerintah daerah untuk mengelola unit pengolahan
ikan. Pihaknya juga mendapat perpanjangan penunjukan dari Kementerian Kelautan
dan Perikanan sebagai operator sistem logistik ikan nasional (SLIN) periode 2018-
2020.
”Kami tidak lagi masuk ke usaha penangkapan ikan, tetapi bisa membeli ikan hasil
tangkapan nelayan karena peran kami sebagai operator utama SLIN,” ujarnya.

Pabrik pakan

Untuk menopang pengembangan usaha perikanan budidaya, mulai tahun ini Perum
Perindo akan mengoperasikan pabrik pakan udang dan ikan berkapasitas 6.300 ton di
Subang, Jawa Barat. Sebagian produk pakan akan dipasok kepada pembudidaya lokal.

”Problem utama pembudidaya adalah (kesulitan) pakan ikan. Kami akan memproduksi
pakan yang bisa dipakai untuk komoditas udang, kerapu, kakap, nila, hingga patin,”
katanya.

Direktur Utama PT Perikanan Nusantara (Perinus) Dendi Anggi Gumilang mengatakan,


pembagian peran BUMN Perikanan sesuai arahan Kementerian BUMN. Pihaknya akan
fokus pada usaha penangkapan ikan dan pengolahan ikan. ”Segmennya agar lebih fokus
sesuai bisnis utama masing-masing (perusahaan),” ujarnya.

Segmennya agar lebih fokus sesuai bisnis utama masing-masing


(perusahaan).

Tahun ini, Perinus menambah tujuh kapal baru berukuran 70-150 gros ton dengan
wilayah penangkapan tersebar di Benoa (Bali), Ambon, Tual, dan Biak. Di samping itu,
ada penambahan 30 kerja sama operasional kapal ikan.

Perihal hilirisasi, Perinus berencana fokus menggarap nilai tambah produk perikanan.
Upaya itu di antaranya membuat produk makanan ringan dari bahan baku ikan
cakalang yang akan dipasok ke moda transportasi yang dikelola BUMN, seperti
maskapai Garuda Indonesia, PT Kereta Api, dan PT Pelayaran Nasional Indonesia
(Pelni). Ada juga Perinus Fisheries Centre di Muara Baru, Jakarta, yang
menggabungkan produk hulu-hilir perikanan.

Pihaknya juga meluncurkan restoran masakan laut kelas premium di Jakarta pada
semester I-2019 dengan menu masakan antara lain tuna. Target pasarnya kelas
menengah ke atas.

”Bahan baku ikan akan dipasok dari hasil tangkapan perusahaan dan mitra nelayan
melalui program inti rakyat,” kata Dendi.

Investasi untuk pengembangan Perinus Fisheries Center sebesar Rp 65 miliar,


pembangunan kapal Rp 50 miliar, dan restoran masakan laut kelas premium sekitar Rp
12 miliar. Adapun target omzet mencapai Rp 1 triliun atau meningkat 42 persen
dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 700 miliar.
Usaha Rintisan Digital Sektor Perikanan Tumbuh
BM LUKIT A GR AH ADYAR INI

4 D esember 2018 · 09:33 WIB


KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Ilustrasi _ Pekerja menyortir ikan di Pasar Ikan Muara Baru, Jakarta, Rabu
(14/11/2018). Modernisasi industri perikanan dan kesiapan sumber daya manusia perlu
dipersiapkan untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas sektor perikanan
menghadapi revolusi industri 4.0
JAKARTA, KOMPAS – Usaha rintisan digital sektor perikanan terus berkembang,
terutama di bidang pembiayaan dan pemasaran produk perikanan. Komoditas
perikanan budidaya dinilai berpotensi besar dikembangkan menuju usaha berbasis
teknologi dan mekanisasi.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, di


Jakarta, Senin (3/12), mengemukakan, sudah saatnya sektor perikanan masuk ke
digitalisasi. Otomasi usaha perikanan akan mendorong transparansi dan kepercayaan
atas kepastian usaha meningkat. Upaya digitalisasi juga akan meningkatkan
produktivitas sektor perikanan, tanpa khawatir terjadi perampingan tenaga kerja.

“Ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan di sektor perikanan tanpa PHK, seperti di
pengolahan dan pemasaran ikan,” kata Halim.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan,


Slamet Soebjakto, revolusi industri 4.0 menuju otomasi usaha perikanan tidak bisa
dielakkan lagi. Industri perikanan perlu mempersiapkan diri menghadapi era baru
industrialisasi.

Beberapa usaha rintisan digital di sektor perikanan budidaya saat ini mulai tumbuh
dengan menawarkan efisiensi produksi, pemasaran, dan permodalan. Di antaranya,
teknologi pemberian pakan otomatis dan terhubung ke aplikasi internet. Pola makan
yang teratur mendorong pertumbuhan ikan dan udang lebih cepat.

“Budidaya ikan harus memiliki efisiensi tinggi dengan didukung teknologi dan
mekanisasi. Mau tidak mau, kita masuk ke era otomasi,” katanya.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani), Gellwynn Jusuf, dalam
siaran pers menyatakan, perlu kreatif untuk bisnis perikanan. Perguruan tinggi perlu
melakukan revolusi pendidikan sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri, serta
mengembangkan ekonomi kreatif di sektor kelautan perikanan.

CEO Fish Logistic Indonesia, Bayu Mukti Anggara, mengemukakan, usaha yang
dirintisnya mengintegrasikan pengolahan dan logistik perikanan. Pembudidaya ikan
dapat menggunakan jasa perusahaan itu untuk mengolah produk ikan yang dihasilkan
sebelum dipasarkan. Dengan demikian, produk perikanan yang dijual oleh
pembudidaya ikan tidak lagi berupa bahan baku, tetapi sudah memiliki nilai tambah.

Berdasarkam data KKP, nilai ekspor perikanan budidaya tumbuh rata-rata 5,24 persen
per tahun selama kurun 2013-2017. Tahun 2017, ekspor perikanan budidaya tercatat
1,83 miliar dollar AS atau naik 13,47 persen dibandingkan 2016. Pendapatan
pembudidaya ikan tercatat Rp 3,36 juta per bulan pada triwulan III-2018 atau
melampaui standar upah minimum nasional yakni Rp 2,25 juta per bulan.
BUMN Genjot Produksi Perikanan Tangkap
BM LUKIT A GR AH ADYAR INI

31 Januari 2019


KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Aktifitas jual beli di Pasar Ikan Pabean, SUrabaya, Selasa(8/1/2018). Sebagian besar
ikan yang dijual merupakan hasil perikanan dari daerah sekitar seperti Sidoarjo,
Probolinggo, dan Tuban.

JAKARTA, KOMPAS – BUMN Perikanan mulai menggenjot produksi perikanan


tangkap. Sejalan dengan itu, kapal-kapal berukuran besar didorong untuk mengisi
perairan timur Indonesia yang kaya sumber ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),


Zulficar Mochtar dalam Forum Bisnis Perikanan Tangkap, di Jakarta, Rabu (30/1/2019)
mengemukakan, stok ikan semakin banyak. Pada tahun 2017 stok ikan lestari mencapai
12,54 juta ton atau meningkat dari 6,5 juta ton pada tahun 2014. Sebaliknya, negara-
negara lain justru mengalami penurunan stok.

Diusirnya kapal-kapal ikan asing dinilai telah mendorong daya saing kapal-kapal dalam
negeri. Pemerintah juga telah memasukkan perikanan tangkap dalam daftar negatif
investasi asing sehingga peluang usaha penangkapan ikan hanya terbuka untuk pelaku
usaha dalam negeri.

“Produksi dan ekspor perikanan terus meningkat, tanpa kontribusi kapal asing. Artinya,
kapal-kapal lokal sudah menggantikan kapal asing. Ini kemenangan besar bagi praktik
perikanan tangkap kita,” ujarnya.

Baca juga: https://kompas.id/baca/utama/2018/12/21/produksi-perikanan-tangkap-


ditarget-naik-2-juta-ton/

Menurut Direktur Utama PT Perikanan Nusantara (Persero), Dendi Anggi Gumilang,


BUMN Perikanan itu tahun ini berencana membuat 5 kapal besar baru berkapasitas 150
gros ton (GT) dengan total investasi Rp 60 miliar. Kapal itu antara lain disiapkan untuk
mengisi laut lepas.

“Kapal-kapal itu untuk meningkatkan kapasitas produksi (tangkap). Kami juga


memperbanyak kerjasama perdagangan dengan nelayan,” ujarnya.
Tahun 2019, PT Perikanan Nusantara (Perinus) menargetkan produksi ikan mencapai
50.000 ton, atau meningkat dibandingkan tahun lalu 35.000 ton. Peningkatan produksi
bersumber dari hasil tangkapan kapal-kapal serta kemitraan dengan nelayan.
Kemitraan nelayan dilakukan dengan program perikanan inti rakyat (PIR) dengan
target kemitraan tahun ini meningkat dari 10.000 mitra nelayan menjadi 20.000
nelayan.

Sementara itu, Perum Perikanan Indonesia (Perindo) berencana menambah 12 kapal


ikan berukuran 30-50 gros ton (GT) dengan investasi Rp 42 miliar pada tahun 2019.

Produksi dan ekspor perikanan terus meningkat tanpa kontribusi kapal


asing. Ini kemenangan besar bagi praktik perikanan tangkap kita.

Sekretaris Perusahaan Perum Perindo, Agung Pamujo menambahkan, BUMN itu tahun
ini menargetkan pendapatan usaha sebesar Rp 1,39 triliun atau naik 39,8 persen
dibandingkan tahun lalu senilai Rp 1 triliun serta laba bersih Rp 29,45 miliar atau naik 7
persen. Wilayah kerja Perum Perindo terdiri dari 27 lokasi, meliputi usaha
penangkapan ikan, perdagangan, pengolahan, pelabuhan perikanan dan budidaya
tambak udang.
Sementara itu, ekspor Perindo ditargetkan mencapai 22 juta dollar AS pada 2019.
Sebanyak enam negara tujuan ekspor utama antara lain Amerika Serikat, Korea Selatan,
Jepang, China, dan Vietnam. Pihaknya optimis untuk meningkatkan kapabilitas sebagai
operator sistem logistik ikan nasional yang menyerap produksi ikan nelayan.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Nelayan bersiap untuk melaut di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta, Kamis
(18/10/2018). Penataan penangkapan ikan dan pengaturan pengolahan industri
perikanan yang akan menjaga pertumbuhan potensi perikanan nasional.

Menurut Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing KKP, Rifky Effendy Hadijanto,
pemerintah mendorong kapal-kapal lokal mengisi perairan yang kaya sumber ikan. Saat
ini, ada sekitar 140 kapal dari pantai utara Jawa yang siap beralih wilayah penangkapan
ikan ke Laut Arafura.

Menurut Zulficar, pelaku usaha perikanan tangkap diharapkan patuh menangkap ikan
sesuai izin wilayah penangkapan. Disamping, mengikuti prosedur perizinan kapal
secara daring (e-service perizinan) dan pelaporan data hasil tangkapan secara daring (e-
logbook).

“Kita ingin ke depan lebih transparan prosesnya. Dalam urus izin tidak perlu pakai
perantara. Laporan kinerja perikanan/Laporan kinerja usaha dilaporkan sesuai
kenyataan,” kata Zulficar.
Bisnis Pengiriman Ikan di Maluku Semakin Bergairah
FRAN SISKUS PATI HER IN

13 Februari 2019 · 17:28 WIB



KOMPAS/WINDORO ADI

Hasil tangkapan nelayan Karang Song, Indramayu, berupa ikan manyung, Jumat
(5/10/2018). Ikan manyung seberat 7-12 kilogram per ekor ini kebanyakan ditangkap
para nelayan Karang Song di perairan Natuna, dan Laut Arafuru di sekitar Maluku dan
Papua.

AMBON, KOMPAS – Bisnis pengiriman ikan dari Maluku ke sejumlah daerah di


9Indonesia dan keluar negeri semakin bergairah. Hal ini merupakan hasil dari penataan
sistem pengelolaan sektor perikanan di Indonesia yang mulai gencar dilakukan sejak
akhir tahun 2014. Namun, bisnis tersebut kini terusik mahalnya tarif kargo pesawat
terbang.

Berdasarkan data yang dihimpun Kompas dari Balai Karantina Ikan, Pengendalian
Mutu dan Keamanan Perikanan (BKIPM) Ambon pada Rabu (13/2/2019), ekspor ikan
dari Maluku tahun 2019 sebanyak 1.165 ton meningkat menjadi 1.538 ton pada tahun
2018. Sementara pengiriman ke sejumlah wilayah di Indonesia yang pada tahun 2017
sebesar 17.228 ton meningkat menjadi 109.065 pada tahun 2018.

Menurut Kepala BKIPM Ambon Ashari Syarief, sebagian ikan yang dikirim ke daerah
lain di Indonesia seperti Surabaya, Jawa Timur; Denpasar, Bali; dan DKI Jakarta, juga
sebagian akan dieskpor. “Jadi ekspor ikan itu tidak semuanya langsung dari Maluku.
Kontribusi Maluku terhadap ekspor ikan di Indonesia termasuk yang tertinggi,”
katanya.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Kepala BKIPM Ambon Ashari Syarief

Saat ini, pelaku ekspor ikan dari Maluku terus bertambah. Saat ini terdapat 15
perusahaan di Maluku yang melakukan ekspor. Beberapa lagi sedang mengajukan
permohonan untuk ekspor. Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dibandingkan
sebelum penataan sistem pengelolaan perikanan dimulai. “Pengusahaan bergairah
melakukan ekspor karena produksi meningkat,” ujarnya.

Sepanjang tahun 2018, ada tujuh negara tujuan ekspor dari Maluku, yakni Jepang,
Amerika Serikat, Vietnam, Australia Singapura, Canada, dan Saudi Arabia. Frekuensi
ekspor tertinggi adalah Jepang sebanyak 273 kali dengan volume 683 ton yang nilainya
Rp 49,7 miliar. Selanjutnya Amerika Serikat sebanyak 40 kali dengan total volume 649
ton senilai Rp 60,2 miliar.

Ia mengatakan, volume dan nilai ekspor dari Maluku pada tahun 2018 sudah
melampaui volume dan nilai ekspor dari Maluku sebelum tahun 2015 atau sebelum
pemerintah melalukan penertiban sektor perikanan di Indonesia. “Dulu banyak ekspor
tapi itu dilakukan oleh perusahaan asing. Dan juga pengiriman secara ilegal. Indonesia
kehilangan banyak sumber penghasilan,” tambahnya.

Dulu banyak ekspor tapi itu dilakukan oleh perusahaan asing. Dan juga
pengiriman secara ilegal. Indonesia kehilangan banyak sumber
penghasilan

Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan, bergirahnya pengiriman ikan dari Maluku
itu disebabkan produksi ikan yang terus meningkat setelah kapal-kapal asing diusir dari
perairan Indonesia. Sebelum tahun 2015, Maluku menjadi surga bagi pelaku
ilegal, unreported, unregulated fishing. Dari sekitar 10 juta ton potensi perikanan di
Indonesia, Maluku menyumbang sekitar 30 persen.

Selain itu, pemerintah juga melakukan upaya jemput bola dengan membentuk tim
percepatan ekspor di Maluku. Tim yang dibentuk dari sejumlah instansi terkait
termasuk BKIPM Ambon itu mendorong penguasahaan untuk melakukan ekspor.
“Kemudahan perizinan itu menjadi salah satu kerja tim. Saya dengar, pendapat negara
dari hasil ekspor itu naik hingga 300 persen,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Said, Maluku sudah bisa ditetapkan menjadi lumbung ikan
nasional sebagaiman janji pemerintah pusat sejak era kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Dengan begitu, pengolalaan perikanan nasional akan terpusat di
Maluku. “Ikan sudah banyak. Sekarang tinggal fasilitas penunjung. Semua bisa
langsung ekspor dari Maluku,” katanya.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Gubernur Maluku Said Assagaff

Anjas, nelayan asal Ambon yang dihubungi secara terpisah mengatakan, produksi ikan
di perairan cukup tinggi. Namun, banyak nelayan lokal belum bisa mengoptimalkan
lantaran terkendala fasilitas. Di Maluku terdapat sekotar 115.000 nelayan. Dari jumlah
tersebut, hanya 10.persen yang baru dapat difasilitasi pemerintah.

Ikan sudah banyak. Sekarang tinggal fasilitas penunjung. Semua bisa


langsung ekspor dari Maluku

Biaya Kargo

Lebih lanjut Ashari menambahkan, pengiriman ikan dari Maluku ke sejumlah daerah
yang menggunakan pesawat udara terganjal biaya kargo yang semakin mahal. Sebelum
Oktober 2018, biaya bagasi untuk satu kilogram ikan nonhidup sebesar Rp 7.590 kini
naik menjadi Rp 16.400.

Pada periode September hingga Oktober 2018, volume pengiriman menggunakan


pesawat sebanyak 87 ton. Pada periode Januari hingga Fabruari 2019, volume
pengiriman terjun bebas menjadi 10 ton. “Ini menjadi ganjalan terbesar saat ini,”
katanya.
Pasar Ikan Modern Dikelola Perum Perindo
BM LUKIT A GR AH ADYAR INI

29 Januari 2019


KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Gedung Pasar Ikan Modern Muara Baru, Jakarta Utara, yang mulai dibangun sejak
Februari 2018 telah memasuki tahap akhir pembangunan, Rabu (19/12/2018). Pasar
ikan modern dengan konsep layanan terpadu aneka produk perikanan itu akan menjadi
proyek percontohan untuk mendukung peningkatan sektor perikanan nasional.

JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan pasar ikan modern di Muara Baru, Jakarta Utara,
akan diserahkan pemerintah ke Perum Perikanan Indonesia. Pasar ikan pertama di
Indonesia yang dibangun dengan konsep higienis itu nantinya menerapkan pola
transaksi nontunai.

”Saat ini sedang finalisasi perjanjian kerja sama dengan pemerintah,” kata Agung
Pamujo, Sekretaris Perusahaan Perum Perindo, di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Pasar ikan Muara Baru di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam
Zachman itu akan ditempati pedagang ikan relokasi dari pasar ikan lama Muara Baru
dan pedagang baru. Pasar ikan itu berupa bangunan tiga lantai pada lahan seluas
22.444 meter persegi yang terdiri dari 892 kios basah dan 155 kios kering. Selain itu,
terdapat area kuliner terbuka di lantai dua yang akan menjajakan berbagai masakan
produk olahan ikan.

Berdasarkan data Perum Perindo, pasar ikan lama terdiri dari 992 lapak, 70
pengepakan ikan, dan 1 agen es. Jumlah penjual ikan tercatat 3.333 orang dengan
volume ikan harian masuk pasar sebesar 120 ton per hari.

Pasar Ikan Modern Muara Baru dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan
anggaran tahun jamak 2017-2018 senilai Rp 150,69 miliar. Konsep dan
pengelolaan pasar ikan modern itu diharapkan mengacu pasar ikan modern kelas dunia,
yakni Tsukiji Fish Market di Tokyo (Jepang) dan Sydney Fish Market di Australia.

Pasar ikan tersebut dilengkapi dengan beberapa fasilitas pendukung, antara lain
instalasi pengolahan limbah (IPAL), ruang pengepakan, gerai peralatan maritim, ruang
pertemuan, area parkir, gudang pendingin, bongkar muat, dan pengepakan. Selain
mengelola pasar ikan modern, Perum Perindo juga akan mengelola gudang pendingin
milik pemerintah berkapasitas 1.000 ton.

Stok ikan

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo


mengemukakan, jumlah ikan semakin berlimpah, antara lain ditandai stok ikan lestari
yang terus meningkat. Stok ikan lestari pada 2014 sebanyak 6,5 juta ton, meningkat
menjadi 12,5 juta ton tahun 2017.

Sementara itu, konsumsi ikan nasional juga terus meningkat dalam lima tahun terakhir.
Angka konsumsi ikan nasional sebesar 38,14 kilogram per kapita pada 2014, naik
menjadi 41,11 kg per kapita pada 2015, 43,94 kg per kapita (2016), 47,34 kg per kapita
(2017), dan 50,69 kg per kapita (2018).

Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan konsumsi ikan nasional mencapai


54,49 kg per kapita pada 2019.

Anda mungkin juga menyukai